Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Sarah Nurul Azizah
"Dengan berkembang pesatnya kegiatan perdagangan yang bertambah banyak serta dengan rasio yang lebih besar, maka semakin banyak serta semakin rumit pula permasalahan terkait utang piutang yang muncul pada masyarakat. Sehingga dengan adanya permasalahan tersebut, perekonomian global membutuhkan aturan hukum kepailitan sebagai alat penyelesaian permasalahan utang piutang tersebut agar kreditor dapat memperoleh pembayaran secara adil dan seimbang. Pada dasarnya setiap keputusan perkara kepailitan dapat melahirkan akibat yang merugikan bagi para pelaku bisnis atau debitor, sehingga dengan adanya upaya penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dapat mencegah terjadinya akibat-akibat tersebut. Dengan terlaksananya PKPU, debitor dapat mengajukan rencana perdamaian dengan harapan debitor dapat membayar baik sebagian atau seluruh utangnya. Namun, terkait rencana perdamaian tersebut dapat dilakukan pembatalan sehingga dapat berakibat pailit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai pembatalan perdamaian PKPU tersebut serta menganalisis bagaimana penerapan hukum yang sesuai dengan apa yang diatur dalam UU KPKPU. Hal ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, tipologi penelitian deskriptif-analitis, dan menganalisis permasalahan dengan menggunakan teori serta konsep yang relevan. Terkait PKPU, diatur dalam Pasal 222 UU KPKPU dan terkait rencana perdamaian serta pembatalan atas rencana perdamaian tersebut diatur pada Pasal 144 UU KPKPU serta Pasal 291, Pasal 170, dan Pasal 171 UU KPKPU. Kemudian dalam kasus yang dianalisis, terdapat ketidaksesuaian antara penerapan hukum pembatalan perdamaian pada kasus perkara dan dengan yang dimuat dalam UU KPKPU. Hal tersebut dikarenakan tindakan lalai yang dilakukan debitor berbeda dengan tindakan lalai yang terdapat pada Pasal 1238 KUHPer. Sehingga didapati hasil bahwa terkait pengaturan mengenai PKPU dan pembatalan perdamaian dimuat dalam Pasal 222, Pasal 144, Pasal 291, Pasal 170, serta Pasal 171 UU KPKPU. Kemudian terkait permohonan pembatalan perdamaian yang diajukan oleh kreditor, tidak dapat dilakukan karena terdapat ketidaksesuaian penerapan hukum yang diatur pada Pasal 170 ayat (1) UU KPKPU yang merujuk pula pada Pasal 1238 KUHPer terkait tindakan lalai.
With the rapid development and increase of market activities and with a much greater ratio, the more complex the problems related to debts that arise in the society. And with these problems, the global economy requires a law of bankruptcy as a means of solving those debt problems so creditors can obtain payments in a fair and balanced manner. Every bankruptcy case may have detrimental consequences for both people in business or the debtors, therefore there is suspension of payment to prevent these consequences from occurring. With the implementation of the suspension of payment, the debtor can submit a conciliation with the hope that the debtor can pay either part or all of their debt. However, the conciliation can be canceled so it might result in bankruptcy. This research was conducted to find out about the arrangement regarding the cancellation of reconciliation of the suspension of payment and to analyze how the application of the law is in accordance with what is regulated in the KPKPU Law. This research is done by using normative juridical research, descriptive-analytical research typology, and analyzing problems using relevant theories and concepts. Regarding the suspension of payment, it is regulated in Article 222 of the KPKPU Law and regarding the conciliation and cancellation of reconciliation is regulated in Article 144 of the KPKPU Law and Article 291, Article 170, and Article 171 of the KPKPU Law. Then in the analyzed cases, there is a discrepancy between the application of the conciliation cancellation law in case and with what contained in the KPKPU Law. Then regarding the request for cancellation of reconciliation filed by the creditor, it cannot be carried out because of the discrepancy in the application of the law regulated in Article 170 paragraph (1) of KPKPU Law which also refers to Article 1238 of the Criminal Code regarding negligent acts."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Annisa Ikrama Adharani
"PKPU merupakan salah satu cara dalam menghindari Debitor dinyatakan pailit. Tujuan dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sendiri adalah untuk mencapai suatu Perdamaian antara Debitor dengan Kreditor yang apabila disetujui maka Perdamaian tersebut disahkan oleh Pengadilan Niaga. Namun, kepailitan tetap dapat mengikuti Debitor. Dalam UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran utang memberikan kesempatan untuk Perdamaian PKPU yang telah disahkan tersebut dibatalkan. Untuk itulah, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaturan mengenai pembuktian dari syarat dan akibat dari pembatalan perdamaian PKPU yang diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penulis dalam penelitian ini menggunakan penelitian normatif dengan studi kepustakaan. Dari penulisan ini diketahui bahwa yang dapat mengajukan permohonan dalam pembatalan perdamaian ini adalah Kreditor dengan syarat Debitor lalai dalam memenuhi isi perdamaian. Dalam membuktikan ini UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak memberikan ukuran sampai sejauh mana Debitor dikatakan lalai. Kemudian dengan dikabulkannya pembatalan perdamaian ini, maka Debitor dinyatakan pailit.
