Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rita Melianna
Abstrak :
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang di tandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Masalah yang mengakibatkan kegagalan pada terapi hemodialisa adalah kepatuhan klien. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi, menggunakan sampel pasien GGK yang mengikuti hemodialisa di RS Fatmawati sebesar 84 responden. Hasil univariat menunjukkan, responden tidak patuh terhadap pembatasan cairan sebesar 76%, responden mengalami overload sebesar 53,6%. Hasil bivariat (Chi-Square) dengan α=0,05, didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan pembatasan cairan dengan overload (p=0,35). Semakin besar klien patuh pada pembatasan cairan maka akan semakin kecil terjadi overload. ......Chronic kidney failure (CKD) is a clinical condition indicated by irreversible decline in kidney function on a certain level resulting in the need for kidney replacement therapy. One of the replacement therapy is hemodialysis. Patients obedience to fluid restriction is one of the factors affecting the success of hemodialysis therapy. This study used descriptive-correlative method. The samples of this study are CKD patients taking hemodialysis at Fatmawati Hospital amounted to 84 persons. The result showed 76% of respondents were disobedient to fluid restriction and 53,6% suffer from fluid overload. Study also found there was no significant relationship between the patients obedience and the incidence of overload (p=0,35; α=0,05). The higher patients obedience to fluid restriction, the less likelier fluid overload would happen.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S52552
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3273
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Putri Tungga Dewi
Abstrak :
ABSTRAK
Secondary iron overload pada thalassemia mayor terjadi karena eritropoiesis inefektif dan tranfusi berkala. Besi melebihi transferin sehingga banyak non transferin bound iron NTBI yang mengkatalisasi terjadinya ion radikal bebas yang merusak jaringan. Pengendapan besi pada saluran cerna mengakibatkan perubahan fungsi, kerusakan organ, gangguan ketersediaan asam amino. Iron overload dikurangi dengan kelasi besi. Transferin merupakan kelator alami tubuh terdiri asam amino dominan alanin, leusin, glisin, asam aspartat. Berdasarkan penelitian, pasien iron overload memiliki transferin lebih rendah dibandingkan non iron overload. Penelitian bertujuan mengetahi perubahan status besi, profil asam amino dan hubungan iron overload dengan profil asam amino. Parameter yang diteliti : besi serum, unsaturated iron binding capacity UIBC , total iron binding capacity TIBC , feritin, saturasi transferin, indeks transferin, alanin, leusin, glisin, asam aspartat. Desain penelitian kohort dengan 21 subjek, yaitu 13 thalassemia beta mayor dan 8 thalassemia beta HbE. Hasil penelitian didapatkan perubahan status besi bermakna yaitu peningkatan feritin pasca transfusi, penurunan feritin pasca kelasi 1 bulan, peningkatan kadar besi pasca kelasi 3 bulan. Perubahan asam amino bermakna yaitu penurunan alanin, leusin, serta peningkatan glisin pasca kelasi 1 bulan Terdapat hubungan kuat, bermakna searah antara indeks transferin dan alanin pre transfusi. Terdapat hubungan kuat, bermakna, searah antara indeks transferin dengan alanin dan glisin pasca transfusi.
ABSTRACT
Secondary iron overload in thalassemia major occurs due to ineffective erythropoiesis and periodic transfusions. The excess of iron exceed transferrin so there are many non transferrin bound iron NTBI that induce tissue damaging free radical ion. Accumulation of iron in intestine can lead to changes in the function, organ damage, lack of amino acid availability. Iron overload can be reduced by iron chelation. Transferrin is the body 39 s natural chelator comprising of dominant amino acid alanine, leucine, glycine, aspartic acid. Research found that transferrin were lower in iron overload patients. This study aims to acquire the changes of iron status, amino acid profile, and correlation between iron overload and amino acid profile. Studied parameter were serum iron, unsaturated iron binding capacity UIBC , total iron binding capacity TIBC , ferritin, transferrin saturation, transferrin index, alanine, leucine, glycine, aspartic acid. The study design were cohort with 21 subjects consisted of 13 beta major thalassemia and 8 beta Hbe thalassemia. The result showed significant iron status changes ferritin increased post transfusion, ferritin decreased after 1 month chelation and serum iron increased after 3 months chelation. Significant amino acid profile changes decreased of alanine and leucine, and glycin increased after 1 month chelation. There rsquo s significant correlation between transferrin index and alanine pre transfusion. There rsquo s significant correlation between transferrin index and alanine, glycine after 3 month chelation.
