Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Halimatu Sadiah
Abstrak :
Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah yang kuat, salah satu cirinya adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusi. Di antara pilihan eksekusi yang disediakan oleh Undang-Undang Hak Tanggungan, secara teori yang paling ideal bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan adalah pelaksanaan Parate Eksekusi, karena dari segi waktu maupun biaya lebih cepat dan lebih murah dibandingkan pelaksanaan eksekusi lainnya. Akan tetapi dalam perkembangannya Pelaksanaan dari Parate Eksekusi tersebut tidak beijalan sebagaimana yang diharapkan. Pokok permasalahan yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah bagaimanakah efekdfitas Parate Eksekusi obyek Hak Tanggungan menurut Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan? dan apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan Parate Eksekusi obyek Hak Tanggungan menurut Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan? Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, data yang digunakan data sekunder melalui bahan pustaka berupa studi dokumen, dimana tipologi dalam penelitian ini bersifat eksplanatoris yang bertujuan menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam mengenai implementasi eksekusi Hak Tanggungan yang terdapat pada Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa implementasi dari Parate Eksekusi tersebut baru mulai efektif pada satu/dua tahun terakhir, sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya pelaksanaan Parate Eksekusi dapat dikatakan belum beijalan efektif, salah satu penyebabnya, yaitu terdapat Surat Edaran Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara Nomor: SE-23/PN/2000, berdasarkan Surat Edaran tersebut banyak sekali permohonan lelang Parate Eksekusi yang ditolak karena Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) tidak ?berani? untuk melakukan lelang Parate Eksekusi. Menurut hemat penulis keefektifan pelaksanaan Parate Eksekusi ditentukan dari ketegasan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) untuk melaksanakan Parate Eksekusi.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T36925
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhifa Kamilia
Abstrak :
Tesis ini membahas makna wanprestasi dan eksekusi dalam Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 untuk memahami implikasinya terhadap pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia di Indonesia. Serta, pengaruh terhadap para notaris yang berperan dalam pelaksanaan jaminan fidusia. Permasalahan dalam tesis ini adalah makna wanprestasi dan eksekusi objek jaminan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan impilkasi yuridis dari putusan tersebut terhadap pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Tesis ini menggunakan bentuk yuridis-normatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder dan alat pengumpulan data dengan studi kepustakaan. Metode analisis yang digunakan ialah kualitatif sehingga bentuk penelitian yang dihasilkan ialah deskriptif-analitis. Hasil analisis yang pertama ialah bahwa makna wanprestasi dan eksekusi pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 berarti cidera janji (wanprestasi) harus ditentukan atas dasar kesepakatan debitur (pemberi fidusia) dan kreditur (penerima fidusia), serta parate eksekusi tidak dapat dilakukan tanpa adanya kesepakatan mengenai wanprestasi dan kesukarelaan penyerahan objek jaminan dari debitur. Kedua, implikasi yuridis dari putusan tersebut ialah kesepakatan mengenai wanprestasi dilakukan dengan pembenahan (review) perjanjian pokoknya; kreditur atau penerima fidusia tetap memiliki kedudukan sebagai kreditur separatis; parate eksekusi tetap dapat dijalankan jika tidak ada sengketa atau masalah; serta bentuk alternatif dari parate eksekusi ialah eksekusi titel eksekutorial dengan mengikuti pelaksanaan yang diatur dalam Pasal 196 HIR yaitu dengan meminta fiat eksekusi ke ketua pengadilan negeri. Saran yang Penulis berikan ialah kepada pelaku usaha (kreditur) untuk memastikan debitur memahami isi perjanjian pokok khususnya mengenai cidera janji (wanprestasi) dan kepada notaris untuk memastikan debitur dan kreditur memahami implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 ini. ......This aftergraduate thesis discusses the enforcement of fiducia security objects after Constitutional Court handed down a decision on the constitutionality of Fiducia Security Law. The problem in this thesis is the meaning of default and execution of collateral objects after the Constitutional Court Decision Number 18/PUU-XVII/2019 and the juridical implication of the decision on the implementation of execution of fiduciary security objects. This thesis uses a juridical-normative form which is descriptive by using secondary data and data collection from library studies. The analytical method used is qualitative hence the form of research produced is descriptive-analytical. The first analysis result