Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Ariefiansyah
"Pendahuluan: Hipotensi merupakan komplikasi yang masih sering terjadi pada anestesia umum. Angka kejadian hipotensi pascainduksi sampai dengan saat ini masih tergolong tinggi. Hipotensi intraoperatif terkait dengan mortalitas dan morbiditas pascaoperasi. Tindakan responsif yang dilakukan seorang anestesiologis saat terjadi hipotensi pascainduksi adalah dengan pemberian loading cairan infus. Seiring dengan perkembangan pengetahuan dan penelitian saat ini mengenai bahaya fluid overload, maka diperlukan alternatif lain dalam pencegahan hipotensi pascainduksi. Alternatif yang banyak dibahas adalah passive leg raising. Namun sampai saat ini, passive leg raising masih banyak dikaitkan dengan penilaian fluid responsiveness. Hingga saat ini belum terdapat penelitian yang membandingkan passive leg raising sebelum induksi terhadap fluid challenge test sebelum induksi untuk memperbaiki angka kejadian hipotensi pascainduksi. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan passive leg raising terhadap fluid challenge test yang dilakukan sebelum induksi dalam memperbaiki angka kejadian hipotensi pascainduksi.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian uji klinis acak, non inferiority dengan melibatkan 178 pasien yang akan menjalani anestesia umum pada pembedahan elektif. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok secara acak yaitu kelompok passive leg raising dan fluid challenge test. Pada masing-masing kelompok, intervensi dilakukan selama 10 menit. Pada kelompok passive leg raising, tidak ada cairan infus yang diberikan sejak awal penerimaan hingga sebelum insisi. Sedangkan untuk kelompok fluid challenge test, setelah pemberian cairan sejumlah 5 ml/kg berat badan selesai, tidak ada cairan infus yang diberikan sampai dengan sebelum insisi. Pencatatan data tekanan darah sistolik, mean arterial pressure (MAP), dan indeks perfusi dilakukan sejak subjek memasuki kamar operasi, pascaintervensi, setelah pemberian agen anestesia, sebelum intubasi, pascaintubasi, dan sebelum insisi. Definisi hipotensi pascainduksi pada penelitian ini adalah MAP < 65 mmHg atau pada pasien dengan hipertensi terjadi penurunan MAP > 20% baseline sebelum dilakukan intubasi.
Hasil: Angka kejadian hipotensi pascainduksi pada penelitian ini adalah sebesar 27,5%. Tidak didapatkan perbedaan proporsi yang bermakna angka kejadian hipotensi pascainduksi antara kelompok passive leg raising dan fluid challenge test (p = 0,314) dengan OR (IK 95%) 0,750 (0,462-1,216)
Simpulan:Passive leg raising tidak lebih inferior dibandingkan fluid challenge test dalam memperbaiki angka kejadian hipotensi pascainduksi.

Introduction: Hypotension remains a common complication in general anesthesia, with a persistently high incidence of post-induction hypotension. Intraoperative hypotension is associated with increased postoperative morbidity and mortality. The immediate response of anesthesiologists to post-induction hypotension typically involves administering intravenous fluid loading. However, growing awareness of the risks of fluid overload has highlighted the need for alternative approaches to prevent post-induction hypotension. One frequently discussed alternative is passive leg raising (PLR), which has been widely associated with assessing fluid responsiveness. To date, no studies have compared PLR before induction with a fluid challenge test prior to induction in reducing the incidence of post-induction hypotension. This study aims to compare the efficacy of PLR and fluid challenge tests conducted pre-induction in mitigating post-induction hypotension.
