Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa
"Latar belakang: Nyeri pascabedah ortopedi ekstremitas bawah masih menjadi masalah yang berkaitan dengan risiko pascabedah dan lama perawatan di rumah sakit. PCA intravena morfin dan oxycodone masih belum dikaji lebih jauh sebagai analgesia pascabedah ortopedi ekstremitas bawah.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinik acak tersamar ganda untuk menilai efektivitas PCA intravena morfin dengan oxycodone untuk analgesia pascabedah ortopedi ekstremitas bawah. Subjek penelitian berjumlah 50 orang yang didapatkan dengan consecutive sampling selama Januari-April 2019. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok, dirandomisasi menjadi kelompok morfin dan kelompok oxycodone. Efektivitas dinilai dengan banyaknya konsumsi opioid dalam 24 jam pascabedah dan efek samping antara 2 kelompok. Penilaian derajat nyeri diam dan bergerak pada jam ke-0, 6, 12, dan 24 dengan menggunakan Visual Analogue Score (VAS) dan kepuasan pasien pada penggunaan PCA juga dinilai untuk komponen penilaian tambahan. Hasil dianalisis dengan SPSS.
Hasil: Seluruh subjek penelitian menyelesaikan penelitian dan tidak didapatkan perbedaan karakteristik yang signifikan antara 2 kelompok. Banyaknya konsumsi opioid dalam 24 jam pertama pascabedah antara 2 kelompok (p 0,574) dan kejadian efek samping antara 2 kelompok tidak berbeda. Derajat nyeri istirahat dan bergerak juga tidak didapatkan hasil yang berbeda bermakna (p 0,109 ; 0,163). Kepuasan pasien pada penggunaan PCA juga tidak berbeda bermakna, namun secara umum pasien puas dengan penggunaan PCA, dan kepuasan pasien pada PCA oxycodone (76%) lebih banyak dibanding PCA morfin (52%)
Simpulan: PCA intravena oxycodone tidak lebih efektif dibandingkan PCA intravena morfin untuk analgesia pascabedah ortopedi ekstremitas bawah pada penelitian ini. Pasien yang setuju dengan penggunaan PCA sebanyak 30 subjek, tidak ada perbedaan signifikan antara 2 kelompok.

Background: Postoperative pain after lower extremity orthopedic surgery may increase morbidity after surgery and prolong the length of hospitalization. The study investigating effectiveness intravenous PCA morphine and oxycodone has not been extensively studied for managing pain after lower extremity orthopedic surgery.
Methods: This study is a double-blind randomized study clinical trial to evaluate effectiveness intravenous PCA morphine and oxycodone for post-operative analgesia after lower extremity orthopedic surgery. Total of 50 subjects were enrolled with consecutive sampling within January-April 2019. Subjects were randomly allocated into 2 groups, received intravenous PCA morphine or intravenous PCA oxycodone. Post-operative opioid consumption in 24 hours and side effects were considered the primary efficacy variable. Pain scores were measured using Visual Analogue Score (VAS) at time 0, 6, 12, and 24 after surgery. Patient satisfaction in both groups was also evaluated. Data was analyzed statistically using SPSS.
Results: All the subjects done this study. There were no differences in the characteristics of both groups. Opioid consumption between two groups no significantly different (p 0,574) and incidence of side effects between two groups were similar. Pain scores during rest and move also no significant differences (p 0,109 ; 0,163). Patient satisfaction no significant difference, but almost patient satisfied with using PCA, while group oxycodone (76%) higher than group morphine (52%).
