Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adhityo Adyahardiyanto
"Laporan International Energy Agency (IEA) menunjukkan bahwa sekitar 33% dari total emisi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Indonesia berasal dari kegiatan di sektor energi. Jumlah yang signifikan ini membuat Indonesia menjadi negara kontributor GRK global terbesar ke-6 (enam) di dunia. Berkaitan dengan fakta tersebut, pemerintah Indonesia sejatinya telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK dalam Paris Agreement, sebagaimana diratifikasi sebagai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to The United Nations Framework Convention Climate Change. Sebagai salah satu upaya tersebut, Pemerintah Indonesia melakukan penyusunan kebijakan percepatan pemanfaatan tenaga listrik untuk penggerak kendaraan bermotor dan membangun sistem Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) secara bertahap. Secara lebih lanjut, hal ini diejawantahkan dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan (Perpres 55/2019). Dalam pendekatan umum, KLBB memang dapat mengatasi permasalahan emisi GRK dari kendaraan BBM. Namun jika dilihat lebih dekat, sejatinya kerangka kebijakan terkait infrastruktur untuk KLBB ini dapat menciptakan katastrofi selanjutnya dalam pengelolaan SDA, energi, serta keberlanjutan lingkungan di Indonesia. Sebab, energi yang diperoleh SPKLU tersebut diperoleh dari sumber-sumber energi tidak terbarukan. Atas hal tersebut, penulis kembali mempertanyakan komitmen pemerintah Indonesia dalam mencapai target penurunan emisi GRK guna menciptakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan kelestarian lingkungan, khususnya ketahanan iklim, sebagaimana dijanjikan dalam UU 16/2016 terkait target penurunan emisi GRK. Penulis menggunakan penelitian yuridis-normatif dimana penulis melihat kesesuaian antara kebijakan SPKLU dengan berbagai bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Selain itu, utamanya penulis akan mengaitkan kebijakan tersebut dengan prinsip-prinsip kebijakan pengelolaan energi di Indonesia. Dari penelitian ini, Pemerintah Indonesia demikian perlu untuk mengevaluasi kembali penerapan kebijakan infrastruktur SPKLU di Indonesia. Hal ini tidak lain guna mendorong kesuksesan pencapaian target penurunan emisi GRK di Indonesia.
......The International Energy Agency (IEA) report indicates that approximately 33% of Indonesia's total Greenhouse Gas (GHG) emissions come from activities in the energy sector. This significant amount makes Indonesia the 6th largest global contributor to GHG emissions. In light of these facts, the Indonesian government has committed to reducing GHG emissions as part of the Paris Agreement, ratified under Law Number 16 of 2016 concerning the Ratification of the Paris Agreement to The United Nations Framework Convention on Climate Change. As part of these efforts, the Indonesian government has formulated policies to accelerate the use of electric power for motor vehicles and gradually establish Public Electric Vehicle Charging Stations (SPKLU). This commitment is further articulated in Presidential Regulation Number 55 of 2019 on the Acceleration of Battery Electric Vehicle (BEV) Programs for Road Transportation (Presidential Regulation 55/2019). While electric vehicles can address the issue of GHG emissions from conventional fuel vehicles in a general sense, a closer examination reveals that the policy framework regarding the infrastructure for Battery Electric Vehicles (BEVs) could potentially lead to further catastrophes in the management of natural resources, energy, and environmental sustainability in Indonesia. This is because the energy obtained from these charging stations comes from non-renewable sources. In light of this, the author questions the Indonesian government's commitment to achieving GHG emission reduction targets for sustainable development, particularly in terms of climate resilience, as promised in Law 16/2016 regarding GHG emission reduction targets. The author employs a juridical-normative research approach, examining the compatibility of the SPKLU policy with various primary, secondary, and tertiary legal sources. Based on this research, it is imperative for the Indonesian government to reevaluate the implementation of SPKLU infrastructure policies in Indonesia. This is essential to ensure the success of achieving GHG emission reduction targets in the country."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Adam Alrosyid
"Mobil listrik berkembang pesat di Indonesia dan pengisian daya mobil listrik selama waktu beban puncak dapat menambah beban pada jaringan. Salah satu solusinya adalah dengan menggeser waktu pengisian ke waktu di luar beban puncak. Menaruh stasiun pengisian di gedung perkantoran dan memenuhi kebutuhan pengisian daya selama jam kerja kantor dengan harga yang lebih rendah dari grid dapat menarik pemilik kendaraan listrik untuk melakukan pengisian batrai kendaraan listrik di luar waktu beban puncak. Studi ini bertujuan menganalisa keuntungan bagi lingkungan dengan melakukan pengisian mobil listrik menggunakan solar photovoltaic (PV). Menggunakan grid sebagai perbandingan dengan pengisian dengan PV didapatkan bahwa biaya pengisian dengan PV 40% lebih rendah dari jaringan listrik dan jika dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar minyak biayanya 70% lebih rendah. Dan dengan pendekatan bottom-up menggunakan metode fuel-based total emisi CO2 per orang (TEPp) yang dihasilkan 90% lebih rendah jika dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar minyak jika dibandingkan dengan kendaraan listrik yang diisi menggunakan PV.
......Electric car is growing rapidly in Indonesia and charging electric vehicle (EV) during grid peak hours can give additional burden to the grid. One of the solutions is by shifting charging time to off-peak hours. Putting charging station in office building and fulfill charging demand during office hour at lower price than standard grid can attract owner to charge their EV at off-peaks hours. This study is to analysis the environmental benefit of charging EV using solar photovoltaic (PV). Using the standard grid charging as comparison to solar PV charging station is found that solar PV charging is 40% cheaper and more than 70% cheaper if compared to gasoline vehicle. Also, with bottom-up approach using fuel-based method the result of total CO2 emission per person (TEPp) can be more than 90% lower compared to gasoline vehicle while EV is charged by solar PV."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library