Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Newman, Charles L.
Illinois: Charles C. Thomas, 1958
345.077 NEW s
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Rafa Tabina Bakhiatushsholihat
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan dan penerapan Judicial Pardon dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP 2023). Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian doktrinal yang menggunakan tipologi Funtional Comparative Legal dengan fokus Perbandingan Substantif yang berfokus pada perbandingan isi atau substansi dari norma-norma hukum yang ada dari berbagai negara dengan membandingkan pengaturan, mekanisme, dan penerapan dari judicial pardon dari berbagai negara yang mengatur mengenai judicial pardon, antara lain Belanda, Yunani, Portugal, Uzbekistan, Perancis, Greenland, dan Somalia, untuk menyusun rekomendasi rencana pembaharuan hukum. Pada skripsi ini, pembahasan akan dibagi menjadi tiga. Pertama, pembahasan mengenai kualifikasi tindak pidana yang dapat diberikan judicial pardon dengan mengalisis hukum positif di Indonesia dan melakukan perbandingan dengan beberapa negara yang mengatur mengenai judicial pardon dalam hukum positifnya. Kedua, pembahasan mengenai penerapan judicial pardon dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dengan menganalisis peraturan hukum pidana formil dan praktiknya dalam peradilan di Indonesia serta melakukan perbandingan dengan beberapa negara yang menerapkan judicial pardon. Ketiga, menganalisis pengaturan dan penerapan judicial pardon yang tepat apabila hendak diterapkan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Penelitian ini mengemukakan bahwa kualifikasi tindak pidana terhadap pemberian judicial pardon diperlukan yang meliputi ringannya perbuatan mengacu pada ketentuan tindak pidana ringan atau dampak dari perbuatannya ringan, keadaan pribadi yang mengacu pada umur dan riwayat hidup pelaku, dan keadaan pada waktu dilakukannya tindak pidana dan setelahnya mengacu pada dampak tindak pidana terhadap korban dan terdakwa serta upaya pemulihannya. Lebih lanjut, perlu diatur mengenai mekanisme penjatuhan judicial pardon dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang meliputi bentuk putusan terhadap pemberian judicial pardon yang diatur sebagai putusan khusus dan upaya hukum terhadap putusan judicial pardon berupa upaya hukum kasasi.
This thesis discusses the regulation and application of Judicial Pardon in the criminal justice system in Indonesia with the legal basis of Law Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code (Criminal Code 2023). The research method used in writing this thesis is doctrinal research that uses Functional Comparative Legal typology with a focus on Substantive Comparison which focuses on comparing the content or substance of existing legal norms from various countries by comparing the regulation, mechanism, and application of judicial pardon from various countries that regulate judicial pardon, including the Netherlands, Greece, Portugal, Uzbekistan, France, Greenland, and Somalia, to develop recommendations for legal reform plans. In this thesis, the discussion will be divided into three. First, a discussion of the qualifications of criminal offenses that can be granted judicial pardon by analyzing positive law in Indonesia and making comparisons with several countries that regulate judicial pardon in their positive laws. Second, it discusses the application of judicial pardon in the criminal justice system in Indonesia by analyzing formal criminal law regulations and practices in the Indonesian judiciary as well as making comparisons with several countries that apply judicial pardon. Third, to analyze the appropriate regulation and application of judicial pardon in Indonesia's criminal justice system. This research argues that the qualifications of criminal offenses for the granting of judicial pardon are needed, which include the seriousness of the act referring to the provisions of minor crimes or the impact of minor acts, personal circumstances referring to the age and life history of the offender, and the circumstances at the time of the crime and afterwards referring to the impact of criminal acts on victims and defendants as well as efforts to recover. Furthermore, it is necessary to regulate the mechanism of judicial pardon in the Criminal Procedure Code (KUHAP) which includes the form of verdict on the granting of judicial pardon which is regulated as a special verdict and legal remedies against judicial pardon decisions in the form of cassation legal remedies."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mufatikhatul Farikhah
"
AbstrakJudicial Pardon di Indonesia merupakan hasil dari studi perbandingan dengan beberapa negara yakni konsep yang telah dipraktekkan di Belanda, Yunani, Portugal dan Uzbekistan. Penulis mencoba untuk menemukan sistem hukum apa yang mendasari konsep Judicial Pardon yang diterapkan di beberapa negara serta bagaimana konsep judicial pardon yang paling sesuai dengan Sistem Hukum di Indonesia. Tulisan ini didasarkan pada penelitian yuridis normatif dengan Pendekatan Historis (Historical approach), pendekatan Perbandingan (Comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Saat ini hukum pidananya juga di pengaruhi oleh sistem hukum Anglo saxon. Menjawab permasalahan kedua lebih tepat ketika memasukkan konsepsi Islam dan juga Peradilan adat dalam perumusannya, dimana harus ada perumusan yang jelas mengenai tindak pidana apa saja yang bisa diberikan pemaafan oleh hakim, sehingga kepastian hukumnya terjamin serta menformulasikan dalam RKUHAP menjadi salah satu jenis putusan yang dapat diberikan oleh hakim atas pemaafan hakim yakni putusan salah tanpa pidana (a guilty verdict without punishment)."
