Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tossy Adhahir Rukmana Rauf
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji ulang tentang otoritas publik milik pemerintah Indonesia yang mulai ditantang oleh otoritas privat aktor non-negara. Untuk mengkaji ulang mengenai hal tersebut, penulis akan melihat contoh kasus keterlibatan P.T. Pusaka Benjina Resources (P.T. PBR) dalam jejaring penangkapan ikan ilegal yang ada di Indonesia, melalui framework dari konsep otoritas privat, khususnya konsep illicit authority, serta konsep network analysis (analisis jejaring). Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah teknik process-tracing. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penelaahan tentang bagaimana aktor-aktor yang terlibat dalam jejaring penangkapan ikan ilegal ini dapat memanfaatkan jejaring yang mereka miliki untuk melanggengkan otoritas privat dan illicit authority mereka, dan pada akhirnya dapat menentang otoritas publik milik pemerintah Indonesia.

Penelitian ini sendiri berkesimpulan bahwa P.T. PBR dapat bersaing dengan otoritas publik pemerintah Indonesia, khususnya bersaing dalam sektor perikanan, karena P.T. PBR dapat memanfaatkan social capital serta material goods yang diperoleh dari keterlibatannya dalam jejaring penangkapan ikan ilegal. Lebih dari itu, P.T. PBR, sebagai aktor privat, dapat bersaing dengan otoritas publik pemerintah Indonesia, sebab pemerintah Indonesia itu sendiri kurang turut berperan menyediakan public goods, sehingga dapat menimbulkan capacity gaps dan functional holes, kemudian memunculkan suatu power-vacuum, yang dapat dimanfaatkan oleh aktor non-negara untuk meningkatkan otoritas privat miliknya.
ABSTRACT
This research reanalyze on the issue of the public authority of Indonesian governnment that is begin to be challenged by the private authority of non-state actors. To reanalyze on that issue, this research will and observe the case study of the involvement of P.T. Pusaka Benjina Resources (P.T. PBR) in the existing illegal fishing networks, through the framework of the concept of private authority, especially the concept of illicit authority, and also the concept of network analysis. The method that is used in this research is the process-tracing technique. This research aims to undertand how the actors that are involved in the illegal fishing networks could use the networks to preserve their private and illicit authority, and in the end could challenge the public authority of the Indonesian government

The research itself concludes that P.T. PBR could compete with the public authority of the Indonesian government, especially to compete in the sector of fisheries, because P.T PBR could use the social capitals and the material goods that is acquired from its involvement in the illegal fishing networks. Moreover, P.T. PBR, as a non-state actor, could compete with the public authority of the Indonesian government, because the Indonesian government itself is lack in its role to provide the public goods, so it could rises up the capacity gaps and functional holes, and turns up a power-vacuum, which the non-state actors could benefit from to improve their private authorities.
2016
S63365
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esa Thanico Maulana
Abstrak :
Transshipment adalah praktik umum yang dilakukan oleh individu dalam bisnis perikanan untuk meningkatkan efektivitas penangkapan ikan dan mengurangi biaya bahan bakar dan dapat dianggap sebagai praktik yang hemat biaya. Namun praktik ini menjadi bahan perdebatan karena mengarah pada Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing. Illegal Transshipment mengaburkan transparansi penangkapan ikan karena sulitnya melacak di mana dan bagaimana ikan ditangkap, dan dengan demikian menyebabkan kurangnya pengawasan dalam praktiknya. Indonesia dan Panama adalah dua dari banyak negara yang wilayahnya menjadi hotspot praktik transshipment. Hal ini karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas dan pusat perdagangan perikanan di Asia Tenggara. Di sisi lain, Panama merupakan salah satu pusat perdagangan di mana sebagian besar kargo dari atau ke Panama tiba di tujuannya melalui proses transshipment. Regulasi antara Indonesia dan Panama mengenai transhipment diatur melalui regulasi nasional masing-masing negara, serta regulasi dari organisasi internasional dan regional seperti Uni Eropa dan Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs). Melalui metode penelitian hukum normatif akan dianalisis bagaimana prosedur transshipment diatur menurut hukum Indonesia dan Panama, beserta persamaan dan perbedaannya. Penelitian ini juga menjelaskan keterkaitan antara praktik Illegal Transshipment dengan IUU Fishing. Penelitian ini kemudian menyarankan agar prosedur transshipment dibahas dan diatur dalam undang-undang perikanan Indonesia dan Panama, perlunya International Fishing License yang berbeda untuk kapal Indonesia yang melakukan layanan internasional dan harus ada