Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arifa rachmawati
"Bangunan Jeugdgevangenis atau Penjara Pemuda Tangerang terletak di Provinsi Banten, tepatnya di Tanah Tinggi, Tangerang. Pembangunan Jeugdgevangenis Tangerang oleh Pemerintah Hindia Belanda dimulai pada 1924 dan rampung 1927. Penelitian ini merekonstruksi bangunan Jeugdgevangenis Tangerang dalam kajian arkeologi alienasi. Kajian alienasi maupun arkeologi alienasi masih jarang dilakukan di Indonesia. Alienasi muncul pertama kali pada abad ke-18, sedangkan penelitian arkeologi alienasi pertama pada tahun 1997. Panoptikon digunakan untuk pendukung kajian alienasi dari bangunan penjara sebagai pengawasan pendisiplinan masyarakat di penjara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian arkeologi oleh Robert H Sharer dan Wendy Ashmore (2010): formulasi, implementasi, pengumpulan data, pengolahan data, analisis, interpretasi, dan publikasi. Pengumpulan dan perekaman data dilakukan melalui studi pustaka dan survei di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Tangerang. Hasil penelitian menjelaskan bahwa rekonstruksi konsep arkeologi alienasi pada bangunan Jeugdgevangenis Tangerang dapat dilihat melalui beberapa komponen bangunan, seperti kamar sel yang terdiri atas 6 blok, menara pengawas, fasilitas kamar mandi dan sumur, ruang kegiatan, serta bentuk bangunan itu sendiri yang menyerupai kipas sebagai contoh bentuk bangunan pendisiplinan yang dijelaskan oleh Bentham dalam pemahaman panoptikon.

The building of Jeugdgevangenis or Tangerang Youth Prison is located in Banten Province, precisely in Tanah Tinggi, Tangerang. The construction of the Jeugdgevangenis Tangerang by the Dutch East Indies government began in 1924 and completed in 1927. This study reconstructs the building of Jeugdgevangenis Tangerang in archaeological alienation studies. Studies of alienation and archaeological alienation are still rarely conducted in Indonesia. Alienation first appeared in the 18th century, while the first archaeological research on alienation was in 1997. Panopticons used to support alienation studies from prison buildings as a discipline oversight of the society in prison. This study uses archaeological research methods by Robert H Sharer and Wendy Ashmore (2010): formulation, implementation, data collection, data processing, analysis, interpretation, and publication. Collection and processing data conducted through literature studies and surveys at the Tangerang Youth Correctional Institution. The results of research explain that the reconstruction of Jeugdgevangenis Tangerang building through several building components, such as cell rooms consisting of 6 blocks, control towers, bathroom facilities and wells, activity rooms, and the shape of the building itself which resembles a fan as the form of disciplinary structure described by Bentham in panopticon concept."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ide Nada Imandiharja
"Benteng Toboali merupakan sebuah benteng pertahanan yang terletak di pesisir barat Bangka Selatan di Pulau Bangka, tepatnya di Toboali. Benteng Toboali dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada abad ke-19. Penelitian ini dilakukan dengan menempatkan Benteng Toboali dalam konsep panoptikon yang dikemukakan oleh Michel Foucault (1995) selama masa pemerintahan kolonial Belanda di Toboali untuk merekonstruksi mekanisme kuasa yang ada antara pihak Belanda dengan pihak-pihak yang ada di sekitar Benteng Toboali. Penelitian ini menggunakan metode penelitian arkeologi yang dikemukakan oleh Collin Renfrew dan Paul G. Bahn (2016): formulasi, pengumpulan dan perekaman data, pemrosesan dan analisis, dan publikasi. Pengumpulan dan perekaman data dilakukan dengan metode survei di Benteng Toboali pada bulan Januari 2020. Analisis jangkauan dilakukan untuk mengidentifikasi wilayah jangkauan pengawasan, dan analisis jaringan dilakukan untuk menjelaskan relasi antara pihak Belanda dengan fitur-fitur yang ada di wilayah pengawasannya. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Benteng Toboali sebagai representasi kuasa pemerintah kolonial Belanda di Toboali difungsikan sebagai bangunan pengawasan terhadap kelompok pribumi, kelompok etnis Cina, perusahaan-perusahaan Belanda (Bankatinwinning dan Bataafsche Petroleum Maatschappij), dan kelompok lain yang masih berada dalam wilayah jangkauan Benteng Toboali melalui mekanisme panoptikon.