Methods: This randomized, non-inferiority clinical trial involved 178 patients scheduled for elective surgery under general anesthesia. Participants were randomly allocated into two groups: the passive leg raising group and the fluid challenge test group. Each intervention lasted 10 minutes. In the passive leg raising group, no intravenous fluid was administered from admission until incision. In the fluid challenge test group, after administration of 5 ml/kg body weight of intravenous fluid, no further fluid was given until incision. Data on systolic blood pressure, mean arterial pressure (MAP), and perfusion index were recorded upon entry into the operating room, post-intervention, after anesthetic agent administration, before intubation, post- intubation, and before incision. Post-induction hypotension was defined as MAP < 65 mmHg or a >20% reduction from baseline MAP in hypertensive patients prior to intubation.
Results: The incidence of post-induction hypotension in this study was 27.5%. There was no significant difference in the proportion of post-induction hypotension between the passive leg raising group and the fluid challenge test group (p = 0.314), with an odds ratio (95% confidence interval) of 0.750 (0.462–1.216).
Conclusion: Passive leg raising is not inferior to the fluid challenge test in reducing the incidence of post-induction hypotension.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ariefiansyah
"Pendahuluan: Hipotensi merupakan komplikasi yang masih sering terjadi pada anestesia umum. Angka kejadian hipotensi pascainduksi sampai dengan saat ini masih tergolong tinggi. Hipotensi intraoperatif terkait dengan mortalitas dan morbiditas pascaoperasi. Tindakan responsif yang dilakukan seorang anestesiologis saat terjadi hipotensi pascainduksi adalah dengan pemberian loading cairan infus. Seiring dengan perkembangan pengetahuan dan penelitian saat ini mengenai bahaya fluid overload, maka diperlukan alternatif lain dalam pencegahan hipotensi pascainduksi. Alternatif yang banyak dibahas adalah passive leg raising. Namun sampai saat ini, passive leg raising masih banyak dikaitkan dengan penilaian fluid responsiveness. Hingga saat ini belum terdapat penelitian yang membandingkan passive leg raising sebelum induksi terhadap fluid challenge test sebelum induksi untuk memperbaiki angka kejadian hipotensi pascainduksi. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan passive leg raising terhadap fluid challenge test yang dilakukan sebelum induksi dalam memperbaiki angka kejadian hipotensi pascainduksi.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian uji klinis acak, non inferiority dengan melibatkan 178 pasien yang akan menjalani anestesia umum pada pembedahan elektif. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok secara acak yaitu kelompok passive leg raising dan fluid challenge test. Pada masing-masing kelompok, intervensi dilakukan selama 10 menit. Pada kelompok passive leg raising, tidak ada cairan infus yang diberikan sejak awal penerimaan hingga sebelum insisi. Sedangkan untuk kelompok fluid challenge test, setelah pemberian cairan sejumlah 5 ml/kg berat badan selesai, tidak ada cairan infus yang diberikan sampai dengan sebelum insisi. Pencatatan data tekanan darah sistolik, mean arterial pressure (MAP), dan indeks perfusi dilakukan sejak subjek memasuki kamar operasi, pascaintervensi, setelah pemberian agen anestesia, sebelum intubasi, pascaintubasi, dan sebelum insisi. Definisi hipotensi pascainduksi pada penelitian ini adalah MAP < 65 mmHg atau pada pasien dengan hipertensi terjadi penurunan MAP > 20% baseline sebelum dilakukan intubasi.
Hasil: Angka kejadian hipotensi pascainduksi pada penelitian ini adalah sebesar 27,5%. Tidak didapatkan perbedaan proporsi yang bermakna angka kejadian hipotensi pascainduksi antara kelompok passive leg raising dan fluid challenge test (p = 0,314) dengan OR (IK 95%) 0,750 (0,462-1,216)
Simpulan:Passive leg raising tidak lebih inferior dibandingkan fluid challenge test dalam memperbaiki angka kejadian hipotensi pascainduksi.

