Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chudahman Manan
Abstrak :
ABSTRAK
Obat anti inflamasi non steroid sudah dipergunakan sajak lama dalam pengobatan penyakit rematik. Jenis obat yang pertama kali dikenal adalah prepafat asam asetil salisilat, yang dipergunakan oleh Felix Hofman dalam pengobatan penyakit rematik pada tahun 1893.

Penelitian yang akan kami lakukan berdasarkan bahwa pemakaian obat anti inflamasi non steroid sering disertai dengan antasid, dengan maksud untuk mengurangi atau mencegah efek samping pada gaster dan duodenum. Biasanya penilitian terhadap efek samping berdasarkan keluhan subjektif atau objektif tidak langsung, seperti pemeriksaan darah dalam feses. Keadaan secara objektif dalam hal ini gambaran endoskopi, perlu diteliti untuk dapat dilihat secara jelas. Selain itu dengan dosis antasid yang biasa diberikan akan mempunyai daya lindung terhadap mukosa gaster atau duodenum, juga diperlukan pemeriksaan yang lebih terarah, dalam hal ini endoskopi. Di Indonesia sepanjang yang kami ketahui penelitian ini belum pernah dilakukan.

Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menentukan kelainan endoskopi pada gaster dan duodenum, Serta membandingkan kelainan yang didapat antara sebelum dan sesudah pengobatan, pada pemakaian obat anti inflamasi non steroid bersama antasid. 2. Membandingkan gejala subjektif dan objektif yang diketahui dengan pemeriksaan endoskopi. 3. Menentukan lokasi pada gaster dan duodenum yang sering didapatkan kelainan. 4. Menentukan jenis kelainan yang sering terjadi. 5. Menentukan secara klinis hasil pengobatan kelainan sendi.
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Wahyuni
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26635
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Leny
Abstrak :
Latar Belakang : Indonesia adalah negara peringkat ke-3 di dunia sebagai penyumbang penderita baru kusta terbanyak dengan jumlah penderita cacat tingkat-2 sejumlah 2.025 atau 10.11% (indikator < 5%). Kabupaten Bogor memiliki proporsi cacat kusta yang tinggi bahkan melebihi angka nasional yaitu 15.18 %. Beberapa studi menunjukkan hubungan bermakna antara perawatan diri dengan kecacatan pada penderita kusta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perawatan diri dengan kecacatan pada penderita kusta di Kabupaten Bogor tahun 2012 setelah dinkontrol oleh faktor-faktor lainnya. Metode : Desain penelitian kasus kontrol. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita kusta tipe MB usia ≥ 15 tahun yang sudah menjalani minimal 8 bulan pengobatan MDT dan tercatat pada register puskesmas tahun 2012 di 10 kecamatan di Kabupaten Bogor. Kasus adalah sebagian dari populasi yang mengalami kecacatan baik tingkat-1 atau tingkat-2 pada saat penelitian dilakukan yang diambil dari puskesmas yang dipilih secara purposive sedangkan kontrol adalah sebagian dari populasi yang tidak mengalami kecacatan pada saat penelitian dilakukan yang diambil secara purposive dari puskesmas yang terpilih. Jumlah sampel 86 orang terdiri dari 43 kasus dan 43 kontrol. Analisis data dilakukan secara bivariat dan multivariat. Hasil : Terdapat variabel interaksi antara perawatan diri dengan faktor lama sakit sehingga pada analisis multivariat diketahui bahwa penderita kusta yang melakukan perawatan diri dengan baik dan lama sakitnya < 2 tahun diperoleh OR=0.68 (95% CI: 0.12 ? 3.72). Penelitian ini memberikan hasil bahwa perawatan diri tidak berdiri sendiri dalam mempengaruhi kecacatan penderita kusta melainkan ada interaksi bersama antara perawatan diri dengan faktor lama sakit. Bahwa risiko kecacatan semakin besar pada penderita kusta yang kurang baik dalam merawat diri dan lama sakitnya ≥ 2 tahun dengan OR=10.6 (95% CI: 1.03 ? 