Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dekta Filantropi Esa
"Latar Belakang. Penyakit radang usus atau Inflammatory Bowel Disease (IBD) memiliki gejala gangguan saluran pencernaan yang tidak dapat diprediksi, tidak menyenangkan, dan kerap kali menimbulkan rasa malu bagi penderitanya. Berbagai ketidaknyamanan tersebut dapat mempengaruhi penurunan kualitas hidup pasien IBD hingga meningkatkan morbiditas dan mortalitas di masa depan. Perlu instrumen yang sahih dan andal untuk menilai kualitas hidup pasien dengan IBD.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keandalan dan kesahihan Inflammatory Bowel Disease Questionnaires-9 (IBDQ-9) versi bahasa Indonesia untuk menilai kualitas hidup pasien dengan IBD.
Metode. Instrumen asli IBDQ-9 diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan diterjemahkan kembali ke bahasa Inggris lalu dikonfirmasi kepada pemilik instrumen. Kemudian dilakukan uji kesahihan isi dengan Content Validity Index (CVI). Studi potong lintang dengan populasi terjangkau pasien dewasa IBD di Poliklinik Gastroenterologi, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta pada bulan November 2022 yang berusia 18-59 tahun, telah mengalami IBD minimal 2 minggu dan bersedia untuk menandatangani
informed consent sebagai responden penelitian. Perbandingan skor total IBDQ-9 dengan SF-36 versi Indonesia dinilai dengan uji korelasi Spearman lalu uji keandalan dengan menentukan alfa Cronbach dan Intraclass Correlation Coefficient (ICC).
Hasil. Sebanyak 124 pasien IBD dianalisis dengan uji Spearman menunjukkan korelasi yang tinggi dan signifikan antara IBDQ-9 dengan SF-36 (r=0,769 dan p<0,001). IBDQ-9 versi bahasa Indonesia memiliki nilai alfa Cronbach versi bahasa Indonesia sebesar 0,883 dan nilai ICC yang baik juga sebesar 0,883 (IK95% 0,849-0,912).
Kesimpulan. Instrumen IBDQ-9 versi Bahasa Indonesia sahih dan andal untuk menilai kualitas hidup pasien dengan IBD di Indonesia.

Latar Belakang. Penyakit radang usus atau Inflammatory Bowel Disease (IBD) memiliki gejala gangguan saluran pencernaan yang tidak dapat diprediksi, tidak menyenangkan, dan kerap kali menimbulkan rasa malu bagi penderitanya. Berbagai ketidaknyamanan tersebut dapat mempengaruhi penurunan kualitas hidup pasien IBD hingga meningkatkan morbiditas dan mortalitas di masa depan. Perlu instrumen yang sahih dan andal untuk menilai kualitas hidup pasien dengan IBD.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keandalan dan kesahihan Inflammatory Bowel Disease Questionnaires-9 (IBDQ-9) versi bahasa Indonesia untuk menilai kualitas hidup pasien dengan IBD.
Metode. Instrumen asli IBDQ-9 diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan diterjemahkan kembali ke bahasa Inggris lalu dikonfirmasi kepada pemilik instrumen. Kemudian dilakukan uji kesahihan isi dengan Content Validity Index (CVI). Studi potong lintang dengan populasi terjangkau pasien dewasa IBD di Poliklinik Gastroenterologi, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta pada bulan November 2022 yang berusia 18-59 tahun, telah mengalami IBD minimal 2 minggu dan bersedia untuk menandatangani
informed consent sebagai responden penelitian. Perbandingan skor total IBDQ-9 dengan SF-36 versi Indonesia dinilai dengan uji korelasi Spearman lalu uji keandalan dengan menentukan alfa Cronbach dan Intraclass Correlation Coefficient (ICC).
Hasil. Sebanyak 124 pasien IBD dianalisis dengan uji Spearman menunjukkan korelasi yang tinggi dan signifikan antara IBDQ-9 dengan SF-36 (r=0,769 dan p<0,001). IBDQ-9 versi bahasa Indonesia memiliki nilai alfa Cronbach versi bahasa Indonesia sebesar 0,883 dan nilai ICC yang baik juga sebesar 0,883 (IK95% 0,849-0,912).
