Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Gultom, Nursalam
"Penetapan sementara oleh Pengadilan Niaga merupakan suatu upaya pencegahan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, termasuk hak cipta yang diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (?Undang-Undang Hak Cipta?), namun penetapan sementara baru dapat diterapkan setelah dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2012 (?PERMA 5/2012?). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan metode kualitatif dalam menganalisis data. Karya sinematografi Soekarno yang dimohonkan oleh Rachmawati Soekarno Putri merupakan kasus pertama yang memohonkan penetapan sementara. Penelitian ini menyarankan perlu adanya suatu pengaturan pedoman penentuan jumlah uang jaminan sehingga terdapat suatu kepastian hukum bagi pemohon dalam mengajukan permohonan penetapan dan perlu adanya sinkronisasi ketentuan mengenai penetapan sementara dalam Undang-Undang Hak Cipta dan PERMA 5/2012.
A provisional decision by the Commercial Court is a prevention action of the violation in intellectual property right, including copyright, which is regulated in Law No.19 of 2002 on Copyrights ("Copyrights Law"). However, the provisional decision could only be implemented after the issuance of PERMA No. 5 of 2012 on the Provisional Decision by the Supreme Court. The method used in this study was a normative juridical approach using qualitative methods in analyzing the data. The case involving the motion picture Soekarno that was filed by Rachmawati Sukarno Putri, the daughter of the film's subject, against the film's producer and director, was the first to ask for a provisional decision from a commercial court. The author suggests that guidelines be developed to determine the appropriate amount of monetary compensation for settlements in such cases to give plaintiffs legal certainty when petitioning for a provisional decision, also it is needed to synchronize the provisions on provisional decision under Copyrights Law and PERMA 5/2012."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42349
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Frans Anugerah Lase
"Penetapan sementara adalah suatu mekanisme perlindungan bagi pemilik Merek terdaftar dalam hal terjadinya suatu pelanggaran Merek. Penetapan sementara diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Penetapan sementara merupakan perintah Pengadilan Niaga atas permohonan Pemohon dengan tujuan untuk mencegah masuknya barang yang diduga hasil pelanggaran Hak atas Merek; pengamanan ddan pencegahan hilangnya barang bukti oleh pelanggar; dan/atau penghentian pelanggaran guna mencegah kerugian yang lebih besar. Oleh karena itu, penetapan sementara merupakan suatu mekanisme yang menghindarkan ataupun meminimalisir kerugian yang akan dialami oleh pemilik Merek terdaftar dari adanya pelanggaran Merek. Apabila melihat pengaturan mengenai penetapan sementara di negara lain, ditemukan suatu perbedaan dan juga persamaan mengenai mekanisme penetapan sementara. Persamaan dari implementasi penetapan sementara di Amerika Serikat dan Australia memiliki tujuan yang sama, yaitu mencegah dan meminimalisir dialaminya kerugian bagi pemilik Merek terdaftar. Perbedaan dari implementasi penetapan sementara di Amerika Serikat dan Australia, yaitu dari dapat diajukannya upaya hukum terhadap penetapan sementara, serta ada atau tidak adanya suatu uang jaminan. Selanjutnya, diketahui bahwa masih terdapat beberapa pihak yang belum mengerti mekanisme permohonan penetapan sementara. Hal ini terlihat dari tidak sesuainya permohonan penetapan sementara berdasarkan UU MIG. Terdapat pihak yang masih mengajukan permohonan penetapan sementara dengan mekanisme gugatan penghentian pelanggaran Merek berdasarkan Pasal 84 ayat (1) UU MIG. Selain permasalahan tersebut, penetapan sementara juga memiliki permasalahan dalam pengaturannya itu sendiri. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan menganalisis bagaimana pengaturan penetapan sementara beserta dengan perbandingan pengaturan penetapan sementara di Amerika Serikat dan Australia, bagaimana permasalahan pengaturan penetapan sementara, serta kekeliruan pemohon dalam permohonan penetapan sementara.
Injunction is a protection mechanism for registered Mark owners when a Mark infringement occured. Injunction are regulated in Law Number 20 of 2016 about Marks and Geographical Indications. The Injunction is an order from the Commercial Court at the Petitioner's request with the aim of preventing the entry of goods suspected of infringing on Trademark Rights; securing and preventing the loss of evidence by violators; and/or cessation of violations to prevent greater losses. Therefore, a temporary determination is a mechanism that avoids or minimizes losses that will be experienced by registered Mark owners from Mark infringements. The arrangements regarding injunction in Indonesia and other countries, have differences as well as similarities. The similarity of the implementation of injunction in the United States and Australia has the same objective, namely to prevent and minimize losses for registered Mark owners. The difference from the implementation of the injunction in the United States and Australia, namely from the possibility of filing legal remedies against the provisional order, and the obligation of a bail. Furthermore, it is known that there are still several parties who do not understand the mechanism for requesting an interim determination. This can be seen from the incompatibility of the request for a injunction based on the MIG Law. There are parties who are still submitting requests for injunctions with a claim mechanism for ending Mark infringement based on Article 84 paragraph (1) of the MIG Law. Apart from these problems, the injunction also has problems in the regulation itself. By using normative juridical research methods, this paper will analyze how the injunction is regulated along with a comparison of the provisional determination arrangements in the United States and Australia, how are the problems of injunction arrangements, and the applicant's confusion in the application for the injunction."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library