Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Nadya Demadevina
"Skripsi ini membahas dua permasalahan: alasan mengapa Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia perlu memiliki kewenangan untuk mengadili perkara pengaduan konstitusional; dan bagaimana seharusnya mengatur penambahan kewenangan tersebut. Hasil penelitian ini adalah: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia perlu mendapatkan kewenangan ini demi menjalankan prinsip negara hukum yang dianut Republik Indonesia, melindungi Hak Asasi Manusia, menegakkan supremasi konstitusi, menjalankan checks and balances, memenuhi esensi pendirian mahkamah konstitusi di dunia, menjalankan fungsi pengujian konstitusional secara utuh, dan secara empiris banyak kasus yang bersubstansi pengaduan konstitusional sudah diajukan ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia; dan penambahan kewenangan tersebut hanya bisa dilakukan dengan amandemen undang-undang dasar.
This thesis mainly discusses two problems: the urgency of giving the jurisdiction for constitutional court of Republic of Indonesia over constitutional complaint; and how the jurisdiction is supposedly given. This thesis concludes that: constitutional court should have jurisdiction over constitutional complaint in order to implement the principles of ‘rule of law’, protect human rights, uphold the supremacy of constitution, maintain checks and balances function, fulfill the essence of establishing constitutional court, and completely implement the function of constitutional review, and empirically there has been many cases in constitutional court of Republic of Indonesia that contain constitutional complaint substance; and the only way to give the jurisdiction to constitutional court of Republic of Indonesia is to amend the constitution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58266
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nadya Demadevina
"Skripsi ini membahas dua permasalahan: alasan mengapa Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia perlu memiliki kewenangan untuk mengadili perkara pengaduan konstitusional; dan bagaimana seharusnya mengatur penambahan kewenangan tersebut. Hasil penelitian ini adalah: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia perlu mendapatkan kewenangan ini demi menjalankan prinsip negara hukum yang dianut Republik Indonesia, melindungi Hak Asasi Manusia, menegakkan supremasi konstitusi, menjalankan checks and balances, memenuhi esensi pendirian mahkamah konstitusi di dunia, menjalankan fungsi pengujian konstitusional secara utuh, dan secara empiris banyak kasus yang bersubstansi pengaduan konstitusional sudah diajukan ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia; dan penambahan kewenangan tersebut hanya bisa dilakukan dengan amandemen undang-undang dasar.
This thesis mainly discusses two problems: the urgency of giving the jurisdiction for constitutional court of Republic of Indonesia over constitutional complaint; and how the jurisdiction is supposedly given. This thesis concludes that: constitutional court should have jurisdiction over constitutional complaint in order to implement the principles of 'rule of law', protect human rights, uphold the supremacy of constitution, maintain checks and balances function, fulfill the essence of establishing constitutional court, and completely implement the function of constitutional review, and empirically there has been many cases in constitutional court of Republic of Indonesia that contain constitutional complaint substance; and the only way to give the jurisdiction to constitutional court of Republic of Indonesia is to amend the constitution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S57693
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Yunita Nurwulantari
"Keputusan pejabat publik yang merugikan hak konstitusional warga negara di Indonesia selama ini dapat diuji melalui proses ajudikasi pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), serta dapat juga dijadikan objek dalam laporan dugaan maladministrasi penyelenggaraan negara pada Ombudsman Republik Indonesia, seharusnya dapat dipertimbangkan untuk dapat diselesaikan melalui mekanisme pengaduan konstitusional pada Mahkamah Konstitusi. Mengingat banyaknya problematika pengujian keputusan pejabat publik yang dilakukan baik melalui PTUN maupun melalui Ombudsman, diantaranya adalah adanya kewajiban untuk menempuh upaya administrasi sebelum mengajukan gugatan ke PTUN, tenggang waktu pengajuan gugatan, serta limitasi jangkauan dan kekuatan eksekutorial putusan PTUN yang masih dinilai belum dapat memulihkan hak-hak konstitusional penggugat yang telah dilanggar oleh tindakan badan/pejabat publik. Sedangkan dalam pengajuan laporan dugaan maladministrasi atas keputusan-keputusan pejabat publik yang ditangani oleh Ombudsman, problematika yang dihadapi seringkali berkenaan dengan ketiadaan transparansi mekanisme dan prosedur pemeriksaan laporan serta rendahnya tingkat kepatuhan terlapor terhadap rekomendasi Ombudsman. Guna memitigasi bertambahnya kerugian-kerugian konstitusional yang dialami oleh penggugat ataupun terlapor, serta berkaca dari proses-proses penanganan perkara pengaduan konstitusional pada Mahkamah Konstitusi Federal Jerman, Korea Selatan dan Thailand yang telah lebih dahulu memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutus perkara pengaduan konstitusional, maka penambahan kewenangan untuk memutus perkara pengaduan konstitusional pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia juga merupakan kebutuhan secara teoritik dan empirik. Sekalipun tidak dapat dipungkiri bahwa mekanisme penambahan kewenangan ini tentunya akan memunculkan beberapa permasalah dan tantangan khususnya dari sisi regulasi mengingat kewenangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah diatur secara limitatif dalam konstitusi, juga permasalahan dan tantangan lain dari sisi institusi dan implementasi putusan.