is that the meaning of default and execution after the Constitutional Court Decision Number 18/PUU-XVII/2019 means that the parate executie cannot be carried out without any agreement regarding the default and voluntary submission of the object of collateral from the debtor. Second, the juridical implication of the decision is that an agreement on default is done by revamping the main agreement; the fiduciary creditor or recipient retains his position as a separatist creditor; parate execution can still be run if there are no disputes or problems; and alternative form of execution other than parate execution that can be used is the execution of an executorial title by requesting executions from the head of the district court. The advice given by the author is for creditor to ensure the debtor understands the contents of the main agreement, especially regarding breach of contract and to the notary to ensure the debtor and creditor understand the implications of the Constitutional Court Decision Number 18/PUU-XVII /2019.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deystia Ayesha Rae
Abstrak :
Dalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 yang dibelakangi oleh adanya permohonan uji materil atas ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang mengatur mengenai kekuatan eksekutorial atas Sertifikat Jaminan Fidusia serta hak parate eksekusi yang dimiliki Penerima Fidusia. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 telah mengabulkan permohonan uji materil untuk sebagian dan menyatakan bahwa ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan (3) tidak mengikat apabila tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek jaminan Fidusia sehingga eksekusi harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, serta cidera janji (wanprestasi) tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur namun harus berdasarkan kesepakatan debitur dan kreditur atau adanya upaya hukum yang menentukan telah terjadi cidera janji (wanprestasi). Penelitian ini akan berfokus kepada pengaturan mengenai pelaksanaan hak parate eksekusi yang melekat dalam setiap bentuk jaminan kebendaan dan implikasi/dampak dari terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 terhadap pelaksanaan eksekusi jaminan Fidusia. Untuk dapat menjelaskan permasalahan pokok dari penelitian ini maka dipergunakan metode penelitian yuridis normatif, yang menekankan kepada penggunaan norma-norma hukum secara tertulis yaitu norma peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019. Berdasarkan analisis diketahui bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 telah menimbulkan beberapa dampak seperti hilangnya hak khusus yang dimiliki jaminan Fidusia, hilangnya kepercayaan kreditur untuk menyalurkan kredit, adanya potensi biaya eksekusi yang besar, timbulnya kemungkinan adanya itikad tidak baik dari debitur, Pengadilan Negeri akan terbebani dengan banyaknya permohonan gugatan wanprestasi yang diajukan, dan menjadi tidak berlakunya Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia No. 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia. ......In this research, the author will discuss the Constitutional Court Decision No. 18/PUU-XVII/2019 based on the request for a judicial review of the provision of Article 15 paragraph (2) and (3) of Law No. 42 of 1999 on Fiduciary Guaranty, which regulates the executorial power of the Fiduciary Guaranty Certificate and parate execution right owned by the Fiduciary Recipient. Constitutional Court Decision No. 18/PUU-XVII/2019 has granted a partial judicial review request and stated that the provision of Article 15 paragraph (2) and (3) are not binding if there is no agreement on breach of contract (default) and the debtor refuse to voluntary hand over the object of Fiduciary Guaranty, therefore the execution shall be carried out and apply the same as the execution of court decision which already obtain a permanent legal force, and also a breach of contract (default) shall not be determined unilaterally by the creditor but must be based on the agreement of the debtor ad creditor or there is a legal remedy which determines that there has been a breach of contract (default). This study will focus on the regulation regarding the implementation of the parate execution rights in every form of secured transaction and the implications/impacts of the issuance of the Constitutional Court Decision No. 18/PUU-XVII/2019 on the execution of Fiduciary Guaranty. To be able to explain the main problems of this research, a normative judicial research method is used, which emphasizes the use of written legal norms, namely the statute approach and the case approach based on Constitutional Court Decision No. 18/PUU-XVII/2019. Based on the analysis, it is known that the Constitutional Court Decision No. 18/PUU-XVII/2019 has caused several impacts such as the loss of special rights held by Fiduciary Guaranty, namely the loss of creditor trust to give credits, the potential for large execution costs, the possibility of bad faith from the debtor, the District Court will be burdened with many lawsuit filled for default, and the Regulation of the Chief of Police of the Republic of Indonesia No. 8 of 2011 on the Safeguarding of the Execution of Fiduciary Guarantee.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesti Aprilia E.P