ABSTRACT
Toboali is a fortress located in the west coast of South Bangka in Bangka Island, precisely in Toboali. Fort Toboali was built by the Dutch colonial government in 19th century. This research was conducted by placing The Fort Toboali in the Panopticon concept by Michel Foucault (1995) during the Dutch colonial government in Toboali to reconstruct the mechanism of power that exixted between the Dutch and evertything around the Fort Toboali. The research used archaeological research method stated by Collin Renfrew and Paul G. Bahn (2016): formulation, collecting and recording evidence, processing and analysis, and publication. Collecting and recording the evidence was held by survei method in Fort Toboali on January 2020. Buffer analysis was used to identify the surveillance area, and networking analysis was used to explain the relation between the Dutch and the features on the surveillance area. The result of the research is that the Fort Toboali as a representation of the power of the Dutch colonial government in Toboali was functioned as a surveillance building to the indigenous group, Chinese ethic group, the Dutch companies (Bankatinwinng and Bataafsche Petroleum Maatschappij), and another group within the reach of Fort Toboali through the panopticon mechanism.

"
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rafli Ahmad Giffari
"Benteng pada abad ke-20 memiliki karakteristik tertentu untuk menyesuaikan dengan strategi peperangan yang diterapkan pada masa ini. Pada tahun 1900 proyek Kustbatterij Kedoeng-Tjowek atau Benteng Kedung Cowek dibangun sebagai upaya pertahanan pesisir Kota Surabaya oleh bangsa kolonial Belanda. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi fungsi setiap bangunan yang terdapat pada kompleks militer Benteng Kedung Cowek menggunakan tinjauan komponen berdasarkan ketersediaan dan kategorisasinya. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa setiap bangunan memiliki fungsi spesifik masing-masing yang berkaitan dengan konsep panoptikon untuk menerapkan nilai pengawasan (surveilans) dalam sistem pertahanannya

The fortress in the 20th century has certain characteristics to match the war strategy that is applied at this time. In 1900 the Kustbatterij Kedoeng-Tjowek project or Kedung Cowek fortress was built as a coastal defense for the city of Surabaya by the Dutch colonial. This study aims to identify the function of each building contained in the Kedung Cowek fort military area using a component review by their availability and categorization. Based on the analysis results it is known that each building has a specific function related to the concept of Panopticon to apply the value of surveillance in its defense system."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Argi Arafat
"Studi ini menjelaskan tentang Benteng Vredeburg dan Keraton sebagai representasi dan relasi kuasa yang berada di daerah Yogyakarta pada abad ke XVIII – XX Masehi dengan menerapkan teori Michel Foucault tentang kuasa (power). Dalam konsep kuasa terdapat representasi kuasa, relasi kuasa dan panoptikon. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui representasi dan relasi kuasa dapat ditimbulkan dari suatu kebudayaan, lalu mengetahui bagaimana cara kerja benteng Vredeburg sebagai panoptikon dalam kaitannya dengan representasi dan relasi kuasa kolonial Belanda dan Kesultanan di Yogyakarta. Metode yang digunakan pada penelitian ini berasal dari oleh K.R Dark, bahwa dalam penelitian arkeologi setiap benda harus dilihat sebagai data yang memuat informasi arkeologis. Hasil dari penelitian ini adalah Kebudayaan yang terjadi akibat adanya relasi kuasa antara Kolonial Belanda dan Kesultanan direpresentasikan dengan adanya bangunan pihak Keraton Yogyakarta yang mengadaptasi arsitektur yang berasal dari orang-orang Eropa. Akibat dari relasi kuasa tersebut tidak hanya mempengaruhi pihak Keraton Yogyakarta, tapi mempengaruhi pihak Belanda juga. Berdirinya Benteng Vredeburg dan Keraton merupakan tanda dari kedua belah pihak memiliki kekuasaannya masing-masing.

