Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Brian Orchidias Seik
Abstrak :
Diesel Engine Exhaust adalah campuran kompleks dari substansi pada fase akhir gas dan partikulat pada saat pembakaran bahan bakar diesel. Fase partikulat DEE disebut dengan Diesel Exhaust Particles (DEP) dimana pada fase ini, terdapat beberapa elemen seperti Elemental Carbon (EC) dan komponen organik lainnya. Saat ini, EC digunakan sebagai parameter turunan bagi penilaian pajanan terhadap Diesel Particulate Matter (DPM) karena keakuratan pengukuran pada konsentrasi partikulat yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah parameter EC dapat digunakan sebagai penanda DPM dengan menggunakan fraksi partikulat yang lebih kecil yaitu PM 0.25 dengan menggunakan desain penelitian observasional dengan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian ini mengambil 46 sampel filter yang diambil di UP PKB Cilincing, Ujung Menteng dan Kelompok Kontrol pada bulan April-Mei 2018. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kelompok pengukuran dengan hasil analisis EC terhadap PM 0.25 bekorelasi positif dan linear signifikan adalah kelompok uji UP PKB Cilincing, Kelompok Terpajan (Cilincing-Ujung Menteng), dan seluruh kelompok uji (Cilincing, Ujung Menteng, dan Kelompok Kontrol) (Sig<0.05) dengan derajat keeratan sedang berkisar antara r=0,437 hingga r=0,526 serta koefisien determinasi berkisar antara R2=0,191 hingga R2=0,277 (p<0.05) yang berarti parameter konsentrasi PM 0.25 memiliki hubungan yang linear dan signifikan terhadap parameter EC. Korelasi paling erat ditunjukkan di UP PKB Cilincing (r=0,526, p=<0.025) sedangkan hasil uji analisis menyimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi positif antara variabel EC terhadap PM 0.25 di UP PKB Ujung Menteng (Sig>0.05, r=0,250; R2=0,063). ......Diesel Engine Exhaust is a complex mixture of substances at the end of gaseous and particulate phases during diesel fuel combustion. The particulate phase of DEE is called Diesel Exhaust Particles (DEP) in which this phase consists of a number of elements such as Elemental Carbon (EC) and other organic components. As of today, EC is used as the surrogate for Diesel Particulate Matter measurements due to its accuracy at low level particulate concentrations. This study aimed to find out whether the parameters of EC can be used as a marker for the presence of DPM using lower sized particle fractions of PM 0.25 with descriptive observational study design and a quantitative approach. This study selected 4 of sample filter measured from April-May 2018 at Cilincing and Ujung Menteng’s Motor Vehicle Testing Facility and a Control Group. The result of this study indicates that the analysis of EC concentrations relative to PM 0.25 have positive and linear correlations in Cilincing, Exposed Group (Cilincing-Ujung Menteng), and All Groups (Cilincing, Ujung Menteng, and Control Group) (Sig<0.05) with the degree of correlation ranging between r=0,437 to r=0,526 and coefficient of determination ranging between R2=0,191 to R2=0,277 (p<0.05) meaning that PM 0.25 concentrations have statistically significant correlation to EC concentrations. The highest degree of correlation resulted from Cilincing Testing Facility (r=0,526. P=<0.025) while there is no positive correlations between EC and PM 0.25 variables at Ujung Menteng Testing Facility (Sig>0.05, r=0,250; R2=0,063).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niko Rianda Putra
Abstrak :