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini mengenai peraturan yang mengatur tentang eksekusi atas objek hak tanggungan melalui Parate Eksekusi, yang merupakan eksekusi langsung yang dilakukan oleh kreditur atau pemegang hak tanggungan atas objek hak tanggungan tanpa adanya fiat atau izin dari pengadilan. Sehingga terdapatlah permasalahan bagaimana prosedur tentang parate eksekusi yang berkaitan dengan objek Hak Tanggungan serta pelaksanaannya di dalam praktek perbankan, dan dimana hal tersebut telah diatur. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitan yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer, skunder dan tertier. Kemudian bahan hukum itu dideskriptikan dan dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Sehingga menghasilkan data deskriptip analitis dan diperoleh data yang lebih terstruktur guna menjawab pemasalahan yang telah dirumuskan untuk kemudian didapatkan kesimpulan dan saran apabila masih ada yang perlu diperbaiki. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa parate eksekusi sudah diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan pasal 6, dan juga tercantum dalam dan di APHT (Akta Pembebanan Hak Tanggungan), sehingga lembaga parate eksekusi akan lebih mengikat. Prosedur dan pelaksanaan parate eksekusi itu sendiri harus dengan pelelangan umum yang pelaksanaannya sesuai dengan peraturan yang berlaku, dalam hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Dan untuk menyelesaikan konflik-konflik tersebut, undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan hal tersebut haruslah menjadi acuan pertama sebagai dasar dari penyelesaian permasalahan yang sedang terjadi.
ABSTRACT This thesis deals with the rules governing the execution of objects of mortgages through Parate Execution, which is a direct execution carried out by the creditor or the holder of mortgage rights on the object of mortgages without the existence of fiat or permission from the court. So that there are problems how the procedure regarding the execution of parate relating to the object of Underwriting Rights and its implementation in banking practice, and where it has been regulated. The research method used is normative juridical research using the legal approach and case approach. Legal materials used are primary, secondary and tertiary legal materials. Then the legal material is described and analyzed with a qualitative approach. So as to produce analytical descriptive data and obtain more structured data in order to answer the problems that have been formulated for conclusions and suggestions to be obtained if there are still things that need to be corrected. Based on the results of the study, it can be concluded that the execution parate is regulated in Article 6 of the Underwriting Rights Act, and is also listed in and in the APHT (Underwriting Deed), so that the parate execution institution will be more binding. The procedure and implementation of the parate execution itself must be carried out in a public auction in accordance with applicable regulations, in this case regulated in the Minister of Finance Regulation (PMK) number 27 / PMK.06 / 2016 concerning the Auction Implementation Guidelines. And to resolve these conflicts, the laws and regulations relating to them must be the first reference as a basis for resolving the ongoing problems.

 

Keywords : Parate Execution, Execution of Mortgage Rights, Mortgage Rights

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52153
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yomi Putri Yosshita Dewi
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai pelaksanaan parate eksekusi Hak Tanggungan sebagai upaya penyelesaian kredit bermasalah di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan permasalahan yang dihadapi. Tujuan dilakukannya penulisan Tesis ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa peranan parate eksekusi Hak Tanggungan dalam menyelesaikan kredit bermasalah di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, beserta kendala-kendala yang dihadapi dan upaya penyelesaian yang dapat dilakukan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis yang melukiskan fakta-fakta berupa data sekunder yang berhubungan dengan hukum jaminan khususnya hak tanggungan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa pelaksanaan lelang parate eksekusi Hak Tanggungan telah sesuai dengan ketentuan dan berperan cukup baik dalam menyelesaikan kredit bermasalah di Bank Mandiri. Namun demikian, masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi antara lain adanya gugatan untuk menunda / membatalkan lelang dan masalah pengosongan agunan.
