Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosalia Mita Ayu Ramadhan
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasikan dan mengamati karakteristik dari hidrogel yang terbuat dari nanoemulsi ekstrak manggis. Sifat hidrofobik dari bioaktif yang terkandung dalam manggis, yaitu alfa-mangostin, membuatnya tidak cocok untuk diformulasikan langsung menjadi gel. Maka, bioaktif ini diformulasikan menjadi nanoemulsi terlebih dahulu. Kemudian, nanoemulsi O/W yang stabil digabungkan dengan gel base; atau disebut juga dengan hidrogel, yang diperoleh dengan melarutkan xanthan gum ke dalam air, membentuk nanoemulgel. Nanoemulgel diketahui memiliki sifat yang lebih baik dalam aplikasi kulit, penetrasi, dan stabilitas; dan dikonfirmasi melalui penelitian ini. Formulasi nanoemulgel yang mengandung xanthan gum, nanoemulsion, dan phenoxyethanol didapati memiliki warna putih susu, homogen, dan stabil pada kondisi akselerasi; 5 jam sentrifugasi pada 3750 rpm dan siklus suhu pada -10?C dan 25?C, yang setara dengan stabilitas selama satu tahun. Nanoemulgel terbukti memiliki sifat penetrasi ke dalam kulit yang lebih baik dibandingkan dengan nanoemulsi. Dari 3 formulasi, formulasi 1 dengan jumlah xanthan gum yang paling sedikit 1.0 w/w memiliki kemampuan penetrasi yang lebih baik. Aktivitas antibakteri dan antioksidan dari formulasi juga di evaluasi.
ABSTRACT
The objective of this study is to formulate and characterize hydrogel of mangosteen extract nanoemulsion. The hydrophobic nature of the bioactive, namely alpha mangostin, make it unable to be directly formulated into a gel. Thus, it was first formulated into nanoemulsion. This stable O W nanoemulsion was then incorporated with the gel base, which was obtained by dissolving xanthan gum into water, to form a nanoemulgel. Nanomulgel claims to provide better skin application property, penetration, and stability, and was confirmed through this study. The gel formulations containing xanthan gum, nanoemulsion, and phenoxyethanol were white, homogeneous and stable under accelerated conditions 5 hours of centrifugation at 3750 rpm and temperature cycling at 10 C and 25 C, which equals to 1 year stability. Better skin penetration was attained from nanoemulgel formulations compared to nanoemulsion. Out of the three, formulation 1 with the least amount of xanthan gum 1.0 w w , has better penetration ability. Antibacterial and antioxidant activity of the formulation was also evaluated.
2017
S66052
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzi Dewantara
Abstrak :
Hidrogel semi-IPN kitosan-metil selulosa digunakan sebagai sediaan mengapung untuk obat amoksisilin trihidrat. Sebagai pembuat daya apung digunakan agen pembentuk pori APP CaCO3, serta sebagai penyusun matriks digunakan biopolimer kitosan dan metil selulosa, dengan glutaraldehida sebagai agen pengikat silang. Obat amoksisilin trihidrat dijerat ke dalam matriks hidrogel menggunakan dua metode in situ loading dan post loading untuk selanjutnya dilakukan uji efisiensi penjeratan serta disolusi obat dari kedua metode tersebut, dan didapatkan nilai efisiensi sebesar 71 untuk metode post loading, sedangkan untuk in situ loading nilainya sebesar 100 . Uji disolusi dilakukan dalam waktu 180 menit dan didapatkan nilai akumulasi persentase disolusi obat pada metode post loading sebesar 72 dan pada metode in situ loading sebesar 96 . Nilai yang didapat dari uji disolusi selanjutnya digunakan untuk menganalisa mekanisme pelepasan obat amoksisilin trihidrat dari matriks hidrogel. Sebagai parameter, digunakan 4 model kinetika pelepasan obat, yaitu orde nol, orde satu, Higuchi, dan Korsmeyer-Peppas. Kedua metode penjeratan obat memiliki mekanisme pelepasan obat yang sama yaitu model kinetika Higuchi dimana proses pelepasan obat dari matriks hidrogel hanya melewati proses difusi. Degradasi dari matriks terjadi akibat larutan asam yang dijadikan media untuk disolusi obat dan tingkat degradasinya dilihat menggunakan mikroskop optik, namun hal tersebut tidak berpengaruh kepada mekanisme pelepasan obat secara langsung. Adanya CaCO3 sebagai agen pembentuk pori membuat proses pelepasan obat lebih mudah menggunakan teknik difusi daripada degradasi. Agen pembentuk pori juga menyebabkan pori didalam matriks hidrogel saling terhubung dan membentuk interkoneksi yang cukup berpengaruh terhadap mekanisme pelepasan obat. Interkoneksi yang terjadi dilihat menggunakan Scanning Electron Microscope SEM , dan hasilnya jumlah dan luas dari interkoneksi yang terdapat di dalam matriks hidrogel bertambah seiring berlangsungnya proses disolusi.
