Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Labibah Qotrunnada
Abstrak :
ABSTRAK
Jumlah parasitemia pada infeksi malaria yang ada di dalam darah perifer tidak mampu menunjukkan total biomassa parasit malaria. Total biomassa parasit malaria yang diukur dengan pemeriksaan antibodi histidine rich protein HRP dan Plasmodium lactate dehydrogenase pLDH menunjukkan bahwa biomassa parasit malaria lebih tinggi dibandingkan dengan parasitemia di darah perifer. Biomassa parasit malaria berhubungan dengan inflamasi sistemik dan tidak berhubungan dengan aktivasi endotel. Oleh karena itu, biomassa parasit malaria kemungkinan tidak terakumulasi di sel-sel endotel, melainkan di organ non endotel seperti limpa. Penelitian tentang malaria di limpa masih sangat jarang dilakukan, namun ada beberapa yang menunjukkan terdapat perbedaan arsitektur limpa yang terinfeksi oleh P. falciparum dan P. vivax. Perbedaan tersebut diduga karena perbedaan sel inang yang diinfeksi, yaitu eritrosit pada P. falciparum dan retikulosit pada P. vivax. Sebanyak 12 sampel limpa pasien splenektomi digunakan untuk membuktikan apakah limpa manusia merupakan reservoir parasit malaria dan terjadi penghindaran respons imun di limpa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi berat limpa pasien berhubungan dengan tingginya parasitemia, luas pulpa putih dan akumulasi parasit malaria. Akumulasi P. falciparum juga terjadi di limpa dengan tingginya parasitemia di limpa namun stadium hidup yang muda lebih banyak ditemukan di limpa. Hal tersebut berhubungan dengan mekanisme penghindaran respons imun dengan dugaan sekuestrasi di pembuluh darah sehingga menurunkan stadium matang di limpa. Mekanisme penghindaran pada stadium yang lebih muda juga dilakukan dengan cara membentuk rosetting. Akumulasi P. vivax di limpa tidak dapat dideskripsikan di penelitian ini karena jumlah sampel yang sedikit dengan parasitemia rendah. Namun penelitian ini mampu memprediksi kemungkinan akumulasi P. vivax di limpa dengan tingginya retikulosit di limpa.Kata kunci: Limpa, Malaria, P. falciparum, P. vivax, limpa, retikulosit.
ABSTRACT
The number of parasitemia in malaria infections from peripheral blood was not able to show the total parasite biomass. Total malaria parasite biomass as measured by histidine rich protein HRP and Plasmodium lactate dehydrogenase pLDH antibody test showed higher parasitic biomass than parasitemia in peripheral blood. Total parasite biomass was not correlated with endothelial activation. Therefore parasite biomass was possible to accumulate in non endothelial organ such as the spleen. Research on malaria in the spleen was still very limited, but there were some that showed the differences of splenic architecture in P. falciparum and P. vivax infection. The difference was due to the difference of infected host cell ie red blood cell in P. falciparum and reticulocyte in P. vivax. A total of 12 spleen from splenectomy patients were used to prove whether the human spleen is malaria parasite reservoir and the escaping immune response in the spleen. The results showed that the higher spleen weight was associated with high parasitemia, white pulp area, and accumulation of malaria parasites. P. falciparum accumulation also occurs in the spleen with high parasitemia in the spleen but younger life stages are more common in the spleen. It is related to the mechanism of escaping the immune response with sequestration in the blood vessels thereby decreasing the mature stage in the spleen. The mechanism of escaping immune respons in the spleen at younger stages was also done by forming rosetting. The accumulation of P. vivax in the spleen can not be described in this study because of the limited number of samples with low parasitemia. However, this study was able to predict the possibility of P. vivax accumulation in the spleen with high reticulocytes in the spleen.Keywords Spleen, Malaria, P. falciparum, P. vivax, spleen, reticulocyte.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonno Berty Bradly Bernadus
Abstrak :
Malaria merupakan penyakit yang masih menimbulkan masalab kesehatan Masyarakat Indonesia. Prevalensi malaria di beberapa daerah cukup tinggi dan menjadikan daerah tersebut endemik malaria. Diagnosis malaria ditegakkan melalui pemariksaan gejala ktJnis dan penemuan parasit pada pemariksaan darah seoara mikroskopik. Pemariksaan mikroskopik masih merupakan "Gold Standard", tetapi masih terdapat beberapa kendala dalam sensitivitas dan akurat. