Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitepu, Rajin
"Penelitian tentang ?Peranan Partai Politik Terhadap Integrasi Nasional yang mengambil studi kasus Partai Amanat Nasional? ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan peranan parpol dalam mengintegrasikan aspirasi masyarakat didalam menjaga kohesifitas bangsa Indonesia; Mengkaji peranan PAN dalam meningkatkan aspek integrasi nasional.
Penelitian memakai metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan permasalahan secara asosiatif kepada Partai Amanat Nasional dimana sumber data berasal dari sumber primer yang berjumlah 15 orang yakni Para pendiri PAN dan tokohtokoh senior PAN,Pengurus DPP PAN, dan sumber sekunder. Penelitian dilakukan dengan menggunakan indikator ideologi, pola rekrutmen, pola pengorganisasian, sebaran dukungan, kebijakan dari partai - terutama yang terkait dengan integrasi nasional.
Adapun teori atau pendapat para ahli yang digunakan untuk melakukan penelitian berkisar seputar teori peranan, partai politik, integrasi nasional, dan ketahanan nasional, sehingga diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Partai Amanat Nasional melaksanakan peran integrasi nasional melalui fungsinya sebagai sarana komunikasi, sosialisasi, rekrutmen politik, dan pengatur konflik serta tetap menjadi sarana artikulasi dan mengaggregasi kepentingan. Namun peranan parpol terhadap integrasi nasional mengalami penurunan kualitas karena perluasan partisipasi masyarakat tidak berbanding lurus dengan kemampuan sumberdaya parpol, termasuk lembaga-lembaga negara lainnya; Kedua, PAN memiliki peran penting bagi terwujudnya integrasi nasional. Partai Amanat Nasional sebagai partai terbuka dapat menunjang penguatan aspek integrasi nasional Indonesia sebagai bangsa majemuk. Ketiga, Euforia politik selama reformasi menjadikan negara pada posisi tidak stabil akibat ledakan partisipasi rakyat yang tidak mampu dikelola oleh institusi politik yang ada. Hal demikian disadari oleh partai - partai politik , karena itu ia melalui kadernya di badan legislatif mulai membuat regulasi jumlah partai melalui pemilu agar bisa menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi ketahanan nasional bersendikan demokrasi. Artinya, parpol sadar akan pentingnya sistem multi partai terbatas (proporsional) dalam rangka konsolidasi demokrasi sehingga tercipta kohesi sosial dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Terkait dengan temuan penelitian ini, peneliti merekomendasikan agar peranan partai politik terhadap integrasi nasional bisa lebih maksimal, maka setiap parpol perlu segera berbenah diri dengan meningkatkan sumber daya yang dimiliki sehingga dapat mengelola partisipasi masyarakat dan mampu melembagakan konflik atau kepentingan yang saling bersaing. Oleh sebab itu, partai politik juga perlu mengetahui lingkup serta intensitas perbedaan agama dan etnis, kesenjangan antara kelompok tradisional dan kelompok modern, kesenjangan antara perkotaan dan pedesaan, termasuk ideologi - ideologi yang saling bersaing. Karena semua itu harus diagregasi dan diartikulasikan oleh partai politik yang eksis dalam pentas politik nasional. Apalagi jumlah partai politik selama transisi demokrasi sangat tergantung pada fragmentasi yang terjadi ditengahtengah masyarakat. Dengan begitu, partai politik melalui lembaga legislatif dan eksekutif harus memastikan bahwa ia melaksanakan perannya dalam memperkuat integrasi nasional dimana secara gradual mengurangi etnosentrisme yang mengancam integrasi nasional melalui Undang-undang tentang partai politik dan pemilihan umum.

The research about " The Role Of Political Party To National Integration taking case study of PAN a conducted with the objective as a mean to describe the role of political party in integrating society aspiration in taking care of Indonesian nation cohesively; Studying the role of PAN in improving the national integration aspects.