Chitosan methyl cellulose semi IPN hydrogel is used as floating drug delivery system, and calcium carbonate also added as pore forming agent. The hydrogel network arranged by not only using biopolymer chitosan and methyl cellulose, but also the crosslinker agent that is glutaraldehide, which will create bond with chitosan. Amoxicillin trihydrate entrapped into the polymer network with two different method, in situ loading and post loading. Furthermore both method has been tested for drug entrapment efficiency along with drug dissolution test, and the result for durg entrapment efficiency is in situ loading method has highest value of 100 , compared to post loading method which has value only 71 . Moreover, at the final time of drug dissolution test shows that in situ loading method has value of 96 for total accumulation of drug dissolution, mean while post loading method has 72 . The value of drug dissolution test from both method is used for analyzing drug dissolution mechanism of amoxicillin trihydrate from hydrogel network. For mechanism parameter, four kinetic models of drug dissolution mechanism is used, which are zero order, first order, Higuchi, and Korsmeyyer Peppas. Both drug entrapment method has same result for drug dissolution mechanism, that is Higuchi model kinetic which follow the Fickian rsquo s law for drug dissolution mechanism. The polymer network encounter destructive degradation causes by acid solution which used as dissolution medium, and the level of degradation is observed with optical microscope. However the result shows that degradation of the polymer network doesn rsquo t affect drug dissolution mechanism directly. Although the pore forming agent causes the pore inside the hydrogel network create interconnection and it was quite influential to drug dissolution mechanism. Interconnected pore is observed with Scanning Electron Microscope SEM and shows that the amount and area of interconnected pore inside the hydrogel network is increasing as drug dissolution goes on.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68757
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Adian, Author
Abstrak :
Penyakit tuberkulosis yang juga dikenal dengan TB adalah penyakit paru-paru akibat kuman bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menginfeksi paru juga dapat menginfeksi bagian lain dari tubuh pasien, salah satunya adalah jaringan tulang belakang, yang disebut dengan penyakit TB tulang belakang. Salah satu obat anti tuberkulosis adalah Isoniazid (INH), yang mempunyai tantangan terbesar pada kepatuhan pasien meminum obat selama terus-menerus dalam suatu waktu tertentu. Pada penelitian ini, digunakan tiga variasi berbeda untuk menentukan formulasi hidrogel bermuatan INH, yaitu persentase asam malat, loading INH, dan jumlah siklus freeze-thaw, dan perhitungan dilakukan dengan optimasi Response-Surface Methodology (RSM). Didapatkan hasil bahwa rilis INH dirilis maksimal dengan formulasi asam malat 10%, loading OAT sebanyak 5%, dan siklus freeze-thaw sebanyak 4 kali siklus. Formulasi rilis terkecil didapatkan dengan asam malat sebanyak 6%, loading OAT sebanyak 15%, dan siklus freeze-thaw sebanyak 2 kali siklus. Formulasi rilis maksimal dapat dicapai hingga 67%, dan formulasi rilis minimal dapat dicapai sebesar 46%. Variabel yang paling signifikan diantara variabel lainnya adalah loading INH didalam matriks hidrogel. Matriks ini diharapkan dapat menjadi solusi rilis berkelanjutan bioimplant untuk penyakit TB tulang belakang.
