Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuris Yurisprudentia
"ABSTRAK
Skripsi ini mencari jawaban mengenai kriteria apa yang digunakan oleh Mahkamah Agung dalam menerapkan ketentuan Pasal 51 KUHP tentang melaksanakan perintah jabatan sebagai alasan penghapus pidana, pada Putusan No. 572 K/Pid/2003 tentang kasus korupsi dana non-budgeter bulog Akbar Tandjung. Kriteria dalam putusan tersebut selanjutnya akan dijadikan tolok ukur untuk menguji konsistensi Mahkamah Agung dalam menerapkan ketentuan Pasal 51 KUHP terhadap lima putusan lain yang sejenis. Metodologi penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer serta sekunder, melalui alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan. Dari hasil penelitian dan kajian disimpulkan bahwa dalam Putusan No. 572 K/Pid/2003, Mahkamah Agung menggunakan dua kriteria untuk menerapkan Pasal 51 KUHP, yaitu ldquo;perintah harus diberikan berdasarkan suatu jabatan kepada bawahan dalam hubungan kerja yang bersifat hukum publik rdquo;; dan ldquo;perintah harus merupakan perintah jabatan yang diberikan oleh kekuasaan yang berwenang rdquo;. Akan tetapi dua kriteria tersebut tidak selalu konsisten diterapkan oleh Mahkamah Agung dalam lima putusan lainnya, padahal konsistensi Mahkamah Agung dalam menerapkan Pasal 51 KUHP akan memudahkan dalam penerapan hukum dan dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat.

ABSTRACT
This thesis seeking the answer of the criteria that being used by the Supreme Court of Indonesia, when applying the article 51 of criminal code about execution of an official order as an exclusion of criminal punishment in corruption case of Bulog Non Budgeter Fund by Akbar Tandjung Case No 572 K Pid 2003 . The criteria will be used to examine the consistency of Indonesian Supreme Court when applying the article 51 of criminal code in another five 5 similar corruption cases. The methodology that being used in this thesis is juridical normative with secondary data that consist of primary and secondary law material and using literature review as the data collection instrument. The conclusion of this thesis are the Indonesian Supreme Court uses two criteria when applying the article 51 of criminal code in Akbar Tandjung case. The first criteria is the order must be given based on an ldquo office rdquo which there is a public legal relation between the order giver and receiver, and the second criteria is the order must be given by an official office. In the end, the Supreme Court rsquo s not always consistent in using this two criterias in another five case whereas the consistency of Indonesian Supreme Court when applying the article 51 of penal code will simplify the application of the law and fulfil the justness of the people."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lady Arianita
"Perintah Jabatan merupakan salah satu bentuk dari dasar penghapus pidana. Hal ini termuat dalam Pasal 51 KUHP. Unsur yang menarik dalam Pasal 51 KUHP adalah mengenai ambtenaar pejabat/pegawai negeri yang hal ini tidak terdapat penjelasannya, dalam KUHP hanya terdapat perluasan maknanya saja. Hubungan Atasan dan Bawahan yang tercantum dalam Pasal 51 KUHP merupakan suatu hubungan yang bersifat publik. Namun, pada penerapannya Hakim dalam pertimbangannya menerapkan Pasal 51 KUHP bukan hanya pada orang-orang yang termasuk dalam pengertian ambtenaar yang diperluas oleh KUHP, melainkan hingga sektor swasta. Hal ini menunjukan bahwa pada penerapannya Pasal 51 KUHP sudah berkembang. Perkembangan ini dibuktikan dengan berbagai macam putusan yang terlihat bahwa Pasal 51 KUHP digunakan karena pada zaman sekarang hal tersebut sangat dibutuhkan terlebih apabila seseorang Bawahan melakukan sesuatu Tindak Pidana atas perintah dari Atasan. Selain itu perkembangan ini juga sangat erat hubungannya dengan perkembangan ajaran penyertaan. Akan tetapi bukan berarti setiap perintah yang diberikan oleh Atasan merupakan suatu perintah yang akan menghapuskan pidana, tetap ada batasan mengenai perintah tersebut untuk dipertanggungjawabkan. Demikian, perkembangan Pasal 51 KUHP bukan hanya untuk menghapuskan pidana seseorang melainkan tetap melihat batasan mengenai hal yang diperintahkan dari Atasan kepada Bawahan.
The order of an official is one of the basic forms of the abolition of a criminal sanction. It rsquo s written in article 51 of the criminal code. An interesting aspect about article 51 is about meaning of ambtenaar official civil servants , which hasn rsquo t explained. In the criminal code, there rsquo s only an expansion of its meaning. Relationship between a superior and their subordinate, which is written in article 51 of the criminal code, is only regulated in public relationship. However, Judges implement article 51 of criminal code in their decision not only to people who are included in the expansion of ambtenaar in the criminal code, but to the private sector too. This situation shows that the implementation of article 51 of the criminal code have developed. This development is evidenced by the wide variety of decisions, which article 51 of the criminal code has been using. Because nowadays, it is very necessary, especially when someone does a crime on orders from their superior. Furthermore, this development is closely related with the development of participation. But this doesn rsquo t mean that every order from the superior is a reason to eliminate criminal sanctions, since there are limits regarding the order that makes the subordinate accountable for their actions. So, the development on article 51 of the criminal code is not just to erase criminal sanctions for a subordinate undertaking orders from their superior, but it also has to be within the limits set by the superior to the subordinate. "
2017
S66362
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library