Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayuningdyah Sekararum
2010
S3673
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bertyna Y.M.P.
"Kanker serviks merupakan saiah satu jenis penyakit kanker yang menyerang kaum wanita dan penyebab kematian utama atau tertlnggi kanker pada wanita. Semua wanita berisiko untukterkena penyakit Ini dan risiko ini akan meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Risiko ini dapat dihindari dengan melakukan tindakan pencegahan ataupun pengobatan. Bagi wanita yang sudah berusia 20 tahun ke atas - terutama bagi yang sudah menikah - dan yang sudah pernah melakukan hubungan seks sebelum usia 16 tahun, sebaiknya rajin memeriksakan dirinya melalui tes Pap atau Pap smear secara berkala.
Sementara bagi wanita yang sudah terdiagnosis terkena penyakit kanker serviks stadium lanjut harus secepatnya melakukan tindakan pengobatan untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit tersebut di dalam tubuhnya. Jika tidak, penyakit itu dapat membawa efek yang paling buruk, yaitu kematian. Dalam kenyataannya, masih banyak wanita yang belum mau melakukan tindakan pencegahan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penderita yang baru memeriksakan diri ke dokter setelah penyakitnya sudah memasuki stadium III atau IV. Faktor penyebab tegadinya kanker serviks ini bisa berasal dari berbagai hal, Namun, di Indonesia sendiri, penyebab utamanya adalah karena kurangnya kesadaran atau ketidaktahuan wanita akan pentingnya melakukan pemeriksaan serviks (Pap smear) tadi. Akibatnya, ketika gejala-gejala dari penyakit ini sudah berkembang, wanita hanya dapat melakukan tindakan pengobatan bagi penyakitnya dan bukan lagi tindakan pencegahan atau preventif, sehingga kemungkinannya untuk sembuh menjadi semakin kecil.
Keputusan wanrta untuk mengambil tindakan pengobatan terhadap penyakitnya tidak terlepas dari faktor kognitif yang terjadi di dalam pikiran mereka. Faktor kognitif ini adalah keyakinan (belief). Keyakinan menggambarkan semua informasi yang sudah diketahui oleh seseorang dan menentukan sikap, intensi, dan tingkah laku seseorang. Penelitian ini sendiri hendak melihat bagalmana keyakinan kesehatan wanita penderita kanker serviks terhadap pengobatan penyakitnya. Gambaran keyakinan kesehatan wanita penderita kanker serviks ini dapat tercermin melalui kelima komponen yang terdapat dalam teori The Health Belief Model (HBM), yaitu perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefits, perceived barrierc, dan cues to action.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan subjek penelitian sebanyak 5 orang. Hasil penelitian menemukan bahwa kelima orang subjek dalam penelitian ini memiliki high extreme susceptibility teriiadap penyakltnya. Hal ini berarti bahwa mereka mempersepslkan penyakitnya akan berkembang di masa yang akan datang dan karena rtu, perlu ditangani dengan segera. Bukti dari tingglnya persepsi akan kerentanan in! terilhat dari kedua jalur pengobatan yang mereka ambil, yaitu jalur pengobatan medis (modem) dan Jalur pengobatan aiternatif (tradisional). Namun, pada akhlrnya kelima subjek leblh memilih jalur pengobatan medis karena hasilnya dianggap lebih baik dibandingkan jalur pengobatan altematif.
Kelima subjek juga mempersepslkan bahwa penyakitnya tergolong penyakit yang memiliki tingkat keparahan atau keseriusan yang tinggi (perceived severity). Mereka menyadari bahwa stadium penyakit mereka sudah berada pada tahap/stadium lanjut sehingga perlu dilakukan tindakan pengobatan sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya perkembangan penyakit tersebut. Bentuk keseriusan dart penyakitnya ini juga terlihat dari konsekuensi medis dan sosial yang dirasakan oleh para subjek selama menjalani pengobatan tersebut, di mana mereka harus merasakan efek samping dari pengobatan dan terpaksa meninggalkan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu, pegawai, maupun warga masyarakat di mana mereka tinggal.
Di samping kedua komponen tersebut, kelima subjek juga mempersepsikan keuntungan (perceived benetits) dan hambatan-hambatan yang mungkin mereka terima (perceived barriers) jika mereka melakukan tindakan pengobatan bagi penyakitnya. Keuntungan utama selama jalannya pengobatan adalah didapatkannya kesembuhan dan ketenangan dari pengobatan. Hambatan utama selama jalannya pengobatan adalah kurangnya dana untuk menutupi biaya pengobatan. Hal ini dikarenakan rendahnya tingkat sosial ekonomi mereka.