[Particulate Matter (PM) terutama partikel <2,5 μg/m3 atau PM2.5, adalah komponen utama yang terkandung dalam asap dari bahan bakar biomassa. Efek yang terkait dengan paparan jangka panjang PM2,5 meliputi peningkatan gejala pernapasan bagian bawah, penyakit paru obstruktif kronik dan penurunan fungsi paru. Salah satu pengguna bahan bakar biomassa yang cukup tinggi di Sumatera Barat adalah usaha rumah makan, tujuan dari penelitian ini menganalisis asosiasi faktor lingkungan dengan konsentrasi PM2,5 pada waktu masak di dapur rumah makan Kota Solok dan menganalisis konsentrasi PM2,5 pada waktu masak dengan fungsi paru pekerja dapur rumah makan. Penelitian ini adalah penelitian dekriptif analitik dengan menggunakan desain studi cross-sectional, dengan jumlah sampel adalah 71 orang (total sampling). Analisis multivariat hubungan faktor lingkungan dengan PM2,5 pada waktu masak didapatkan hubungan signifikan ventilasi OR: 5,655 (95% CI: 0,780 ? 40,994) dan lama waktu masak OR: 12,013, (CI: 1,113 ? 129,714). Analisis multivariat hubungan PM2,5 pada waktu masak dengan gangguan fungsi paru, yaitu PM2,5 OR: 3,60 (CI: 95%, 0,921 ? 14,072), Umur OR: 1,443, (CI 95%, 0,380 ? 5,477), dan masa kerja OR: 13,854, (95% CI: 3,283 ? 58,388). Terdapat hubungan bermakna antara faktor lingkungan dengan konsentrasi PM2,5 pada waktu masak yaitu variabel lama masak dan ventilasi. Sedangkan untuk konsentrasi PM2,5 pada waktu masak ada hubungan yang bermakna dengan gangguan fungsi paru pekerja dapur dengan dikontrol oleh umur dan masa kerja;Particulate Matter (PM), particularly inhalable particulate ( <2,5 μm), is the main components in biomass emission. Long term exopusre of PM2,5 had been proved to increase lower respiratory disorder, chronic obtructive pulmonary disease (COPD), and decrease lung function. Padang Restaurant is one of the main user of biomass fuel in west sumatera. The aim of this research was to analize the association of PM2,5 concentration during cooking and lung function disorder among restaurant kitchen workers. This was a cross-sectional study with 71 workers were included. There was a significant association between PM2,5 and ventilation OR: 5,655 (95% CI: 0,780 ? 40,994) and cooking duration OR: 12,013, (CI: 1,113 ? 129,714). Multivariate analysis between PM2,5 and lung function disorder showed significant association, PM2,5 OR: 3,60 (CI: 95%, 0,921 ? 14,072), age OR: 1,443, (CI 95%, 0,380 ? 5,477), and working duration OR: 13,854, (95% CI: 3,283 ? 58,388). There was a significant association between environmental factors (ventilation and cooking duration) and PM2,5 concentration during cooking. Meanwhile PM2,5 concentration and lung fuction showed significant association after controled by age and working duration., Particulate Matter (PM), particularly inhalable particulate ( <2,5 μm), is the main components in biomass emission. Long term exopusre of PM2,5 had been proved to increase lower respiratory disorder, chronic obtructive pulmonary disease (COPD), and decrease lung function. Padang Restaurant is one of the main user of biomass fuel in west sumatera. The aim of this research was to analize the association of PM2,5 concentration during cooking and lung function disorder among restaurant kitchen workers. This was a cross-sectional study with 71 workers were included. There was a significant association between PM2,5 and ventilation OR: 5,655 (95% CI: 0,780 – 40,994) and cooking duration OR: 12,013, (CI: 1,113 – 129,714). Multivariate analysis between PM2,5 and lung function disorder showed significant association, PM2,5 OR: 3,60 (CI: 95%, 0,921 – 14,072), age OR: 1,443, (CI 95%, 0,380 – 5,477), and working duration OR: 13,854, (95% CI: 3,283 – 58,388). There was a significant association between environmental factors (ventilation and cooking duration) and PM2,5 concentration during cooking. Meanwhile PM2,5 concentration and lung fuction showed significant association after controled by age and working duration.]