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengemhangkan diagnosis altematif pemariksaan malaria yang lebih sensitif dan akurat. Teknik PCR pada sampel urin tems dikembangkan sehagai altematif diagnosis malaria. Penelitian ini dileknkan pada 58 sampel urin yang diambil pada orang yang tlnggal di daerah endemik malaria dan dipariksa dengan teknik PCR dengan menggunakan primer ssu rRNA, didapatkan 42 sampel positif dengan sensitivitas 98 % dan spesilisitas 94 %. Uji diagnostik mikroskopik pada sampel darah dan PCR pada sampel untuk P falclparum didapatkan 18 posltif dengan sensitivitas 94% dan spesifisitas 94%, sedangkan untuk P. vlvax didapatkan 25 sampel positlf dengan sensitivitas 96% dan spesifisitas 94%. Teknik PCR dengan sampel urin dapat digunakan sebagai alat diagnostik malaria untuk menggantikan pemeriksaan mikroskopik darah karena memilild sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (lebih dari 90% ). ......Malaria is an infectious disease which is still causing a public health problem in many parts of Indonesia. There are many endemic areas where the prevalence of malaria is high . The diagnosis of malaria is commonly done by clinical examination and parasite finding at microscopic examination of blood sample. Microscopic examination is still used as a gold standard for malaria diagnosis, however this method is less sensitivity and accuracy especially in low parasitemia. Therefore, it is a need to develop an alternative method which is more sensitive and accurate fur Malaria diagnosis. PCR method for urine sample is being developed as an alternative diagnosis for Malaria. A total of 58 individuals living in malaria endemic areas participated in blood and urine collections. The presence of malaria parasites in blood samples were detected by microscopic examination whereas the DNA of mrdarial parasites, P. falciparum and P. vivax, in urine samples were detected by PCR method using ssu rRNA primers. Positive results of both malarial parasites were found in 42 samples with 98% sensitivity and 94 % specificity. Diagnostic test of microscopic examination of blood samples and PCR of urine samples showed that 18 samples were P. falciparum positive with 94% sensitivity and 94% specificity whereas 25 samples were positive for P. vivax with 96% sensitivity and 94% specificity. This study revealed that PCR method can be used as an alternative diagnostic tool for malaria because it has high sensitivity and specificity (more than 90 %).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32801
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Faradila Zatsa Mutmainna
Abstrak :
Latar belakang: Anemia pada malaria merupakan hasil dari invasi Plasmodium ke dalam eritrosit. Derajat anemia bergantung pada aspek parasit dan inang. Aspek parasit: spesies, stadium dan densitas. Aspek inang berupa meningkatnya TNF-α dan IL-6 yang berpengaruh dengan kejadian anemia. Beberapa penelitian yang menghubungkan pengaruh aspek parasit terhadap anemia masih menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Tujuan: untuk mengetahui pengaruh parasit malaria (spesies, stadium dan densitas) terhadap anemia. Metode: Penelitian analitik observasional dengan desain Cross Sectional. Data bersumber dari penelitian utama yang telah dilakukan di daerah endemik malaria. Sebanyak 99 subjek positif malaria menjadi sampel penelitian ini. Status malaria, spesies, densitas, dan stadium ditetapkan berdasarkan pemeriksaan mikroskopis pada sediaan darah tebal atau tipis yang diwarnai dengan giemsa. Kadar hemoglobin diukur menggunakan mesin symex. Hasil: Pada P. vivax yang berjumlah 50,5% subjek, ditemukan kadar Hemoglobin lebih rendah (10,86 g/dl) dibandingkan kelompok yang terinfeksi P. falciparum sejumlah 49,5% (11,11 g/dl), tetapi perbedaan kadar ini tidak signifikan (p = 0,296). Perbandingan rerata kadar hemoglobin pada status gametosit menunjukkan hasil yang signifikan lebih rendah (p=0,003) pada kelompok dengan gametosit positif (10,24 g/dl) dibandingan kelompok gametosit negatif (11,39 g/dl). Hasil uji Spearman antara densitas dengan nilai hemoglobin menunjukkan korelasi negatif yang signifikan (p = 0,031; r= -0,188). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan kadar Hb pada subjek yang terinfeksi P. falciparum dan P. vivax. Kadar Hb yang signifikan lebih rendah ditemukan pada subjek yang sediaannya ditemukan stadium gametosit dan densitas parasit yang tinggi. ......Introduction: Anemia in malaria is the result of Plasmodium invasion into erythrocytes. The degree of anemia depends on the parasitic and host aspect. The parasitic aspect: species, stadium, and density. The host aspect, indicated by increasing TNF-α and IL-6 affects the incidence of anemia. Several studies linking the influence of parasitic aspects on anemia still show different results. Purpose: To determine the effect of malaria parasites (species, stage, and density) on anemia. Method: Analytical observational study with a cross-sectional design. Data sourced from the main research that has been carried out in malaria-endemic areas. A total of 99 subjects who were malaria positive were sampled in this study. Malaria status, species, stadium, and density were determined based on microscopic examination of thick or thin blood colored with giemsa. Hemoglobin levels were measured using the symex machine. Result: In P. vivax infection