The research used a qualitative method using an associative approach to the problem in the National Mandate Party where the source data comes from primary sources amounted to 15 people the PAN 's founders and senior figures PAN , PAN DPP Board , and secondary sources . The study was conducted using the indicator ideology , recruitment patterns , patterns of organization , distribution support, the policy of the party - especially those related to national integration The theory or opinion of experts who used to do the research revolves around the theory of the role of political parties , national integration , and national defense , thus obtained the following conclusions : First , the National Mandate Party in the role of national integration through its function as a means of communication , socialization , recruitment political and regulatory conflict and remains a means of articulation and aggregate interests . However, the role of political parties towards national integration deteriorated due to the expansion of public participation is not directly proportional to the ability of the resources of political parties , including the institutions of other countries; Secondly , PAN has an important role for the realization of national integration . PAN as the party is open to support the strengthening of national integration aspect of Indonesia as a pluralistic nation. Third , the political euphoria over reforms to make the country unstable position due to the explosion of popular participation is not capable of being managed by the existing political institutions . It thus realized by the party - political parties , because it was he by its cadres in the legislature began to regulate the number of the party through the election in order to create a climate more conducive to national security bersendikan democracy . That is, the parties are aware of the importance of multi-party system is limited ( proportional ) in order to consolidate democracy in order to create social cohesion with community participation .
Related to these findings , the researchers recommended that the role of political parties towards national integration could be maximal , then any political party should immediately improve itself by increasing its resources so that it can manage public participation and able to institutionalize conflict or competing interests. Therefore , political parties also need to know the scope and intensity of religious and ethnic differences , the gap between the traditional and the modern groups , the gap between urban and rural , including ideologies - ideologies competing . Because it must be aggregated and articulated by the political parties that exist in the national political stage Moreover, the number of political parties during a democratic transition depends on the fragmentation occurring in the midst of society . By doing so , the political parties through the legislature and the executive should ensure that it carry out its role in strengthening national integration which gradually reduces ethnocentrism threatening national integration through legislation on political parties and elections.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nissi Safira Verisa Djojomardhono
"Selebritisasi politik merupakan fenomena di mana selebriti yang dengan modalitasnya bermetamorfosis menjadi politisi. Hal itu terwujud dalam rekrutmen dan pencalonan selebriti oleh partai politik untuk menduduki jabatan politik, baik di eksekutif maupun legislatif, dalam sebuah pemilu. Rekrutmen dan pencalonan selebriti oleh partai politik yang berkaitan dengan figuritas atau popularitas selebriti, dinilai sebagai bentuk pragmatisme partai dalam rekrutmen politik. Penelitian ini menjelaskan faktor-faktor yang memicu munculnya pragmatisme Partai Amanat Nasional (PAN) dalam melakukan rekrutmen calon anggota legislatif terhadap selebriti pada pemilu-pemilu era reformasi (2004 – 2019). Teori rekrutmen oleh Pippa Norris menyatakan bahwa sistem politik, yaitu peraturan/hukum dan sistem pemilu, memengaruhi proses rekrutmen legislatif. Penelitian ini menemukan bahwa pragmatisme PAN dalam melakukan rekrutmen terhadap selebriti didorong oleh celah peraturan hukum, dan konsekuensi penerapan sistem pemilu proporsional terbuka sejak Pemilu 2009. Selain itu, penulis juga menemukan pergantian kepemimpinan di tubuh PAN memengaruhi strategi rekrutmen selebriti sebagai calon anggota legislatif, yang berdampak pada pergeseran citra PAN dari partai agamis menjadi partai ―selebriti‖.

Celebritization is a phenomenon in which celebrities with their capital metamorphose into politicians. This phenomenon is manifested in the nomination of celebrities who are recruited by political parties in elections to hold political positions, wheter it's executive or legislative. The nomination of celebrities by political parties in the election is related to the celebrity's figure or popularity which is considered as a form of pragmatism shown by the party in conducting political recruitment. This research attempts to explain the factors that trigger the emergence of political party pragmatism in the recruitment of celebrities in legislative level in Partai Amanat Nasional (PAN) in the nomination of celebrities in the elections in reform era (2004-2019). Theory of recruitment by Pippa Norris states that political system, which is the rule of law and the electoral system, affects the process of legislative recruitment. This study concludes that the pragmatism that emerged in PAN in their legislative recruitment towards celebrities is driven by laws and the consequences of the open-list proportional systems since 2009 election. Writer also found that the influence of leadership change in PAN has an impact on shifting the image of PAN from a religious party into a ―celebrity‖ party."