Suspension of Payments PKPU is one way to avoid the declared bankrupt Debtor. The purpose of The Suspension of Payments PKPU is to achieve a reconciliation between the Debtor and the Creditor, if approved, shall be endorsed by the Commercial Court. However, bankruptcy can still follow the Debtor. In UU No. 37 Tahun 2004 about Bankruptcy and Suspension of Payments PKPU provides an opportunity for Reconcilliation of Suspension of Payments PKPU that has been passed is canceled. For this reason, this study aims to explain the regulation on the provision of the terms and consequences of annulment on Suspension of Payments PKPU Reconciliation regulated in UU No. 37 Tahun 2004 about Bankruptcy and Suspension of Payments PKPU . The author in this study using normative research with literature study. From this writing it is known that who can apply in the cancellation of this peace is the Creditor on condition that the Debitor is negligent in fulfilling the contents of reconciliation. In proving this Law UU No. 37 Tahun 2004 about Bankruptcy and Suspension of Payments PKPU does not provide a measure of the extent to which the Debtor is said to be negligent. Then with the grant of this annulment on Suspension of Payments PKPU Reconciliation, the Debtor declared bankrupt."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Elaine Chairmandy Afla
"Skripsi ini mengangkat permasalahan mengenai amandemen yang terjadi terhadap perjanjian perdamaian yang telah berkekuatan hukum tetap akibat ketidakmampuan Debitor dalam memenuhi kewajibannya. Terdapat dua kasus amandemen perjanjian perdamaian yang dilakukan setelah homologasi dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang dianalisis secara menyeluruh. Kasus pertama yang dianalisis dalam skripsi ini adalah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PT Arpeni Ocean Lines Tbk yang terkandung dalam Putusan No. 1 PK/Pdt.Sus-Pailit/2020 jo. Putusan No. 718 K/Pdt.Sus-Pailit/2019 jo. Putusan No. 4/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. Dalam kasus tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan pembatalan perjanjian perdamaian yang diajukan karena adanya perubahan perjanjian perdamaian oleh debitur pasca-homologasi yang merugikan kreditur. Adapun perbedaan pendapat pada pemeriksaan di tingkat Kasasi di Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa perjanjian perdamaian tidak dapat diubah dengan alasan apapun. Kasus kedua yang dianalisis adalah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PT Berlian Laju Tanker Tbk yang termaktub dalam Putusan No. 146 PK/Pdt.Sus-Pailit/2016 jo. Putusan No. 817 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 jo Putusan No. 09/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2015/PN Niaga Jkt. Pst. Dalam kasus PT Berlian Laju Tanker Tbk, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyatakan bahwa perjanjian perdamaian wajib dilaksanakan sebagaimana telah disepakati para pihak pada saat homologasi. Dalam tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali, Mahkamah Agung tidak secara terang membenarkan perubahan pada perjanjian perdamaian pasca-homologasi, namun mengisyaratkan keabsahan dari perubahan yang dilakukan.