unit penegak hukum dari RFMO yang wilayahnya sering terjadi transshipment. ......Transshipment is a common practice carried out by individuals in the fishery business to increase the effectiveness of fishing and reduce fuel costs in order fft to be considered cost-effecive practices. However, this practice has become a matterrof debate because it leads to Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing. Illegal Transshipment obscures the transparency of fishing due to its difficulty to track where and how the fish are caught, and thus leading to a lack of oversight in the practice. Indonesia and Panama are two of the many countries whose territory is a hotspot for transshipment practices. This is because Indonesia is a vast archipelagic country and fishing trade center in South East Asia. On the other hand, Panama is one of the trade centers where most of the cargo from or to Panama arrives at its destination through the transshipment process. Regulations between Indonesia and Panama regarding transshipment are regulated through the national regulations of their respective countries, as well as regulations from international and regional organizations such as the European Union and Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs). Through the normative legal research method will analyze how the transshipment procedures are regulated according to Indonesian and Panamanian laws, along with its similarities and differences. This study also explained the link between Illegal Transshipment practices and IUU Fishing. This research then suggests that transshipment procedures is discussed and regulated in the Indonesian and Panamanian fisheries laws, the need for a different International Fishing License for Indonesian vessels that perform international services and there must be a law enforcement unit from RFMOs whose areas often occur transshipment.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Elyza Larasati Anggun
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai penenggelaman kapal perikanan asing yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebagai upaya dalam memberantas IUU Fishing yang dikaji berdasarkan hukum internasional. Penenggelaman kapal bertujuan untuk menunjukkan pemerintah Indonesia dalam melindungi kedaulatan wilayah dan sumber daya alam yang dimilikinya. Tesis ini membahas mengenai pengaturan hukum internasional dan hukum nasional tentang IUU Fishing serta tentang penenggelaman kapal perikanan asing dan praktek pelaksanaannya di Indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa tindakan penenggelaman yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia telah sesuai dengan aturan hukum nasional yaitu Pasal 69 ayat (4) Undang-Undang Perikanan, serta aturan internasional yaitu UNCLOS 1982. Dalam UNCLOS 1982 memang tidak ada pengaturan khusus secara spesifik tentang IUU Fishing. Namun terdapat ketentuan tentang yurisdiksi pidana yang dapat diterapkan bagi kapal asing yang melakukan penangkapan ikan secara illegal di wilayah kedaulatan negara seperti laut teritorial. Terhadap tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di ZEE, dalam UNCLOS 1982, negara pantai memiliki hak berdaulat yang eksklusif untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan alam serta mengambil tindakan termasuk menaiki kapal, memeriksa, menangkap dan melakukan proses peradilan, sebagaimana diperlukan untuk menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan yang ditetapkannya
ABSTRACT
This thesis discusses the sinking of foreign fishing vessels conducted by the Indonesian government as an effort in combating IUU fishing are assessed on the basis of international law. The sinking of foreign fishing vessels aims to show that the Indonesian Government is protecting its territorial sovereignty and its natural resources. This thesis discussed the rules of international law and national law on IUU Fishing as well as about the sinking of foreign fishing vessels and the practice of its implementation in Indonesia. The result of this thesis is that the sinking actions conducted by the Indonesian Government is in accordance with the rules sets in the national law, namely Article 69 paragraph (4) of the Law of Fisheries, as well as international rules in UNCLOS 1982. In UNCLOS 1982, there was no specific rules relating the IUU Fishing. However, there are provisions on criminal jurisdiction that can be applied to foreign fishing vessels that performs illegal fishing in the territorial sovereignty of the country such as the territorial sea. Relating to the fisheries crime that occurred in the EEZ, the UNCLOS 1982 stated that a coastal state has sovereign rights which are exclusive for the exploration and exploitation of natural resources and take the necessary action, including boarding, inspection, arrest and do the judicial process, as necessary to ensure the compliance of its legislation
2016
T46183
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library