Cues to actior) juga berperan sebagai pemicu kelima subjek untuk melakukan tindakan pengobatan bagi penyakitnya. Cues to action ini dapat terbagi menjadi dua, yaitu cues to action intemal dan ekstemal. Yang menjadi cues to action intemal adalah terjadinya pendarahan yang terus-menerus dan banyak pada kelima subjek. Sedangkan, yang menjadi cues to action ekstemal adalah cerita-cerita atau nasihat dari keluarga, teman-teman dekat, tetangga, dan tim medis yang menangani kelima subjek; dari tayangan-tayangan televisi; dan dari informasi yang disebarkan melalui media cetak (majatah, koran, tabloid, dan buku). Terakhir, diketahui bahwa kelima subjek memiliki pandangan yang umum mengenai penyebab penyakitnya, berdasarkan sudut pandang agamanya masing-masing. Ada subjek yang beranggapan bahwa penyebab penyakitnya adalah karena kesalahannya sendiri, serta ada pula subjek yang menganggap bahwa penyakitnya merupakan cobaan yang berasal dari Tuhan."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S2839
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Muhidin
"ABSTRAK
Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian-penelitian sebelumnya bahwa penderita kanker cenderung mengalami kecemasan dalam menghadapi proses pengobatannya (Fallowfield & Baum, 1991). Kecemasan yang berlebihan selain akan menghambat proses pengobatan, juga dapat berpotensi menyebabkan gangguan penyesuaian psikologis penderita, sehingga berpeluang menurunkan kualitas hidup penderita (Ganz & Coscarelli, 1991). Faktor psikososial yang membedakan antara penderita yang berhasil dengan penderita yang gagal menyesuaikan diri terhadap dampak pengobatannya adalah penerimaan yang kuat akan adanya dukungan emosional dari dokter, perawat, suami, dan anak-anaknya (Jamisson, Wellisch & Pasnau dalam Gottlieb, 1983). Hal ini diperkuat oleh pendapat Sarafmo (1994) bahwa dukungan sosial adalah bantuan yang diterima individu dari orang lain atau kelompok di sekitarnya, yang dapat membuat penerimanya menjadi nyaman, dicintai dan dihargai. Tetapi Kulik & Mahler (dalam Sheridan & Radmacher, 1992) menyatakan bahwa dukungan sosial yang tinggi tidak selalu memberikan respon positip pada orang yang mendapatkannya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh dukungan sosial sebagai variabel bebas terhadap tingkat kecemasan sebagai variabel terikat pada penderita kanker payudara dalam menjalani pengobatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif non eksperimental, dengan teknik metode penelitian korelasional. Pengukuran dukungan sosial dilakukan dengan menggunakan skala dukungan sosial yang dibuat dengan mengacu pada SSQ (Social Support Questioner) dari Irwin G Sarason, dan pengukuran tingkat kecemasan dilakukan dengan skala kecemasan State {State Amciety Scale) dari Spielberger. Subyek yang menjadi responden pada penelitian ini adalah 34 penderita kanker payudara yang menjalani pengobatan di R.S. Kanker Dharmais Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan korelasi negatif yang signifikan antara tingkat kepuasan dukungan sosial dengan tingkat kecemasan. Sumbangan terbesar dari dimensi dukungan sosial terhadap penurunan tingkat kecemasan diberikan oleh dimensi dukungan informasi. Saran untuk penelitian lebih lanjut adalah dilakukannya studi kualitatif pada subyek-subyek yang mempunyai karakteristik khusus seperti subyek penderita yang tidak menikah baik gadis atau janda, ataupun subyek yang tidak memiliki anak, sehingga dapat diperoleh gambaran lebih mendalam mengenai dinamika hubungan dukungan sosial dengan kecemasan pada subyek-subyek tersebut."
2004
S3378
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Aristiani
"ABSTRAK
Gaya hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol serta mengkonsumsi makanan yang berlemak tinggi dan berserat rendah dapat memicu terjadinya kanker. Menurut perkiraan Departemen Kesehatan, jumlah penderita kanker serviks di Indonesia hingga saat ini ada sekitar 200 ribu kasus setiap tahunnya. Kanker serviks
cenderung menyerang wanita-wanita setengah baya (middle age) atau yang usianya sudah di atas 45 tahun. Penyebab terjadinya kanker serviks hingga saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhinya, dua diantaranya adalah menikah di usia muda dan memiliki banyak anak. Dampak penyakit kanker serviks dapat mempengaruhi aspek fisik dan psikologis penderitanya. Menurut Kubler-Ross ada beberapa tahap reaksi yang biasa dialami pasien-pasien penyakit terminal dalam menghadapi kematiannya. Penelitian ini dilakukan untuk mendapat gambaran mengenai reaksi penderita kanker serviks
terhadap penyakitnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan data diperoleh melalui metode wawancara dan observasi. Hasil penelitian pada 3 orang subyek: Subyek ke-1, ibu L berusia 60 tahun, menikah pada usia 20 tahun dengan 5 orang anak, sudah menopause, bekerja sebagai pedagang. Menderita kanker serviks stadium II B dengan gejala klinis kelelahan, keputihan dan pendarahan sentuh. Hampir semua tahap reaksi Kubler-Ross telah
dialami oleh subyek ke-1, kecuali tahap penerimaan.