Kesimpulan. Instrumen IBDQ-9 versi Bahasa Indonesia sahih dan andal untuk menilai kualitas hidup pasien dengan IBD di Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Parhusip, Santi Sumihar Rumondang
"Latar belakang : Inflamatory Bowel disease (IBD) merupakan penyakit autoimun yang insidens dan prevalensinya meningkat terus setiap tahunnya. Modernisasi dan kemajuan industri suatu wilayah selalu diikuti dengan perubahan pola hidup termasuk pola diet cepat saji (western diet) yang tinggi protein dan karbohidrat serta rendah serat dan buah. Diet, dapat merubah komposisi mikrobiota usus (dysbiosis), suatu bakteri komensal yang menjaga homeostasis dan sistim imun mukosa usus sehingga dapat memicu timbulnya IBD serta peningkatan aktifitas penyakitnya (flare).IgG yang meningkat setelah makan, merupakan suatu antibody neutralisasi sebagai bagian toleransi imun pada orang sehat dimana pada IBD makanan dapat dikenali sebagai antigen yang melalui ikatan antigen-antibodi reaksi hypersensitivitas tipe III, kemungkinan dapat menyebabkan inflamasi usus terus menerus dan mempengaruhi aktifitas penyakit.
Tujuan : Untuk mengetahui hubungan antara IgG antibodi spesifik makanan dan aktivitas penyakit klinis pada pasien IBD
Metode: Studi potong lintang, melibatkan 113 pasien IBD yang diagnosisnya telah dikonfirmasi dengan kolonoskopi. Pada pasien yang setuju dilakukan pemeriksaan serum IgG spesifik makanan untuk 220 jenis makanan menggunakan teknik Elisa dan Immunoarray. Aktivitas klinis pada Kolitis Ulseratif (KU) dinilai menggunakan Indeks Mayo sedangkan pada Penyakit Crohn dinilai menggunakan Indeks Aktivitas Penyakit Chrons (Crohn Disease Activity Index)
Hasil: Proporsi antibodi IgG spesifik makanan tertinggi pada kelompok penyakit Crohn adalah kacang polong (100%), barley (97,9%), telur (95,9%), susu (81,6%), jagung (75,5%), agar-agar (69,4). %), kacang mede (69,4%) gandum (67,3%), oat (61,2%) dan almond (59,2%), sedangkan pada Kolitis Ulseratif adalah jelai (98,4%), kacang polong (96,8%), putih telur (92,2%), jagung (82,8%), plum (78,1%), kacang mede (67,2%), susu sapi (65,6%), gelatin (59,4%), almond (50%), kacang merah (48,4%) dan gandum (46,9%). Dari 220 jenis antigen makanan, pada KU didapatkan korelasi negatif yang cukup kuat pada jenis kacang mede dengan r = -0,347 (p=0,041) dan kacang Arab dengan r = -0.473 ( p=0.017); sementara di kelompok PC didapatkan korelasi positif yang cukup kuat pada jenis jelai dengan r = 0,261 ( p= 0,042).
Kesimpulan: Terdapat hubungan korelasi negative lemah antara antibodi IgG spesifik kacang mede, dan kacang Arab dengan aktifitas IBD, serta korelasi positive lemah antara antibody IgG spesifik jelai dengan aktivitas klinis IBD

Background : Inflammatory Bowel disease (IBD) is an autoimmune disease whose incidence and prevalence is increasing every year. Modernization and industrial progress of a region are always followed by changes in lifestyle, including a fast food diet (western diet) which is high in protein and carbohydrates and low in fiber and fruit. Diet, can change the composition of the gut microbiota (dysbiosis), a commensal bacteria that maintains homeostasis and the intestinal mucosal immune system so that it can trigger IBD and increase its disease activity (flare). IgG which increases after eating, is a neutralizing antibody as part of immune tolerance in humans. In healthy people, food IBD can be recognized as an antigen by triggering the antigen-antibody binding type III hypersensitivity reaction, possibly causing persistent intestinal inflammation and influencing disease activity.
Objective : To determine the relationship between food-specific IgG antibody and clinical disease activity in IBD patients
Methods: Cross-sectional study, involving 113 IBD patients whose diagnosis was confirmed by colonoscopy. In patients who agreed, food-specific IgG serum was examined for 220 types of food using the Elisa and Immunoarray technique. Clinical activity in Ulcerative Colitis (KU) was assessed using the Mayo Index while in Crohn's Disease was assessed using the Crohn Disease Activity Index.
