Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zefanius Fransisco
"Salah satu praktek dalam perbankan adalah adanya keberadaan jaminan/agunan di dalam melakukan perjanjian kredit. Dalam perkembangannya dalam melakukan pemberian kredit terdapat masalah saat ternyata agunan yang diberikan dalam proses perkreditan ternyata merupakan hasil dari tindak pidana yang menyebabkan terjadinya penyitaan untuk pengembalian kerugian negara. Penelitian ini mencoba menganalisis mengenai apakah penyitaan tersebut sesungguhnya dapat menghilangkan hak preferent maupun hak parate eksekusi yang dimiliki oleh bank sesaat setelah melakukan peletakan hak tanggungan terhadap asset yang dijadikan jaminan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data sekunder atau bahan pustaka. Dari penilitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada
konsep hukumnya sendiri hak preferent dan hak parate eksekusi tidak dapat dirampas oleh negara karena adanya asas droit de suite dan droit de preferent, akan tetapi apabila terjadi perampasan yang dilakukan oleh negara maka hilanglah kedua hak tersebut karena walau dapat dimintakan kembali agunan tersebut tapi harus melawati proses yang panjang yang menghilangkan hak parate eksekusi maupun hak preferent. Maka dari itu penulis menyarankan seharusnya undang-undang lebih diperbaharui sehingga dapat lebih menjelaskan lagi mengenai agunan yang terbukti merupakan hasil tindak pidana. Serta penegak hukum yang melakukan penyitaan harusnya melakukan pemeriksaan terhadap benda yang akan disitanya, apakah diatas benda tersebut terdapat hak pihak ketiga yang dilindungi oleh Undang-undang.

In bankin practice making credit agreements there are existence of collateral. In its development in giving credit there was a problem when it turned out that the collateral provided in the credit process turned out to be the result of a criminal act that caused seizure of the object to recover state losses. This study attempts to analyze whether the confiscation can actually eliminate preferential right and parate execution right held by the bank shortly after placing the mortgage right on the assets that are used as collateral. Approach method used in this research is normative juridical with technique of collecting of secondary date or library material, which then analyzed by using qualitative method. From the research conducted, it can be concluded than in the legal concept the preferential right and parate execution right cannot be confiscated by the state beause the legal concept the preferential rights and parate execution rights cannot be confiscated by the state because the principle of droit de suite and droit de preferent, but if there is a seizure carried out by the state it meants then the two rights are lost because even if the bank can collect the collateral again but bank had to go through a long process that eliminated the parate execution and preferential rights. Therefore the authors suggest that the law should be renewed so that it can further explain about collateral which is proven to be the result of a criminal act. As well as law enforcers who carry out seizures should conduct an inspection of the objects before confiscated it, whether there are rights to the third party which are protected by law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deddy Isniyanto
"Dalam kasus yang diteliti, terdapat gugatan perbuatan melawan hukum dari debitur kepada bank selaku kreditur karena melakukan eksekusi objek hak tanggungan milik debitur melalui pelelangan umum. Dasar gugatan dari debitur karena dalam Addendum Perjanjian Kredit maupun dalam Akta pembebanan Hak Tanggungan, para pihak telah sepakat memilih domisili hukum dalam penyelesaian sengketa yang timbul, yaitu di Kepaniteraan pengadilan Negeri Pacitan. Pengadilan Negeri Pacitan mengabulkan gugatan debitur dengan pertimbangan bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi pembuatnya Q)acta iun servanda). Putusan Pengadilan Negeri Pacitan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya. Selanjutnya Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya dan Pengadilan Negeri Pacitan dengan pertimbangan bahwa proses lelang adalah sah karena telah sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yaitu dengan parate eksekusi. Permasalahan yang diangkat yaitu bagaimana perlindungan hukum terhadap bank dalam pelaksanaan eksekusi objek hak tanggungan ketika terjadi
kredit macet dan bagaimana analisis pertimbangan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 3 147 WPDTI2DI4 yang membatalkan Putusan pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 56/PDT/2014/PT.SBY jo. Pengadilan Negeri pacitan Nomor:
04lPdt.G/2012/PN.Pct. Metode penelitian adalah yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approacfr) dan pendekatan kasus (case approach). Prosedur pengumpulan bahan hukum ditakukan melalui proses identifikasi dan inventarisasi bahan hukum primer dan sekunder, yang selanjutnya bahan hukum tersebut dilakukan penyeleksian untuk mendapatkan kumpulan bahan-bahan hukum yang relevan untuk penulisan tesis ini, yaitu yang dapat
menjawab rumusan masalah. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perlindungan hukum terhadap bank dalam melaksanakan eksekusi objek hak tanggungan ketika terjadi kedit macet, berdasarkan UUHT, yaitu dengan penjualan melalui pelelangan umum dan penjualan di bawah tangan. Pertimbangan putusan Nomor 3147 WPDI/2014 sudah tepat karena membenarkan parate eksekusi yang dilakukan pihak bank karena telah sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Undang-
Undang Hak Tanggungan.