Decisions of public officials that harm the constitutional rights of citizens in Indonesia so far can be tested through the adjudication process at the State Administrative Court (PTUN), and can be one of the objects in reports of alleged maladministration of state administration to the Ombudsman of the Republic of Indonesia as well, should be considered to be resolved through constitutional complaint mechanism at the Constitutional Court. Considering the many problems in testing the decisions of public officials carried out either through the Administrative Court or through the Ombudsman, including the obligation to take administrative measures before submitting a lawsuit to the Administrative Court, the grace period for filing a lawsuit, as well as the limitations on the scope and power of the executive decision of the Administrative Court which is still considered unable to restore the plaintiff's constitutional rights that have been violated by the actions of public bodies/officials. Meanwhile, in submitting reports on allegations of maladministration on decisions of public officials handled by the Ombudsman, the problems faced are often related to the lack of transparency of report inspection mechanisms and procedures and the low level of reported compliance with the Ombudsman's recommendations. In order to mitigate the increasing constitutional losses suffered by the plaintiff or the reported party, as well as reflecting on the processes for handling constitutional complaints at the Federal Constitutional Courts of Germany, South Korea and Thailand, which previously had the authority to examine and decide on constitutional complaints cases, the addition of the authority to decide cases of constitutional complaints at the Constitutional Court of the Republic of Indonesia is also a theoretical and empirical need. Even though it cannot be denied that the mechanism for adding this authority will certainly raise some problems and challenges, especially in terms of regulation, considering that the authority of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia has been regulated in a limited manner in the constitution, as well as other problems and challenges in terms of institutions and implementation of decisions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Septa Anggraini
"Sistem Peringatan Dini Gempabumi atau Earthquake Early Warning System (EEWS) merupakan sistem peringatan yang memberikan informasi mengenai estimasi waktu tiba gelombang S yang berpotensi menimbulkan guncangan signifikan bahkan merusak dengan memanfaatkan informasi yang dibawa oleh gelombang P. Saat ini kemajuan teknologi dalam menganalisis data yang didukung dengan big data, interkoneksi antar jaringan dan sistem komputasi berkinerja tinggi pada era revolusi industri 4.0 mulai menyebabkan banyaknya penelitian tentang sistem peringatan dini gempa dengan menggunakan metode-metode machine learning dan deep learning. Kami menggunakan data historis raw seismogram sensor single station 3 komponen (2015-2020) yang tercatat pada stasiun PDSI Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk dilakukan proses pembelajaran dan pengujian melalui pendekatan Deep Neural network dan Random Forest, penulis akan melakukan klasifikasi kejadian gempabumi atau noise, menentukan akurasi pada setiap cluster lokasi episenter gempabumi di wilayah zona subduksi Sumatra bagian barat dan penentuan lokasi gempabumi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa model yang dihasilkan saat proses pembelajaran bisa mendeteksi gempabumi dengan akurasi sebesar 90%, presisi 93 % dan menentukan lokasi gempabumi dengan akurasi 80%. Salah satu yang mempengaruhi hasil pengujian yaitu kualitas sinyal yang diperlihatkan dengan nilai SNR serta jarak sumber gempabumi ke stasiun pencatat.
wave arrival time, which can cause significant and destructive seismic energy using the information carried by the P wave. Technological advances in analyzing data supported by big data, the interconnection between networks, and high-performance computing systems in the era of the 4.0 industrial revolution have posed challenges to process and analyze earthquake early warning using modern seismological techniques. Early identification of earthquake events is the key to time efficiency to accelerate the dissemination of information. Here, we implement deep neural network for early earthquake detection and random forest for earthquake location using raw historical data from 3 component BMKG single station at PDSI station (2015 -2020) in the subduction zone of West Sumatra. Statistically, the results of training and testing show good and convergent performance. The signal quality indicated by the SNR value and the distance from the earthquake source to the recording station affect the prediction results."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library