Tuberculosis, also known as TB, is a lung disease caused by the bacterium Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis bacteria that infected the lungs can also infect other parts of the patient's body, one of which is spinal tissue, which is called spondilitis tuberculosis. One of the anti-tuberculosis drugs is Isoniazid (INH), which has the biggest challenge to the patient's compliance with taking medication continuously for a certain time. In this study, three different variations were used to determine the hydrogel formulation containing INH, namely the percentage of malic acid, INH loading, and the number of freeze-thaw cycles, where the calculation was done by Response-Surface Methodology (RSM). The results showed that the release of INH was released to the maximum with the formulation of malic acid 10%, OAT loading by 5%, and the freeze-thaw cycle by 4 times. The smallest release formulation was obtained with 6% malic acid, 15% OAT loading, and the freeze-thaw cycle by 2 times. The maximum release formulation can be achieved up to 67%, and the minimum release formulation can be achieved at 46%. The most significant variable among other variables is INH loading in the hydrogel matrix. This matrix is hoped to be a sustainable bioimplant release solution for spinal TB disease.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Salsabila Veristya
Abstrak :
Hipertensi disebut sebagai ‘silent killer’ karena dapat menyebabkan stroke dan serangan jantung. Untuk mengatasinya, digunakan antagonis kalsium seperti nifedipin untuk menurunkan tekanan darah. Nifedipin mempunyai bioavailabilitas yang rendah dan waktu paruh yang cukup singkat sehingga perlu dilakukan konsumsi berulang. Namun, konsumsi berulang dapat menimbulkan fluktuasi konsentrasi obat dalam tubuh yang dapat meningkatkan risiko terjadinya efek samping. Maka dari itu, diperlukan sistem controlled drug delivery (CDD) untuk menjaga konsentrasi obat dalam kadar terapeutik. Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan mikrokapsul nifedipin menggunakan polipaduan poli(D,L-asam laktat) (PDLLA) dan poli(etilena glikol) (PEG) dengan metode penguapan pelarut dengan tipe emulsi o/w. Pengaruh variasi komposisi massa polipaduan dan berat molekul PEG terhadap efisiensi enkapsulasi dan profil pelepasan obat diselidiki. Mikrokapsul dibuat dengan variasi komposisi massa polipaduan PDLLA:PEG sebesar 10:0, 9:1, 8:2, dan 7:3 (%w/w) serta menggunakan PEG dengan berat molekul 600, 4.000, dan 35.000 Da. Semua mikrokapsul yang dihasilkan berbentuk spheris. Mikrokapsul dengan komposisi polipaduan PDLLA:PEG 600 9:1 (%w/w) mempunyai pelepasan obat yang paling baik, yaitu sebesar 43,2% dengan efisiensi enkapsulasi sebesar 91,959%. Pemilihan komposisi massa polipaduan PDLLA/PEG dan berat molekul PEG yang optimum merupakan faktor penting bagi penjerapan dan pelepasan berkelanjutan obat. Kata Kunci: nifedipin, mikrokapsul, efisiensi enkapsulasi, pelepasan obat, PDLLA, PEG ......Hypertension is often referred to as the ‘silent killer’ because it can cause and heart attack. Calcium antagonists like nifedipine can be used to lower blood pressure. Nifedipine