Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hotasi, Stevano Lucianto
Abstrak :
Pendahuluan dan tujuan: Batu saluran kemih atau urolitiasis merupakan salah satu masalah yang dianggap sebagai masalah kesehatan yang umum ditemui. Beberapa faktor risiko penyebab terbentuknya batu di saluran kemih, salah satunya adalah pH dan usia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan umur, pH urin, dan kejadian batu saluran kemih di RSUD Kardinah Tegal. Metode: Ini adalah studi potong lintang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien usia dewasa (18 tahun) penderita urolitiasis di RSUD Kardinah Tegal yang belum pernah menjalani pengobatan urolitiasis sebelumnya. Total ada 235 subjek yang terbagi menjadi 120 subjek kelompok kasus dan 115 subjek kelompok kontrol. Untuk menilai hubungan antara setiap kategori usia dan pH urin, kami menggunakan uji Chi-square. Kami selanjutnya melakukan analisis multivariat menggunakan metode regresi logistik. Hasil: Perbedaan rata-rata usia antara kelompok urolitiasis dan kelompok non-urolitiasis ditemukan signifikan (p < 0,001) dengan MD dari 7,81 (4.26-11.37). Perbedaan kejadian batu menurut pH urin pada kedua kelompok tidak bermakna secara statistik (p = 0,266). Insiden batu ditemukan tertinggi pada kelompok usia 50-59 tahun pada pH urin asam. Namun, tidak ada kelompok usia dan pH urin yang dikaitkan dengan kejadian batu. Lebih lanjut, kami juga mengamati bahwa dengan peningkatan pH urin, kemungkinan terjadinya batu kemih akan menjadi 0,689 kali lebih mungkin terjadi (p = 0,018). Kesimpulan: Ada perbedaan usia yang bermakna antara kelompok urolitiasis dan non urolitiasis. Tidak ada kelompok usia dan pH urin yang ditemukan terkait dengan kejadian batu, namun peningkatan usia dan pH urin meningkatkan kemungkinan terjadinya batu saluran kemih. .....Introduction and objectives: Urinary stones or urolithiasis is one issue that is considered as a health problem in life. Some risk factors lead to stone formation in the urinary tract, one of which is pH and age. This study aim to determine the association between age, urine pH, and urinary stones incidence in Kardinah Tegal General Hospital. Methods: This was a cross-sectional study. Populations for this study were all adult patients (≥18 years old) with urolithiasis in Kardinah Tegal General Hospital who never received any previous treatment for urolithiasis. In total there were 235 subjects, divided into 120 subjects in case group and 115 subjects in control group. To assess association between each age category and urinary pH, we used Chi-square test. We further performed multivariate analysis using logistic regression method. Results: Mean difference of age between urolithiasis group and non-urolithiasis group was found to be significant (p<0.001) with MD of 7.81 (4.26-11.37). Differences in stone incidence according to urinary pH in both groups were not statistically significant (p=0.266). Stone incidence was found to be highest in age group of 50-59 years old in acidic urinary pH. However, no age group and urinary pH were associated with stone incidence. Furthermore, we also observed that with the increase of urinary pH, the odds of urinary stones occurrence would be 0.689 times more likely to happen (p=0.018). Conclusion: There was significant difference of age between urolithiasis and non-urolithiasis group. No age group and urinary pH were found associated with stone incidence, however the increase of age and urinary pH, increase the odds of developing urinary stones.