2015
T43637
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes
Abstrak :
Infeksi Saluran Penfasasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan kapang yang ada dalam debu berukuran tertentu. Dapat golongkan dengan Pneumonia berat dan bukan Pnemonia untuk kelompok umur kurang dari dua bulan dan Pnemonia berat, Pnemonia sedang dan bukan Pnemonia untuk kelompok umur dua bulan sampai lima tahun. Kejadian ISPA diperkirakan 10-20% penderita penyakit di Indonesia atau dengan kejadian 1102.542 kasus yang dilaporkan oleh Puskesmas dan 810.124 kasus yang dilaporkan rumah sakit. Di Kabupaten Lima Puluh Kota khususnya di Kecamatan Payakumbuh masih merupakan masalah kesehatan yang utama dimana persentasenya 42,39 % tertinggi dalam 10 penyakit terbanyak yang di laporkan Puskesmas Kato Baru Simalanggang. Penelitian ini untuk mengetahui sejauh mama pajanan PM10 terhadap resiko ISPA pada Balita tahun 2006 dengan lingkungan rumah dan sumber pencemaran dalam rumah lainnya dalam rumah sebagai faktor yang mempengaruhi. Penelitian ini menggunakan rancangan Cross sectional dengan populasi balita yang berada di Kecamatan Payakumbuh sedangkan yang menjadi sample adalah balita yang terpilih dengan six!imatic random sampling. Data diperoleh dengan pengukuran kadar PM10, dan kelembaban, observasi dan pengamatan terhadap luas ventilasi dan iuas rumah dan wawancara dengan menggunakan kuisioner terhadap responden. Analisis data meliputi anal isis Univariat, Bivariat, Multivariat dan Uji lnteraksi. Hasil uji Bivariat terdapat lima variabel yang mempunyai hubungan yang berrnakna dengan kejadian ISPA Balita yaitu: PM10. luas ventilasi rurnah, kepadatan hunian, kebiasaan merokok anggota keluarga dan bahan bakar masak dengan nilai p < 0,05, yaitu PMio OR = 3,07 (95%CI: 1,98 - 4,76) nilai p = 0,00, luas ventilasi OR = 3,48 (95%CI: 2,23 - 5,43) nilai p = 0,00, kepadatan hunian OR = 1,95 (95%CI: 1,15 - 3,32) nilai p = 0,02 kebiaaan merokok OR = 1,76 (95%CI: 1,08 - 2,87) nilai p = 0,03, dan bahan bakar masak OR = 3,74 (95% CI : 1,87 - 7,45) nilai p = 0,00 dengan kejadian ISPA Balita. Dinas Kesehatan Kabupaten, Dinas Kesehatan Propinsi, dan Departemen Kesehatan diharapkan menggalakkan upaya imunisasi dalam pencegahan terhadap ISPA.. Untuk pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA perlu ditunjang dengan persyaratan perumahan sehat dan patut jadi kajian bagi Dinas Kesehatan Kabupaten, Propinsi maupun Departemen Kesehatan, Kepada masyarakat disarankan agar ventilasi rumah minimal 10 % dan luas lantai dan perlunya diberi penyuluhan kepada masyarakat agar tidak merokok dalam rumah dan penggunaan bahan bakar gas untuk keperluan memasak sehari-hari.
Acute respiratory infections (ARI) are a group of diseases that can be induced by air pollution in homes. In Indonesia, the prevalence of ARI is estimated around 10-20% of cases, 1,702,542 cases reported from community health centres (Puskesmas) and 810,124 cases reported from hospitals. In Lima Puluh Kota District, especially in Payakumbuh Subdistrict, ARI remains a major health problem where it is one of the top tell diseases reported by Moto Baru Simalanggang Community Health Center with a prevalence of 42.39%. The objective of this study is to elucidate the extent of PMIO in affecting risks of ART among toddlers during 2006, with house environment and pollution sources in homes as affecting factors. This study used a cross-sectional research design using systematic random sampling, with toddlers in Payakumbuh Sub District as samples. Data obtained by measuring the level of PMIO and humidity, observing the coverage of ventilation and house area, as well as conducting interviews using questionnaire. Data were analyzed with univariate, bivariate. Bivariate analysis results showed that there are five variables with significant correlation with the incidence of ARI among toddlers. all with p values < 0.05, namely PM 10 with p value = 0.00 and OR = 3.07 (95%Cl: 1.98-4.76), coverage of ventilation in homes with p value = 0.00 and OR = 3.48 (95%CI: 2.23-5.43), population density in homes with p value = 0.02 and OR = 1.95 (95%CI: L15-3.32), smoking habit within family members with p value = 0.03 and OR = 1.76 (95%CI: 1.08-2.87), and fuel used for cooking with p value = 0.00 and OR = 3.74 (95%C1: 1.87-7.45), It is suggested that the community should he educated to not smoke inside the house, ensure that houses have coverage of ventilation of at least 10% of floor area, and never bring the children along when cooking in the kitchen. District and Provincial Health Offices and Ministry of Health should provide health education to the community regarding all of the above.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Samuel Peratenta
Abstrak :
Kualitas udara adalah salah satu penentu kesehatan yang penting. Polusi udara dikaitkan dengan spektrum luas penyakit akut dan kronis, seperti kanker paru-paru, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan penyakit kardiovaskular. Particulate Matter 2.5 um (PM 2.5) dianggap sebagai salah satu polutan udara paling berbahaya bagi kesehatan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gambaran konsentrasi PM2,5, PM1, PM0,5, dan PM0,25 dengan fungsi paru-paru di warga Kabupaten Karet Tengsin, Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang dengan 57 peserta dari warga Kabupaten Karet Tengsin, Jakarta. Pengukuran fungsi paru dilakukan dengan spirometri. Pengambilan sampel PM dilakukan pada 28 titik menggunakan pompa dengan laju aliran 9L/menit, bertahan 2 jam. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi PM rata-rata antara 45,77-121,888 ug/m3. Responden dengan restriksi paru 24,6%, dan obstruksi paru 17,5%.
