Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Dwi Kurniasari
"Antibiotik merupakan senyawa kimia antimikroba yang digunakan untuk melawan atau mencegah infeksi bakteri. Antibiotik dapat mematikan ataupun menghambat pertumbuhan bakkeri. Kejadian infeksi yang terjadi pada pasien di Instalasi Rawat Intensif IRI jumlahnya dua sampai lima kali lebih tinggi dibandingkan populasi pasien yang dirawat di bangsal biasa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik kepada pasien di IRI RSUP Fatmawati periode Februari 2017 - April 2017 pada bagian Intensive Care Unit ICU , Neonatal Intensive Care Unit NICU dan Pediatric Intensive Care Unit PICU . Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif. Pengambilan data dilakukan secara prospektif dengan menggunakan teknik analisis total sampling. Evaluasi yang dilakukan adalah melihat kepatuhan pencatatan penggunaan antibiotik pada formulir surveilans dan kesesuaian penggunaan antibiotik dengan rekomendasi hasil kultur yang berpedoman pada Pedoman Penggunaan Antibiotik PPAB RSUP Fatmawati tahun 2016. Pasien yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 205 orang pasien dari ICU, 18 pasien dari NICU, dan 100 pasien dari PICU. Tingkat kepatuhan pencatatan penggunaan antibiotik pada formulir surveilans tinggi baik di ICU, NICU, dan PICU dengan masing-masing 92,68 ; 88,89 dan 88,00 Kesesuaian penggunaan antibiotik dengan rekomendasi hasil kultur cukup tinggi di ICU, NICU, dan PICU dengan masing-masing 77,05 ; 50 dan 72,22.

Antibiotics are a type of antimicrobial used in the treatment and prevention of bacterial infections. They may either kill or inhibit the growth of bacteria. Frequency of infection in the Intensive Care Installation was two to five times higher than the patient population treated in a regular ward. The purpose of this study was to evaluate the usage of antibiotics on patients during February 2017 April 2017 period in Intensive Care Instalation of the Fatmawati Public Hospital that consist of Intensive Care Unit ICU , Neonatal Intensive Care Unit NICU and Pediatric Intensive Care Unit PICU . This research was a descriptive study. Data collections were done prospectively using total sampling technique analysis. Evaluations of the usage of antibiotics on patient are to see obedience in recording of antibiotics usage at surveylance rsquo s form and suitability of definitive antibiotics with culture of laboratory result according to Guidance of Usage of Antibiotic PPAB of The Fatmawati Public Hospital 2016. Number of patients who became sample in this research were counted of 323 patients, consisting of 205 ICU rsquo s patients, 18 NICU rsquo s patients, and 100 PICU rsquo s patients. Rate of obedience in recording of antibiotics usage at surveylance rsquo s form at ICU, NICU and PICU is high that are 92.68 88.89 and 88.00 respectively. Meanwhile suitability of definitive antibiotics with culture of laboratory result toward the Guidance of Usage of Antibiotic PPAB of The Fatmawati Public Hospital 2016 is also high that are 77.05 50 dan 72.22 for ICU, NICU dan PICU respectively."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S69642
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Dewi Pramesti Setya Iswari
"Persediaan obat yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan pengeluaran biaya yang tidak efisien, meningkatkan resiko kerusakan, dan menyebabkan terjadinya kekosongan persediaan yang dibutuhkan. Pada tahun 2018, prevalensi penyakit infeksi cukup tinggi di Klinik Satelit UI Makara sehingga persediaan antibiotik perlu dikelola dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan antibiotik di Klinik Satelit UI Makara pada tahun 2019. Studi ini dilakukan secara kuantitatif dengan metode analisis ABC. Desain penelitian adalah cross-sectional dengan pengumpulan data secara retrospektif menggunakan resep yang berisi antibiotik. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. Jumlah sampel penelitian ini adalah 6.670 resep.
Berdasarkan analisis ABC pemakaian pada obat oral, obat-obatan yang termasuk di kelompok A yaitu Amoksisilin 500 mg, Sefadroksil 500 mg, Sifrofloksasin 500 mg, FG Troches, dan Sefiksim 200 mg. Obat-obatan yang termasuk kelompok B yaitu Sefiksim 100 mg, Primadex forte, Metronidazol 500 mg, Co Amoxiclav 625 mg, Klindamisin 300 mg, Metronidazol 250 mg, dan Milorin 300 mg. Sedangkan obat-obatan yang termasuk kelompok C yaitu Linkomisin 500 mg, Isoniazid 300 mg, Levofloksasin 500 mg, Doksisiklin 100 mg, Doxihat 100 mg, Rifampisin 450 mg, Tiamfenikol, Kotrimoksazol, Rifampisin 600 mg, Etambutol 500 mg, Pirazinamid, Azitromisin 500 mg, Isoniazid 150 mg, Amoksisilin sirup kering (125 mg / 5 ml), Eritromisin 500 mg, dan Sefadroksil sirup (250 mg / 5 ml).
