Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pratiwi Eka Sari
Abstrak :
Indonesia dikenal sebagai negara mega biodiversity memiliki kekayaan spesies tanaman obat sehingga Indonesia menarik bagi peneliti asing yang ingin melakukan penelitian baik untuk kepentingan komersial maupun non-komersial. Sumber Daya Genetik Tanaman Obat Indonesia yang bernilai di pasaran Internasional, membuat Biopiracy berpotensi terjadi apabila perlindungan pelaksanaan akses dan pembagian keuntungan belum optimal sebagaimana amanah tujuan Protokol Nagoya mengenai pembagian yang adil dan seimbang dari setiap keuntungan yang dihasilkan dari pemanfaatan Sumber Daya Genetik. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai kendala, diantaranya: (i) perbedaaan konsep pandangan masyarakat lokal yang komunal berlawanan dengan konsep paten dalam rezim hak kekayaan intelektual yang bersifat individual; (ii) database tanaman obat dan pengetahuan tradisional yang belum terintegrasi dengan baik sebagai amanah Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan untuk diintegrasikan dalam Pendataan Kebudayaan Terpadu; (iii) mekanisme perizinan yang rumit; (iv) pembagian keuntungan yang belum maksimal karena terkendala rendahnya Bargaining Position peneliti Indonesia dalam kerjasama; (v) belum adanya standarisasi Material Transfer Agreement (MTA), Mutually agreed Terms (MAT), Prior Informed Consent (PIC); dan (vi) belum disahkannya beberapa aturan hukum yang mengatur mekanisme pendukung akses dan pembagian keuntungan sumber daya genetik yang hingga saat ini masih dalam proses harmonisasi juga membuat pelaksanaan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten belum dapat dilaksanakan secara maksimal.
Indonesia, known as a mega biodiversity country has rich species of medicinal plants. This makes Indonesia attractive to foreign researchers who want to conduct research for both commercial and non-commercial purposes. The commercial value of Indonesian medicinal genetic resources makes biopiracy potentially occur if the regulation of granting access and profit sharing is not optimal in carrying out safeguards as mandated of the Nagoya Protocol. This is caused by various obstacles, among others: (i) related to the differences in the concept of communal local community views, of course contrary to the Patent concept in the regime of individual Intellectual Property Rights; (ii) database related to medicinal plants and traditional knowledge that has not been well integrated as one of the mandates of law Promoting Culture; (iii) licensing mechanism to obtain complicated access; (iv) profit sharing that has not been maximized due to constrained low Indonesian Bargaining Position; (v) absence of Material Transfer Agreement standard, Mutually Agreed Terms, Prior Informed Consent; and (vi) several legal rules that regulate supporting mechanisms for Genetic Resources Access and Profit Sharing that are still in the process of harmonization also make the implementation of Article 26 Paragraph (3) of Law Number 13 of 2016 concerning Patents has not been fully implemented.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deny Hartati
Abstrak :
Pemanfaatan sumber daya genetik perikanan dan kelautan mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada saat dunia internasional mengalami krisis sumber daya alam perikanan akibat over penangkapan ikan di laut, perubahan iklim dan pencemaran, pemanfaatan sumber daya genetik perikanan dianggap suatu cara untuk melakukan konservasi sekaligus sumber alternatif pangan. Sejak tahun 1950 sampai sekarang hasil pemanfaatan sumber daya genetik perikanan dan kelautan telah menyumbangkan banyak hal untuk kehidupan manusia seperti obat-obatan, pangan alternatif dan kosmetik. Ancaman penurunan keanekaragaman hayati baik di laut maupun di darat semakin mendorong eksplorasi dan ekploitasi terhadap sumber daya genetik perikanan dan kelautan. Namun, pemanfaatan sumber daya genetik perikanan dan kelautan masih banyak dinikmati oleh negara-negara maju. Negara Selatan yang sebagian besar kaya akan sumber daya genetik perikanan dan kelautan seperti Indonesia, Brasil, Filipina dan negara lain hanya dapat menonton dari jauh perkembangan teknologi yang semakin maju tanpa dapat menikmati keuntungan sumber daya genetik yang telah dimanfaatkan oleh negara lain. Oleh karena itu tuntutan akan adanya akses dan pembagian keuntungan terhadap pemanfaatan sumber daya genetik menguat sejak KTT Bumi. Upaya ?upaya untuk mewujudkan pengaturan internasional mengenai akses dan pembagian keuntungan berhasil diperjuangkan dengan ditegaskannya CBD dan Protokol Nagoya. Namun demikian, pelaksanaan akses dan pembagian keuntungan terutama pada pemanfaatan sumber daya genetik perikanan dan kelautan masih menemui banyak kendala mulai dari perbedaan konsep, ruang lingkup, akses dan kepatuhan. Oleh karena itu selama UNCLOS belum mengatur sumber daya genetik secara tegas maka negara-negara pihak sebaiknya melakukan penyusunan akses dan pembagian keuntungan terutama dalam hal pemanfaatan sumber daya genetik.
