Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Ivan Diandy
"Bukti-bukti ilmiah pada pilihan obat golongan inhibitor enzim pengonversi angiotensin (ACEI) dan angiotensin II receptor blockers (ARB) terhadap perkembangan nefropati pada pasien diabetes masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efek renoprotektif dan keamanan dari obat-obatan ini pada pasien penyakit ginjal diabetik. Penelitian kohor ambispektif ini dilakukan pada pasien diabetes yang menggunakan terapi ACEI atau ARB. Luaran utama renoprotektif meliputi perubahan RAK, stadium PGD, dan kejadian morbiditas, parameter luaran keamanan adalah perubahan kalium darah. Sebanyak 57 pengguna ACEI dan 57 pengguna ARB diikutkan dalam penelitian ini. Penggunaan ACEI atau ARB menunjukan tidak adanya perbedaan bermakna terhadap luaran yang diamati. Perubahan RAK (P 0,850; OR 1,087; 95% CI, 0,706-1,673), stadium PGD (P 0,641; OR 1,068; 95% CI, 0.888-1.285), kalium darah (P 0,708; OR 0,897; 95% CI, 0,612- 1,313) dan kejadian morbiditas (P 0,400; OR 1,128; 95% CI, 0,900-1,414) selama penlitian menunjukan perbedaan perubahan yang tidak bermakna. Berdasarkan temuan ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan ACEI dan ARB pada pasien diabetes dengan nefropati memiliki efek renoprotektif dan keamanan yang sama.

Scientific evidences on the choice of angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEIs) and angiotensin II receptor blockers (ARBs) in the development of nephropathy in diabetic patients are  still limited. This study aims to compare the renoprotective and safety effects of these drugs in patients with diabetic nephropathy. This ambispective cohort study was conducted in diabetic patients who uses ACEIs or ARBs therapy. The main outcomes includeed changed in UACR, stages of chronic kidney disease (CKD), and the incidence of morbidity. The safety endpoint was changed in blood potassium. A total of 57 ACEI users and 57 ARB users were included in this study. The use of ACEIs or ARBs showed no significant differences in the observed primary outcomes. Changes in RAK (P 0.850; OR 1.087; 95% CI, 0.706-1.673), stage of CKD (P 0.641; OR 1.068; 95% CI, 0.888-1.285), blood potassium (P 0.708; OR 0.897; 95% CI, 0.612-1,313) and morbidity (P 0,400; OR 1,128; 95% CI, 0,900-1,414) during the study showed no significant difference in the changes. Based on these findings it can be concluded that the use of ACEIs and ARBs in diabetic patients with nephropathy has the same renoprotective and safety effects."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T55011
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Drajad Priyono
"Latar Belakang : Ultrasonografi dua dimensi sampai saat ini masih digunakan untuk mendeteksi penyakit ginjal kronik , namun hasil yang didapat sering tidak memuaskan terutama pada penderita penyakit ginjal diabetik karena hasil yang didapatkan seringkali normal. Pemeriksaan ultrasonografi color doppler dengan renal resistive index(RI) banyak digunakan sebagai alat diagnostik dan prognostik bebagai kondisi vaskuler ginjal baik pada transplantasi maupun pada penyakit ginjal kronik, namun manfaat pemeriksaan RI pada penyakit ginjal diabetik masih belum jelas.
Tujuan : Mengetahui korelasi Renal Resistive Index dengan e GFR (CKD-EPI) pada penderita penyakit ginjal diabetik.
Metode Penelitian : Studi Potong Lintang dengan subjek penelitia pasien PGD stadium 1-5, dilakukan di RSCM pada Bulan Januari-Februari 2015. Jumlah subjek sebanyak 34 orang. Dilakukan Pemeriksaan USG 2 Dimensi dan USG doppler dan pemeriksaan eGFR (CKDEPI). Analisa statistik dengan Spearman?s correlation.
Hasil : Rerata Usia subjek penelitian 55,8 tahun, Rerata RI pada stadium 1 adalah 0,65, stadium 2 ,0,64, stadium 3 rerata RI adalah 0,72, stadium 4 adalah 0,78 dan stadium 5, rerata RI 0,8. Korelasi antara RI dan e GFR (CKD-EPI) pada penderita penyakit ginjal diabetik adalah r=-0,84 dengan p=0.000, R2 =0,714.