ABSTRACT
This thesis discusses the implementation of the self enforcement of mortgage carried out by PT Bank Mandiri (Persero), Tbk. as a settlement of non performing loans and the problems in the implementation. The purposes of writing this thesis are to analyze the role of the self enforcement of mortgage in resolving non performing loans in PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. and the problems encountered. This study is using a normative juridical approach to the specifications of analytical descriptive study that describes the facts in the form of secondary data relating to the security law, especially for mortgage. Based on the results of research conducted, the author concludes that the implementation of the self enforcement of mortgage carried out by PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. is complied with the regulations and also take a good role in resolving non performing loans in PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. However, there are still some common problems encountered especially law suit to prevent or to cancel the auction and also the problem of emptying the collateral object.
2017
T48586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yordan Demesky
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang pelaksanaan parate eksekusi Hak Tanggungan yang dilakukan oleh PT Bank Permata Tbk sebagai alternatif penyelesaian kredit bermasalah. Tujuan dilakukannya penulisan Tesis ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa peranan parate eksekusi Hak Tanggungan dalam menyelesaikan kredit bermasalah di PT Bank Permata Tbk, kendala-kendala yang dihadapi, dan untuk mengetahui dan menganalisa konsistensi pengaturan parate eksekusi dalam Undangundang Hak Tanggungan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis yang melukiskan fakta-fakta berupa data sekunder yang berhubungan dengan hukum jaminan khususnya jaminan kebendaan dalam perbankan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Penulis dapat mengetahui bahwa meskipun terdapat kendala dalam pelaksanaan parate eksekusi Hak Tanggungan yang dilakukan oleh PT Bank Permata Tbk., namun parate eksekusi Hak Tanggungan ini dapat berperan dengan baik dalam menurunkan jumlah kredit bermasalah di PT Bank Permata Tbk. Penulis juga menyimpulkan bahwa terdapat inkonsistensi pengaturan parate eksekusi Hak Tanggungan dalam Undangundang Hak Tanggungan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis menyarankan PT Bank Permata Tbk hendaknya mengoptimalkan lagi pelaksanaan parate eksekusi Hak Tanggungan untuk penyelesaian kredit bermasalah, mengingat pelaksanaannya lebih efektif dibandingkankan dengan eksekusi melalui Pengadilan Negeri (fiat pengadilan). Pemerintah bersama DPR RI hendaknya memberikan prioritas dan percepatan dalam merevisi Undang-undang Hak Tanggungan khususnya terhadap pasal-pasal yang bertentangan atau tidak konsisten dalam mengatur pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan, terutama mengenai parate eksekusi Hak Tanggungan. ......This thesis discusses the implementation of the self enforcement of Hak Tanggungan carried out by PT Bank Permata, Tbk. as an alternative to the settlement of problem loans. The purposes of writing this thesis are to investigate and analyze the role of the self enforcement of Hak Tanggungan in resolving problem loans in PT Bank Permata, Tbk. and its obstacles encountered, also to know and analyze the consistency of self enforcement arrangements in Indonesian Law of Hak Tanggungan. This study is using a normative juridical approach to the specifications of analytical descriptive study that describes the facts in the form of secondary data relating to the security law, especially for material security in banking. Based on the results of research conducted, the Author is able to know that although there are obstacles in the implementation of the self enforcement of Hak Tanggungan by PT Bank Permata, Tbk., however the self enforcement of Hak Tanggungan may play a role in lowering the number of problem loans in PT Bank Permata, Tbk. well. The Author also concluded that there is inconsistency of self enforcement arrangements in Indonesian Law of Hak Tanggungan. Based on the results of this research, the Author suggests PT Bank Permata, Tbk. to optimize the implementation of self enforcement to increase loans settlement, considering such implementation will create more effectiveness rather than enforcement conducted through the local District Court. Government with the Parliament should give priority and acceleration in the revised Indonesian Law of Hak Tanggungan especially against provisions that contradict or inconsistent in regulating the enforcement of Hak Tanggungan; especially regarding of the self enforcement of Hak Tanggungan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29240