Berdasarkan analisis ABC pemakaian pada obat topikal, obat-obatan yang termasuk di kelompok A yaitu Gentamisin salep kulit, Erlamycetin tetes mata, Gentamisin krim, Cendo xitrol tetes mata 0,6 ml, Chloramfecort krim, Fuson krim, Klorfeson krim, Genoint krim, Reco tetes mata, Ociderm N krim, dan Kloramfenikol salep mata. Obat-obatan yang termasuk kelompok B yaitu Mupirocin krim, Cendo Xitrol tetes mata 5 ml, Alletrol tetes mata, Ottopain tetes telinga, dan Gentalex krim. Sementara itu, obat-obatan yang termasuk dalam kelompok C yaitu Kloramfenikol tetes mata, Kloramfenikol tetes telinga, Cendo Mycos salep mata, Burnazin krim, Cendo Fenicol tetes mata, Betason N krim, Kloramfenikol krim, Otopraf tetes telinga dan Polidemisin tetes mata. Pengetahuan terkait tingkat prioritas obat ini sangat diperlukan untuk membantu perencanaan obat.
......Drug supplies that are not properly managed can lead to inefficient expenses, increase the risk of damage, and lead to vacancies in needed supplies. In 2018, the prevalence of infectious diseases was quite high at the UI Makara Satellite Clinic so that antibiotic supplies needed to be managed properly. This study aims to analyze the use of antibiotics at the UI Makara Satellite Clinic in 2019. This study was conducted quantitatively with the ABC analysis method. The study design was cross-sectional with retrospective data collection using a prescription containing antibiotics. The sampling technique used was total sampling. The number of samples in this study was 6,670 recipes.
Based on the ABC analysis of the use of oral drugs, drugs included in group A, namely Amoxicillin 500 mg, Cefadroxil 500 mg, Ciprofloxacine 500 mg, FG Troches, and Cefixime 200 mg. Drugs belonging to group B namely Cefixime 100 mg, Primadex forte, Metronidazole 500 mg, Co Amoxiclave 625 mg, Clindamycin 300 mg, Metronidazole 250 mg, and Milorin 300 mg. Meanwhile the drugs included in group C were Lincomycin 500 mg, Isoniazid 300 mg, Levofloxacin 500 mg, Doxycycline 100 mg, Doxihat 100 mg, Rifampicin 450 mg, Thiamphenicol, Cotrimoxazole, Rifampicin 600 mg, Ethambutol 500 mg, Pyrazinamide, Azithromycin 500 mg, Isoniazid 150 mg, Amoxicilin dry syrup (125 mg / 5 ml), Erythromycin 500 mg, Cefadroxil syrup (250 mg / 5 ml), and Floxifar 500 mg.