Conclusion: Intravenous PCA oxycodone had no more effective than intravenous PCA morphine for post-operative analgesia after lower extremity orthopedic surgery in this study. Patient satisfaction was higher in group oxycodone than in group morphine.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Darmawan
"Latar belakang: Laringoskopi dan intubasi endotrakeal adalah prosedur untuk memfasilitasi pengelolaan jalan nafas dan ventilasi pada anestesi umum. Prosedur ini dapat menyebabkan perubahan variabel hemodinamik akibat respon saraf simpatis. Fentanyl merupakan agonis opioid dengan onset cepat dan durasi pendek yang dapat menekan respon saraf simpatis. Oxycodone menjadi agonis opioid kuat dengan potensi mirip morfin dan onset mirip fentanyl. Laporan penggunaan oxycodone dalam menekan tanggapan hemodinamik akibat laringoskopi dan intubasi pada pasien yang menjalani anestesi umum di Indonesia sampai saat ini belum banyak dilaporkan.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode uji klinis acak tersamar ganda pada 64 pasien yang menjalani operasi dengan anestesi umum menggunakan pipa endotrakeal. Pasien dibagi menjadi dua kelompok secara randomisasi blok; Grup A 32 pasien dan grup B 32 pasien. Sebelum induksi anestesi, Grup A diberikan fentanyl 2 µg/kg dan Grup B diberikan oxycodone 0,2 mg/kg. Penilaian hemodinamik menggunakan variabel sistolik, diastolik, MAP, dan denyut jantung pada saat sebelum diberikan premedikasi, sesaat sesudah diberikan premedikasi, dan setelah dilakukan laringoskopi dan intubasi. Variabel hemodinamik ini dicatat dan dianalisis dengan menggunakan uji T tidak berpasangan.
Hasil: Pada variabel denyut jantung menunjukkan perbedaaan yang signifikan antara kelompok fentanyl dan oxycodone pada saat sebelum dan setelah laringoskopi dan intubasi dengan nilai P < 0,05. Pada variabel sistolik, diastolik dan MAP menunjukkan tidak ada perbedaaan yang signifikan antara kelompok fentanyl dan oxycodone pada saat sebelum dan setelah laringoskopi dan intubasi dimana nilai P > 0,05.
Simpulan: Terdapat perbedaan efektivitas oxycodone dibandingkan fentanyl dalam mengurangi tanggapan hemodinamik akibat laringoskopi dan intubasi pada anestesi umum berupa denyut jantung, namun tidak dalam hal tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik dan MAP.

Background: Laryngoscopy and endotracheal intubation are procedures to facilitate the management of airway and ventilation in general anesthesia. These procedures can cause changes in the hemodynamic variables due to the sympathetic nerve response. Fentanyl is an opioid agonist with rapid onset and short duration that can suppress sympathetic nerve responses. Oxycodone becomes a strong opioid agonist with morphine-like potential and fentanyl-like onset. Reports of the use of oxycodone in suppressing the hemodynamic response due to laryngoscopy and intubation in patients undergoing general anesthesia in Indonesia have not been reported so far.
Method: This study used a double blind randomized clinical trial method in 64 patients who underwent surgery under general anesthesia using endotracheal tubes. Patients were divided into two groups with block randomization; Group A 32 patients and group B 32 patients. Before induction of anesthesia, Group A was given fentanyl 2 µg/kg and Group B was given oxycodone 0.2 mg/kg. Hemodynamic assessment uses the systolic, diastolic, MAP, and heart rate variables before premedication, shortly after premedication, and after laryngoscopy and intubation. These hemodynamic variables were recorded and analyzed using an unpaired T test.
Results: The heart rate variable showed a significant difference between fentanyl and oxycodone groups at the time of before and after laryngoscopy and intubation with the value of P < 0.05. In the systolic, diastolic and MAP variables showed no significant difference between the fentanyl and oxycodone groups at the time of before and after laryngoscopy and intubation with the value of P > 0.05.
Conclusion: There is a difference in the effectiveness of oxycodone compared to fentanyl in reducing hemodynamic responses due to laryngoscopy and intubation under general anesthesia in the form of heart rate, but not in terms of systolic blood pressure, diastolic blood pressure and MAP."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2019
T58833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library