This study explains the Fort Vredeburg and the Keraton as representations and power relations in the Yogyakarta area in the XVIII - XX century AD by applying Michel Foucault's theory of power. In the concept of power, there is a representation of power, power relations and panopticon. The purpose of this study is to determine the representation and power relations that can be generated from a culture, then to find out how the Vredeburg fort as a panopticon works in relation to the representation and relations of Dutch colonial power and the Sultanate in Yogyakarta. The method used in this study comes from K.R Dark, that in archaeological research every object must be seen as data that contains archaeological information. The result of this research is that the culture that occurs due to the power relation between the Dutch colonial and the Sultanate is represented by the building of the Yogyakarta Palace which adapts the architecture that comes from the European people. The result of this power relationship did not only affect the Yogyakarta Palace, but also influenced the Dutch. The establishment of Vredeburg Fort and the Keraton is a sign that both parties have their respective powers."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalifatullah Endra Dharmalaksana
"Pengawasan telah berkembang menjadi alat utama bagi negara untuk mengontrol warganya, mencerminkan transformasi ke dalam bentuk "panoptisisme baru". Konsep "panoptisisme baru" diambil dari bentuk perkembangan dari metafora Panoptikon yang mengintegrasikan teknologi canggih pengawasan untuk memonitor dan mengontrol masyarakat, memicu transformasi menjadi negara paranoid. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam konsep "panoptisisme baru" yang telah berevolusi dari ruang fisik ke ruang digital dari tiga negara, yaitu Amerika Serikat, Cina, dan Indonesia. Penelitian ini menganalisis bagaimana pengalaman AS dan Cina menggunakan teknologi pengawasan canggih untuk mendukung kontrol sosial dan keamanan nasional, hingga merefleksikannya ke Indonesia. Metodologi yang digunakan mencakup studi kepustakaan dan analisis isi, dengan fokus pada dokumen resmi oleh Amnesty International pada tahun 2024 terkait pembelian beberapa lembaga pemerintah Indonesia terhadap alat pengawasan massal canggih dari berbagai negara, seperti Israel dan Jerman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari pengalaman Amerika Serikat dan Cina terhadap penggunaan program pengawasan massal panoptisisme baru, kedua negara dapat diidentifikasi sebagai negara paranoid. Selanjutnya, refleksi kedua negara ini digunakan untuk mengkaji fenomena pembelian alat pengawasan dan kebijakan terkait pengawasan di Indonesia. Hasil dan kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa teknologi alat pengawasan dan spyware digunakan secara ekstensif untuk mengumpulkan informasi berpotensi untuk melanggar hak asasi manusia dan menjadi kejahatan negara.

Surveillance has evolved into a primary tool for states to control their citizens, reflecting a transformation into a form of "new panopticism." The concept of "new panopticism" is derived from the evolution of the Panopticon metaphor, integrating advanced surveillance technology to monitor and control society, leading to a transformation into a paranoid state. This research aims to thoroughly examine the concept of "new panopticism," which has evolved from physical to digital space in three countries: the United States, China, and Indonesia. The study analyzes how the experiences of the US and China in using advanced surveillance technology to support social control and national security can be reflected in Indonesia. The methodology includes literature review and content analysis, focusing on official documents by Amnesty International in 2024 regarding the purchase of advanced mass surveillance tools by several Indonesian government agencies from various countries, such as Israel and Germany.The findings indicate that from the experiences of the United States and China with the use of new panopticism mass surveillance programs, both countries can be identified as paranoid states. Furthermore, the reflection of these two countries is used to examine the phenomenon of surveillance tool purchases and related policies in Indonesia. The results and conclusions of this study show that surveillance technology and spyware are extensively used to collect information, potentially violating human rights and constituting state crime."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinka Aldavia
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami mekanisme panoptik digital dalam pengawasan melalui media sosial. Industri transportasi publik mengalami berbagai dinamika dan perubahan dalam operasinya, salah satunya pada perilaku penumpang. Pengguna transportasi dapat memanfaatkan media sosial untuk mengawasi operasi moda transportasi publik, khususnya MRT Jakarta dalam penelitian ini. Hasil penelitian menemukan bahwa media sosial sebagai tempat yang ideal untuk melakukan pengawasan, di mana kekuasaan-pengetahuan beroperasi di dalamnya dan menciptakan mekanisme panoptik digital. Panoptikon digital memungkinkan pengawasan terhadap operasi MRT Jakarta berjalan secara efektif. Secara umum, penelitian ini dapat memberikan gambaran untuk memahami mekanisme panoptik yang terjadi pada konteks masyarakat digital.

ABSTRACT
This study aims to understand the work of panoptic as a surveillance mechanism in the digital space, focusing on social media. The public transportation industry has encountered various dynamics, internal and external changes of its operation, one of which is the behavior of passengers. Social media users can now utilize social media to monitor the operation of public transportation, especially the MRT Jakarta in this study. The results found that the characteristics of social media have rendered an ideal means for surveillance, where power and knowledge reside to facilitate a panoptic mechanism. It is suggested digital panopticon enables the supervision of MRT Jakarta to work effectively. This study also offers a framework to understand the work of panoptic in a digital society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library