Based on the ABC analysis of the use of topical drugs, the drugs included in group A were Gentamycin oinment, Erlamycetin eye drop, Gentamycin cream, Cendo xitrol eye drop 0,6 ml, Chloramfecort cream, Fuson cream, Klorfeson cream, Genoint cream, Reco eye drop, Ociderm N cream, and Chloramphenicol eye ointment. Drugs belonging to group B namely Mupirocin cream, Cendo xitrol eye drop 5 ml, Alletrol eye drop, Ottopain ear drop, and Gentalex cream. Meanwhile the drugs included in group C were Chloramphenicol eye drop, Chloramphenicol ear drop, Cendo mycos eye ointment, Burnazin cream, Cendo fenicol eye drop, Betason N cream, Chloramphenicol cream, Otopraf ear drop, and Polidemisin eye drop. Knowledge regarding the priority level of this drug is needed to assist drug planning."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Shabrina Agustia Rahmah
"Angka prevalensi penemuan pneumonia anak Indonesia pada tahun 2018 sebesar 56,51%. Pneumonia juga menduduki penyebab kematian anak tertinggi di Indonesia pada tahun 2018, yaitu lebih dari 19.000 anak. Bakteri merupakan salah satu penyebab pneumonia, maka dapat diberikan terapi kuratif dengan antibiotik. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran tatalaksana penggunaan antibiotik pasien pneumonia anak, yang kemudian dievaluasi secara kualitatif menggunakan metode Gyssens. Penelitian ini bersifat deskriptif, dilakukan secara observasional dengan rancangan studi potong lintang (cross sectional). Pengambilan data dilakukan secara retrospektif menggunakan catatan rekam medik selama periode Maret-September 2020. Sebanyak 81 pasien pneumonia anak di ruang rawat inap RSAB Harapan Kita digunakan sebagai sampel dan telah memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Data tersebut selanjutnya dianalisis dan dievaluasi menggunakan metode kriteria Gyssens. Pada penelitian ini, kelompok usia berusia 1 bulan hingga 1 tahun (68%). Pasien anak laki-laki (51,85%) lebih banyak dibandingkan pasien anak perempuan (48,15%), dan frekuensi lama rawat paling banyak 6-10 hari sebanyak 36 pasien (44,4%). Penggunaan antibiotik terbanyak di ruang rawat inap RSAB Harapan Kita untuk pneumonia secara beturut-turut adalah seftriakson (30,91%), lalu gentamisin (13,94%), dan azitromisin (12,73%). Total 165 regimen dari 81 pasien diperoleh hasil 109 regimen (66,06%) termasuk ke dalam kategori 0 dan 56 regimen (33,94%) termasuk ke dalam kategori I-VI. Hasil analisis menunjukkan adanya 33,94% ketidaktepatan penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia anak di RSAB Harapan Kita.
......Child mortality rate is due to pneumonia rather than other infectious diseases were the highest, with up to 56,51% cases in Indonesia or more than 19.000 children died in 2018. Since most of pneumonia is caused by bacteria, the therapy given for this infection is antibiotic. The objective of this research was described and evaluated the used of antibiotics qualitatively in pediatric pneumonia patients with Gyssens method. Method used in this study was cross-sectional, observational with descriptive data analysis. Data collection has been conducted retrospectively based on medical records during the period March-September 2020. 81 samples of pediatric pneumonia patients in RSAB Harapan Kita’s inpatient room who met the inclution criteria was taken used total sampling method. Then, data were analyzed and evaluated by Gyseens criteria method. In this research, there group age 1 – 12 months (68%) was being the highest population who used antibiotic due to 6-10 days length of stay (44,4%). It’s consists of male children (51,58%) and female children (48,15%). The most used antibiotic coherently ceftriaxone (30,91%), gentamycin (13,92%), and azithromycin (12,73%). The total 165 regimen, from 81 samples show that 109 regimens (66,06%) were categorized as Category 0 and 56 regimens (33,94%) as Category I-VI. Result show inaccuracy used of antibiotic up to 33,94% in RSAB Harapan kita."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fetri Kristiani
"Peresepan antibiotika yang tidak tepat akan meningkatkan kejadian resistensi. Resistensi antimikroba telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dengan dampak meningkatkan morbiditas, mortalitas, dan biaya kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas penggunaan antibiotik pada pasien pediatri dan pengaruh rekomedasi apoteker dalam meningkatkan kualitas penggunaan antibiotik, menurunkan lama rawat, serta biaya pengobatan. Penelitian ini menggunakan studi pra eksperimen dengan pendekatan prospektif. Data penelitian dikumpulkan dari rekam medik pasien dan dianalis dengan uji chi square serta uji korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rekomendasi apoteker dapat menurunkan masalah ketidaktepatan dosis (29,73%) menjadi 0%), ketidaktepatan lama pemberian (51,35% menjadi 5,41%), dan ketidaktepatan pemilihan obat (18,92% menjadi 5,41%). Average Cost Effectiveness Ratio (ACER) terhadap lama rawat kelompok rekomendasi (R) adalah Rp 2.481.456 lebih rendah dibandingkan kelompok non rekomendasi (NR) adalah Rp 2.640.703, sedangkan ACER terhadap hasil terapi (sembuh) kelompok rekomendasi (R) Rp 9.369.404 lebih rendah dibandingkan kelompok non rekomendasi (NR) Rp 17.985.054. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan antibiotik di RSUP Fatmawati tepat dan bijak, rekomendasi apoteker dapat meningkatkan kualitas penggunaan antibiotik, menurunkan lama rawat dan biaya pengobatan.