Air quality is one of the important health determinants. Air pollution is associated with a broad spectrum of acute and chronic diseases, such as lung cancer, chronic obstructive pulmonary disease (COPD) and cardiovascular disease. Particulate Matter 2.5 um (PM 2.5) is considered as one of the most dangerous air pollutants for human health. This study aims to analyze the picture of PM2,5, PM1, PM0,5, and PM0,25 concentrations with lung function in residents of Karet Tengsin District, Jakarta. This study uses a cross-sectional research design with 57 participants from the residents of Karet Tengsin District, Jakarta. Measurement of pulmonary function is carried out with spirometry. PM sampling is carried out at 28 points using a pump with a flow rate of 9L / min, surviving 2 hours. The results showed the average PM concentration between 45.77-121.888 ug/m3. Respondents with pulmonary restriction of 24.6%, and pulmonary obstruction 17.5%.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54321
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efi Kurniatiningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Anak-anak merupakan kelompok umur yang memiliki risiko tinggi karena pencemaran particulate matter PM10. Oleh sebab itu dilakukan penelitian untuk melihat hubungan asupan pajanan PM10 dengan gejala gangguan pernafasan pada anak sekolah dasar. Dalam penelitian ini variabel intake pajanan particulate matter, jenis kelamin, umur dan status gizi diteliti pengaruhnya terhadap gejala gangguan pernafasan. Disain studi yang digunakan adalah cross sectional, analisis data dilakukan dengan univariat dan bivariat terhadap 102 responden. Pengukuran PM10 dilakukan selama 1 jam pada 4 titik sampling telah menunjukkan bahwa konsentrasi PM10 telah melampaui baku mutu sebesar 120,25 μg/m3. Sebanyak 43,1% responden mengalami gejala gangguan pernafasan dan disimpulkan bahwa intake pajanan PM10 yang tinggi berhubungan signifikan dengan gejala gangguan pernafasan dengan peluang 3 kali dibanding responden dengan intake pajanan rendah (p value =0,009). Hubungan antara intake PM10 dan gejala gangguan pernafasan dipengaruhi juga oleh umur responden dengan p value 0,018.
ABSTRACT
Children are within high risk age group of particulate matter PM10 exposure. Therefore, a study needs to be conducted to see the correction of PM10 exposure intake with respiratory symptoms in elementary students age group. In this study, the intake of the PM10 exposure, the gender, the age and the nutritional status are examined to know their effects on the respiratory symptoms. The study design being used is cross sectional, with univariat and bivariat analysis on 102 respondents. The measurement of PM10 carried out in 1 hour at 4 sampling points has shown that the concentration of the PM10 has exceeded the standard quality of 120.25 μg/m3. A total of 43.1% respondents are experiencing respiratory symptoms and it is concluded that high exposure intake of PM10 is significantly associated with respiratory symptoms with higher chances a chance of 3 times compared to respondents with low exposure intake (p value = 0.009). The relationship between the exposure of PM10 and respiratory symptoms is also influenced by the age of the respondents with p value of 0,018
2015
S59264
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shella Rachma Dianty
Abstrak :
Diesel Particulate Matter DPM adalah zat yang dianggap menjadi salah satu faktor risiko dari perkembangan penyakit degeneratif seperti kanker IARC, 2012, kardiovaskular, dan penurunan fungsi paru melalui mekanisme stress oksidatif. Stress oksidatif dianggap sebagai mekanisme perantara dari pajanan partikulat menuju dampak kesehatan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan konsentrasi biomarker stress oksidatif yaitu malondialdehyde MDA dan penurunan fungsi paru dengan pajanan DPM 2.5 pada kelompok terpajan penguji mekanis di UP PKB dan kelompok pembanding. Pengukuran DPM 2.5 dilakukan menggunakan sioutas cascade impactordan filter berjenis quartz. Analisis MDA dilakukan dengan metode Wills 1996 melalui sampel urin responden, sedangkan penurunan fungsi paru dideteksi melalui tes spirometri. Hasil menunjukkan pajanan DPM 2.5 secara signifikan berhubungan dengan peningkatan konsentrasi MDA dan penurunan fungsi paru-paru, dengan derajat keeratan sedang hingga kuat r= 0,438; r=-0,629. ......Diesel Particulate