Depok: 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofiyana Wulan Suci
"Skripsi ini membahas tentang sejarah hubungan Jepang dengan Dinasti Ottoman pada era Meiji 1868-1912. Penelitian ini adalah penelitian historis yang disusun secara kronologis dan sistematis. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perkembangan hubungan Jepang dan Dinasti Ottoman pada era Meiji 1868-1912. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Jepang tertarik untuk menjalin hubungan dengan Dinasti Ottoman dan dunia Islam sebagai gerbang menuju Barat. Hubungan kedua negara bermula ketika Jepang mengirimkan utusannya ke Dinasti Ottoman pada awal era Meiji. Hubungan kedua negara makin erat setelah terjadinya tragedi kapal Ertugrul yang tenggelam di Wakayama pada 1890. Namun, hingga akhir era Meiji, tidak ada kesepakatan antara kedua negara untuk menjalin kerjasama maupun perjanjian secara resmi.

This study is focused on the history of Japan?s relationship with the Ottoman Empire in Meiji era 1868-1912. This study is categorized as historical study with chronologies and systematic method. This study aimed to describe the development of relation between Japan and Ottoman Empire in the Meiji era. The results of this study showed that Japan is interesting on establishing a relationship with the Ottoman Empire and world of Islam as a gateway to the West. Relation between two countries began when Japan sends envoy to the Ottoman Empire in the early Meiji era. Relation between two countries much closer after tragedy of frigate Ertugrul that shank in Wakayama in 1890. However, until the end of the Meiji era, there?s no agreement between two countries to establish a cooperation and agreement formally.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S64739
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amin Subarkah
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Kaharuddin Syah
"Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu yang dipercepat dan dilangsungkan pada masa pemerintahan transisi Presiden Habibie. Dan untuk pertama kalinya setelah tumbangnya rezim Suharto, kehidupan multi partai kembali dihidupkan, hal ini merupakan babak baru dalam kehidupan politik di Indonesia.
Semasa pemerintahan Orde Baru Kekuatan Politik dibatasai hingga 3 kekuatan saja: GOLKAR, PPP dan PDI. Sementara pada Era Reformasi Indonesia kembali ke sistem multi partai. Hampir dapat dikatakan bahwa semasa orde baru, partai politik tidak punya apa yang disebut dengan political Party Platform. Yang ada adalah bahwa semua kekuatan partai mengikuti apa yang menjadi garis besar dari kekuatan sosial Golkar. Era Reformasi semua partai politik punya platform nya sendiri-sendiri. Dalam kaitan inilah partai politik punya teknik kampanye sendiri-sendiri.
Tesis ini meneropong bagaimana PAN sebagai salah satu kekuatan politik masa reformasi ini mencoba menggunakan teknik teknik kampanye melalui propaganda. Analisis yang digunakan akan meneropong tidak saja masa kampanye yang lalu (Pemilu 1999) akan tetapi juga bagaimana PAN dalam Pemilu 2004 mendatang menggunakan teknik propaganda.
Pokok masalah yang diangkat adalah apakah teknik propaganda masih layak digunakan dalam era Demokrasi modern seperti pada mesa sekarang ini. Sebagai partai baru, apakah PAN mampu mengangkat teknik kampanye ini untuk bisa memenangkan Pemilu 2004 nanti. Tujuannya tidak lain ingin mengungkapkan dan menganalisis dari hasil pemilu yang lalu kemudian memproyeksikan ke Pemilu 2004 nanti.
Tujuan dari tesis ini adalah merancang, merencanakan dan menyusun suatu kerangka dasar strategi komunikasi politik atau propaganda dan program-program politik Partai Amanat Nasional dalam menghadapi Pemilu 2004 berdasarkan identifikasi kelemahan-kelemahan pelaksanaan kampanye pada tahun 1999, dan mengidentifikasi efektiftas cara-cara kampanye sesuai asas-asas demokrasi serta mengidentifikasi komponen-komponen suatu kampanye politik.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan banyak data sekunder. Sementara kerangka konseptualnya adalah meminjam banyak teori komunikasi politik dari Dan Nimmo, Jacques Ellul dan teori-teori propaganda lainnya sebagai teori komplementernya.