Inaccurate prescribing of antibiotic will increase the incidence of resitance. Antimicrobial resistance has became a worldwide health problem with the impact of increasing morbidity, mortality and health cost. This study aims to know the the quality of antibiotic use on pediatric and the influence of pharmacist recommendation in improving the quality of antibiotic use, reducing the length of stay and cost. This study used pra eksperiment with prospective approach. Data was collected from medical records, it was analyzed by chi square and correlation test. The results showed that pharmacist recommendation could reduce dosing inaccuracy problems (29,73% to 0%), inaccuracy of duration (51,35% to 5,41%), and drug selection (18,92% to 5,41%). Average Cost Effectiveness Ratio (ACER) to length of stay in recommendation group (R) was IDR 2.481.456 lower than the non recommendation group (NR) was IDR 2.640.703, while ACER to therapeutic results in recommendation group (R) was IDR 9.369.404 lower than non recommendation group (NR) was IDR 17.985.054. Based on the results it can be conculded that antibiotic use at RSUP Fatmawati is accurate and wise, pharmacist recommendation can improve the quality of antibiotic use, to reduce length of stay, and cost of treatment."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Binerta Bai Agfa
"Angka kejadian bedah caesar di seluruh dunia terus meningkat setiap tahun. Namun, angka risiko kematian pasca bedah caesar sangat tinggi akibat infeksi. Pemakaian suatu jenis antibiotik profilaksis pada sebagian kasus bedah caesar telah terbukti dapat mengurangi kejadian infeksi luka operasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola penggunaan antibiotik profilaksis serta kerasionalan antibiotik profilaksis yang digunakan pada pasien bedah caesar di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2015. Penelitian dilakukan secara observasional dengan menggunakan metode deskriptif dan data diperoleh dari rekam medis pasien secara retrospektif. Pengambilan data dilakukan dengan teknik purposive sampling. Evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis dinilai dari ketepatan pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat waktu pemberian dan tanpa infeksi luka operasi. Pasien yang memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian sebanyak 245 pasien. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa jenis antibiotik profilaksis yang paling banyak digunakan adalah sefazolin (72,66%). Pada penelitian terdapat pasien bedah caesar yang menerima antibiotik profilaksis 100% tepat pasien, 100% tepat indikasi, 98,78% tepat obat, 98,37% tepat dosis dan 72,24% tepat waktu pemberian, serta 98,37% tanpa infeksi luka operasi. Penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah sesar terbukti 72,24% pasien menunjukkan kerasionalan.

The number of caesarean section in all over the world continue to increase each year. But the rate of post caesarean section risk of death is very high due to infection. The use of a type of antibiotics prophylaxis in some cases of caesarean section has been proven to reduce the occurrence of surgical site infection. The purpose of this study was to know the image of antibiotic prophylaxis and the rationality of antibiotic prophylaxis on caesarean section patients in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in 2015. This study was conducted in observation using descriptive method and the data is acquired from medical record investigation retrospectively. Data were collected using purposive sampling technique. Rational use of antibiotics assessed evaluation of the appropriate patient, appropriate indication, appropriate drug, appropriate dose, appropriate time and without the provision of surgical site infection. Eligible patients as subjects of research were 245 patients. Data obtained showed that the most common kind of antibiotic prophylaxis that being used is cefazoline (72.66%). In this study were caesarean patients who received antibiotic prophylaxis showed 100% appropriate patient, 100% appropriate indication, 98.78% appropriate drug, 98.37% appropriate dose, 72.24% appropriate time and 98.37% no surgical site infection. The usage of antibiotic prophylaxis in patients with proven 72.24% caesarean section patients showed rationality."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S65013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safrina
"ABSTRAK
Infeksi daerah operasi IDO adalah infeksi yang terjadi hingga 30 hari setelah operasi pada pasien non implan atau satu tahun pada pasien menggunakan implan. IDO memberikan dampak morbiditas maupun mortalitas. Antibiotik profilaksis merupakan antibiotik yang digunakan 30-60 menit sebelum insisi bertujuan untuk mengurangi risiko IDO. Tujuan penelitian ini mengevaluasi penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien IDO dan menghitung angka IDO di RSUP Fatmawati periode Januari-April 2017. Penelitian dilakukan secara observational dengan metode deskriptif. Data diperoleh secara prospektif dan retrospektif. Pengambilan data dilakukan dengan teknik total sampling. Evaluasi penggunaan antibiotik profilaksis berupa evaluasi kesesuaian penggunaan antibiotik profilaksis dengan pedoman penggunaan antibiotik PPAB RSUP Fatmawati dan formularium RSUP Fatmawati, kesesuaian waktu pemberian serta kesesuaian berdasarkan kelas operasi. Pasien IDO yang memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian terdapat 38 pasien dan hanya 31 pasien IDO yang menggunakan antibiotik profilaksis. Data menunjukkan, antibiotik yang banyak digunakan oleh pasien IDO adalah sefazolin 45,16 . Hasil evaluasi didapatkan sebesar 38,89 antibiotik profilaksis yang digunakan pasien IDO dinyatakan sesuai dengan PPAB dan 83,87 dinyatakan sesuai dengan formularium. Evaluasi terhadap waktu pemberian didapatkan 7 pasien IDO 20,33 dinyatakan sesuai penggunaannya dan 70,49 sesuai terhadap kelas operasi bersih kontaminasi. Analisis bivariat terlihat adanya hubungan antara IDO dengan penggunaan antibiotik profilaksis p-value 0,004 dan tidak adanya hubungan antara IDO dengan kesesuaian penggunaan antibiotik berdasarkan pedoman p-value 0,542.

