Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gaung Aidaferti Zelina Ch.
"Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan penyempurnaan atas peraturan KPPU yang berkaitan dengan notifikasi transaksi penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan saham dan/atau aset perusahaan (merger dan akuisisi) melalui Peraturan KPPU No. 3 Tahun 2023 tentang Penilaian terhadap Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan Saham dan/atau Aset yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat yang diundangkan pada tanggal 31 Maret 2023. Peraturan tersebut utamanya memperkenalkan sistem penyampaian notifikasi secara elektronik, mengatur ketentuan penghitungan nilai aset/penjualan pada aset penjualan yang ada di Indonesia, percepatan masa pemeriksaan kelengkapan dokuman, dan pelaksanaan Sidang Majelis Komisi untuk hasil penilaian secara menyeluruh. Peraturan ini menimbulkan pertanyaan bagaimana jika ternyata transaksi yang dilakukan menciptakan posisi dominan karena investor asing menanamkan saham yang besar pada perusahaan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dikarenakan penelitian ini mencoba untuk mengkaji norma hukum yang terdapat dalam peraturan-peraturan perundangan yang berlaku terkait dengan notifikasi transaksi penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan saham dan/atau aset perusahaan yaitu Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat beserta peraturan turunannya. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan bahwa peran KPPU dalam melakukan pengawasan proses merger terhadap investor asing dalam kebijakan double nexus menimbulkan ketidakpastian yang diakibatkan Penerbitan Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2023 melalui pengecualian berbagai jenis transaksi dari persyaratan notifikasi, percepatan proses notifikasi untuk transaksi dengan dampak pasar yang terbatas, dan klarifikasi beberapa konsep yang sebelumnya menyebabkan ketidakpastian.
......The Indonesian Competition Commission (KPPU) has made improvements to KPPU regulations relating to notifications of transactions of mergers, consolidations, or acquisitions of company shares and/or assets through KPPU Regulation No. 3 of 2023 concerning Assessment of Mergers, Consolidations, or Acquisitions of Shares and/or Assets that can Result in Monopolistic Practices and/or Unfair Business Competition which was promulgated on March 31, 2023. This regulation primarily introduces an electronic notification delivery system, regulates provisions for calculating the value of assets/sales of assets sold in Indonesia, accelerates the period for checking the completeness of documents, and convenes a Commission Council Meeting for the overall assessment results. This regulation raises the question what if it turns out that the transactions carried out create a dominant position because foreign investors invest large amount of shares in the company. This study uses a normative juridical research method to examine the legal norms contained in the applicable laws and regulations related to notifications of transactions of mergers, consolidations, or acquisitions of company shares and/or assets, i.e., Law Number 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition and its derivative regulations. From the results of research that has been conducted, it can be concluded that the role of KPPU in supervising the merger process for foreign investors in the double nexus policy creates uncertainty resulting from the issuance of KPPU Regulation Number 3 of 2023 through the exclusion of various types of transactions from notification requirements, acceleration of the notification process for transactions with limited market impact, and clarification of several concepts that previously caused uncertainty."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Ayu Made Irenee Sarasvati
"Tulisan ini menganalisis bagaimana pentingnya penerapan mekanisme pemberitahuan (notifikasi) keadaan kahar pada praktik kontrak dewasa ini, khususnya terhadap kebijakan dan implementasinya di Indonesia dan Belanda. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Dalam hal prestasi tidak dapat dilaksanakan karena suatu peristiwa yang berada di luar kontrol debitur, maka debitur dapat mendalilkan keadaan kahar sebagai dasar untuk mengurangi atau membebaskan debitur dari tanggung jawab atas biaya, ganti rugi, maupun bunga terhadap tuntutan wanprestasi. Dalam praktiknya, selalu ada kemungkinan dimana debitur mendalilkan keadaan kahar atas itikad buruk, misalnya dengan menggunakan keadaan kahar sebagai alasan yang mengakibatkan tidak terlaksananya suatu prestasi padahal wanprestasi terjadi karena kelalaiannya sendiri, atau debitur yang tidak mematuhi persyaratan prosedural dalam kontrak seperti ketentuan untuk memberikan notifikasi tertulis atas keadaan kahar yang menimpanya segera setelah keadaan tersebut terjadi. Maka dari itu, demi memberikan perlindungan kepada kreditur dari tindakan-tindakan demikian, penting bagi Indonesia untuk memiliki kepastian hukum mengenai ketentuan mekanisme pemberitahuan/notifikasi keadaan kahar sebagai syarat prosedural debitur yang mendalilkan keadaan kahar, berikut dengan implikasi hukum apabila gagal melakukannya. Berbeda dengan Indonesia, Belanda sebagai negara pembanding telah mengenali pentingnya mekanisme ini dalam doktrin, praktik kontrak, serta per timbangan Hakim dalam kasus hukum konkret.
......This paper analyzes the importance of the application of force majeure notification mechanism in recent contract practices, especially on its policy and implementation in Indonesia and the Netherlands. This paper is prepared using doctrinal research method. In the event that the performance cannot be fulfilled due to an event that is beyond the debtor's control, the debtor can claim force majeure as a basis for reducing or relieving the debtor from liability for costs, damages, and interest on the default claim. In practice, there is always the possibility that the debtor may argue force majeure in bad faith, for example by using force majeure as an excuse that results in the non-performance of a performance when the default occurred due to his own negligence, or a debtor who does not comply with procedural requirements in the contract such as the provision to provide written notification of force majeure as soon as it occurs. Therefore, in order to provide protection to creditors from such actions, it is important for Indonesia to have legal certainty regarding the provisions of the force majeure notification mechanism as a procedural requirement for debtors who postulate force majeure, along with the legal implications of failing to do so. As opposed to Indonesia, the Netherlands as a comparative country has recognized the importance of this mechanism in doctrine, contractual practice, as well as the consideration of Judges in concrete legal cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library