has low bioavailability and short biological half-life, it needs to be consumed repeatedly. However, repeated consumption induces fluctuations in plasma drug concentration that can increase the risk of side effects. Therefore, the controlled drug delivery (CDD) system is needed to keep drug concentration at therapeutic level. In this study, nifedipine microcapsules was prepared using poly(D,L-lactic acid) (PDLLA) and poly(ethylene glycol) (PEG) polyblend using solvent evaporation method with o/w emulsion. The effect of the mass composition of the polyblend and molecular weight of PEG on the encapsulation efficiency and release profiles was investigated. Microcapsules were prepared with the mass composition of the PDLLA:PEG polyblend of 10:0, 9:1, 8:2, and 7:3 (%w/w) using PEG with molecular weight of 600, 4.000, and 35.000 Da. All microcapsules have spherical morphology. Microcapsule with PDLLA:PEG 600 9:1 (%w/w) composition had the best drug release (43,2%) with an encapsulation efficiency of 91,959%. The selection of the optimum mass composition of PDLLA/PEG polyblend and molecular weight of PEG is an important factor for the entrapment and sustained-release for the delivery of drugs.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Normalita Setiani
Abstrak :
Eksipien koproses adalah kombinasi dua atau lebih eksipien yang memiliki keuntungan kinerja yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan campuran fisik biasa. Pada penelitian ini, eksipien koproses dibuat dengan mengkombinasikan pragelatinisasi pati singkong (PPS) dan natrium karboksimetilselulosa (Na CMC) dengan rasio 2:1, 3:1 dan 4:1 kemudian dikarakterisasi secara fisik, fungsional dan kimia. Setelah itu, eksipien koproses 2:1 akan dibuat sebagai matriks hidrofilik pada sediaan mikrosfer yang mengandung natrium diklofenak sebagai model obat dengan metode semprot kering. Mikrosfer tersebut kemudian dikarakterisasi meliputi morfologi, perolehan kembali, kadar air, distribusi ukuran partikel, daya mengembang, efisiensi penjerapan, dan pelepasan obat secara in vitro pada dapar fosfat pH 7,2. Karakterisasi eksipien koproses secara fisik menunjukkan bahwa eksipien koproses 2:1, 3:1 dan 4:1 memiliki warna putih sampai putih agak kuning, bentuk permukaan yang tidak beraturan, distribusi ukuran partikel berkisar antara 63- 179 µm, suhu leleh antara 71,7-73,9ºC; kadar air 10,1 -10,6%; karakterisasi secara fungsional memiliki kekuatan gel antara 59-109,84 g/cm2 , viskositas antara 1180 880000 cps; dan karakterisasi secara kimia menunjukkan tidak terjadi perubahan gugus fungsi. Mikrosfer yang dihasilkan memiliki bentuk sferis agak cekung dengan diameter ukuran partikel berkisar antara 3-60 µm, kadar air 5,45-5,84%, efisiensi penjerapan berkisar antara 115-120,54% dan persentase daya mengembang 506-1170 sedangkan perolehan kembali semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi eksipien koproses. Kumulatif pelepasan obat secara in vitro pada formula I adalah 86,54% sedangkan pada formula II 80,27%. Meningkatnya konsentrasi eksipien koproses dalam formula dapat menurunkan persen kumulatif pelepasan obat dari mikrosfer.