109.86). ......Background : Indonesia is ranked 3rd in the world as a contributor to the new leprosy patients with the highest number of people with disabilities level-2 or 2.025 (10.11%). Bogor district has a high proportion of deformed leprosy even exceed the national rate is 15.18%. Some studies show a significant relationship between self-care disability in patients with leprosy. This study aims to determine the relationship of self-care with a disability in leprosy patients in Bogor Regency in 2012 after control by other factors. Methode : Case-control study design. Population in this research is the type of MB leprosy patients aged ≥ 15 years who had undergone at least 8 months of treatment MDT and recorded in the register in 2012 health centers in 10 districts in Bogor Regency. Case is part of the population who have disabilities either level-1 or level-2 at the time of the study were drawn from purposively selected health centers while the control is part of the population who do not have disabilities at the time of the study were taken from the clinic were purposively selected . Number of samples 86 people consisting of 43 cases and 43 controls. Data analysis was performed bivariate and multivariate Result : There is a variable interaction between self-care with a long illness factor that in multivariate analysis known that leprosy patients who perform self-care and well long illness <2 years obtained OR = 0.68 (95% CI: 0:12 - 3.72). This study provides results that self-care does not stand alone in influencing disability lepers but no interaction with the factor of self-care with a long illness. That the greater the risk of disability in leprosy patients in poor self-care and pain ≥ 2 years old with OR = 10.6 (95% CI: 1.03 - 109.86).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35062
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Frits Gosana
Abstrak :
Penelitian dilakukan terhadap 38 penderita asma (laki-laki dan perempuan) yang dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok kasus terdini dari 19 orang (14 orang laki-laki dan 5 orang perempuan), umur rata-rata 52,5 t 12.5 tahun, tinggi badan rata-rata 160.5t 10.5 cm Kelompok kontrol terdiri dari 19 orang (15 orang laki-laki dan 4 orang perempuan), umur rata rata 48,5 ±8,5 tahun., tinggi badan rata-rata 160± 10 cm. Selama 12 minggu kedua kelompok mendapat perlakukan sebagai berikut. Kelompok kasus melakukan senam asma dua kali perminggu dan mendapat terapi obat (ila perlu). sedangkan kelompok kontrol tidak melakukan senam asma hanya diberikan terapi obat (bila perlu). Gejala klinis (batuk, mengi, sesak napas, terbangun karena asma malam hari), jumlah pemakaian obat dan nilai APE (Arus Puncak Ekspirasi) sebelum dan sesudah penelitian diperiksa dan dibandingkan antara kedua kelompok. Pada kelompok kasus sesudah penelitian didapatkan perbaikan gejala klinis, jumlah pemakaian obat dan nilai APE yang bermakna (p < 0,01). Pada kelompok kontrol sesudah penelitian juga didapatkan perbaikan gejala klinis dan nilai APE yang bermakna (p <0,01), tetapi penurunan jumlah pemakaian obat tidak bermakna (p > 0,01). Jika diandingkan antara kedua kelompok sebelum penelitian tidak berbeda bermakna (p > 0,05), sedangkan sesudah penelitain gejala klinis dan jumlah pemakaian obat berbeda bermakna (p< 0,05), tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna perbaikan nilai APE antara kedua kelompok (p> 0,05).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Rogayah
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh penyuluhan dan Senam Asma edonesia terhadap pengetahuan, sikap, perilaku dan gejala klinik penderit asma. Jumlah subiek penelitian ini sebanyak 40 orang yang terdiri dari 20 orang kelompok kasus dan 20 orang kelompok kontrol. Penderita berusia 15-55 tahun dengan umur rata-rata pada kelompok kasus 46 ±11,71 tahun dan kelompok kontrol 37 ±8,99 tahun. Pada kelompok kasus penderita mengikuti penyuluhan dan melakukan Senam Asma Indonenesia 77,3% selama 6 bulan, sedangkan kelompok kontrol adalah penderita yang tidak mengikuti penyuluhan dan Senam Asma Indonesia. Dari penelitian didapatkan pada kelompok kasus peningkatan