This thesis raises the issue regarding the amendments that occurred to a composition plan that is legally binding due to the inability of the Debtor to fulfill his obligations. There are two cases of amendments to a composition plan post homologation in Suspension of Debt Payment Obligations which are thoroughly analyzed. The first case analyzed is the Suspension of Debt Payment Obligations of PT Arpeni Ocean Lines Tbk which is contained under Putusan No. 1 PK/Pdt.Sus-Pailit/2020 jo. Putusan No. 718 K/Pdt.Sus-Pailit/2019 jo. Putusan No. 4/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. In this case, the Panel of Judges at the Central Jakarta Commercial Court rejected a request for the cancellation of a composition plan which was filed because there was an amendment to the composition plan by the debtor post-homologation which harms the creditor’s interest. There was a difference in view at the Cassation stage in the Supreme Court which stated that a composition plan cannot be amended for any reason. The second case analyzed is the Suspension of Debt Payment Obligations of PT Berlian Laju Tanker Tbk contained in Putusan No. 146 PK/Pdt.Sus-Pailit/2016 jo. Putusan No. 817 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 jo Putusan No. 09/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2015/PN Niaga Jkt. Pst. In the case of PT Berlian Laju Tanker Tbk, The Panel of Judges at the Central Jakarta Commercial Court stated that a composition plan must be conducted as was agreed by the parties during homologation. In the Cassation and Judicial Review stage, the Supreme Court did not expressly justify the amendment to the composition plan post homologation, but signals the validity of the amendment made."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Claudia Evatania
"Penundaan kewajiban pembayaran utang dapat dipilih oleh debitor atau kreditor sebagai jalan keluar penyelesaian permasalahan utang piutang. Setelah debitor dinyatakan berada dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang, debitor berhak mengajukan suatu rencana perdamaian yang berisi mekanisme pembayaran utang yang baru guna melunasi kewajibannya. Rencana perdamaian tersebut dapat disahkan oleh Pengadilan Niaga setelah disetujui. Setelah disahkan, perdamaian tersebut dapat dibatalkan dengan syarat bahwa debitor telah lalai dalam memenuhi isi perdamaian. Skripsi ini membahas bagaimana pengaturan syarat pembatalan perdamaian dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan proses pembuktian pembatalan perdamaian dalam forum penundaan kewajiban pembayaran utang PT Harmas Jalesveva. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian hukum yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa PT Harmas Jalesveva terbukti lalai dalam memenuhi perjanjian perdamaian karena tidak memperhatikan ketentuan undang-undang yang harus dipatuhinya sebagai developer apartemen dan tindakan kreditor yang menolak untuk menandatangani Berita Acara Serah Terima karena Sertifikat Laik Fungsi yang belum terbit dapat dibenarkan. Saran yang dapat diberikan adalah bahwa sebaiknya terdapat peraturan pelaksana yang dapat mengatur secara lebih lanjut mengenai kondisi-kondisi yang dapat menilai kelalaian debitor, PT Harmas Jalesveva harus mengatur secara rinci mengenai cara penyerahan unit apartemen dalam suatu surat resmi yang mengikat.
Suspension of debt payment could be chosen by debtor or creditor as a way to solve debt problems. After a debtor is in the condition of suspension of debt payment, a debtor has the right to propose a settlement proposal consisting of the new payment scheme to fulfill its obligations. The settlement proposal would be ratified by the Commercial Court after being approved. After the ratification, the settlement agreement could be cancelled on a condition of the debtor’s failure to implement the settlement agreement. This thesis discusses the regulation of cancellation of settlement agreement requirement in Law Number 37 Year 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Debt Payment and the proof of annulment of settlement agreement in suspension of debt payment forum PT Harmas Jalesveva. This research is conducted using a normative juridical legal research form and descriptive research typology. This research concludes that PT Harmas Jalesveva is proven failed in implementing the settlement agreement as a result of not implementing the regulation it has to obey as an apartment developer and the creditor’s act of rejecting to sign the Minutes of the Handover Meeting with the reason of Certificate of Worthiness (Sertifikat Laik Fungsi) that has not been published could be justified. The recommendations in this research are that there should be an implementing regulation which regulates the conditions to assess the debtor’s negligence and PT Harmas Jalesveva should regulate the details regarding the handover of the apartment unit in a form of a binding official letter."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library