2017
T55642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Haryati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2706
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Azka
Abstrak :
Kegagalan transformator menyebabkan diskontinuitas penyaluran listrik. Padahal syarat system tenaga listrik yang baik harus memenuhi kualitas, kontinuitas dan stabilitas. Kegagalan transformator ditribusi dapat disebabkan berbagai macam gangguan internal seperti kondisi beban yang overload, beban tidak seimbang, beban harmonic,dan keadaan komponen penyusun transformator. Selain itu gangguan eksternal seperti keadaan lingkungan transformator, keadaan komponen yang terhubung dengan transformator juga ikut mempengaruhi. Untuk itu diperlukan analisis lebih lanjut terhadap akar masalah penyebab gangguan yang sering terjadi sehingga terbentuk pola penyebab gangguan. Kemudian dari pola ini dapat dilakukan tindakan preventif tepat sesuai gejala sebelum gangguan terjadi. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan analisis menggunakan metode perbandingan antara data yang telah diolah dengan kriteria transformator sehat. Ternyata dari hasil analisa, kegagalan transformator distribusi di wilayah Jakarta Raya dan Tangerang paling banyak adalah hubung singkat pada kumparan yang disebabkan ketidakseimbangan beban yang terpasang. Apabila proteksi gagal bekerja memutus arus hubung singkat, maka akan menimbulkan kerusakan yang lebih fatal seperti kebakaran.
Transformer Failure cause discontinuities electrical distribution. Though the terms of good electricity system must meet the quality, continuity and stability. The distribution transformer failure can be caused by different kinds of internal disturbances such as load conditions overload, unbalanced load, harmonic load, and the state of the components of the transformer. In addition it can be caused by external disturbances such as conditions of transformer environmental, condition of components that is connected to the transformer. It required a further analysis to determine root causes of disturbances that often occur. So that pattern of disturbance causes is formed. Then from this pattern can be carried out right preventive action to the symptoms before failure occurred. Analysis using a comparison between the data that has been processed with healthy transformer criteria. Apparently the results of the analysis, mostly distribution transformer failure in Jakarta and Tangerang are short circuit on transformer coil due to load imbalance. If protection fails to trip fault current, it will cause more fatal damage such as fire.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59565
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanif Abadi
Abstrak :
Latar belakang: Indonesia memiliki prevalensi talasemia yang tinggi karena terletak dalam sabuk talasemia dunia. Iron overload seringkali terjadi pada pasien talasemia yang membutuhkan transfusi sehingga perlu diberikan kelasi besi. Akan tetapi, obat kelasi besi yang tersedia saat ini memiliki harga yang mahal dan menimbulkan banyak efek samping. Penelitian sebelumnya menunjukkan mangiferin berpotensi sebagai alternatif terapi kelasi besi namun bioavailibilitasnya rendah. Penelitian ini bertujuan menilai pengaruh pemberian mangiferin menggunakan nanopartikel kitosan-alginat terhadap aktivitas katalase di hati. Metode: Sebanyak 25 tikus Sprague-Dawley dibagi ke dalam 5 kelompok dengan perlakuan: Normal (N), Iron Overload (IO), dan terapi mangiferin (IO+M50); mangiferin-nanopartikel (IO+MN50, IO+MN25). Iron Dextran sebanyak 15 mg diinjeksikan secara intraperitoneal dua kali seminggu selama 4 minggu. Mangiferin dan mangiferin-nanopartikel diberikan secara oral setiap hari selama 4 minggu. Organ hati diperoleh dari organ tersimpan yang disimpan pada suhu -80°C. Aktivitas katalase pada hati diukur menggunakan Catalase Activity Assay Kit dan spektrofotometer. Analisis statistik dilakukan menggunakan uji Kruskal-Wallis (p=0,05) karena data tidak terdistribusi normal. Hasil: Penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan aktivitas katalase yang bermakna di hati tikus antar tiap kelompok. Aktivitas katalase secara berurutan dari rendah ke tinggi adalah: kelompok IO+MN25 (0,00216 U/mg), IO+M50 (0,00221 U/mg), IO (0,00221), IO+M50 (0,0026 U/mg), dan N (0,00299 U/mg). Kesimpulan: Aktivitas katalase pada hati tikus Sprague-Dawley antar tiap kelompok tidak berbeda bermakna. ......Introduction: Indonesia has a high prevalent of thalassemia because of its location on world thalassemia belt. Iron overload often happens in transfusion dependent thalassemia patient in which iron chelation therapy is necessary. However, iron-chelating agents that available at this moment are expensive and have numerous adverse effects. Previous