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, ], 2010
S33115
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Cindy Pratiwi
Abstrak :
Mikrosfer merupakan salah satu bentuk sediaan untuk pelepasan terkendali. Pelepasan obat di dalam tubuh dari bentuk sediaannya dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan pH dan enzim dalam saluran cerna. Pada penelitian ini, diuji efek enzim-enzim proteolitik pada pelepasan obat dari mikrosfer alginat dengan dan tanpa penambahan polietilen glikol 6000. Alginat telah menjadi perhatian sebagai pembawa dalam penghantaran obat terkontrol. Mikrosfer kalsium alginat dibuat dengan menggunakan metode ionotropic gelation dengan penambahan polietilen glikol 6000. Adanya polietilen glikol dalam formulasi mikrosfer kalsium alginat diperkirakan dapat mempengaruhi stabilitas enzimatik mikrosfer. Evaluasi yang dilakukan adalah pemeriksaan bentuk dan morfologi mikrosfer, distribusi ukuran partikel, uji perolehan kembali proses, penetapan kadar air, uji kadar obat yang terjerap dalam mikrosfer dan uji pelepasan obat in vitro. Uji pelepasan obat dilakukan dalam medium simulasi cairan lambung (pH 1,4) dan simulasi cairan usus (pH 7,4) tanpa enzim atau dengan enzim yaitu pepsin dan tripsin. Hasil uji pelepasan obat menunjukkan bahwa pelepasan obat dari mikrosfer kalsium alginat meningkat dengan peningkatan polietilen glikol.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S32706
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Mikrosfer mukoadhesif merupakan salah satu bagian dari sistem penghantaran obat yang dapat mengendalikan pelepasan obat dan dapat memperlama waktu kontak sediaan pada membran absorpsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan mukoadhesif dari mikrosfer yang terbuat dari pragelatinisasi pati singkong suksinat (PPSS) dan kombinasinya dengan natrium alginat (Na-Alg) atau natrium karboksimetilselulosa (Na- CMC), serta kemampuannya dalam menahan pelepasan obat. Mikrosfer yang mengandung propranolol hidroklorida sebagai model obat dibuat dengan metode semprot kering dan dikarakterisasi meliputi morfologi, uji perolehan kembali, distribusi ukuran partikel, kadar air, kekuatan mukoadhesif, daya mengembang, efisiensi penjerapan dan pelepasan obat dalam medium klorida pH 1,2 dan fosfat pH 7,2. Mikrosfer yang terbuat dari PPSS 4% memberikan kekuatan mukoadhesif yang lebih besar dibandingkan dengan mikrosfer yang terbuat dari kombinasi PPSS dengan Na-Alg atau Na-CMC pada mukosa lambung dan usus tikus. Uji pelepasan obat secara in vitro menunjukkan mikrosfer PPSS dan kombinasinya dengan Na-Alg atau Na- CMC dapat berfungsi sebagai matriks hidrofilik dalam sediaan lepas terkendali.
Universitas Indonesia, 2009
S32716
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rainer Christian
Abstrak :
Sistem pelepasan obat terkendali adalah proses untuk menjaga konsentrasi senyawa aktif dari obat di dalam tubuh. Dosis dari obat dapat dilepaskan di antara batas toksik dan batas terapi, dan mengurangi efek samping dan kerusakan pada jaringan normal. Eksperimen mengenai pelepasan obat terkendali ini secara in vivo memakan waktu dan biaya. Karena itu, pemodelan diperlukan sebelum eksperimen dilakukan. Pemodelan yang dilakukan adalah pelepasan theophylline dengan meninjau pengaruh difusifitas dan ukuran dari obat tersebut. Theophylline memiliki jarak batas terapi dan toksik yang sempit, sehingga pelepasannya di dalam tubuh perlu di kontrol. Simulasi dilakukan dengan bantuan software COMSOL Multiphysics. Dari simulasi, didapatkan pada variasi D = 2 x 10-10 m2/s dan r = 0,007 m adalah variabel yang paling mendekati profil pelepasan yang diinginkan. Controlled drug release is a process to keep active substance concentration of drugs inside the body. Dosage from the drugs can be released between the toxic and therapeutic limit, and decrease the side effects and the damage on normal tissue. The experiment about drug release in vivo is time and money consuming. So, modeling is needed before the experiment is conducted. The modeling that is conducted is theophylline release with diffusivity and size of the drug as consideration. Theophylline has a narrow therapeutic and toxic limit, so the release in body should be controlled. Simulation is conducted using COMSOL Multiphysics software. From simulation, at the variation D = 2 x 10-10 m2/s and r = 0,007 m is the nearest desired release profile.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43389
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Nurleni
Abstrak :
ABSTRAK
Asam azelat secara klinis telah terbukti efektif sebagai anti jerawat dengan cara menghambat regulasi sintesis DNA dan RNA bakteri Propionibacterium acnes P.acnes sehingga dapat menurunkan produksi protein yang dibutuhkan bakteri untuk bertahan hidup. Akan tetapi, untuk mencapai efek terapi tersebut asam azelat memiliki keterbatasan dalam kemampuan penetrasi ke kelenjar sebasea di dermis kulit. Sehingga, untuk meningkatkan kemampuan penetrasi dapat dilakukan dengan diformulasikan asam azelat dalam bentuk vesikel etosom. Penelitian ini menggunakan metode hidrasi lapisan tipis untuk membuat suspensi etosom dengan berbagai variasi konsentrasi etanol yaitu 30 , 35 dan 40 . Etosom dengan konsentrasi etanol 35 memberikan hasil terbaik dengan efisiensi penjerapan EE sebesar 94,48 0,14 dan ukuran partikel terkecil 179,3 2,23 nm. Untuk profil pelepasan obat sediaan Krim Etosom KE lebih baik bila dibandingkan dengan Krim Non Etosom KNE sebesar 1334,074 g/cm-2 jam-1dan 491,032 g/cm-2 jam-1. Hal ini juga linier dengan profil kecepatan penetrasi, dimana KE lebih cepat berpenetrasi bila dibandingkan dengan KNE dan BK dengan nilai sebesar 14,24 m/hr, 3,90 m/hr dan 0,99 m/hr.