Simpulan : Terdapat korelasi negatif yang kuat antara Renal resistive index dengan eGFR(CKD-EPI) pada penyakit ginjal diabetik.

Background : Two dimension ultrasonografi is still be used to detect chronic kidney disease but the result is not satisfying because the image shows normal on early phase of diabetic kidney disease. Doppler ultrasound with using renal resistive index (RI) Doppler ultrasound with renal resistive index (RI) used as diagnostic and prognostic tool in every vasculer condition of kidney in transplantation or chronic kidney disease, but the advantages of RI in diabetic kidney disease still unclear.
Objective : To Determine correlation between renal resistive index (RI) and e GFR (CKDEPI) in diabetic kidney disease.
Methods : A cross sectional Study, All patients with diabetic kidney disease stage 1-5 (n=34). Patients were examined using doppler ultrasound to look for renal resistive index and e GFR using CKD-EPI method, from January to February 2015 in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. Statistically analyzed by Spearman's Correlation.
Results : The mean Age of the patients was 55,8 yr. The mean RI in stage 1 was 0,65, stage 2 was 0,64, stage 3 was 0,72, stage 4 was 0,78 and stage 5 was 0,8. The correlation between RI and e GFR (CKD-EPI) in diabetic kidney disease, r= -0,84 with p=0,000, R2=0,714.
Conclusion :There is a strong negative correlation between RI and e GFR (CKD-EPI) in diabetic kidney disease.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Riahdo Juliarman
"Latar Belakang: Penyakit ginjal diabetik (PGD) merupakan salah satu penyebab terbanyak penyakit ginjal kronik tahap akhir. Podositopati sebagai gambaran dini PGD dapat ditandai oleh adanya protein spesifik podosit (nefrin dan podosin) di urin. Asymmetric dimethylarginine (ADMA) merupakan penanda disfungsi endotel yang diketahui meningkat pada hiperglikemia serta berhubungan dengan albuminuria dan progresivitas kerusakan ginjal. Mekanisme terjadinya gangguan ginjal akibat disfungsi endotel belum sepenuhnya diketahui. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi ADMA plasma dengan kadar nefrin, podosin, dan rasio podosin nefrin (RPN) urin pada pasien PGD. Metode: Studi potong lintang dilakukan terhadap pasien PGD pada dua rumah sakit di Jakarta sepanjang periode April sampai Juni 2023. Dilakukan pengumpulan data karakteristik subjek, riwayat penyakit dan pengobatan, serta data laboratorium yang relevan. Pemeriksaan ADMA dilakukan dengan metode liquid chromatography dari darah, sedangkan nefrin dan podosin dilakukan dengan metode ELISA dari urin. Uji korelasi dilakukan untuk menilai hubungan ADMA dengan nefrin, podosin, dan RPN. Regresi linier dilakukan untuk menilai pengaruh variabel perancu terhadap hubungan tersebut. Hasil: Dari data 41 subjek yang dianalisis ditemukan rerata ADMA 70,2 (SD 17,2) ng/mL, median nefrin 65 (RIK 20-283) ng/mL, dan median podosin 0,505 (RIK 0,433-0,622) ng/mL. Ditemukan korelasi bermakna antara ADMA dengan nefrin (r=0,353; p=0,024) dan korelasi bermakna antara ADMA dengan RPN (r=–0,360; p=0,021). Tidak ditemukan korelasi bermakna antara ADMA dengan podosin (r=0,133; p=0,409). Analisis multivariat menunjukkan indeks massa tubuh sebagai faktor perancu. Simpulan: Terdapat korelasi positif lemah antara ADMA dengan nefrin urin dan korelasi negatif lemah antara ADMA dengan RPN urin pada pasien PGD. Tidak ditemukan korelasi antara ADMA dengan podosin urin.