Matter DPM 2.5 m is considered to be one of the risk factors for degenerative diseases such as cancer IARC, 2012 , cardiovascular, and declined lung function through oxidative stress mechanism. Oxidative stress is considered as an intermediary mechanism from particulate exposure to health effects. This study was conducted to see the correlation of oxidative stress biomarker which is malondialdehyde MDA and decline of lung function with DPM 2.5 exposure in exposed group and non exposed group. Sampling DPM 2.5 was performed using sioutas cascade impactor and quartz type filter. MDA analysis was done by Wills 1996 method through respondent 39s urine sample, whereas pulmonary function decline was detected through spirometry test. The results show that DPM 2.5 exposure was significantly associated with elevated MDA concentrations and declined lung function, with moderate to stronger degree r 0.438 r 0.629.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Az-Zahra
Abstrak :
Emisi atau residu pembakaran kendaraan merupakan sumber utama terjadinya polusi udara di wilayah urban, salah satunya adalah Particulate Matter (PM). Berdasarkan ukurannya, PM terbagi menjadi dua, yaitu PM10 dan PM2,5. Keberadaan polutan tersebut dapat ditangkap oleh tumbuhan, salah satunya adalah lumut Sphagnum cuspidatum. Tujuan penelitian adalah mengetahui perbedaan kadar PM pada lumut S. cuspidatum yang ditransplantasikan di beberapa lokasi dengan jumlah volume kendaraan yang berbeda, serta mengetahui adanya korelasi lingkungan abiotik terhadap kadar PM pada lumut S. cuspidatum yang ditransplantasikan. Metode biomonitoring yang digunakan, yaitu transplantasi lumut menggunakan moss bag. Lumut S. cuspidatum diukur kadar PM sebelum dipaparkan di lokasi paparan dengan jumlah volume kendaraan yang berbeda. Selanjutnya, 0,5 gram lumut S. cuspidatum ditimbang dan dimasukkan ke dalam moss bag yang terbuat dari kantong nilon. Lokasi paparan dalam penelitian, yaitu tepi jalan UI, tepi jalan Kabeda, dan tepi jalan Juanda. Ketiga lokasi tersebut merepresentasikan lokasi tepi jalan dengan tingkat volume kendaraan rendah, sedang, dan tinggi. Waktu paparan selama 5 minggu atau 35 hari. Berat PM diperoleh dari selisih berat kertas saring akhir dengan berat kertas saring awal. Kadar PM dihitung dengan membagi berat PM dan berat kering lumut. Analisis statistik yang digunakan adalah uji Kruskal-Wallis dan uji korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar PM10 dan PM2,5 yang tertangkap oleh lumut S. cuspidatum yang ditransplantasikan di lokasi urban Juanda memiliki nilai rata-rata tertinggi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa lokasi urban Juanda memiliki tingkat polusi udara paling tinggi, sehingga kualitas udara di lokasi tersebut lebih rendah dibanding lokasi urban Beji UI dan Kabeda. Selain itu, parameter lingkungan abiotik seperti suhu udara, kelembapan udara, kecepatan angin, volume kendaraan, AQI level, konsentrasi PM10 dan PM2,5 di udara berkorelasi terhadap kadar PM yang tertangkap pada lumut S. cuspidatum. ......Emissions or residues of vehicle combustion is the main source of air pollution in urban areas, one of which is Particulate Matter (PM). Based on its size, PM is divided into two, namely PM10 and PM2.5. The existence of these pollutants can be captured by plants, one of which is the moss Sphagnum cuspidatum. The aim of the study to determine differences in PM levels in S. cuspidatum moss transplanted at several locations with different vehicle volumes and to determine whether there was a correlation between abiotic environment and PM levels in transplanted S. cuspidatum moss. The biomonitoring method used is moss transplantation using a moss bag. PM levels of S. cuspidatum were measured before being exposed at the exposure location with different vehicle volumes. Next, 0.5 grams of S. cuspidatum moss was weighed and put into a moss bag made of nylon bags. Locations of exposure in the study, namely the UI roadside, Kabeda roadside, and Juanda roadside. These three locations represent roadside locations with low, medium, and high vehicle volume levels. Exposure time for 5 weeks or 35 days. The PM weight was obtained from the difference between the final filter paper weight and the initial filter paper weight. The PM content was calculated by dividing the PM weight and the dry weight of the moss. The statistical analysis used was the Kruskal-Wallis test and the Pearson correlation test. The results showed that the levels of PM10 and PM2.5 caught by S. cuspidatum moss transplanted at the Juanda urban location had the highest average values. This indicates that the urban location of Juanda has the highest level of air pollution so the air quality in that location is lower than the urban locations of Beji UI and Kabeda. In addition, abiotic environmental parameters such as air temperature, air humidity, wind speed, vehicle volume, AQI level, PM10, and PM2.5 concentrations in the air correlate with PM levels captured in S. cuspidatum moss.