Subyek ke-2, ibu S berusia 40 tahun, menikah pada usia 23 tahun dengan 3 orang anak, belum menopause, ibu rumah tangga. Menderita kanker serviks stadium II A dengan gejala klinis keputihan dan pendarahan sentuh. Subyek ke-2 mengalami semua tahap reaksi Kubler-Ross, kecuali tahap penerimaan. Subyek ke-3, berusia 63 tahun, menikah pada usia 18 tahun dengan 8 orang anak, telah menopause, bekerja sebagai tukang cuci pakaian dan memasak. Belum lama ini, subyek ke-3 kehilangan suaminya yang meninggal akibat kanker prostat. Subyek ke-3 menderita kanker serviks
stadium IV A dengan gejala klinis keputihan, pendarahan spontan, nyeri di bagian pernt dan pinggang. Subyek ke-3 mengalami semua tahap reaksi Kubler-Ross. Dari penelitian ini diketahui bahwa tidak semua subyek mengalami kelima
tahap reaksi Kubler-Ross, dan umumnya semua subyek yang menderita kanker serviks memiliki lebih dari 2 orang anak, bahkan diantara mereka ada yang menikah di usia muda (18 tahun). Semua subyek mengalami gejala klinis keputihan dan pendarahan sentuh atau spontan. Saran, sebaiknya setiap wanita menghindari faktor-faktor resiko penyebab kanker serta segera lakukan pemeriksaan dini bila merasakan gejalagejala kanker. Dukungan sosial dari keluarga, teman, staf medis dan masyarakat dapat memotivasi para penderita kanker serviks untuk menghadapi penyakitnya. Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian terhadap pasien rawat inap, sebaiknya meminta izin untuk meminjam ruang khusus (jika ada), serta mempersiapkan diri sebelum melakukan proses wawancara."
2004
S3505
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nimas Nurul Nawangwulan
"ABSTRAK
Kanker merupakan salah satu penyakit yang membahayakan karena dapat merenggut nyawa seseorang yang terkenanya. Tidak ada jawaban sederhana menyangkut apa yang sesungguhnya menyebabkan kanker. Zat-zat kimia beracun dalam radiasi, kemoterapi dan pengkonsumsian zat-zat karsinogenik penyebab kanker yang di temui dalam makanan (Sheridan dan Radmacker, 1992; Teo 2003). Faktor lain seperti lingkungan dan gaya hidup seseorang juga dapat menimbulkan kanker sekitar 90 % (Greenwald dan Sondik, 1986 dalam Sheridan dan Radmacker, 1992). Terlebih lagi, stress dapat menurunkan kekebalan tubuh kita sehingga memperbesar kemungkinan munculnya kanker (Teo, 2003). Pengobatan kanker yang terbaik adalah pengobatan yang di lakukan pada stadium dini yaitu ketika kanker belum menjalar luas di tubuh penderitanya. Oleh karena itu, pengambilan keputusan dengan kualitas baik menjadi sangat penting agar jenis pengobatan tersebut dapat di sesuaikan dengan kondisi penderita. Proses pengambilan keputusan pengobatan pada penderita kanker usia dewasa ini dianalisa berdasarkan teori Model of Emergency Decision Making (Janis dan Mann, 1979) yang di kaitkan dengan faktor-faktor lain yang berperan, seperti kontrol diri, otonomi diri, keterlibatan diri, kesempatan untuk terlibat, perolehan informasi, peranan dan pengaruh orang tua penderita kanker yang terankum dalam bagan kerangka berpikir (Bergsma, 2002; Haes dan Koedoot, 2003; Dodd dan Ahmed, 1987; Davidson, dkk., 1999; Kem, 2002). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai proses pengambilan keputusan pengobatan pada penderita kanker usia dewasa muda Mengingat masalah penelitian yang di bahas membutuhkan penghayatan individu dan tergolong sensitif, maka peneliti menggunakan metode kualitatif. Dalam penelitian ini subjek yang di gunakan sebanyak empat orang dan tidak di batasi oleh jenis kelamin penderita kanker, tingkat stadium kanker, dan jenis kanker dengan alasan perbedaan-perbedaan tersebut dapat memperkaya hasil penelitian. Dari data yang di peroleh, Bagan II yang menjelaskan Model of Emergency Decision Making yang di kaitkan dengan faktor-faktor lain yang berperan dapat sejalan dengan proses pengambilan keputusan pengobatan pada penderita kanker usia dewasa muda (subjek S dan R) meskipun mereka memiliki hambatan-hambatan yang berbeda. Pada akhirnya kedua subjek penelitian ini dapat mengatasi masalah proses pengambilan keputusan pengobatan secara efektif terlihat dari munculnya sikap kewaspadaan dalam menentukan keputusan pengobatan yang mereka jalani. Hasil penelitian ini di harapkan dapat berguna bagi penderita kanker dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul akibat kanker, khususnya dalam proses pengambilan suatu keputusan jenis pengobatan. Berikutnya, jjenelitian ini berguna bagi orang tua penderita kanker di harapkan memperoleh gambaran mengenai dukungan yang berdampak positif dan negatif pada penderita kanker. Terlebih lagi, di harapkan orang tua mengetahui hal-hal yang secara tidak sengaja dapat di katakan tidak mendukung penderita kanker dalam menjalani kesehariannya beijuang melawan kanker. Disamping itu, penelitian ini dapat di kembangkan lebih lanjut dengan menambah responden penelitian dan mengikutsertakan dokter beserta para medis untuk di wawancara, sehingga informasi di peroleh dari tiga sudut pandang yang berbeda."
2005
S3514
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Viola
"Latar Belakang: Gen Interleukin-1 Receptor Antagonist IL-1RN merupakan gen yang mengkodekan protein IL-1RN dan polimorfisme VNTR 86bp gen tersebut telah dihubungkan dengan terjadinya berbagai kanker, termasuk kanker kepala dan leher KKL. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan polimorfisme gen IL-1RN pada penderita KKL di Indonesia.
Metode: Analisis Polymerase Chain Reaction PCR digunakan pada sampel DNA tersimpan dari 50 subyek kontrol dan 50 subyek penderita KKL untuk melihat polimorfisme gen IL-1RN VNTR.
Hasil: Persentase genotip pembawa alel A2 alel mutan adalah 18 pada sampel kontrol dan 32 pada sampel penderita KKL. Nilai p>0,05 untuk distribusi genotip dan alel pada sampel kontrol dan penderita KKL.
Kesimpulan: Ditemukan polimorfisme gen IL-1RN VNTR pada penderita KKL dan tidak terdapat perbedaan bermakna pada distribusi polimorfisme gen IL-1RN VNTR antara penderita KKL dan individu sehat di Indonesia.

Background: Interleukin 1 Receptor Antagonist IL-1RN gene encodes IL-1RN protein and its 86bp variable number of tandem repeat VNTR polymorphism within intron 2 has been associated with the development of several cancers, including head and neck cancer HNC. This study aimed to describe the IL-1RN polymorphism of HNC patients in Indonesia.
Methods: The polymerase chain reaction PCR analysis was conducted on stored blood derived DNA samples from 50 control subjects and 50 HNC subjects for IL-1RN VNTR polymorphism.
Results: The percentage of A2 carrier genotype is 18 in control samples and 32 in HNC samples. The p value is 0,05 in the frequencies of genotypes or alleles in both control and cancer groups.
Conclusion: There is IL-1RN VNTR gene polymorphism in HNC patients and there is no significant association of IL 1RN VNTR polymorphism between HNC patients and healthy individuals in the studied Indonesian population.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Permata Sutan
"Kaheksia merupakan sindrom multifaktorial yang menyebabkan gangguan fungsional progresif dan tidak dapat ditangani dengan terapi nutrisi konvensional. Kaheksia dijumpai pada 45% penderita kanker dan bila tidak diatasi dapat menyebabkan kematian 22% pasien kanker. Terapi medik gizi merupakan bagian dari terapi multimodal yang direkomendasikan dalam tatalaksana kaheksia dengan tujuan menjaga atau meningkatkan asupan makan, status gizi, dan kapasitas fungsional. Serial kasus ini melaporkan empat pasien kaheksia pada kanker dengan intake sulit berusia 42-53 tahun. Tiga pasien berstatus gizi normal, sedangkan satu pasien obes berdasakan kriteria World Health Organization (WHO) Asia Pasifik. Terapi medik gizi diberikan sesuai pedoman pada kanker dengan target pemberian energi sesuai Kebutuhan Energi Total (KET) masing-masing pasien yang dihitung dari Kebutuhan Energi Basal (KEB) yang dikalikan dengan faktor stres 1,5. Protein diberikan minimal 1,2 g/kgBB/hari untuk pasien dengan fungsi ginjal normal dan 0,8 g/kgBB/hari untuk pasien dengan penyakit ginjal kronis. Nutrien spesifik asam amino rantai cabang (AARC) dipenuhi melalui pemberian bahan makanan sumber dan oral nutrition supplementation (ONS). Keempat pasien pulang dengan perbaikan asupan makan dan peningkatan kapasitas fungsional. Status gizi keempat pasien dapat dipertahankan selama perawatan. Terapi medik gizi dapat meningkatkan asupan makan, menjaga status gizi, dan meningkatkan kapasitas fungsional pasien kaheksia pada kanker dengan intake sulit.