Depok: Badan Penerbit FHUI, 2018
340 JHP 48:3 (2018)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Fajar Perkasa
"Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis, pendekatan historis, dan pendekatan komparatif. Kewenangan pemberian grasi oleh Presiden yang terdapat dalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 merugikan korban, termasuk keluarga korban dan masyarakat, karena korban sebagai pihak yang paling dirugikan tidak memiliki peran apapun dalam pengambilan keputusan pemberian grasi. Konsep pemberian pengampunan yang tidak mengabaikan hak korban kejahatan adalah konsep pemberian pengampunan yang sesuai dengan hukum Islam dan hukum adat. Berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, serta Pasal 29 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945, Syariat Islam wajib diberlakukan terhadap orang Islam. Kewenangan pemberian grasi oleh Presiden bertentangan dengan konsep pemaafan terhadap tindak pidana hudud, qishash dan diyat dalam Syariat Islam, tetapi tidak bertentangan dengan konsep pemaafan terhadap tindak pidana ta'zir. Kewenangan tersebut juga tidak sesuai dengan konsep negara republik yang berintikan demokrasi sebagai lawan dari kediktatoran, serta sistem pemerintahan presidensiil yang memberikan kewenangan kepada kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan yang memungkinkan terjadinya campur tangan kekuasaan eksekutif terhadap putusan hakim yang bertentangan dengan teori pemisahan kekuasaan. Tujuan negara hukum, pembentukan konstitusi, dan pemisahan kekuasaan diantaranya mencegah perbuatan sewenang-wenang penguasa dan menjamin hak-hak rakyat. Kewenangan pemberian grasi oleh Presiden selain membuka peluang terjadinya kesewenang-wenangan, juga melanggar hak asasi manusia, diantaranya hak korban, termasuk keluarga korban dan masyarakat. Hak memperoleh keadilan dan hak beragama menekankan bahwa konsep pemberian pengampunan harus memperhatikan korban dan pelaku kejahatan secara seimbang. Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 dan UU tentang Grasi harus disesuaikan agar tidak bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 dan Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terdapat dua alternatif konsep dalam merumuskan dan/atau mengubah peraturan perundang-undangan terkait dengan grasi yakni konsep unifikasi hukum dan konsep pemisahan hukum. Pemberian pengampunan terkait dengan tindak pidana hudud dan qishash tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam bagi orang Islam, dan hukum adat bagi orang non-Islam. Terkait dengan tindak pidana ta'zir, kewenangan pemberian pengampunan sebaiknya diberikan kepada hakim agar sesuai dengan tujuan negara hukum, pembentukan konstitusi, dan pemisahan kekuasaan.
This research using normative law research with juridical approach, historical approach, and comparative approach. The authority of pardon granted by President regulated in Article 14 paragraph (1) Constitution 1945 is giving great loss to the victim, including their family and to the society, since the victim as the most suffering side has no role in the process of pardon. Pardon concept where the rights of victim were not neglected is appropriate with Islamic law and Adat law. According to President Decree July 5th, 1959, Preambule of Constitution 1945, and Article 29 paragraph (1) and (2) of Constitution 1945, Islamic syariah shall applicated to all muslim. The authority of pardon granted by President is contradicted with the concept of pardon as in Hudud criminal act, Qishash, and Diyat in Syariah, but not contrary to Ta?zir criminal act. Those authority also not suitable with the Republic State concept with democracy as the core as the opponent of dictatorship, and Presidential government system which giving the authority to the head of state as well as to the head of government which make the executive power participate in judicial verdict which make it contrary to the theory of power separation. The aim of law state, formation of constitution, and separation of power are made to restrain arbitrariness of the ruler and ensure the rights of people. The authority of pardon granted by President, besides open the opportunity for arbitrariness also contravene with human rights, some of them are victim rights, including their family and society. Right to obtain justice and Right in religion emphasize the concept of pardon must giving equal position to the victim and the perpetrator as well. Article 14 paragraph (1) Constitution 1945 and Pardon Act shall be adjusted to make sure it will not contradicted with Preambule of Conitution 1945 and the concept of Negara Kesatuan Republik Indonesia. There are two alternative concepts for the formulation and/or regulation amendment of pardon, they are unification and separation of law concepts. Pardon related to Hudud criminal act and Qishash should not be contradicted with Islamic law for muslim, and Adat law for non-muslim. While related to Ta'zir criminal act, the authority of pardon shoud be given to judges to ensure the aim of law state, formation of constitution, and separation of power"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46728
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library