ABSTRACT
Clinical of azelaic acid to be effective as an anti acne to inhibiting the regulation of DNA and RNA synthesis for bacterial Propionibacterium acnes P.acnes to decreases protein production needed bacteria to survive. However, to achieve the therapeutic effect of azelaic acid has limited to penetrated the sebaceous glands in skin dermis. So, to enhance the penetration capability can be formulated azelaic acid in vesicles ethosom. This research uses thin layer hydration method to create ethosomal suspension with various ethanol concentration 30 , 35 and 40 . The ethosome with a 35 ethanol concentration gives the best results with an Entrapmen Efficiency EE of 94,48 0,14 and smallest particle size of 179,3 2,23 nm. For drug release profiles preparations of Cream Ethosome CE better when Cream Non Ethosome CNE as 1334,074 g cm 2.jam 1and 491,032 g cm 2 jam 1, and than to penetration speed profile CE penetrated to faster when compared with CNE and Base Cream BC as 14,24 m hr, 3,90 m hr and 0,99 m hr.
2018
T49696
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanessa Geraldine
Abstrak :
Teknologi pelepasan obat berkelanjutan diperlukan untuk pengobatan penyakit mata. Nanopartikel Poly Lactic Acid /Poly Lactic-co-Glycolic Acid digunakan untuk melapisi dexamethasone. Preparasi nanopartikel menggunakan metode penguapan pelarut. Polimer yang digunakan adalah PLA, PLGA 90:10, PLGA 50:50. Variasi modifikasi permukaan partikel dengan PVA, DDAB-1, PVA-DDAB-0.5, PVA-DDAB-1. Uji rilis dilakukan selama 48 hari T=45 C untuk mengetahui profil rilis nanopartikel. Nanopartikel dengan komposisi lactic acid lebih tinggi akan terdegradasi lebih lama. Untuk meningkatkan stabilitas nanopartikel di dalam vitreous, dilakukan modifikasi permukaan menggunakan surfaktan kationik DDAB didodecyldimethylammonium bromide. Pada uji rilis DDAB, diketahui bahwa setelah 6-12 hari, DDAB pada permukaan terilis sehingga ternyata tidak stabil pada permukaan.
Long term drug release technology is needed to treat ocular diseases. Poly Lactic Acid Poly Lactic co Glycolic Acid nanoparticles was used to encapsulate dexamethasone. Preparation of the nanoparticles used solvent evaporation method. The polymer used were PLA, PLGA 90 10, PLGA 50 50. Variation of surfactant were PVA, DDAB 1, PVA DDAB 0.5, PVA DDAB 1. Release was conducted for 48 days T 45 C . From dexamethasone release profile, nanoparticles with higher ratio of lactic acid degraded longer. To increase stability in the vitreous, cationic surfactant DDAB didodecyldimethylammonium bromide was added. From DDAB release profile, after 6 12 days, DDAB was released and proven to be unstable for surface modification.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67006
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>