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mafta Eka Priyanti
Abstrak :
ABSTRAK
Pencemaran udara yang mengandung Particulate Matter (PM) baik dalam jangka panjang maupun pendek telah diketahui dapat menyebabkan kematian dan efek kesehatan terutama pada jantung serta paru-paru. Polisi Satgatur Polda Metro Jaya merupakan salah satu pekerja yang terpajan akan pencemaran udara tersebut. Maka dari itu penulis melakukan penelitian pada Polisi Satgatur Polda Metro Jaya untuk mengetahui gambaran konsentrasi pajanan PM 10 dan 2,5 yang berasal dari pencemaran udara terutama hasil pembakaran kendaraan bermotor di Pos Polisi Harmoni, Bundaran HI dan Bundaran Senayan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis Gravimetri untuk mengetahui konsentrasi dari partikulat. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini yaitu konsentrasi PM 2,5 dan 10 terbesar di Bundaran Senayan pada shift 1 disaat hari kerja dan jika dibandingkan dengan standar ACGIH, NIOSH dan OSHA belum melebihi nilai ambang batas. Akan tetapi jika dibandingkan dengan WHO, sudah melebihi nilai ambang batas.
ABSTRACT
Air pollution which contained Particulate Matter (PM) both the short and long term has been known to cause deaths and health effects especially on the heart and lungs. Police Satgatur Polda Metro Jaya is one of the workers who can be exposure. Therefore, this study talked about overview of particulate matter 2,5 and 10 personal exposure which came from air pollution especially gas emissions from motor vehicles in Police Station Harmoni, Bundaran HI and Bundaran Senayan. The method which is used in this research is to use Gravimetry analysis to determine the concentration of particulates. Results obtained at a biggest concentration of PM 2,5 and 10 is in Bundaran Senayan on shift 1 while weekday and if compared to ACGIH, NIOSH and OSHA has not exceeded the quality standards. But if compared to WHO, has exceeded the quality standards.
2015
S60909
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Home Air Quality and Case of Pneumonia in Children under Five Years Old (in Community Health Center of South Cimahi and Leuwi Gajah, City of Cimahi). Pneumonia is the number one deadliest disease in the world with the prevalence of 44%. In Indonesia, pneumonia in todler is the leading cause of death, after diarrhea, with proportion 15,5%. Pneumonia is a disease caused by a virus and bacteria influenced by physical and chemical contaminants. The purpose of this study was to analyze indoor air quality with the incidence of pneumonia in children under five years old with cross sectional method. The population in this study was the population living in the region of South Cimahi Public Health Center and Leuwi Gajah Public Health Center. The criteria of selection for the region were: region with the highest population, high pneumonia cases (in the red and yellow area), a coal-fired industrial area, and located near the highway Purbaleunyi. The sample of this research are respondents who live in the region of South Cimahi Public Health Center and Leuwi Gajah Public Health Center with inclusion criteria length of stay ≥1 year with a child under five years old. Significant correlation occured between PM10 and PM2,5 (p < 0.05) with odd ratio 4.40 and 3.24 while the density of dwelling house, room occupancy density, home ventilation, kitchen hole, a smoker in the home, use of mosquito coils, sulfur dioxide (SO2), nitrogen dioxide (NO2) and carbon monoxide (CO) did not show a significant relationship (p > 0.05) with pneumonia. Dominant factors that cause pneumonia in infants is PM10 (p= 0.036) with a value of OR 4.09 after controlled PM2,5 (p= 0.142; OR 2.78), the number of bacteria (p = 0.004; OR 0.17) and ventilation the house (p= 0.395; OR 0.58).