Adapun kerangka pemikiram tesis ini adalah bahwa propaganda merupakan bagian dan bentuk kampanye politik yang persuasif, sehingga para calon pemilih mau memberikan suaranya kepada partai yang bersangkutan pada hari -H- Pemiiu. Pada era multi partai dan kemajuan telekomunikasi, komunikasi dan informasi dewasa ini, partai politik seharusnya tidak lagi mengandalkan cara-cara atau aktifitas propaganda yang konvensional akan tetapi, hendaknya sudah mulai menggunakan suatu instrumen-instrumen teknologi komunikasi modern yang diyakini lebih efektif dan persuasif. Dalam aktifitas propaganda dan komunikasi politik kontemporer dalam suatu kegiatan kampanye politik, pekerja partai mulai digantikan oleh tenaga-tenaga ahli pada bidangnya. Aktifitas propaganda harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip manajemen modern.
Perancangan seluruh aktifitas propaganda dalam kampanye politik harus berdasarkan suatu penelitian ilmiah, tidak lagi menggunakan metode trial and error.
Temuan dari tesis ini adalah bahwa pada hakekatnya sebuah aktifitas propaganda dalam suatu kampanye politik hampir sama dengan kegiatan promosi suatu barang atau produk, namun dalam aktifitas propaganda dalam kampanye politik yang dijual adalah idea dan kandidat, oleh karena itu kandidat harus dikemas dengan baik sesuai dengan citra yang diinginkan oleh calon pemilih, dapat juga disebut dengan strategi politik pencitraan (political image strategi).
Rekomendasi tesis ini adalah bahwa dalam masyarakat yang pluralistik seperti Indonesia, setiap pesan harus di desain dan adanya pesan sentral yang menjadi pesan nasional yang sesuai dengan political platform partai (visi dan misi partai). Dalam aktfirtas propaganda, total media approach menjadi pilihan, terurtama media elektronik (TV dan Radio) bagi daerah yang tidak terjangkau media elektronik tersebut dapat mempergunakan metoda propaganda yang konvensional. Dan pada hakekatnya kampanye politik yang dipropagandakan merupakan ajang pendidikan politik bagi masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7210
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abd. Rohim Ghazali, 1967-
"Dalam berbagai kajian teori politik, selalu ditegaskan bahwa partai politik merupakan salah satu pilar demokrasi. Secara teoritis, demokrasi tidak bisa dibangun dalam suatu negara tanpa adanya partai politik yang menjadi wahana agregasi kepentingan segenap warganya. Tetapi pada kenyataannya, partai politik tidak selamanya berfungsi secara maksimal dalam proses demokratisasi. Inilah kondisi yang terjadi di Indonesia pada masa transisi dan konsolidasi demokrasi yang berlangsung sejak 21 Mei 1998 hingga ditulisnya tesis ini (akhir tahun 2003).
Transisi politik yang terjadi di Indonesia dimulai sejak 21 Mei 1998. Pada masa ini telah lahir puluhan partai politik, di samping tetap eksisnya partai yang sudah ada sejak sebelum proses transisi berlangsung.
Setelah "Pemilu Perintis" pasca transisi dilangsungkan, 7 Juni 1999, seharusnya Indonesia sudah memasuki tahapan konsolidasi demokrasi. Tapi pada kenyataannya, proses transisi berlangsung terus disebabkan karena tidak berjalannya proses konsolidasi demokrasi.
Tesis ini mengkaji peranan salah satu dari partai-partai politik yang tumbuh pada era transisi dan konsolidasi di Indonesia, yakni Partai Amanat Nasional (PAN). PAN dipilih sebagai obyek kajian karena partai ini dipersepsikan banyak kalangan sebagai partai reformis: didirikan di atas platform yang reformis, dan dipimpin oleh tokoh-tokoh yang reformis.