pengetahuan 12,5%, sikap 53,9% dan perilaku 53,5% sedangkan pada kelompok kontrol peningkatan pengetahuan 5,6%, sikap 9,1% dan tidak ada perubahan terhadap perilaku. Pada kelompok kasus terdapat penurunan skor gejala klinik yaitu jumlah batuk 71,33%, gangguan tidur 75,4%, gangguan aktivitas 80,5%, napas berbunyi 84,6%. Pada kelompok kontrol terdapat penurunan skor gejala klinik yaitu jumlah batuk 43,6% gangguan tidur 40,9%, gangguan aktivitas 35,8% dan napas berbunyi 40,6%. Peningkatan faal paru KVP,VEP dan APE pada kelompok kasus yaitu KVP dari 1733 ± 231,06 ml menjadi 1842 ± 300,03 ml, VEP dari 1349,5 ± 169,94 ml menjadi 1469,2 ± 190,19 ml dan APE dari 325,9 ± 45,89 Vmnt menjadi 352,6 ± 64,73 l/mnt. Peningkatan faal paru KVP, VEP, dan APE pada kelompok kontrol yaitu KVP dari 1762 ± 307,59 ml menjadi 1840 ± 332,79 ml, VEP, dari 1389,5 ± 214,36 ml menjadi 1482 ± 252,59 ml dan APE dari 323,65 ± 53.51 V/mnt menjadi 348,5 ± 58,23 l/mnt.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teddy Arifin Poernama
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaksmi Handayani
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsep diri penderita SLE (Systemic Lupus Erythematosus) sebelum dan setelah didiagnosis menderita SLE. SLE adalah suatu penyakit yang menyebabkan peradangan yang kronis dengan penyebab yang tidak diketahui dan mempengaruhi kulit, sendi, ginjal, paru-paru, sistem syaraf, membran serous, dan organ tubuh lainnya (Schur dalam Kelley, Harris, Jr., Ruddy, & Sledge, 1981). Sebagai suatu penyakit kronis, SLE memiliki dampak terhadap berbagai aspekaspek kehidupan penderitanya dan dapat mempengaruhi konsep diri penderitanya. Berbagai gejala fisik yang harus dialami oleh penderita, keterbatasan-keterbatasan daiam melakukan aktivitas sehari-hari, stigma negatif seperti rasa iba dan penolakan dari keluarga dan lingkungan dapat membuat penderita merasa frustrasi dan stres. Wanita dari tahapan usia subur (18-40 tahun) merupakan golongan terbanyak menderita SLE. Seringkali mereka merasa takut tidak dapat memiliki keturunan disebabkan oleh penyakit ini. Padahal tahapan usia tersebut merupakan tahapan usia dewasa muda dimana salah satu tugas perkembangannya adalah berkeluarga dan membesarkan anak (Havighurst dalam Hurlock, 1980). Sementara itu di masyarakat telah berkembang suatu harapan yang kuat bahwa wanita sewajarnya menjadi seorang ibu (Russo dalam Hyde, 1985). Berbagai permasalahan di atas dapat mempengaruhi cara pandang penderita terhadap dirinya sendiri. Taylor (1999) menyebutkan bahwa suatu penyakit kronis dapat menghasilkan perubahan drastis dalam konsep diri seseorang. Sedangkan konsep diri dalam Hurlock (1979) diartikan sebagai elemen yang dominan dalam pola kepribadian seseorang, dan merupakan kekuatan yang memotivasi perilaku seseorang. Konsep diri menyangkut persepsi seseorang terhadap dirinya, kemampuannya, dan bagaimana ia berpikir tentang dirinya. Di samping itu juga menyangkut bagaimana seseorang mempersepsikan hubungannya dengan orang lain dan berbagai macam aspek dalam kehidupan serta nilai-nilai yang menyertai persepsi itu (Rogers dalam Hall & Lindzey, 1978). Konsep diri dapat mempengaruhi perilaku dan reaksi seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapinya, termasuk penyesuaian dirinya atau coping terhadap stres yang diakibatkan oleh penyakit yang sedang dihadapinya (Hurlock, 1979). Oleh karena itu konsep diri penderita SLE memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehidupannya di masa sekarang maupun di masa mendatang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik wawancara dan observasi. Subyek dalam penelitian ini adalah 3 orang wanita penderita SLE pada tahapan usia dewasa muda (18-40 tahun) yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling secara insidental agar memudahkan peneliti. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan dalam keempat kategori konsep diri penderita. Keempat kategori konsep diri tersebut adalah konsep diri dasar, konsep diri sementara, konsep diri sosial dan konsep diri ideal, yang masing-masing berkaitan dengan komponen fisik dan psikologis (Hurlock, 1979). Pada konsep diri dasar, umumnya penderita merasa bahwa fisik mereka tidak sekuat dahulu sehingga hal ini menjadi penghambat bagi mereka dalam beraktivitas. Kegiatan-kegiatan mereka mulai dibatasi untuk menjaga kondisi diri dan mencegah kambuhnya penyakit. Penderita juga menjadi lebih perhatian terhadap kondisi kesehatannya. Perubahan penampilan yang merugikan dan menetap membuat penderita menjadi minder dan tidak percaya diri. Penderita juga menjadi lebih rentan terhadap stres dan tidak dapat menerima berita-berita yang tidak menyenangkan baginya. Selain itu penderita juga menjadi lebih giat dalam kegiatan keagamaannya. Sebagian penderita merasa pesimis dalam memandang hidupnya karena merasa tidak dapat hidup normal seperti orang sehat pada umumnya. Namun ada pula penderita yang tidak merasa terlalu terganggu oleh hal tersebut karena sudah lebih dapat menerima keadaan dirinya. Dalam hal ini, penderita tetap optimis dalam memandang kehidupannya. Dalam konsep diri sementara, kondisi fisik yang memprihatinkan terutama pada masa-masa awal dideritanya SLE membuat penderita menilai dirinya lebih negatif untuk sementara. Di lain pihak kejadian-kejadian yang menghasilkan emosi-emosi positif seperti keberhasilan dalam meraih hal tertentu membuat penderita menilai dirinya secara lebih positif untuk sementara. Pada konsep diri sosial, penderita merasakan pandangan iba dan kasihan dari keluarga dan lingkungan. Keluarga pada umumnya memberikan perhatian lebih dan dukungan pada penderita. Hal ini dapat diekspresikan secara berlebihan sehingga memicu kecemburuan pada anggota keluarga yang lainnya. Namun dapat pula terjadi pengabaian dan penolakan oleh keluarga serta lingkungan penderita. Penolakan ini disebabkan karena penderita dianggap sebagai beban keluarga dan dipandang aneh oleh lingkungan sehingga memancing ejekan, cemoohan serta gunjingan. Pada penderita yang belum berkeluarga terdapat kekhawatiran bahwa lawan jenis akan memandang mereka dengan sebelah mata disebabkan oleh penyakitnya tersebut. Pada konsep diri ideal, penderita berharap agar dapat menjalani kehidupan yang layak dan baik seperti orang lain, yaitu ingin agar dapat bekerja, berumah tangga, memiliki keturunan, diterima oleh keluarga dan lingkungan, serta ingin agar SLE-nya tidak kambuh lagi sehingga mereka dapat hidup seperti orang sehat pada umumnya.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S2866
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Puspitasari
Abstrak :
Obesitas merupakan salah satu masalah gizi pada dewasa. Prevalensi obesitas pada dewasa di beberapa negara cukup tinggi, bahkan pada penderita hipertensi menunjukkan angka yang sangat tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan obesitas pada penderita hipertensi. Penelitian dilakukan di Puskesmas Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat menggunakan desain cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 105 responden laki-laki dan perempuan umur 30-65 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 49,5 % responden mengalami obesitas. Ada hubungan signifikan antara asupan energi, asupan karbohidrat, asupan protein, asupan lemak, dan riwayat obesitas keluarga (p < 0,05) dengan kejadian obesitas. Perlunya pembatasan asupan zat gizi makro untuk mencegah terjadinya obesitas. Selain memerhatikan asupan makanan, untuk mencegah obesitas dapat dilakukan dengan mengurangi tingkat stres dan peningkatan aktivitas fisik. ......Obesity is one of the nutritional problems in adults. The prevalence of obesity in adults in some countries is quite high, even in hypertension patients showed a very high number. The aim of this study is to know the factors associated with obesity in hypertension patients. This research was conducted at PHC Bojonggede, Bogor