which amounted to 50.5% of subjects, hemoglobin levels were found to be lower (10.86 g/dl) than the 49.5% P. falciparum-infected group (11.11 g/dl), but this difference in levels not significant (p = 0.296). Comparison of the mean hemoglobin level on gametocyte status showed a significantly lower result (p=0.003) in the group with positive gametocytes (10.24 g/dl) than in the negative gametocyte group (11.39 g/dl). The results of the Spearman test between density and hemoglobin value showed a significant negative correlation (p = 0.031; r = -0.188).. Conclusion: There is no difference in Hemoglobin levels in subjects infected with P. falciparum and P. vivax. Significantly lower Hb levels were found in subjects with gametocyte stage and high parasite density.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Siswantoto
Abstrak :
Resisten klorokuin merupakan masalah penanggulangan malaria di Indonesia, terutama di Papua. DaIam rangka menilai efikasi pengobatan malaria yang tersedia di Timika, Papua, telah dilakukan uji pengobatan klorokuin dan atan fanpa sulfadoksin-pirimetamin. Pasien dengan malaria Plasmodium falciparum, P. vivax, P. ovale atau P. malariae tanpa komplikasi ditkulkan datum stiuli dan diberikan obat klorokuin plus sulfadoksin-pirimetamin (malaria falsiparum) afau klorokuin (malaria non-falsipanim) dengan pengawasan ininum obat. Selanjutnya pasien dipantau selama 28 sampai 42 hari. Pasien yang tidak sembuh akan diobali ulang dengan kina dan atau tanpa doksisiklin. Sebanyak 207 pasien diikutkan dalam studi (88 P. falciparum, 40 P. vivax, 15 campuran P. falciparum dan P. vivax, 50 P. malariae dan 14 P. ovale). Kegagalan pengobatan dini ditemukan 4 dan 86 pasien (5%) dengan malaria falciparum, 6 dari 37 pasien (16%) dengan malaria vivaks dan tidak dijumpai pada jenis infeksi yang laiimya. Kegagalan pengobatan pada hari ke-28 untuk P. vivax sebanyak 22 dart 30 pasien (73%) dengan konsentrasi klorokuin daiain plasma lebih linggi dari konsentrasi efektif minimal (Minimum Effective Concentration/MEC>15ng/inl). Setelali dikoreksi dari adanya infeksi yang baru, angka kegagalan pengobatan kasep pada hari ke-42 untuk malaria falciparum 48%[95%:CI 31-65] dan 61 % di antaranya dengan konsentrasi klorokuin lebih dari 30ng/ml. Pasien yang tidak sembuh diberikan pengobatan itiang dengan kina dan afau lanpa doksisiklin tanpa pengawasan mimtm obat. Angka kegagalan pengobatan ulang tersebut sebesar 48%{95%Cl:3I-65J pada infeksi P. falciparum dan 70%[95CI:37-100] pada infeksi P. vivax. Kegagalan pengobatan tidak ditemukan pada infeksi P. malariae atau P. ovale dengan species yang sama setelah dipantau selama 28 hari. Di Papua, terdapat prevalensi resistensi obat yang tinggi untuk malaria P. falciparum dan P. vivax dengan pengobalan yang tersedia (klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin). Klorokuin masih memiliki efikasi yang baik pada P. ovale dan P. malariae. (MedJ Indones 2006; 15:251-8)
Chloroquine resistant malaria is a serious problem in Indonesia particularly in Papua. A trial of the existing antimalarial drugs was conducted in Timika, Papua. The objective of the study wax to determine the efficacy ofcloroquine (CQ) +. sulfadoxine-pyri/nethamine (SP). Patients with uncomplicated malaria due to Plasmodium falciparum, P. vivax, P. ovale or P. malariae were enrolled and treated with supervised CQ+SP (P. falciparum) or CQ (non-P. falciparum). Patients were followed for 28-42 days. Patients failing thernpv were retreated with unstipen'ised quinine+tioxycycline. 207 patients were enrolled in the studv (88 P. falciparum, 40 P. vivax, 15 mixed infections, 50 P. malariae and 14 P. ovale). Early treatment failures occurred in 4 of 86 (5%) patients with falciparum malaria. 6 of 37 (16%) patients with vivax malaria and none of those with P. ovale or P. malariae infection.1,'. The failure rate by day 28 for P. vivax was 22 of 30 (73%) patients, with all recurrences occurring in the presence of plasma chloroquine concentration above the minimum effective concentration (MEC>15ng/ml). After correcting for re infect ions the dav 42 recrudescence rate for falciparum malaria was 48% 195%CI:31-65I and in 61% of cases this was in the presence of chloroquine levels above 30 ng/ml. Retreatment with unsiipervised quinine+tloxycycline resulted in further recurrence of malaria in 48% [95%CI:31-65] of P. falciparum infections and 70% {95%Cl:37-100] of P. vivax infections. None of the patients with P. ovale or P. malariae had treatment failures within 28 da\s. There is a high prevalence of antimalarial drug resistance of P. falciparum and P. vivax to the existing antimalarial drugs. However chloroquine retains adequate efficacy against P. ovale and P. malariae in Papua. (Med J Indones 2006; 15:251-8)
[place of publication not identified]: Medical Journal of Indonesia, 2006
MJIN-15-4-OctDec2006-251
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library