Results: The highest proportion of food-specific IgG antibodies in the Crohn's disease group were peas (100%), barley (97.9%), eggs (95.9%), milk (81.6%), corn (75.5%), agar (69,4). %), cashews (69.4%) wheat (67.3%), oats (61.2%) and almonds (59.2%), while in Ulcerative Colitis were barley (98.4%), peas (96.8%), egg whites (92.2%), corn (82.8%), plums (78.1%), cashews (67.2%), cow's milk (65.6%), gelatin (59.4%), almonds (50%), kidney beans (48.4%) and wheat (46.9%). Of the 220 types of food antigens, the KU showed a strong negative correlation with cashew nuts with r = -0.347 (p=0.041) and chickpeas with r = - 0.473 (p=0.017); while in the PC group, there was a fairly strong positive correlation on the type of barley with r = 0.261 (p = 0.042).
Conclusion: There is a weak negative correlation between cashew and chickpea specific IgG antibodies and IBD activity, and a weak positive correlation between barley specific IgG antibodies and IBD clinical activity
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliya Yasmina Khaerunisa
"Inflammatory bowel disease (IBD) adalah penyakit dengan gejala peradangan kronis pada saluran gastrointestinal yang mencakup dua kondisi, Crohn’s disease dan colitis ulserativa. Pengobatan farmakologis lini pertama untuk IBD adalah golongan kortikosteroid. Deksametason yang termasuk dalam kortikosteroid memiliki bioavailabilitas yang relatif buruk dan spesifisitas yang kurang. Untuk mengatasi kelemahan dan mengurangi efek samping sistemik yang dihasilkannya, perlu diformulasikan pengobatan dengan sistem penghantaran tertarget kolon. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendapatkan formulasi beads zink alginat yang mengandung deksametason dan kombinasi deksametason-probiotik, serta memperoleh karakteristik dan profil pelepasannya. Jenis probiotik yang digunakan adalah Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium longum. Beads dibentuk menggunakan metode gelasi ionik zink alginat yang kemudian disalut dengan Eudragit®L100 atau Eudragit®S100, sehingga didapatkan empat jenis formulasi. Uji pelepasan in vitro dilakukan pada beads tersalut dalam medium HCl pH 1,2 selama 2 jam, medium dapar fosfat pH 7,4 selama 3 jam, dan medium dapar fosfat pH 6,8 selama 3 jam secara kontinyu. Didapatkan persentase profil pelepasan obat berturut-turut sebesar -0.11% (1A), 0.42% (2A), 0.50% (1B), dan 0.50% (2B). Berdasarkan hasil pengujian, beads zink alginat, dengan atau tanpa probiotik, belum optimal sebagai sediaan tertarget kolon karena pelepasan obatnya belum maksimal dalam kondisi pH kolon.

Inflammatory bowel disease (IBD) is a disease with symptoms of chronic inflammation of the gastrointestinal tract which includes two conditions, Crohn's disease and ulcerative colitis. The first line pharmacological treatment for IBD is corticosteroids. Dexamethasone, which is a corticosteroid, has relatively poor bioavailability and less specificity. To overcome weakness and reduce the resulting systemic side effects, it is necessary to formulate medication with a colon-targeted delivery system. This research aimed to obtain a zinc alginate beads formulation containing dexamethasone and a combination of dexamethasone-probiotic, and obtain its characteristics along with its release profile. The types of probiotics used are Lactobacillus acidophilus and Bifidobacterium longum. Beads are formed using the ionic gelation method which are then coated with Eudragit®L100 or Eudragit®S100, resulting in four types of formulations. The in vitro release test was carried out on beads coated in HCl medium pH 1.2 for 2 hours, phosphate buffer medium pH 7.4 for 3 hours, and phosphate buffer medium pH 6.8 for 3 hours continuously. The drug release profile percentages were -0.11% (1A), 0.42% (2A), 0.50% (1B), and 0.50% (2B), respectively. Based on the test results, zinc alginate beads, with or without probiotics, are not optimal as colon-targeted preparations because the drug release is not optimal under colonic pH conditions."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library