Cachexia is a multifactorial syndrome responsible for progressive functional impairment that cannot be overcome with conventional nutrition therapy. Cachexia was found in 45% of cancer patients and will lead to death in 22% cancer patients. Nutrition therapy is a part of multimodal therapy that was recommended in cachexia therapy to maintain or increase food intake, nutritional status, and functional capacity. This case series report four cancer cachexia patients with low intake aged 42-53 years old. Three patients have normal nutritional status, while one patient is obese based on World Health Organization (WHO) for Asia Pacific criteria. Nutrition therapies were given based on cancer guideline with energy target prescriptions according to total energy requirements for each patients. Proteins were given with minimal 1,2 g/kgBW/day for patients with normal kidney function and 0,8 g/kgBW/day for patient with chronic kidney disease.  Specific nutrient branched-chain amino acids (BCAA) requirements are fulfilled by administration of Oral Nutrition Supplementation (ONS). All four patients were discharged with improvements in food intake and functional capacity. No nutritional status were declined during hospitalization. Medical nutrition therapy could improve food intake, maintain nutritional status, and improve functional capacity in cachexia cancer with low intake patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Novida
"Dewasa ini terapi radiasi merupakan salah satu cara pengobatan yang dipilih dalam menangani penyakit kanker. Hal ini disebabkan karena sifat sel kanker yang sensitif terhadap radiasi. Akan tetapi, di antara sel-sel darah, ternyata limfosit juga bersifat radiosensitif, sehingga penggunaan terapi radiasi pada penderita kanker dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada jumlah dan fungsi limfosit yang selanjutnya berpengaruh pada reaksi imunitas selular. Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan reaksi imunitas selular secara in vitro dengan uji tranformasi limfosit terhadap stimulator PHA, serta penghitungan jumlah limfosit dan jumlah leukosit pada 30 orang penderita kanker payudara yang menjalani terapi radiasi. Pengamatan dilakukan sebelum penderita tersebut mandapat radiasi, dan selama terapi radiasi, yaitu setelah terapi radiasi berlangsung 2 minggu dengan dosis total 2000 rad, setelah terapi radiasi berlangsung 4 minggu dengan dosis total 4000 rad, dan setelah terapi radiasi berlangsung 5 minggu dengan dosis total 5000 rad. Dari hasil analisis varians pada a = 0,01 diperoleh kesimpulan bahwa dosis radiasi mempengaruhi indeks stimulasi, jumlah limfosit, serta jumlah leukosit penderita kenker payudara. Dari uji Newman-Keulspada a = 0,01 diketahui bahwa indeks stimulasi , jumlah limfosit, dan jumlah leukosit selama terapi radiasi berbeda nyata dibandingkan sebelum terapi radiasi. Dengan analisis korelasi didapatkan adanya korelasi negatif antara dosis radiasi dengan indeks stimulasi, jumlah limfosit, serta jumlahleukosit. Bentuk hubungan antara dosis radiasi dengan indeks stimulasi, jumlah limfosit, maupun jumlah leukosit adalah parabola, yang diperoleh dari analisis regresi. Setelah penyinaran berlangsung selama 5 minggu dengan dosis total 5000 rad, baik indeks stimulasi, jumlah limfosit, maupun jumlah leukosit cenderung meningkat kembali; walaupun demikian ternyata peningkatan tersebut tidak berbeda nyata dibandingkan setelah terapi radiasi berlangsung 4 minggu dengan dosis total 4000 rad, maupun setelah terapi radiasi berlangsung 2 minggu dengan dosis total 2000 rad."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aristianti Lestari Adji
1998
S2771
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helena Rosmauli
2005
S3468
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>