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Nurintan Rismauli
Abstrak :
Kredit perbankan dalam jumlah besar diperlukan untuk mencapai kesinambungan pembangunan dan ekonomi, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat sebagai orang perseorangan dan badan hukum. Resiko kredit atau default risk dihadapi manajemen perbankan akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan. Kondisi ini dapat menimbulkan kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). Dalam upaya memberikan perlindungan bagi pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait, diperlukan suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan terutama dalam hal pengembalian dana yang telah diberikan oleh kreditur perbankan. Hak Tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu serta kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Dalam pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) Nomor 4 Tahun 1996, diberikan kewenangan bagi pemegang Hak Tanggungan peringkat pertama untuk melakukan parate eksekusi. Ketika debitur dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga, maka mengacu pada Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) Nomor 37 Tahun 2004 diatur bahwa hak eksekusi oleh kreditur separatis baru dapat dilaksanakan dalam waktu 2 (dua) bulan sejak dimulainya keadaan insolvensi. Terdapat kendalakendala yang dihadapi oleh kreditur perbankan PT. Bank X ketika akan melakukan parate eksekusi pada masa insolvensi kepailitan debitur korporasi yaitu adanya waktu yang sangat terbatas untuk melaksanakan parate eksekusi Hak Tanggungan, hambatan dari Kurator dan para buruh / karyawan debitur korporasi, keberatan dari kreditur lainnya, serta adanya piutang pajak sebagai piutang yang paling preferen. Untuk mengurangi berbagai kendala tersebut, perlu adanya ketentuan yang lebih jelas mengatur hak-hak dan kewajiban berbagai pihak sehubungan dengan pelaksanaan parate eksekusi yang dilakukan oleh kreditur separatis pada masa insolvensi kepailitan dengan tetap melindungi hak kreditur separatis dalam upaya memperoleh pengembalian piutangnya.
Large amounts of bank credit is required to fund a sustainable economic development, whether committed by governments as well as society both act as individuals or legal entities. Credit risk or default risk often faced by the banking management is caused by customer?s failure or inability in returning the principle and interest borrowings from banks. This condition will lead in the creation of bad loans or non-performing loans (NPLs). As an effort to provide protection for the creditor and debtor and other relevant parties, a strong guarantee rights institution is required in order to provide legal certainties for all parties concerned, especially to recover the fund that has been granted by the creditor banks. Hak Tanggungan is a security right over the land for repayment of certain debt and preferred status to certain creditors of other creditors. Article 6 of Hak Tanggungan Law on Land and Its Goods Relating to Land No. 4 of 1996, provides authority to the first ranked holders of Hak Tanggungan in exercising the so-called parate executie. As the debtor is declared bankrupt by the Commercial Court decision, it refers to the Bankruptcy Act and the Suspension of Payment (UUK-PKPU) No. 37 of 2004 stipulated that the right of execution by a new separatist creditors can occur within 2 (two) months from the commencement of a state insolvency. There are some constraints faced by the creditor PT. Bank X in performing parate executie on the case of corporate debtor's bankruptcy due to the very limited time to exercise parate executie of Hak Tanggungan, also other matters related to regulations and from things outside regulations. To reduce these obstacles, there is a need for clearer provisions governing the rights and obligations of various parties in connection with the implementation of parate execution carried out by separatist creditors during the insolvency of corporate debtor while still protecting the rights of creditors in an attempt to return the separatist claims.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T22858