Introduction: Hypotension remains a common complication in general anesthesia, with a persistently high incidence of post-induction hypotension. Intraoperative hypotension is associated with increased postoperative morbidity and mortality. The immediate response of anesthesiologists to post-induction hypotension typically involves administering intravenous fluid loading. However, growing awareness of the risks of fluid overload has highlighted the need for alternative approaches to prevent post-induction hypotension. One frequently discussed alternative is passive leg raising (PLR), which has been widely associated with assessing fluid responsiveness. To date, no studies have compared PLR before induction with a fluid challenge test prior to induction in reducing the incidence of post-induction hypotension. This study aims to compare the efficacy of PLR and fluid challenge tests conducted pre-induction in mitigating post-induction hypotension.
Methods: This randomized, non-inferiority clinical trial involved 178 patients scheduled for elective surgery under general anesthesia. Participants were randomly allocated into two groups: the passive leg raising group and the fluid challenge test group. Each intervention lasted 10 minutes. In the passive leg raising group, no intravenous fluid was administered from admission until incision. In the fluid challenge test group, after administration of 5 ml/kg body weight of intravenous fluid, no further fluid was given until incision. Data on systolic blood pressure, mean arterial pressure (MAP), and perfusion index were recorded upon entry into the operating room, post-intervention, after anesthetic agent administration, before intubation, post- intubation, and before incision. Post-induction hypotension was defined as MAP < 65 mmHg or a >20% reduction from baseline MAP in hypertensive patients prior to intubation.
Results: The incidence of post-induction hypotension in this study was 27.5%. There was no significant difference in the proportion of post-induction hypotension between the passive leg raising group and the fluid challenge test group (p = 0.314), with an odds ratio (95% confidence interval) of 0.750 (0.462–1.216).
Conclusion: Passive leg raising is not inferior to the fluid challenge test in reducing the incidence of post-induction hypotension.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syafa’atun Mirzanah
"Praktek klinik residensi keperawatan medikal bedah kekhususan ginjal urologi memberikan bekal kemampuan pemberi asuhan keperawatan secara langsung, clinical case manager, penerapan evidence-based nursing, dan penerapan inovasi. Asuhan keperawatan diberikan dengan pendekatan Teori 14 kebutuhan dasar Virginia Henderson pada kasus utama Unilateral non-functioning kidney dan 30 kasus resume. Pengelolaan nyeri akut dan manajemen kesehatan ginjal menjadi fokus pada kasus utama. Peran sebagai clinical case manager tampak pada pengelolaan kasus resume. Masalah kelebihan cairan menjadi masalah keperawatan yang paling banyak diangkat pada kasus resume. Intervensi yang diberikan berfokus pada manajemen cairan dan pemberian konseling untuk pembatasan cairan dan konsumsi garam. Peran sebagai peneliti tampak dalam literature review evidence-based nursing. Hasil literature review menunjukkan bahwa passive leg raising bermakna (p<0,05). Peran sebagai inovator dan kepemimpinan tampak pada pelaksanaan proyek inovasi. Proyek inovasi berupa buku harian HD meningkatkan proporsi Interdialytic weight gain baik (<2,5 kg) sebesar 14,8% di akhir penerapan inovasi.

Clinical practice phase of medical surgical nursing specialist in nephrology gives basic skill in delivering nursing care, clinical case manager, implementing evidence-based nursing, and innovation project. We used 14 basic needs Virginia Henderson theory towards one main case-study and thirty resume case. In the main case-study, the focus is managing acute pain post-operatively and preserve the remain kidney. The role as clinical case manager was gained from managing 30 resume cases. Excess fluid volume is the most prevalent problem across resume cases. The intervention then focused on fluid management and counselling about fluid and sodium intake. The role as researcher was gained from evidence-based nursing project. The literature review showed that passive leg raising could increase blood pressure among intradialytic hypotension case. Passive leg raising showed significant results (p<0,05). The innovation project gave experience as innovator and leadership. The implementation of HD diary book showed improvement of the proportion of good Interdialytic weight gain (<2.5 kg) 14.8% at the end of observation."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library