Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suryana
"Pada tahun 1996 Pemda DKI Jakarta meluncurkan program Langit Biru Kota Jakarta dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas udara Jakarta. Salah satu langkah yang dilakukan adalah memulai pelaksanaan kendaraan berbahan bakar alternatif termasuk pemakaian bahan bakar gas (BBG) untuk angkutan umum di Jakarta. Tetapi pelaksanaan program ini dianggap belum berhasil dengan indikasi justru terlihat semakin sedikitnyajumlah kendaraan yang memakai BBG, bahkan kini semakin jarang ditemui kendaraan yang memakai bahan bakar gas. Penyebab terjadinya hal ini adalah dikarenakan semakin sedikitnya jumlah SPBG yang beroperasi yang menyulitkan kendaraan mengisi bahan baker gas, mahalnya harga konverter kit yaitu alat untuk mengkonversikan kondisi mesin dari bahan bakar minyak seperti solar dan premium kepada BBG. Penyebab lain adalah Pemda DKI yang terlihat kurang sungguh-sungguh untuk mensukseskan program ini. Tidak jelasnya demand & supply BBG untuk SPBG menyebabkan Perusahaan Gas Negara (PGN) juga mengalami kesulitan untuk bisa memenuhi kebutuhan BBG. Kemudian Tahun 2004 Pemda DKI meluncurkan program busway sebagai moda transportasi massal yang diharapkan selain dapat mengurangi kemacetan juga dapat mengurangi laju polusi udara di Jakarta karena diharapkan banyak pemilik kendaraan pribadi yang ikut menyumbang 70 % polusi di Jakarta karena kendaraan bermotor beralih menggunakan busway. Penggunaan Bahan Bakar Gas (BBG) mulai koridor dua sampai koridor lima belas yang pembangunannya diharapkan selesai tahun 2010 diharapkan pula ikut memasyarakatkan penggunaan BBG. Perhitungan yang dilakukan untuk memenuhi demand and supply BBG dilakukan dengan menghitung berbagai variabel-variabel dan asumsi-asumsi yang terkait seperti banyak unit bus beropersi, kecepatan rata-rata busway, volume tangki BBG, jarak tempuh /liter BBG, lama operasi serta panjang rute dari busway tersebut. Model simulasi power simulation digunakan untuk menghitung sejauh mana peran serta busway 2010 ini dapat mengurangi laju penggunaan kendaraan pribadi di Jakarta. Terlihat bahwa kehadiran lima belas koridor busway ini cukup signifikan dalam mengurangi laju partikel-partikel polutan di udara Jakarta.

In 1996 the goverment of Dki Jakarta launched a proram caled 'Langit Biru Jakarta' with the aim to improve air quality of Jakarta. Of of its action was to start the use of vehicles with alternative fuel include usin as fuel (Bahan Bakar as or BBG) for public transportation in Jakarta. This proram wasn't succesful because the number of vehicles using BBG was small, and it's even eting rare now. It happened because SPBG - gas station for gas fuel - was still rare, the price of converter kit - tool to convert machine with gasoline into gas fuel - wasvery expensive. Another cause was because the goverment didn't take this program seriously. The unspecified number of demand and supply for gas fuel made it difficult for Perusahaan Gas Negara ( a gas State-Owned Company) to fulfill the needs of BG. Then in 2004 the goverment launched busway program as mass transportation for reducing traffic jam and air pollution in Jakarta because goverment hped that the owner of private vehicles would used the busway .To sosialize BBG, corridor 2 untill 15 will use BBG, which deveopment will be finished in 2010. The calculation to fulfill demandand supply of BBG is done by calculating some variables and assumption related to number of bus operated, busway average speed, volume ofBBGs tank, BBGs radius per liter, time of operation and rote of busway. The simulation of model power simulation is used to evaluate the role of busway 2010 in reducing number f private vehicles that is used in Jakarta. And since then we can see that 15 corridor of busway is quite significant in reducing number of pollutant particles in Jakarta's atmosphere."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S37853
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahni Mauludi
"Busway transjakarta telah beroperasi hingga koridor 8 (delapan) saat ini. Jumlah penumpang tiap tahun menunjukkan peningkatan yang tinggi. Pada bulan Agustus 2010 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan sterilisasi jalur busway. Peningkatan penumpangpun terlihat dari data bulan Agustus 2010. Namun, pelayanan busway belum dapat diandalkan dan ini terlihat dari kekecewaan penumpang terutama yang menggunakan busway pada saat peak hour dan harus menunggu lama. Disisi lain busway belum mampu memaksimalkan perpindahan pengguna kendaraan bermotor pribadi ke busway. Ini menyebabkan emisi kendaraan bermotor di DKI Jakarta makin meningkat. Sehingga dalam pemecahan permasalahan perlu diatur time management busway dan peningkatan pelayanan dalam rangka menurunkan emisi kendaraan di DKI Jakarta.