ABSTRACT
Surgical site infection (SSI) is an infection that occurs up to 30 days after non implant surgery or one year in patients that using implants. This infection will have an impact on morbidity and mortality. Prophylactic antibiotics are antibiotics that used 30 60 minutes before the incision that aimed to reduce the risk of infection on the surgical area. The purpose of this study to evaluate the use of prophylactic antibiotic in SSI patients and calculate the incidence surgical site infection in RSUP Fatmawati from January to April 2017. This research was observational with descriptive method based on the perspective and retrospective data that collected by total sampling technique. The evaluation of antibiotic with guidance of antibiotic usage of Fatmawati General Hospital 2014 and formulary of Fatmawati General Hospital 2014, conformity of timing and conformity with operation class. SSI patients who met the criteria for the study subjects were 38 patients with only 31 SSI patients on prophylactic antibiotics. The data shown the antibiotics that used by SSI patients was cefazoline 45.16 . The results of the evaluation obtained that 38.89 of prophylactic antibiotic used by SSI patients in accordance with guidance of antibiotic usage of Fatmawati General Hospital, 83.87 use of prophylactic antibiotics according to formulary, Only 7 IDO patients were declared using prophylactic antibiotics timely and 70.49 are suitable with the use of antibiotics in accordance with the class of clean contamination operations. Bivariate analysis showed that there was a correlation between SSI incidence with prophylactic antibiotic usage with p value 0.004 and aren rsquo t correlation between SSI incidence and suitability of antibiotic use based on guidance with p value 0.524."
2017
S67504
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Andini Putri
"Latar belakang: PPAB (Pedoman Penggunaan Antibiotik) merupakan panduan pemberian antibiotik empiris yang dibuat sesuai pola kuman dan resistensi antibiotik setempat. Pemberian antibiotik yang rasional untuk infeksi saluran kemih (ISK) mendukung proses kesembuhan, mencegah komplikasi, dan mencegah resistensi antibiotik.
Tujuan: Mengetahui apakah terapi yang direkomendasikan PPAB memberikan kesembuhan yang tinggi, mengevaluasi penggunaan antibiotik dengan alur Gyssens, dan mengetahui faktor risiko yang memengaruhi kesembuhan ISK.
Metode: Penelitian deskriptif dengan desain potong lintang yang dilakukan secara retrospektif pada pasien anak dengan ISK yang dirawat di RSCM.
Hasil: Sebanyak 196 subyek memiliki karakteristik sebagian besar berusia balita (32%), berstatus gizi malnutrisi (53%), memiliki komorbiditas (77%), menderita ISK simpleks (80%), berupa ISK simtomatik (88%), dan memiliki proporsi yang seimbang antara jenis kelamin lelaki dan perempuan. Antibiotik yang paling sering diberikan adalah sefotaksim, seftazidim, dan seftriakson. Alur Gyssens menunjukkan antibiotik diberikan rasional pada 53% pasien. Etiologi bakteri tersering adalah Escherichia coli, Enterococcus faecalis, dan Klebsiella pneumonia. Kesembuhan ISK berhubungan dengan pemberian antibiotik sesuai rekomendasi PPAB dibandingkan dengan pasien yang diberikan antibiotik lain (88% vs 74%, p = 0,05). Faktor risiko yang terbukti memengaruhi kesembuhan ISK adalah jenis kelamin laki-laki (p=0,04, adjusted OR 2,1 (IK 95% 1,03-4,30)) dan kondisi pasien tanpa komorbiditas (p<0,01, adjusted OR 5,7 (IK 95% 1,64-20,05)).