Regency, West Java using cross sectional study design. Sampling using purposive sampling method. The sample in this study amounted to as much as 105 respondents men and women aged 30-65 years. The results showed that 49,5 % of respondents experiencing obesity. There is a significant relationship between energy intake, carbohydrate intake, protein intake, fat intake and history of family obesity (p < 0,05) with obesity. The limitation of total macronutrients intake in diet need to prevent obesity. In addition to pay attention to food intake, to prevent obesity can be done by reducing levels of stress and increased physical activity.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60872
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Venny Getruida Pattinaya
Abstrak :
Penyakit chikungunya merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Meningkatnya kasus chikungunya dan semakin luasnya wilayah yang terjangkit di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Dukuh menimbulkan berbagai macam permasalahan. Adapun masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana pola persebaran penderita penyakit chikungunya berdasarkan karakteristik wilayah. Variabel yang digunakan adalah kerapatan bangunan, persentase luas tutupan kanopi, kualitas drainase, tumpukan sampah. Analisis yang digunakan adalah analisis keruangan dengan matriks kesesuaian wilayah dalam grid, analisis tetangga terdekat dan analisis kuantitatif. Hasil dari penelitian ini adalah persebaran penderita penyakit chikungunya di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan dukuh secara umum membentuk pola cluster (mengelompok) dan lebih dominan terjadi pada karakteristik wilayah I yang memiliki kriteria kerapatan bangunan sedang dengan persentase tutupan kanopi tinggi, kualitas drainase buruk serta memiliki jumlah titik tumpukan sampah sebanyak 9 titik, meskipun demikian karakteristik wilayah dengan kerapatan bangunan tinggi tidak selalu diikuti dengan jumlah penderita chikungunya tinggi.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S34221
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ulaan, Julio
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di negara maju maupun negara berkembang. Obesitas menjadi salah satu faktor risiko timbulnya penyakit kardiovaskular. Diketahui bahwa populasi obesitas memiliki kadar plasma BNP yang rendah dibanding kelompok normal. BNP adalah suatu hormon yang disintesis oleh miosit atrium yang berperan dalam meregulasi hemodinamik tubuh. Selain itu BNP memiliki efek anti fibrosis dan anti hipertrofi pada jantung. Dipikirkan bahwa adanya gangguan sintesis BNP di miosit jantung sebagai salah satu penyebab. Maka, penelitian ini bertujuan untuk melihat profil ekspresi mRNA BNP, NPR-A dan NPR-C pada populasi obesitas. Metode: Studi potong lintang dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK). Jaringan miosit tersimpan yang sudah dilakukan ekstraksi RNA dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan IMT, kelompok obesitas (IMT ≥27) dan kelompok normal (IMT <27) dan sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. RNA kedua kelompok dilakukan sintesis cDNA, ekstraksi protein dan Real-Time PCR untuk mendapatkan mean ΔCt. Kemudian dilakukan penghitungan menggunakan metode Livak untuk mendapatkan nilai ekspresi relatif mRNA. Data kemudian di analisis statistik menggunakan SPSS 20. Hasil Penelitian: Sebanyak 48 pasien diikutsertakan dalam penelitian ini dengan jumlah kelompok normal 34 orang dan kelompok obesitas 14 orang. Hasil ekspresi mRNA BNP, NPR-A dan NPR-C lebih rendah pada kelompok obesitas dibanding kelompok normal. Namun, tidak didapatkan perbedaan bermakna ekspresi mRNA BNP (p 0,768), NPR-A (p 0,838) dan NPR-C (p 0,768) antara kelompok obesitas dibanding kelompok normal. Kesimpulan: Penelitian ini tidak menemukan perbedaan ekspresi mRNA BNP, NPR-A dan NPR-C yang bermakna antara kelompok obesitas dengan kelompok normal.