On the studied case, theres a lawsuit on Act against the law, initiated by a debtor versus Bank as the creditor, for executing an Amenability object belongs to the debtor, through a public auction. The legal basis used by the debtor is because inside the Credit Agreement Addendum, as well as whal was written inside the Amenability Deed, each parties has agreed to choose a legal domicile should a
legal dispute arise, which is at the Registrar of Pacitan Distic Court. Paciton District Court granl the debtors claim, with a consideration that the agreement applied each parlies as o constitution to those who made it (pacta sun servanda). Pacitan District Courts Ruling, was upheld by Surabaya High Court. Subsequently, Ihe Supreme Court orerturned both Surabaya High Court arul Pacitan Distric Courl verdict, with a consideration that the auction procesr; i,t legal, because it is in accordance with Section 6 of the Amenability Act, which is v)ith parate execution procedure. The issues thats being raised in this study would be how is the bank legal protection in implementing the execution of the amenability righls object when a bad credit occuted, and how is the analysis of the legal considerations in the Supreme Court Ruling Number 3147 K/PDT/211q that overturned Surabaya l{igh Court Ruling Number 56/PDT/2014/PT.SBY jo. Pacitan District Courr Ruling Number 04/Pdt.G/2012/PN.Pct. The study would use juridical nonnative research method, wilh d statute approach, and case approach. The legal materials collecting procedures is using an identification process also a primary and secondary legal materials inventory, which then will be selected to get the relevant legal materials for this thesis, which means, that could answer the issues- The results of the stu, concluded that the bank legal protections in implementing the execution of amenability rights object when a bad credil occurred, based on Amenability Acl, that is by selling through a public auction, and under-sales. The legal considerations in the Supreme Court Ruling Number 3147 K/PDT/2014 are appropriate because it justify the parate executiors procedure that has being done by the bank, because it is in accordance with Section 6 of the Amenahility Act.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelia Mariani Santoso
"Pelelangan eksekusi hak tanggungan seharusnya dilaksanakan berdasarkan hak penerima hak tanggungan peringkat pertama yang terdapat dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (“APHT”) yang berkekuatan hukum (parate eksekusi). Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 988/K/Pdt/2022, APHT yang menjadi dasar pelelangan dibuat secara melawan hukum karena pembuatan surat kuasa membebankan hak tanggungannya tidak dihadiri oleh pemberi hak tanggungan sehingga menjadi batal demi hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akibat hukum dari pelelangan yang dilakukan berdasarkan APHT yang dibuat setelah debitur meninggal dunia dan mengenai perlindungan hukum bagi kreditur pasca batalnya lelang eksekusi hak tanggungan ketika debitur wanprestasi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris yang menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa APHT yang dibuat setelah debitur meninggal dunia bertentangan dengan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan sehingga menjadi batal demi hukum dan mengakibatkan batal demi hukumnya pelelangan dan peralihan atas objek hak tanggungan. Sedangkan perlindungan hukum bagi kreditur pasca batalnya lelang eksekusi hak tanggungan ketika debitur wanprestasi adalah dengan menyatakan seluruh isi perjanjian kredit harus dilaksanakan dan dapat mengajukan gugatan wanprestasi untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga kepada ahli waris debitur. Maka dari itu, pembuatan APHT setelah debitur meninggal dunia tidak cukup hanya dengan janji dalam perjanjian kredit sehingga pertimbangan hakim tidak tepat.
......Execution of mortgage rights should be held by the first holder’s right (parate execution) contained in the legally enforceable deed of grant of mortgage (“APHT”). On the Supreme Court Decision Number 988/K/Pdt/2022, the APHT that used for the auction was made against the law because the power of attnorney was made without the presence of the mortgagee thus becoming null and void. This research aims to analyze the consequences of the auction held based on APHT made after the debtor’s death and regarding legal protection for creditors after the execution of mortgage rights was declared null and void in the event of the mortgagee’s default. This research is a doctrinal legal approach with explanatory research typology that used secondary data obtained through literature study. The data was analyzed qualitatively. Based on this research, it was found that APHT made after the debtor’s death was against Article 15 paragraph (1) Law No. 4 year 1996 on Mortgage Right hence it becomes null and void, resulting the auction and the object of mortgage’s transfer to be null and void as well. Meanwhile, the legal protection that could be taken by the creditors after the execution of mortgage rights was declared null and void in the event of the mortgagee’s default are by stating that all contents of the credit agreement must be implemented and by filing a default lawsuit to the debtor’s heirs to get compensation for losses and interest. The conclusion is the pledge from the credit agreement was not sufficient to be used as a basis to make APHT after the debtor’s death, so the judges’ judgement was not precise."
Depok: 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library