Metode yang digunakan dalam tesis ini adalah content analysis yakni dengan cara analisis kualitatif yang secara teknis mencakup klasifikasi, penggunaan kriteria sebagai dasar klasifikasi, yang kemudian dianalisis untuk menghasilkan konklusi. Dalam merumuskan konklusi ditetapkan tiga macam kriteria: (i) legitimasi, yakni konklusi yang memperkuat data-data sekunder serta temuan-temuan hasil penelitian yang sudah dipublikasikan sebelumnya; (ii) verifikasi, yakni peninjauan ulang terhadap data-data sekunder dan temuan-temuan hasil penelitian sebelumnya; dan (iii) prediksi, yang berupa proyeksi ke depan yang beranjak dari kondisi obyektif yang ada di masa lalu dan masa sekarang.
Ada tiga teori yang digunakan dalam tesis ini, yakni teori-teori transisi politik, konsolidasi demokrasi, dan fungsi partai politik.
Dari metode yang dipakai, dan teori-teori yang menjadi rujukan, kajian tesis ini menemukan kesimpulan bahwa partai-partai politik pada umumnya, dan PAN khususnya, belum mampu berperan maksimal dalam proses transisi dan konsolidasi demokrasi di Indonesia dalam kurun waktu 1998 hingga 2003.
Menurut tesis ini, ada empat faktor yang menyebabkan PAN kurang mampu berperan maksimal dalam proses transisi dan konsolidasi demokrasi di Indonesia. Pertama karena partai yang dideklarasikan 23 Agustus 1998 ini kurang konsisten dengan platform yang telah ditetapkannya. Kedua, seperti umumnya partai politik, PAN juga dilanda konflik internal yang berkepanjangan. Ketiga, masih kuatnya ketergantungan PAN pada Amien Rais sebagai tokoh simbolik. Keempat, disebabkan karena perolehan suaranya yang tidak signifikan dalam Pemilu 1999, PAN tidak memiliki bargaining yang memadai untuk menjadi motor penggerak demokratisasi. PAN masih tersubordinasi oleh kekuatan-kekuatan partai lain yang perolehan suaranya jauh lebih besar.
(Rincian isi Tesis: x + 229 halaman; Daftar Pustaka:75 buku, 3 artikel jurnal, 1 makalah, 27 majalah, 5 tabloid, 32 surat kabar, 4 media online, 12 orang nara sumber, tahun buku-buku yang digunakan: 1988 s/d 2003)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13803
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halomoan, Junartho
"High mortality in Indonesia, caused by acute coronary syndrome, has reached 26 %. In 10 years, National housing health survey or Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional ( SKRTN), under health departement of Republic of Indonesia, stated mortality which is caused by acute coronary syndrome has increased enourmously. It can be avoided by doing early acute coronary syndrome detection like ECG recording. Anyway, some those patients rarely do ECG recording because of expenses and time. By using Blutooth feature on PDA (Personal Digital Assistant) or a Bluetooth dongle on computer, a Telecardiology can be done anywhere and anytime so that coronary syndrome can be detected earlier by medics. Telecardiology research used a microcontroler, a computer and a PDA to record ECG signals. ECG recording is taken in real-time then stored in computer or PDA data base. To detec QRS waves in ECG signals, PanTompkins were used."
[Place of publication not identified]: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Telekomunikasi, 2009
620 JURTEL 14:2 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muzafarsyah
"ABSTRAK
Pembahasan masalah dilakukan dengan metode pendeka_tan sejarah, yaitu mendeskripsikan data-data sejarah yang didapat melalui studi kepustakaan untuk kemudian dianalisa berdasarkan teori yang digunakan.
Nasionalisme merupakan suatu peristiwa sejarah yang ditentukan oleh ide-ide politik dan susunan masyarakat di mana ia berakar. la terjadi menurut cara tertentu di beberapa negeri tertentu dan menimbulkan suasana terten_tu yang berwujud dalam ide nasional. Dalam hal i,ni pembentukan nasionalisme gerakan Pan Slavia Rusia abad 19 juga melalui proses-proses tertentu.
Skripsi ini bertujuan untuk menganalisa proses terbentuknya nasionalisme gerakan Pan Slavia abad 19 berkaitan dengan sejarah dan budaya pada periode Rusia kuno dan reformasi Rusia abad 18.

"
1995
S15051
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3   >>