Kesimpulan: Terapi yang direkomendasikan PPAB memberikan angka kesembuhan yang lebih tinggi dibanding terapi antibiotik lain, evaluasi Gyssens menunjukkan pemberian antibiotik rasional hanya diberikan pada 53% pasien, dan faktor yang meningkatkan peluang kesembuhan ISK yaitu jenis kelamin lelaki dan kondisi tanpa komorbiditas
......Background: Standard treatment guideline used to guide empirical antibiotic use based on local microorganism patterns and antibiotic susceptibility. Rational use of antibiotic for urinary tract infection (UTI) promotes disease recovery, prevents complications, and prevent antibiotic resistance.
Objectives: To know whether patients treated with standard treatment guidelines gives better recovery rates, to evaluate rational use of antibiotic using Gyssens flowchart, and to know factors related to disease recovery.
Method: Descriptive study with cross-sectional design that conducted retrospectively on UTI pediatric patients hospitalized in RSCM.
Results: This study included 196 children, mostly toddlers (32%), malnourished (53%), having comorbidities (77%), uncomplicated UTI (80%), symptomatic UTI (88%), and has a balanced proportion between sexes. The antibiotics mostly prescribed were cefotaxime, ceftazidime, and ceftriaxone. Gyssens plot showed antibiotics were administered rationally in 53% of patients. The most common bacterial etiology is Escherichia coli, Enterococcus faecalis, and Klebsiella pneumonia. UTI recovery was significantly associated with antibiotics according to guideline recommendations compared with other antibiotics (88% vs 74%, p = 0.05). Risk factors associated with UTI recovery were male gender (p=0.04, adjusted OR 2.1 (95% CI 1.03-4.30)) and condition without comorbidities (p<0.01, adjusted OR 5.7 (95% CI 1.64-20.05)).
Conclusion: Patients treated according to standard treatment guidelines had better recovery rates, Gyssens flowchart showed antibiotic were rationally used in 53% patients, and factors that proved to increase recovery rates were male gender and conditions without comorbidities."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Helio Sarmento Freitas Guterres
"Latar belakang : Peresepan antibiotik (AB) yang tidak tepat umum terjadi di seluruh dunia dan berkontribusi pada meningkatnya organisme yang resisten. Diperlukan sistem surveilans untuk memantau penggunaan AB dan resistensi untuk pengambilan keputusan yang tepat.
Indonesia belum pernah menerapkan Point prevalence survey (PPS) dalam evaluasi AB dan resistensi. Tujuan: untuk mengetahui profil penggunaan antibiotik dan resistensi mikroorganisme di rumah sakit menggunakan metode PPS
Metode : penelitian potong lintang. Dilakukan pengumpulan data demografi, penggunaan antibiotik dan kultur resistensi mikroorganisme menggunakan formulir PPS.
Hasil : Pada hari penelitian dilakukan survei terhadap 451 pasien, ditemukan 244 (54,1%) pasien mendapatkan AB dengan diagnosis paling banyak adalah pneumonia (25%). Alasan penggunaan antibiotik adalah untuk tatalaksana infeksi dari komunitas sebanyak 50,8%, infeksi dari fasilitas kesehatan sebanyak 15,5%, penggunaan AB sebagai profilaksis sebanyak 30,7% dan 3% tidak ditemukan alasan indikasi penggunaan AB. Diresepkan 368 AB, di mana
hanya 46 (12,5%) AB yang digunakan sebagai terapi definitif. Tiga AB yang paling sering digunakan adalah ceftriaxone (15,5%), levofloxacin 9,2% and ampicillin sulbactam 7,9%. Tanggal evaluasi penggunaan AB hanya tertulis pada 88 (22,3%) AB. Tidak tersedia pedoman
tatalaksana lokal sebanyak 83 (22,6%) penggunaan AB dan hanya 214 (58,2%) AB yang diresepkan sesuai dengan pedoman tata laksana lokal. Kami melakukan evaluasi terhadap 244 pasien yang menggunakan AB dan hanya 91 (38%) pasien yang dilakukan pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Didapatkan 222 sampel, dimana 81 (36,5%) adalah steril. Tiga mikroorganisme terbanyak adalah Klebsiella pneumoniae 47 (20,7%), Pseudomonas aeruginosa 22 (9,9%) dan Escherichia coli 20 (9%). Jumlah
mikroorganisme extended-spectrum β-lactamase (ESBL) didapatkan sebesar 21,4%, resisten terhadap karbapenem 12,5% dan Multiple drug resistance (MDR) sebesar 17,7%.