Pneumonia merupakan penyakit mematikan nomor satu di dunia dengan prevalensi 44%. Di Indonesia, pneumonia anak bawah lima tahun merupakan penyebab kematian nomor dua setelah diare dengan proporsi 15,5%. Pneumonia merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang dipengaruhi oleh pencemar fisik dan kimia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas udara kimia rumah dengan kejadian pneumonia anak bawah lima tahun dengan metode cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan dan Puskesmas Leuwi Gajah. Pemilihan kriteria wilayah dilakukan berdasarkan wilayah dengan jumlah penduduk tertinggi, kasus pneumonia tinggi (berada di wilayah merah dan kuning), merupakan wilayah industri yang berbahan bakar batu bara dan berada di dekat jalur tol Purbaleunyi. Sampel penelitian adalah responden yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan dan Puskesmas Leuwi Gajah dengan kriteria inklusi lama tinggal ≥1 tahun dan memiliki anak bawah lima tahun.Hasil penelitian menunjukkan hubungan signifikan terjadi pada Particulate Matter (PM)10 dan Particulate Matter (PM)2.5 (p < 0,05) dengan nilai odd ratio masing-masing 4,40 dan 3,24, sedangkan kepadatan hunian rumah, kepadatan hunian kamar, ventilasi rumah, lubang penghawaan dapur, adanya perokok dalam rumah, penggunaan obat nyamuk bakar, Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2) dan carbon monoksida (CO) tidak menunjukkan hubungan signifikan (p > 0,05) dengan pneumonia. Faktor dominan yang menyebabkan pneumonia pada balita adalah PM10 (p= 0,036) dengan nilai OR 4,09 setelah dikontrol dengan PM2,5 (p= 0,142; OR 2,78), jumlah kuman (p= 0,004; OR 0,17) dan ventilasi rumah (p= 0,395; OR 0,58).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rilla Fahimah
Abstrak :
Pneumonia merupakan penyakit mematikan nomor satu di dunia dengan prevalensi 44%. Di Indonesia, pneumonia anak bawah lima tahun merupakan penyebab kematian nomor dua setelah diare dengan proporsi 15,5%. Pneumonia merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang dipengaruhi oleh pencemar fisik dan kimia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas udara kimia rumah dengan kejadian pneumonia anak bawah lima tahun dengan metode cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan dan Puskesmas Leuwi Gajah. Pemilihan kriteria wilayah dilakukan berdasarkan wilayah dengan jumlah penduduk tertinggi, kasus pneumonia tinggi (berada di wilayah merah dan kuning), merupakan wilayah industri yang berbahan bakar batu bara dan berada di dekat jalur tol Purbaleunyi. Sampel penelitian adalah responden yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan dan Puskesmas Leuwi Gajah dengan kriteria inklusi lama tinggal ≥1 tahun dan memiliki anak bawah lima tahun. Hasil penelitian menunjukkan hubungan signifikan terjadi pada Particulate Matter (PM)10 dan Particulate Matter (PM)2.5 (p < 0,05) dengan nilai odd ratio masing-masing 4,40 dan 3,24, sedangkan kepadatan hunian rumah, kepadatan hunian kamar, ventilasi rumah, lubang penghawaan dapur, adanya perokok dalam rumah, penggunaan obat nyamuk bakar, Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2) dan carbon monoksida (CO) tidak menunjukkan hubungan signifikan (p > 0,05) dengan pneumonia. Faktor dominan yang menyebabkan pneumonia pada balita adalah PM10 (p= 0,036) dengan nilai OR 4,09 setelah dikontrol dengan PM2,5 (p=0,142; OR 2,78), jumlah kuman (p= 0,004; OR 0,17) dan ventilasi rumah (p= 0,395; OR 0,58).
2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>