2021
T-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ummi Sa`adah
Abstrak :
Sulfadiazin, salah satu terapi infeksi saluran kemih pilihan, berpotensi mengakibatkan kristaluria ataupun gangguan ginjal lainnya karena bersifat sukar larut dalam urin. Hal itu dapat dicegah dengan alkalinisasi urin karena ekskresi sulfadiazin meningkat pada pH urin basa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH urin terhadap waktu paruh sulfadiazin pada tikus putih jantan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan 25 ekor tikus putih jantan galur Sprague-Dawleyyang terbagi dalam lima kelompok, yaitu kontrol normal yang hanya diberi larutan CMC 0,5%; kontrol sulfadiazin (285,7 mg/kg BB); dan tiga kelompok yang diberi sulfadiazin serta larutan NaHCO3 10% tiap 6 jam dengan variasi dosis yang telah dipilih (dosis 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 0,9; 1,8; dan 2,7 mg/g BB). Pemberian seluruhnya dilakukan secara oral. Pemberian larutan NaHCO3 10% pada kelompok 3, 4, dan 5 dimulai dari satu jam sebelum pemberian sulfadiazin. Serapan yang diberikan oleh sulfadiazin dalam urin diukur pada jam ke-1,5; 3,5; 6,5; 10,5; 13,5; dan 18 menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makin basa pH urin, maka makin banyak jumlah kumulatif sulfadiazin yang diekskresi dan makin singkat waktu paruh rata-ratanya pada tikus putih jantan. ......Sulfadiazine, one of the chosen therapy for urinary tract infection, potentially causing crystalluria or other kidney disorders because it?s difficult dissolve in urine. It can be prevented by alkalinization of urine due to increased excretion of sulfadiazine in alkaline urine. This research was carried out to know the impact of urinary pH on sulfadiazine?s half-time on male albino rats. This study was conducted by using 25 male Sprague-Dawley rats which is divided into 5 groups: normal control that was given only CMC 0,5% solution; control sulfadiazine (285,7 mg/kg BW); and three groups were given sulfadiazine and NaHCO3 10% solution every 6 hours with variation doses which was selected (dose 1, 2, and 3 successively is 0,9; 1,8; and 2,7 mg/g BW). Giving all done orally. Solution of NaHCO3 10% given to group 3, 4, and 5 starting from one hour before giving sulfadiazine. Absorbance by sulfadiazine in urine was measured at hours-1,5; 3,5; 6,5; 10,5; 13,5; and 18 using UV-Vis spectrophotometer. The results showed that the more alkaline pH of urine, then the greater number of sulfadiazine was excreted and the average half-time was sooner on male albino rats.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S868
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hardiani Rahmania
Abstrak :
Asetosal merupakan obat analgesik antipiretik dan antiinflamasi yang memiliki efek samping ulserasi mukosa lambung. Untuk memperpanjang durasi asetosal sehingga mengurangi efek sampingnya, perlu dilakukan peningkatan waktu paruh asetosal. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pH urin (6,82 - 10,10) terhadap waktu paruh asetosal yang ditunjukkan dengan jumlah kumulatif asam salisilat yang diekskresikan. Pada penelitian ini digunakan 25 ekor tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang terbagi dalam 5 kelompok, yaitu kontrol normal, hanya diberi larutan CMC 0,5% yang mengandung gliserol 15%; control asetosal (216 mg/200 g berat badan); dan tiga kelompok yang diberi asetosal (216 mg/200 g berat badan) serta larutan NaHCO3 10% tiap 6 jam dengan variasi dosis yang telah dipilih (180; 270; 360 mg/200 g berat badan). Semua larutan uji diberikan secara oral. Kadar asam salisilat diukur pada cuplikan urin jam ke-1, 2, 3, 4, 5, dan 10 dengan cara mereaksikan dengan besi (III) amonium sulfat sehingga terbentuk kompleks besi (III) salisilat berwarna ungu yang diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pH urin yang semakin basa, terjadi peningkatan jumlah kumulatif asam salisilat dalam urin, sehingga waktu paruh asetosal semakin menurun. ......Acetosal is an antipyretic analgesic and anti-inflammatory drug that has side effects gastric mucosal ulceration. To extend the duration acetosal thereby reducing side effects is necessary to improve half-life acetosal. This research was subjected to determine the effect of urine pH (6,8 - 10,10) against half-life acetosal indicated by the cumulative amount of salicylic acid which is excreted. In this research used 25 male albino rats of Sprague-Dawley strain which is divided into 5 groups, that are normal controls who were given only 0.5% CMC solution containing 15% glycerol, acetosal control (216 mg/200 g body weight), and three groups were given acetosal (216 mg/200 g body weight) and NaHCO3 10% solution every 6 hours with variation doses which was selected (180; 270; 360 mg/200 g body weight). All test solutions administered orally. Salicylic acid concentration in urine samples were measured on 1, 2, 3, 4, 5, and 10 hours by reacting with iron (III) ammonium sulphate, forming complexes of iron (III) salicylate purple measured absorbance using UV-Vis spectrophotometer. The results showed that the urine pH more alkaline, cumulative total amount of salicylic acid in urine was increasing, so the acetosal half-life became faster.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S128
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library