The utilization of marine and fisheries genetic resources is enhanced in line with the development of science and technology. When the world facing international crisis on fisheries resources due to overfishing, climate change and pollution, the utilization of fisheries genetic resources is considered as a means for conservation and alternative source of food. Since 1950 to present, the utilization of marine and fisheries genetic resources have contributed to human life namely for medicines, alternative food and cosmetics. Threats on reduction of sea and land biodiversity encourages the exploration and exploitation of marine and fisheries genetic resources. Nevertheless, the utilization of marine and fisheries genetic resources is enjoyed only by developed countries. The South countries who are rich in marine and fisheries genetic resources namely Indonesia, Brazil, Philippines and others do not possess advanced technology nor enjoy benefit sharing from the utilization of marine and fisheries genetic resources by other countries. Therefore, claims on access and benefit sharing on the utilization of genetic resources have increased since the Earth Summit. Efforts to realize international regulations on access and benefit sharing successfully achieved and confirmed on CBD and Nagoya Protocol. Nevertheless, the implementation of access and benefit sharing notably on marine and fisheries genetic resources remain to encounter issues concerning the concept, scope, access, benefit sharing, and compliance. Therefore, since UNCLOS does not clearly regulate genetic resources, state party must develop regulation on access and benefit sharing particularly on the utilization of genetic resources.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31230
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bellatric Andini Putri
Abstrak :
Potensi pengetahuan tradisional Indonesia yang begitu besar dan beragam sering dieksploitasi oleh pihak asing tanpa adanya pembagian keuntungan sehingga merugikan bagi masyarakat adat atau lokal selaku pemegang pengetahuan tradisional tersebut. Adapun perlindungan terhadap pengetahuan tradisional, termasuk pengetahun tradisional terkait sumber daya genetik, di Indonesia diatur dalam rezim hak kekayaan intelektual, khususnya paten. Oleh karena itu, skripsi ini membahas mengenai analisis penerapan mekanisme benefit sharing dalam pemanfaatan pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengaturan hukum nasional dan internasional terkait dengan Pengetahuan Tradisional, bagaimana pengaturan perlindungan Pengetahuan Tradisional Terkait Sumber Daya Genetik melalui mekanisme benefit sharing, dan bagaimana penerapan mekanisme benefit sharing terhadap Pengetahuan Tradisional Terkait Sumber Daya Genetik di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan yuridis-normatif yang menggunakan data sekunder melalui studi dokumentasi dan data primer melalui wawancara. Adapun dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Pertama, paten atas suatu invensi yang didasarkan pada pengetahuan tradisional dapat dikabulkan apabila memenuhi beberapa persyaratan, yakni pengungkapan sumber asal invensi yang didasarkan atas pengetahuan tradisional (disclosure of origin), mendapatkan persetujuan atas dasar informasi dari pemegang pengetahuan tradisional, dan pembagian keuntungan yang adil dan merata bagi pemegang pengetahuan tradisional. Kedua, pembagian keuntungan yang adil dan merata bagi pemegang pengetahuan tradisional wajib dilakukan dengan menerapkan prinsip persetujuan atas dasar informasi awal (PADIA) dan menetapkan Kesepakatan Bersama. Ketiga, pengaturan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik dalam UU Paten belum efektif dilaksanakan. Maka, Pemerintah sebaiknya segera membuat peraturan perundang-undangan pelaksana dari ketentuan Pasal 26 UU Paten dan mulai menetapkan lembaga-lembaga yang tepat sesuai dengan fungsi yang diamanatkan dalam Protokol Nagoya. ......The huge and varied potential of Indonesian traditional knowledge is often exploited by foreigners without any benefit sharing, so that it is detrimental to the indigenous or local community as the holders of traditional knowledge. The protection of traditional knowledge, including traditional knowledge related to genetic resources, in Indonesia is regulated in an intellectual property rights regime, particularly patents. Therefore, this thesis discusses the analysis of the application of the benefit sharing mechanism in the utilazation of traditional knowledge related to genetic resources. The problems in this research are how to regulate national and international laws related to traditional knowledge, how to regulate protection of traditional knowledge related to genetic resources through benefit sharing mechanisms, and how to implement benefit sharing mechanisms for traditional knowledge related to genetic resources in Indonesia. This research is a descriptive study with juridicial-normative approach that uses secondary data through documentation studies and primary data through interviews. As for the results of the study it can be concluded that: First, a patent on an invention based on traditional knowledge can be granted fulfilling several requirements, namely disclosure of origin of the invention based on traditional knowledge, obtaining prior informed consent from the holder of traditional knowledge, and fair and equitable benefit sharing of traditional knowledge holders. Second, fair and equitable benefit sharing for holders of traditional knowledge must be carried out by applying the prior informed consent and established mutually agreed terms. Third, protection of traditional knowledge related to genetic resources in the Patent Law has not been effectively implemented. Therefore, the Government should immediately enact laws and regulations regulating the provisions of Article 26 of the Patent Law and begin to determine the appropriate institutions in accordance with the functions mandated by the Nagoya Protocol.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library