Transjakarta busway has been operating up to 8 (eight) corridor at this time. The number of passengers per year increases rapidly. In August 2010, local government of DKI Jakarta apply sterilization busway lane. The Increasing passengers can be observed from the data August 2010. However, level of service busway is not good enough and this can be seen from the disappointment reaction of passengers which using the busway, especially during peak hours which have to wait long time for one bus. On the other side busway still has not be able to maximize the transfer of private motor vehicle users to use the busway. This causes the emissions of motor vehicle in Jakarta increased. Thus, in solving the problem needs to arrange time management busway and improve services in order to reduce vehicle emissions in Jakarta."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T28313
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Radhityana Muhammad
"Polusi atau emisi gas rumah kaca merupakan salah satu hal sumber eksternalitas negatif bagi lingkungan. Peningkatan emisi akan berdampak pada peningkatan suhu yang berakibat pada perubahan iklim. Salah satu penyumbang emisi terbesar di Indonesia adalah sektor transportasi.  Transisi menuju penggunaan kendaraan listrik merupakan salah satu alternatif kebijakan dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca. Kebijakan pemerintah Indonesia melalui Perpres 55/2019 bertujuan untuk mempercepat implementasi kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia. Kendaraan listrik dianggap tidak menimbulkankan polusi dalam penggunaannya. Namun, di sisi lain penggunaan kendaraan listrik berpotensi menimbulkan leakage effect dari sektor transportasi terhadap emisi di sektor pengadaan listrik.  Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak ekonomi dan lingkungan akibat permintaan listrik yang merupakan derived demand dari kendaraan listrik. dengan menggunakan analisis environmentally extended input-output (EEIO). Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa total output perekonomian Indonesia berpotensi mengalami peningkatan hingga Rp 636 Miliar akibat peningkatan penggunaan kendaraan listrik. Pada sektor transportasi penggunaan kendaraan listrik dapat berpotensi mengurangi emisi hingga 76.982 Ton CO2. Tetapi leakage effect yang dihitung dari tambahan emisi sektor pembangkit listrik sebesar 92.863 TonCO2 dari total emisi dan hasil perhitungan EEIO 156.709 TonCO2. Jadi, pengurangan emisi sektor transportasi akibat penggunaan kendaraan listrik lebih kecil dibandingkan emisi yang muncul dari kegiatan ekonomi terutama di sektor pembangkitan listrik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terjadi leakage effect akibat peningkatan penggunaan kendaraan listrik meskipun memiliki potensi yang besar dalam pengurangan emisi sektor transportasi.  

Pollution is a source of negative externality for the environment. Increasing emissions will follow by the increase of global temperature that impacts climate change. The transportation sektor is one of the most significant contributors to emission production. The transition to the usage of electric vehicle (EV) is an alternative solution to reduce greenhouse gas emissions because it has zero emissions. The Indonesian government has been aiming to raise the usage of EV through fiscal and non-fiscal incentives through regulation in Perpres 55/2019. However, there's a potential leakage effect of emission increase in the activities of generating electricity. Even electric vehicles are considered to be zero emissions. This study aims to quantify the economic and environmental impact of increasing electricity demand by increasing the use of electric vehicles using environmentally extended input-output analysis. The results find that economic output will increase to Rp 636 billion as the effect of the increasing electricity demand. The emission of transportation sector will have a potential decrease to 76.982 Ton CO2. Unfortunately, Electricity generation sector emission will potentially increase to 92.863 Ton CO2 and also the total emission will increase to 156.709 Ton CO2e. The results shows that leakage effect occur after the increase of electric vehicle usage in Indonesia even the EVs have a huge pontential to reduce emission in transport sector."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devtyana Ayu Kiesha Dewi
"Penelitian ini difokuskan pada Pulau Bali dengan tujuan mendukung pengurangan emisi karbon di Indonesia, yang sejalan dengan komitmen Pemerintah Indonesia pada UNFCCC COP21 Paris untuk mengurangi emisi sebesar 29% pada tahun 2030. Menggunakan perangkat lunak Balmorel, penelitian ini menguji skenario perencanaan sistem tenaga listrik dengan fokus pada Energi Baru dan Terbarukan (EBT), membandingkan skenario Business as Usual (BaU) sebagai acuan dengan skenario pengurangan emisi sebesar 30%, 40%, dan 50% pada tahun 2033. Beberapa asumsi yang digunakan dalam pemodelan ini antara lain dasar kebijakan dan potensi EBT setempat menggunakan rancangan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), rencana pembangkit menggunakan rancangan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN, data referensi harga dan jenis pembangkit berdasarkan technology catalogue yang disusun oleh kerjasama KESDM-Denmark. Analisis menunjukkan bahwa skenario dengan pengurangan emisi 40% memberikan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) yang paling optimal, menegaskan bahwa penggunaan EBT seperti solar, geothermal, angin, hidro, dan bioenergi lebih efisien dalam menurunkan biaya operasional dibandingkan pembangkit bertenaga fosil. Hasil ini memberikan panduan bagi pemerintah Pulau Bali dalam merencanakan infrastruktur ketenagalistrikan yang berkelanjutan dan mendukung visi Pulau Bali menjadi 'Bali Hijau' sebagai destinasi wisata berkelanjutan.

This research is focused on the island of Bali with the objective of supporting the reduction of carbon emissions in Indonesia, in line with the Indonesian Government's commitment at the UNFCCC COP21 in Paris to reduce emissions by 29% by 2030. Utilizing the Balmorel software, this study evaluates power system planning scenarios with an emphasis on New and Renewable Energy (NRE), comparing the Business as Usual (BaU) scenario as a baseline with emission reduction scenarios of 30%, 40%, and 50% by 2033. The assumptions used in this modeling include policy foundations and local NRE potentials using the design of the National General Electricity Plan (RUKN), generation plans based on the Electricity Supply Business Plan (RUPTL) of PLN, and reference data for prices and types of generators from the technology catalog developed through the cooperation between the Ministry of Energy and Mineral Resources (KESDM) of Indonesia and Denmark. The analysis indicates that the scenario with a 40% emission reduction offers the most optimal Basic Cost of Production (BPP), confirming that the use of NRE sources such as solar, geothermal, wind, hydro, and bioenergy is more efficient in reducing operational costs compared to fossil fuel-based power plants. These findings provide guidance for the Bali government in planning sustainable power infrastructure and support the vision of Bali as 'Green Bali,' a sustainable tourism destination. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library