Kesimpulan : lebih dari setengah pasien yang disurvei menggunakan AB dan angka kepatuhan penggunaan antibiotik masih belum baik, evaluasi resistensi kuman terbatas karena jumlah sampel yang diperiksa kurang. Pelaksanaan PPS terbukti efektif dan efisien.
......Background: Inappropriate antibiotic prescribing appears to be common worldwide and is contributing to the selection of resistant organisms. Surveillance systems to monitor antimicrobial use and resistance are needed to improve decision making and assess the effect of interventions. Point prevalence surveys (PPSs) in Indonesian hospitals have not yet been applied. Aim : to evaluate the antibiotic prescribing trends and microorganism resistance using PPS methods Methods: A one day, cross-sectional PPS was performed whereas total of 10 days were taken. Data on demographics, antimicrobial use and culture/resistance test of all adult inpatients were collected using a data collection form. Results: On the day of the study 451 adults patients were surveyed, 244 (54.1%) were received
368 antibiotics and the most common diagnosis was pneumonia (25%). Reasons of using the antibiotics were to treat community acquired infection (CAI) 50.8%, hospital acquired infection (HAI) 15.5%, prophylaxis 30.7% and 3% was unknown. 368 antibiotics prescriptions were issued, of which 46 (12.5%) were used for definitive therapy. The top three antibiotics prescribed were ceftriaxone (15.5%), levofloxacin 9.2% and ampicillin sulbactam 7.9%.
Review date of using antibiotics were performed in 88 (22.3%). Local guidelines was not available for 83 (22.6%) of prescribed antibiotics and among prescribed antibiotics with local guidelines available compliance was 214 (58.2%). We evaluate the culture test among those received antibiotics (244), 91 (38%) patients were
performed culture and resistance test. From these 222 samples of culture, 81 (36.5%) was sterile. The most three growth microorganisms were Klebsiella pneumoniae 47 (20.7%), Pseudomonas aeruginosa 22 (9.9%) and Escherichia coli 20 (9%). The number of extendedspectrum β-lactamase (ESBL) recorded at 21.4%, Carbapenem Resistanculture ce was 12.5% and Multiple drug resistance was 17.7%. Conclusions: more than half-of-patients surveyed by PPS in an hospital in Indonesia were on antibiotics, has a limitation due to availability of result and sample. Conducting PPS in teaching hospital proved to be effective and efficient. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryman Utama Suryadinata
"Penggunaan antibiotik yang salah atau irasional dapat menyebabkan terjadinya kasus Antibiotic Resistance (ABR). Salah satu proses dalam mengendalikan ABR yaitu dengan melakukan evaluasi rasionalitas penggunaan antibiotik dengan alur Gyssens. Rumah Sakit X saat ini berupaya untuk terus memenuhi standar pelayanan kesehatan yaitu tentang penggunaan antibiotik yang rasional. Metode untuk mengevaluasi rasionalitas yang digunakan adalah dengan metode Gyssens. Kemudian, beberapa hasil yang menarik akan diverifikasi dengan tim pada saat diskusi dilakukan. Sampel yang dikumpulkan sebanyak 307 kali penggunaan antibiotik. Terdapat 7,5% penggunaan antibiotik yang sesuai dengan pedoman dan penggunaan antibiotik terbanyak pada golongan Cephalosporin generasi 3 (Ceftriaxone) dan Beta Lactam (Ampisilin Sulbaktam).
Penyebab terjadinya ketidaksesuaian dan dalam penggunaan antibiotik adalah belum adanya standar pedoman penggunaan antibiotik pada seluruh kelompok diagnosa penyakit, beberapa antibiotik tidak tersedia di rumah sakit, beberapa kebijakan dan program belum berjalan maksimal. Dampak tersebut dapat menyebabkan potensi terjadinya resistensi, penurunan efektivitas obat bahkan dapat meningkatkan biaya pengobatan. Beberapa solusi harus segera dilakukan yang bertujuan untuk meningkatkan cost saving dan hal ini dapat berpengaruh terhadap pembelian obat di rumah sakit termasuk pada mengurangi potensi risiko lainnya yang dapat muncul. Hal tersebut memiliki tujuan akhir yang sama yaitu kualitas pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya yang terkendali.