Background: Diabetic kidney disease (DKD) is the leading cause of end-stage kidney disease, and podocytopathy is an early manifestation of DKD characterized by the urinary excretion of podocyte-specific proteins, such as nephrin and podocin. Asymmetric dimethylarginine (ADMA), a biomarker of endothelial dysfunction, is associated with progressive kidney dysfunction. However, the mechanism of endothelial dysfunction in DKD progression is unclear. Objectives: The aim of this study was to investigate the correlations of ADMA levels with nephrin, podocin, and the podocin nephrin ratio (PNR) in DKD patients. Methods: A cross-sectional study of 41 DKD outpatients was performed in two hospitals in Jakarta from April to June 2023. The collected data included the subjects’ characteristics, histories of disease and medication, and relevant laboratory data. Serum ADMA was measured using liquid chromatography, while urinary podocin and nephrin were measured using the enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method. A correlation analysis was performed to evaluate the correlation of ADMA with nephrin, podocin, and PNR. Regression analysis was performed to determine confounding factors. Results: The mean value of ADMA was 70.2 (SD 17.2) ng/mL, the median for nephrin was 65 (20-283 ng/mL), and the median of podocin was 0.505 (0.433-0.622) ng/mL. ADMA correlated significantly with nephrin (r = 0.353, p = 0.024) and PNR (r = -0.360, p = 0.021), but no correlation was found between ADMA and podocin (r = 0.133, p = 0.409). The multivariate analysis showed that body mass index was a confounding factor. Conclusion: This study revealed weak positive correlations between ADMA and urinary nephrin, and weak negative correlations between ADMA and PNR in DKD patients. No correlation was found between ADMA and urinary podocin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Hadi Susanto
"Latar Belakang: Penyakit ginjal diabetik (PGD) merupakan komplikasi mikrovaskular yang paling sering terjadi pada diabetes melitus. Podositopati merupakan kunci utama dari kerusakan glomerular pada PGD. miRNA-21 merupakan regulator epigenetik yang mempunyai peran dalam kerusakan podosit pada PGD, namun hasil dari penelitian yang sudah ada sebelumnya masih menyisakan kontroversi tentang peran miRNA-21 pada patogenesis PGD. Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar miRNA-21 dengan kadar nefrin urin, podosin urin, dan rasio albumin kreatinin urin pada pasien PGD. Metode: Studi potong lintang terhadap 42  pasien PGD di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta selama periode April sampai Juli 2023. Uji korelasi dilakukan untuk menilai hubungan miRNA-21 dengan nefrin, podosin, dan rasio albumin kreatinin urin. Regresi linier dilakukan untuk menilai variabel perancu terhadap hubungan tersebut. Hasil: Didapatkan hasil rerata ekspresi relatif miRNA-21 0,069 (0,024) , median nefrin 35,5 (15,75 – 51,25)ng/ml, median podosin 0,501 (0,442– 0,545) ng/mL, dan rasio albumin kreatinin urin 150 (94,56 – 335,75) ng/ml.Ditemukan korelasi antara miRNA-21 dengan nefrin (r = 0,598; p = <0,0001). Ditemukan korelasi antara miRNA-21 dengan rasio albumin kreatinin urin (r = 0,604; p = <0,0001). Tidak didapatkan korelasi antara miRNA-21 dengan podosin. Simpulan: Terdapat korelasi positif antara miRNA-21 dengan nefrin dan rasio albumin kreatinin urin namun tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara miRNA-21 dengan podosin urin.

Diabetic kidney disease (DKD) is the most common microvascular complication in diabetes mellitus. Podocytopathy is a key component of glomerular damage in DKD. miRNA-21 is an epigenetic regulator that plays a role in podocyte damage in DKD, however, the results of previous studies have not resolved the controversy about the role of miRNA-21 in the pathogenesis of DKD. Objective: The aim is to investigate the correlation between miRNA-21 levels and the urinary nephrin, urinary podosin, and urinary albumin-creatinine ratio (uACR) in patients with DKD.  Methods: A cross-sectional study of 42 patients with DKD was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta from April to June 2023. A correlation test was performed to assess the association of miRNA-21 with the nephrin, podosin, and uACR. A linear regression test was performed to assess the confounding variables in these relationships. Results: The mean relative expression of miRNA-21 was 0.069 (0.024), the median nephrin was 35.5 (15.75 - 51.25) ng/ml, the median podocin was 0.516 (0.047 - 0.620) ng/ml, and the uACR was 150 (94.56 - 335.75) ng/ml. There was a correlation between miRNA-21 and nephrin (r = 0.598; p = <0.0001). There was a correlation between miRNA-21 and the uACR (r = 0.604; p = <0.0001). No correlation was found between miRNA-21 and podocin. Conclusions: There was a positive correlation between miRNA-21 and nephrin and urinary albumin-creatinine ratio, but no significant correlation between miRNA-21 and urinary podocin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library