researches show that mangiferin could become an alternative iron-chelating therapy but has low bioavailability. This study aims to evaluate administration of mangiferin using chitosan-alginate nanoparticles on catalase activity in liver. Method: A total of 25 Sprague-Dawley rats were divided into 5 groups: Normal (N), Iron Overload (IO), and given with mangiferin therapy (IO+M50, IO+MN50, IO+MN25). Fifteenth milligrams of iron dextran were injected intraperitoneally, twice a week for 4 weeks. Mangiferin and mangiferin nanoparticles were orally given according to each group dose, every day for 4 weeks. Organ obtained by using stored organ that had been stored under -80°C cooler. Catalase activity on liver was measured using Catalase Activity Assay Kit and Spectrophotometer then analyzed by Kruskal-Wallis (p=0,05) because datas aren’t distributed normally. Result: This study shows there’s no significant catalase activity difference between each group. Katalase activity consecutively from lowest to highest are: IO+MN25 (0,00216 U/mg), IO+M50 (0,00221 U/mg), IO (0,00221), IO+M50 (0,0026 U/mg), and N (0,00299 U/mg). Conclusion: There’s no significant difference of catalase activity in Sprague-Dawley rat’s liver between each group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosa
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai IMS sebagai arsitektural subsistem yang memfasilitasi konvergensi antara jaringan fixed dan mobile untuk menjadi sebuah jaringan yang berbasiskan IP. Untuk menjamin performansi dari sisi penyedia layanan dan pelanggan, manajemen dan pemeliharaan yang baik di control layer jaringan IMS harus dipenuhi. Pada mekanisme session establishment jaringan IMS saat ini menunjukkan bahwa Serving-Call Session Control Function (S-CSCF) merupakan tempat yang paling rentan terjadinya bottle neck dan mengakibatkan timbulnya long call set up delay. Pada skripsi ini dilakukan pengujian distribusi beban S-CSCF dan melihat pengaruhnya terhadap jaringan IMS. Dari hasil pengujian didapatkan bahwa faktor yang mempengaruhi kapasitas suatu S-CSCF antara lain besar memori yang digunakan, jumlah pelanggan serta jumlah layanan yang ditangani S-CSCF tersebut. Selain itu didapatkan bahwa untuk daerah kepadatan rendah lebih baik menggunakan jaringan IMS tanpa pemisahan kemampuan S-CSCF dengan efisiensi sebesar 99.86%, sedangkan pendistribusian beban dengan metode pemisahan kemampuan S-CSCF lebih cocok untuk dilakukan pada daerah padat dengan efisiensi sebesar 99.31%. ......This thesis presents IMS as an architectural subsystem which facilitates convergence between fixed and mobile network to an IP-based network. In order to guarantee performance to both service provider and end user, management and maintenance within the control layer must be fulfilled. In the session establishment mecanishm of current IMS network shows that Serving-Call Session Control Function (S-CSCF) is the most probable phase where bottleneck may occur and long call set up delay. This thesis examines the S-CSCF load balancing and sees the impact to IMS network. From the experiments, it can be conclude that the capacity of S-CSCF depend on size of the memory used, amount of users and services handled by S-CSCF. In addition, it is more suitable to use IMS network without S-CSCF?s capabilities separation for low to mid density region with the efficiency value of 99.86%. In other hand, load balancing with S-CSCF?s capabilities separation in IMS network is more suitable to be implemented in dense region with the efficiency of 99.31%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1137
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Romi Akbar
Abstrak :
Latar Belakang: Pasien sakit kritis dengan sepsis biasanya menerima volume cairan yang sangat besar menyebabkan balans cairan positif yang sangat signifikan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan kardiak output, tekanan darah sistemik, dan perfusi ke ginjal. Kondisi ini juga ternyata berkaitan dengan angka survival yang buruk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah rumatan dini norepinefrin dapat mengurangi pemberian cairan dan mencegah overload pada resusitasi pasien syok septik. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis acak tidak tersamar dengan subjek penelitian adalah pasien dewasa yang masuk di unit perawatan intensif dan instalasi rawat darurat dari Januari- November 2020 yang didiagnosa dengan syok septik. Terdapat dua kelompok perlakuan, kelompok norepinefrin dini dan kelompok resusitasi cairan 30 ml/kgBB. Dilakukan penilaian terhadap rasio albumin kreatinin urin, peningkatan nilai serum kreatinin, rasio PaO2/FiO2, dan tekanan intraabdominal pada saat diagnosa syok septik ditegakkan, 3 jam dan 24 jam setelah perlakuan diberikan. Data diolah dalam menggunakan perangkat SPSS. Hasil: Berdasarkan analisis didapatkan perbedaan yang bermakna untuk semua variabel penelitian pada kelompok perlakuan resusitasi cairan dibandingkan dengan kelompok norepinefrin. Jumlah pemberian cairan pada kelompok norepinefrin dini rata-rata adalah 2198,63 ml, lebih sedikit dibandingkan pada kelompok resusitasi cairan 30 ml/kgBB dengan rata-rata 3999,30 ml, uji Chi Square p = 0,000. Dengan membandingkan hasil pengukuran terhadap nilai pengukuran awal pada kedua kelompok, overload cairan sangat berisiko terjadi pada kelompok resusitasi cairan 30 ml/kgBB. Didapatkan hubungan yang bermakna pada rasio albumin kreatinin urin, peningkatan nilai serum kreatinin, rendahnya rasio PaO2/FiO2 dan peningkatan tekanan intraabdominal dengan pemberian resusitasi cairan 30 ml/kgBB yang menunjukkan risiko terjadi overload cairan (OR 48,273 ; CI 95% = 16,708-139,472, OR = 73,381 ; CI 95% = 19,955-269,849, OR = 12,225 ; CI 95% = 5,290-28,252, dan OR = 32,667 ; CI 95% = 10,490-101,724). Kesimpulan: Pemberian norepinefrin dini dapat mengurangi pemberian cairan dan mencegah overload pada resusitasi pasien syok septik ......Background: Critically ill patients with sepsis usually receive a very large volume of fluids causing a very significant positive fluid balance in an effort to meet the needs of cardiac output, systemic blood pressure, and perfusion to the kidneys. This condition also turns out to be associated with poor survival rates. The aim of this study was to determine whether early maintenance of norepinephrine can reduce fluid administration and prevent overload in the resuscitation of patients with septic shock. Methods: This study is a randomized, non-blind clinical trial with the subject of the study being an adult patient diagnosed with septic shock who were admitted to the intensive care unit and emergency care unit from January to November 2020 who were diagnosed with septic shock. There were two treatment groups, the early norepinephrine group and the 30 ml/kgBW fluid resuscitation group. An assessment of the urinary albumin to creatinine ratio, increased serum creatinine value, PaO2/FiO2 ratio, and intraabdominal pressure at the time of diagnosis of septic shock was established, 3 hours and 24 hours after the treatment was given. The data is processed using the SPSS device. Results: Based on the analysis, it was found that there were significant differences for all study variables in the fluid resuscitation group compared to the norepinephrine group. The amount of fluid administration in the early norepinephrine group averaged 2198.63 ml, less than that in the 30 ml / kgBW fluid resuscitation group with an average of 3999.30 ml, Chi Square test p = 0.000. By comparing the measurement results against the initial measurement values in the two groups, fluid overload was very risky in the 30 ml / kgBW fluid resuscitation group. There is a significant relationship between the urinary albumin to creatinine ratio, the increase in the serum creatinine value, the low PaO2/FiO2 ratio and the increase in intraabdominal pressure with the provision of 30 ml/kgBW fluid resuscitation which indicated the risk of fluid overload (OR 48.273; 95% CI = 16.708-139.472, OR = 73,381; 95% CI = 19,955-269,849, OR = 12,225; 95% CI = 5,290-28,252, and OR = 32,667; 95% CI = 10,490-101,724). Conclusion: Early norepinephrine administration can reduce fluid administration and prevent overload in the resuscitation of patients with septic shock.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adhariana Hk
Abstrak :
Prematuritas merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas neonatus tertinggi. Sebagian besar prematur mendapat transfusi PRC berulang selama perawatan. Sementara itu, transfusi PRC berulang dapat meningkatkan kadar zat besi. Namun, hingga saat ini belum ada konsensus mengenai suplementasi besi pada prematur yang telah mendapat transfusi PRC berulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status besi pada bayi prematur usia gestasi 28-32 minggu yang telah mendapat transfusi PRC berulang dan membuat rekomendasi mengenai pemberian suplementasi besi. Penelitian ini adalah penelitian kohort prospektif terhadap 70 bayi prematur yang lahir di RSCM bulan Maret 2021 – Mei 2021. Profil besi diperiksa usia kronologis 1, 2 dan 3 bulan. Hasil penelitian menunjukkan profil besi bayi prematur yang mendapat transfusi PRC > 2 kali lebih tinggi secara signifikan dibandingkan ≤ 2 kali (p<0,05). Titik potong total volume transfusi PRC yang menyebabkan status besi berlebih adalah PRC ≥ 50 mL/kgBB. Median feritin serum pada usia kronologis 1 bulan adalah 498,11 µg/L (358-885,62 µg/L), dua bulan adalah 232,66 µg/L (60,85-538,44 µg/L), tiga bulan adalah 42 µg/L (40,1-168,63 µg/L). Faktor risiko yang memengaruhi status besi berlebih pada bayi prematur adalah riwayat sepsis (OR 5,918 (IK 95%: 2,027-17,277)). Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa bayi prematur yang mendapat transfusi PRC >2 kali memiliki profil besi yang lebih tinggi dibandingkan ≤ 2 kali pada usia kronologis 1 bulan. Bayi premtur yang mendapat transfusi PRC ≥ 50 mL/kgBB memiliki status besi berlebih di usia kronologis 1 bulan sehingga suplementasi besi sebaiknya diberikan pada usia kronologis 2 bulan. ......Prematurity is the most common cause of neonatal mortality and morbidity. Most of the preterm infants received multiple PRC transfusions during hospitalization. Meanwhile, multiple PRC transfusions can increase iron levels. However, to date there is no consensus regarding iron supplementation in preterm who have received multiple PRC transfusions. The objective of this study are to determine iron status in premature infants aged 28-32 weeks who have received multiple PRC transfusions and make recommendations regarding iron supplementation. This study is a prospective cohort study of 70 preterm infants born at the Cipto Mangunkusumo Hospital in March 2021 – May 2021. Iron profiles were examined chronologically age at 1, 2 and 3 months of age. The result are the iron profile of preterm infants who received PRC transfusion was > 2 times significantly higher than ≤ 2 times (p<0.05). The cut-off point for the total volume of PRC transfusion that causes iron overload status is ≥ 50 mL/kgBW. The median serum ferritin at 1 month of age was 498.11 g/L (358-885.62 g/L), two months was 232.66 g/L (60.85-538.44 g/L), three months is 42 g/L (40.1-168.63 g/L). The risk factor influencing iron overload status in preterm infants was a history of neonatal sepsis (OR 5.918 (95% CI: 2.027-17.277)). The conclusion of this study are preterm infants who received PRC transfusion >2 times had a higher iron profile than ≤ 2 times at 1 month chronological age. Preterm infants who received PRC transfusions ≥ 50 mL/kgBW had iron overload status at 1 month of chronological age and therefore iron supplementation should be given at 2 months of chronological age.
Jakarta: Fakultas Kedokteran, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nehemia Putro Adi
Abstrak :
Skripsi ini merupakan studi replikasi yang bertujuan untuk memperkuat konsep komunikasi dalam kaitannya dengan kelelahan penggunaan media sosial. Studi ini berusaha untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor boredom proneness, kelebihan informasi, kelebihan komunikasi dan social media fatigue atau kelelahan penggunaan media sosial di Indonesia selama pandemi COVID-19. Hubungan antar variabel dibalut dengan kerangka S-S-O untuk memudahkan pemahaman korelasi antar faktor. Intensitas penggunaan media sosial dalam penelitian ini digunakan sebagai faktor yang memoderasi hubungan antara kelebihan informasi dan komunikasi dengan kelelahan penggunaan media sosial. Hasil penelitian terhadap 226 mahasiswa dari salah satu universitas di Jawa Barat mengungkapkan adanya hubungan positif antara boredom proneness, kelebihan informasi, dan kelebihan komunikasi terhadap kelelahan penggunan media sosial. Namun, intensitas penggunaan media sosial tidak memoderasi hubungan antara kelebihan informasi dan komunikasi dengan kelelahan penggunaan media sosial secara signifikan, dengan asumsi adanya perubahan perilaku pengguna media sosial selama pandemi COVID-19. Sehingga, perlu dilakukan penelitian kualitatif untuk dapat lebih memahami alasan tidak signifikannya faktor intensitas penggunaan media sosial. ......This study of replication aims to strengthen communication concept related to social media fatigue. Through this study, researcher analyzed correlations between the factors of boredom proneness, information overload, communication overload and social media fatigue amid COVID-19 pandemic. Stress-strain-outcome (S-S-O) framework was used for further understanding of the correlation between factors. In this study, social media use intensity moderated the relations between information and communication overload toward social media fatigue. The result of the study conducted to 226 participants from a university in West Java shows that there are positive correlation between boredom proneness, information overload, communication overload, and social media fatigue. However, social media use intensity does not significantly moderate the correlation between information overload, communication overload, and social media fatigue. The assumption is that there are behavioral changes of social media usage during COVID-19 pandemic. Thus, qualitative research is needed to further discuss the reason why the factor of social media use intensity is not significant.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>