......Irational antibiotics usage could drive into Antibiotics Resistance (ABR) which could be control by doing the evaluation of antbiotic usage. Nowdays, Hospital X is very concern to improve their quality of services by pushing rational usage of antibiotics. This reasearch will evaluate the rationality of antibioic useage with Gyssens algorithm, and cntinue by some discussion with the team for verification the interesting results. The total sample is 307 cases of antibiotic used. There are 7,5% rational cases of antibiotics usage which Cephalosporin 3 generation (Ceftriaxone) and Beta Lactam (Ampicillin Sulbactam) were the most frequent delivered.
Those irational antibiotic usage caused by there was no antibiotics used guideline for therapy especially for antibiotics therapy, some kind of antibiotics are not available in hospital and some internal regulations and programs were not working properly which could drive to antibiotics resistance, inefficient of the treatment and also increase the treatment cost. The hospital should do some improvement to prevent the resistance, which could give some benefits such as increase cost saving of the treatment, decrease the purchasing level and minimum risk of potential incident. All of those things just to reach the best quality with the controlled cost of healthy services."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audra Heningtyas
"Penggunaan antibiotik secara bebas atau tanpa menggunakan resep dan kepatuhan pasien dalam menghabiskan antibiotik yang digunakan merupakan salah satu penyebab timbulnya resistensi antibiotik. Masalah resistensi antibiotik selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas juga memberikan dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan praktik pembelian antibiotika tanpa resep dan hubungan praktik pembelian antibiotik tanpa resep dengan kepatuhan pengobatan dalam menghabiskan antibiotik yang digunakan di beberapa apotek Kecamatan Beji Kota Depok pada tahun 2018.
Metode Penelitian ini menggunakan desain studi kuantitatif dan dilakukan secara random terhadap responden yang keluar apotek yang menjual antibiotik tanpa resep yang kemudian dihubungi kembali setelah 7 hari untuk mendapatkan data kepatuhan pengobatan dalam menghabiskan antibiotik yang digunakan.
Hasil dari penelitian diantara 109 responden 63,3% membeli antibiotik tanpa resep, 37,6 % tidak menghabiskan antibiotiknya, 82% responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah melakukan pembelian antibiotik tanpa resep, terdapat perbedaan rata rata nilai pengetahuan, sikap, persepsi dan akses sarana antara yang membeli antibiotik tanpa resep dengan responden yang membeli dengan resep dengan masing masing nilai p value = 0,016; 0,0005; 0,0005; dan 0.0005. Terdapat 25,5% untuk pengalaman terdahulu dan 47,7% responden yang menjadikan sebagai referensi dan melakukan pembelian antibiotik tanpa resep.
Kesimpulan: Faktor faktor yang berhubungan terhadap pembelian antibiotik tanpa resep adalah pendidikan, pengetahuan, sikap, persepsi, akses sarana mendapatkan antibiotik tanpa resep, saran teman dan pengalaman terdahulu, selain itu terdapat hubungan yang bermakna antara pembelian antibiotik tanpa resep dengan perilaku tidak menghabiskan antibiotik.
......The use of antibiotics freely or without prescription and patients' obedience in completely consuming the antibiotics bought is one factor causing antibiotic resistance. Problem of antibiotic resistance, besides impacting morbidity and mortality, has also a very negative impact both economically and socially.
Purpose of this study is to determine factors related to the practice of antibiotic purchase without prescription and the relationship of the practice of purchasing antibiotics without prescription with patients' obedience in completely consuming antibiotics bought at some pharmacies in Beji subdistrict, Depok city in 2018.
Method: This research used a quantitative and random design study to respondents who bought antibiotics sold by the pharmacies sold those without prescription and then the patients contacted one more time after 7 days to obtain patients' obedience data in completely consuming the antibiotics bought.
Results: Among 109 respondents, 63.3% were taking antibiotics without prescriptions, 37.6% did not completely consume the antibiotics, 82% of those with low levels of education had antibiotic purchases without a prescription, there was an average difference in the value of knowledge, attitudes, perceptions and access between those who buy antibiotics without a prescription and respondents who buy them with a prescription with each value of p value = 0.016; 0.0005; 0.0005; and 0.0005. There were 25.5% for prior experience and 47.7% of respondents made reference and purchased antibiotics without a prescription.
Conclusions: Factors related to purchasing antibiotics without prescription are education, knowledge, attitude, perception, access to antibiotics without prescription, friend suggestions and prior experience. There is a significant association between the purchase of antibiotics without prescription and the antibiotic-free behavior."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50193
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>