ABSTRACT
Background: Obesity is presenting as a significant health problem across the world. Obesity is a risk factor for cardiovascular diseases. The plasma level of B-type natriuretic peptide (BNP) has been identified to be lower in obese people compare to normal. As we know, BNP is one of the cardiac hormones synthesized by atrial myocyte that plays a role in hemodynamic regulations. In addition, BNP exerts its anti fibrotic and anti hypertrophic effects in the heart. It has been hypothesized that one of the possible mechanism responsible for this inverse relationship is the impaired synthesize of BNP by cardiomyocytes. Therefore, the aim of our study is to evaluate the mRNA expression profile of BNP, Natriuretic peptide receptor type-A (NPR-A) and Natriuretic peptide receptor type-C (NPR-C) in cardiomyocytes of obese population. Method: A cross-sectional study was conducted in Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK). Cardiomyocytes that have been performed the RNA extraction proses were divided into 2 groups, Obese group (BMI ≥27) and Normal group (BMI <27), according to BMI and inclusion and exclusion criteria. Synthesize cDNA, protein extraction and Real-Time PCR were performed in order to have the mean of ΔCt. Livak method was used to determine the relative expression mRNA value. SPSS 20 for Windows was used for the purpose of statistical analyses. Results: 48 patients were included in this study that consist of 34 patients in normal group and 14 patients in obese group. The mRNA expression of BNP, NPR-A and NPRC were lower in obese group compared to normal group. However, there was no significant difference between groups. Conclusion: In conclusion, there is no significant difference of mRNA expression of BNP, NPR-A and NPR-C between obese and normal group.;Background: Obesity is presenting as a significant health problem across the world. Obesity is a risk factor for cardiovascular diseases. The plasma level of B-type natriuretic peptide (BNP) has been identified to be lower in obese people compare to normal. As we know, BNP is one of the cardiac hormones synthesized by atrial myocyte that plays a role in hemodynamic regulations. In addition, BNP exerts its anti fibrotic and anti hypertrophic effects in the heart. It has been hypothesized that one of the possible mechanism responsible for this inverse relationship is the impaired synthesize of BNP by cardiomyocytes. Therefore, the aim of our study is to evaluate the mRNA expression profile of BNP, Natriuretic peptide receptor type-A (NPR-A) and Natriuretic peptide receptor type-C (NPR-C) in cardiomyocytes of obese population. Method: A cross-sectional study was conducted in Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK). Cardiomyocytes that have been performed the RNA extraction proses were divided into 2 groups, Obese group (BMI ≥27) and Normal group (BMI <27), according to BMI and inclusion and exclusion criteria. Synthesize cDNA, protein extraction and Real-Time PCR were performed in order to have the mean of ΔCt. Livak method was used to determine the relative expression mRNA value. SPSS 20 for Windows was used for the purpose of statistical analyses. Results: 48 patients were included in this study that consist of 34 patients in normal group and 14 patients in obese group. The mRNA expression of BNP, NPR-A and NPRC were lower in obese group compared to normal group. However, there was no significant difference between groups. Conclusion: In conclusion, there is no significant difference of mRNA expression of BNP, NPR-A and NPR-C between obese and normal group.
2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>