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Torang, Grace Anne
Abstrak :
Lahirnya Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Undang-undang Hak Tanggungan) pada tanggal 9 April 1996 menjadi peristiwa yang penting dalam pembangunan hukum tanah nasional karena telah tercipta kesatuan hukum di bidang jaminan hak atas tanah yang tidak hanya memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi kreditur dan debitur, tapi juga kepada pihak-pihak lain yang berkepentingan. Sifat dan ciri Hak Tanggungan yang mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya, menjadikan lembaga jaminan yang satu ini tumpuan perlindungan hukum bagi para kreditur dalam melaksanakan kegiatan perkreditan di tengah masyarakat. Namun pada kenyataannya kemudahan yang ditawarkan oleh Undangundang Hak Tanggungan bagi pemegang jaminan kebendaan untuk melunasi hakhak piutangnya tidak selalu kuat, mudah dan pasti dalam pelaksanaannya, banyak faktor yang menjadi penghalang terwujudnya keadaan tersebut, salah satunya diangkat dalam tesis ini, yaitu terjadinya perbedaan penafsiran Pasal 6 Undangundang Hak Tanggungan yang memuat bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut dan Pasal 15 ayat (1) huruf (b) Undang-undang Hak Tanggungan pada prinsipnya mengatur larangan adanya kuasa substitusi dalam Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang membawa dampak penolakan terhadap pelaksanaan lelang Parate Eksekusi oleh KPKNL Bandar Lampung. Perbedaan dasar penolakan dari kedua lembaga yang terkait erat dalam proses pelelangan yaitu Ketua KPKNL dan Direktur Lelang pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Departemen Keuangan Republik Indonesia, menunjukkan masih belum sempurnanya pemahaman mengenai Undang-undang Hak Tanggungan, tidak hanya penolakan pelaksanaan lelang Parate Eksekusi Hak Tanggungan merugikan pihak kreditur dan debitur tetapi juga merugikan masyarakat pada umumnya karena telah terjadi ketidakpastian hukum. ......The issuance of law No. 4 year 1996 regarding the Mortgage of Land and Objects Related Attached To It, on April 9, 1996 ("Mortgage Act"), is an important event in the development of national land laws for the legal entity created in the field of security of tenure which not only gives protection and legal certainty for creditors and debtors, but also to the other parties concerned. The natures and the characteristics of Mortgage is easy and the execution is definite, that makes this security institution support and giving legal protection, specifically for creditors in conducting lending activities in the community. But in fact the convenience offered by this Mortgage Act for collateral holders to settle the rights to claims are not always robust, easy, and certainly in practice, many factors can be prohibitive of such event, one of them raised in this thesis, that is the differences in the interpretation of Article 6 and Article 15 paragraph (1) letter (b) Mortgage Act that took effect to the rejection of the Parate Execution by KPKNL Bandar Lampung. The basic differences reason given by the two institutions in rejecting Parate Execution, shows that the related authorities have minor understanding of the Mortgage Act, not only the rejection of Parate Execution Mortgage detrimental to the creditors and debtors, but also detrimental to public because of a legal uncertainty.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30003
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rissa Zeno Tulus Putri
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai permasalahan yang dihadapi oleh kreditur perbankan dalam pelaksanaan parate eksekusi berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan terhadap agunan yang masih dibebani credietverband. Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan, Hak Tanggungan yang menggunakan ketentuan hipotik atau credietverband dapat menggunakan ketentuan-ketentuan eksekusi dan pencoretannya yang diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan setelah buku tanah dan sertipikat yang bersangkutan disesuaikan menjadi buku tanah dan sertipikat Hak Tanggungan. Namun dalam prakteknya, terdapat dua pendapat yang berbeda antara Kantor Lelang dan Kantor Pertanahan terkait penyesuaian buku tanah dan sertipikat credietverband sebagai dasar pelaksanaan parate eksekusi. Dengan adanya pendapat yang berbeda menyebabkan pelaksanaan parate eksekusi mengalami stagnansi. Oleh karena itu tujuan diadaknnya penelitian ini adalah untuk menganalisa permasalahan yang dihadapi oleh kreditur perbankan dalam pelaksanaan parate eksekusi terhadap agunan yang jaminkan credietverband setelah periode berlakunya Undang-undang Hak Tanggungan. ......This thesis deals with the problem faced by the banking creditors in parate executie according to the article 6 Law No. 4 of 1996 Regarding Mortgage Right Over Land and Objects Related to Land against collateral which saddled with credietverband. Under article 24 paragraph (2) Law No. 4 of 1996 Regarding Mortgage Right Over Land and Objects Related to Land, a mortgage that uses terms of Hypotheek or credietverband can use the terms of execution and deletion arranged in Law No. 4 of 1996 Regarding Mortgage Right Over Land and Objects Related to Land after the book and the corresponding certificate adapted into the book of the land and mortgage certificate. But in practice, there are two different opinions between the Auction Office and Office of Land related land adjustments, land book and certificate of credietverband as the basis for implementing parate executie. The existence of different opinions to the execution of the executable parate experiencing stagnation. Therefore, the purpose of the research is to analyze the problem faced by the banking creditors in collateral parate execution saddled with credietverband after the enactment of Law No. 4 of 1996 Regarding Mortgage Right Over Land and Objects Related to Land.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65369
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Elmina
Abstrak :
Penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa pelaksanaan parate eksekusi pada objek hak tanggungan yang terikat perjanjian sewa menyewa dan bagaimana perlindungan hukum bagi penyewa beritikad baik pada objek hak tanggungan apabila terjadi parate eksekusi dengan menganalisa pertimbangan hakim pada Putusan Nomor 563/PDT.G/BTH/2013/PN.JKT.PST dan Putusan Nomor 09/PDT.G/2013/PN JKT.BAR. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang menggunakan data-data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan literatur terkait. Hasil dari penelitian tersebut pelaksanaan parate eksekusi pada objek jaminan hak tanggungan yang masih terikat perjanjian sewa menyewa dapat langsung mangajukan permohonan eksekusi kepada Kantor Kekayaan Negara dan Lelang KPKNL tanpa melalui fiat pengadilan. Perlindungan bagi penyewa objek jaminan hak tanggungan pada saat pelaksanaan parate eksekusi berdasarkan Pasal 1576 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat mempertahankan haknya sampai dengan masa sewa berakhir. Putusan Nomor 563/PDT.G/BTH/2013/PN.JKT.PST tidak memberikan perlindungan hukum bagi penyewa objek jaminan hak tanggungan dan Putusan Nomor 09/PDT.G/2013/PN JKT.BAR. memberikan perlindungan hukum akan tetapi hanya sebatas ganti rugi sebesar sisa masa sewa.
This study was to identify and analyze the implementation of self enforcement parate executie of the Mortgage Object Hak Tanggungan which is attached to a lease agreement and how the legal protection for good faith lessee on the Mortgage Object Hak Tanggungan in the case of parate executie by analyzing Civil Case No. 563 PDT.G BTH 2013 PN.JKT.PST and No. 09 PDT.G 2013 PN JKT.BAR. This study is applying a normative juridical approach that using secondary data in the form related literature and laws and regulations. The results obtained from the study is that the parate executie for Mortagage Object that is attached to a lease agreement can be directly implementation by submitting the petition to the State Property Office and Auction KPKNL without going through the court approval. Legal protection for good faith lessee on the Mortgage Object Hak Tanggungan in the implementation of parate execution pursuant to Article 1576 Book of the Law of Civil Law is that they could defend their rights until the lease period expires. Civil Case No. 563 PDT.G BTH 2013 PN.JKT.PST does not provide legal protection for good faith lessee on the Mortgage Object and Civil Case No. 09 PDT.G 2013 PN JKT.BAR. provide legal protection only to the extent of compensation for the remaining period of the lease.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47095
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>