Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Aufar Ariq Vargas Varago
"ABSTRAK
Acara Pemeriksaan Singkat yang diatur dalam Pasal 203 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP merupakan salah satu jenis acara pemeriksaan perkara yang pada pelaksanaannya tidak pernah digunakan terhadap perkara tindak pidana narkotika. Namun dalam praktiknya Kejaksaan Negeri Kota Bandung pada akhir tahun 2018 menggunakan acara pemeriksaan singkat terhadap perkara tindak pidana narkotika terhadap perkara diancam dengan Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu penyalahguna narkotika golongan I, yang berupa tanaman ganja. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran Jaksa Agung No. B-029/A/EJP/03/2019 mengenai Pelimpahan Perkara Tindak Pidana Narkotika dan Penyalahgunaan Narjotka dengan Acara Pemeriksaan Singkat (APS), menjawab pertanyaan terhadap penggunaan acara pemeriksaan perkara dalam Putusan No. 1/Pid.S/2019/PN.BDG yang memberikan vonis terhadap Terpidana penyalahgunaan narkotika dengan menggunakan acara pemeriksaan singkat yang telah sesuai dengan peraturan yang menjadi landasan pelaksanaan. Dan dengan adanya fakta bahwa terjadi kelebihan kapasitas terhadap Lembaga Pemasyarakatan yang disebabkan oleh adanya Terpidana Narkotika di Indonesia, penggunaan acara pemeriksaan singkat oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap perkara tindak pidana narkotika yang ditujukan kepada penyalaguna narkotika perlu memiliki fokus kepada rehabilitasi sosial dan medis didukung adanya peraturan yang khusus mengatur mengenai standar pelaksanaan pencegahan dan perawatan sosial dan medis terhadap para penyalahguna narkotika yang juga dapat mengurangi kelebihan kapasitas yang terjadi pada Lembaga Pemasyarakatan.

ABSTRACT
The Brief Examination Program that regulated in Article 203 of Law No. 8 of 1981 about Criminal Procedure Law or KUHAP is one of the examination case type of which in its implementation has never been used on narcotic crime cases. But in the end of 2018, the Bandung District Prosecutor used brief examination for narcotic criminal case against narcotic abuse that classified as class one, in the forms of cannabis plants which regulated in Article 127 paragraph (1) letter a of Law Number 35 of 2009 about Narcotics. With the issuance of Circular of Attorney General No. B-029 / A / EJP / 03/2019 about the Delegation of Criminal Narcotics Cases and Narcotic Abuses by using Brief Examination (APS), answering the questions regarding the use of case audits in Decision No. 1 / Pid.S/ 2019 / PN.BDG which gives verdicts against convicts of narcotics abuse by using brief examination programs that are in accordance with the regulations that are the basis for implementation. And the fact that there is a overcapacity on Penitentiary Institutions caused by the Narcotics Prisoners in Indonesia, the use of a brief examination by the Public Prosecutor of narcotics crime cases aimed at narcotics abusers needs to have a focus on social and medical rehabilitation supported by regulations that specifically regulating the standards for the implementation of prevention and social and medical care for narcotics abusers who can also reduce the overcapacity that occurs in prisons."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Sarah Natalia
"Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai produsen ikan tangkap terbesar di dunia dengan perikanan skala kecil (small-scale fisheries, SSF) menyumbang lebih dari 80 persen dari total produksi nasional. Namun, pengecualian SSF dari sistem pajak yang berlaku serta instrumen pengelolaan lainnya telah memperburuk permasalahan kelebihan kapasitas (overcapacity) dan penangkapan ikan berlebihan (overfishing), yang mengancam keberlanjutan stok ikan.
Studi ini mengusulkan reformasi sistem perpajakan perikanan di Indonesia untuk menciptakan industri perikanan yang lebih adil dan berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan model bioekonomi yang berfokus pada perikanan pelagis kecil di Wilayah Pengelolaan Perikanan (Fishery Management Area, FMA) 715 untuk mengevaluasi dampak pajak produksi terhadap SSF. Temuan menunjukkan bahwa tingkat pajak sebesar 4,8 persen dapat mempercepat pemulihan stok ikan, meskipun sedikit menurunkan produksi dalam jangka panjang. Namun, tantangan utama yang muncul adalah potensi kehilangan lapangan kerja akibat efek crowding-out, terutama bagi komunitas pesisir yang memiliki tingkat kemiskinan dan kerentanan tinggi.
Lebih lanjut, penerapan pajak pada SSF menghadapi hambatan besar dalam pemantauan dan penegakan kepatuhan guna mencegah penghindaran pajak. Simulasi lanjutan menunjukkan bahwa pajak produksi dapat mendorong nelayan untuk mengadopsi praktik yang lebih berkelanjutan, seperti memusatkan upaya penangkapan ikan di daerah yang lebih produktif atau meningkatkan peralatan mereka. Namun, terdapat risiko meningkatnya pelaporan yang tidak akurat (underreporting) atau perdagangan informal untuk menghindari pajak, mengingat SSF sering beroperasi dalam sektor informal dengan tingkat kepatuhan yang rendah. Oleh karena itu, pengenalan pajak pada SSF harus mempertimbangkan dengan cermat dampak sosial, budaya, dan ekonomi yang mungkin timbul.

Indonesia ranks as the world's third-largest capture fish producer where small-scale fisheries (SSF) contributing over 80 percent of the national output. However, the exclusion of SSF from the existing tax system and other management instruments has exacerbated the issues of overcapacity and overfishing, threatening the sustainability of fish stocks.
This study proposes a reform of Indonesia’s fishery tax system to create a fairer and more sustainable fishing industry. It employs a bioeconomic model focusing on small-pelagic fisheries in Fishery Management Area (FMA) 715 to assess the impact of production taxes on SSF. Findings indicate that tax rate of 4.8 percent could accelerate stock recovery while slightly reducing long-term production. However, an immediate challenge is the potential loss of jobs due to crowding-out effects, particularly in coastal communities with high poverty rates and vulnerability.
Furthermore, the implementation might face significant challenges in monitoring and enforcing compliance to prevent tax evasion. Extended simulations suggest that a production tax may encourage fishers to adopt more sustainable practices by concentrating fishing efforts in more productive areas or upgrading their equipment. However, there is also a risk of increased underreporting or informal trading to evade taxes, given that SSF often operate within the informal sector with low compliance levels. Therefore, the introduction of a tax on SSF must carefully consider the potential social, cultural, and economic impacts.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library