Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harmoko
"Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan kajian pelembagaan peradilan etik bagi penyelenggara negara di Indonesia. tujuan penelitian ini untuk mengetahui urgensi dan model pembentukan peradilan etik bagi penyelenggara negara di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.penelitian ini menyimpulkan pertama, bahwa kelembagaan etik saat ini masih bersifat beragam, parsial belum menjadi suatu lembaga khusus sebagaimana pengadilan untuk menegakkan etika bagi penyelenggara negara, Keberagaman dan sifat independensi kelembagaan penegakan etika penyelenggara negara justru merupakan masalah urgen yang harus dipecahkan dalam kerangka membangun sistem penegakan etika penyelenggara negara sebagai mekanisme baru untuk membangun integritas dan akuntabilitas penyelenggara negara yang kredibel dan terpadu. Kedua, perbandingan diberbagai negara demokrasi di dunia seperti Amerika Serikat, Inggris, Argentina dan Korea Selatan, bahwa perlu dibuat sebuah undang-undang tentang etika bagi penyelenggara negara sebagi payung hukum semua pejabat publik. Ketiga, terkait dengan model pembentukan peradilan etika perlu dilakukan proses integrasi etika materil dan formil dengan cara melakukan konsolidasi lembaga etik untuk membuat peraturan bersama sebagai etika materil, sementara untuk etika formil akan dibuat oleh Mahkamah etik dan selanjutnya menjadikan Komisi yudisial sebagai puncak peradilan etika. maka untuk menjadikan Komisi yudisial sebagi peradilan etika penelitian ini menyarankan harus dilakukan amandemen UUD 1945 dan menyarankan kepada pemerintah dan DPR untuk membuat undang-undang tentang etika penyelenggara negara.

This research is a legal research with a study of the institutionalization of ethical courts for state officials in Indonesia. The purpose of this study is to determine the urgency and model for the formation of ethical courts for state administrators in Indonesia. The method used in this research is normative legal research. This research concludes first, that ethical institutions are currently still diverse, partial has not yet become a special institution as a court to uphold ethics for state administrators, diversity and independence of institutional ethics enforcement of state administrators is an urgent problem that must be resolved within the framework of building a system of ethics enforcement for state administrators as a new mechanism for building integrity and accountability for credible and integrated state administrators. Second, a comparison in various democratic countries in the world, such as the United States, Britain, Argentina and South Korea, that it is necessary to make a law on ethics for state administrators as the legal umbrella for all public officials. Third, in relation to the model for the formation of an ethical court, it is necessary to carry out a process of integrating material and formal ethics by consolidating ethical institutions to make joint regulations as material ethics, while for formal ethics it will be made by the Ethics Court and then making the judicial Commission as the top of the ethics court. So, to make the judicial Commission as an ethics court, this research suggests amendments to the 1945 Constitution and suggests the government and the DPR to make laws on the ethics of state administrators."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harmoko
"Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan kajian pelembagaan peradilan etik bagi penyelenggara negara di Indonesia. tujuan penelitian ini untuk mengetahui urgensi dan model pembentukan peradilan etik bagi penyelenggara negara di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.penelitian ini menyimpulkan pertama, bahwa kelembagaan etik saat ini masih bersifat beragam, parsial belum menjadi suatu lembaga khusus sebagaimana pengadilan untuk menegakkan etika bagi penyelenggara negara, Keberagaman dan sifat independensi kelembagaan penegakan etika penyelenggara negara justru merupakan masalah urgen yang harus dipecahkan dalam kerangka membangun sistem penegakan etika penyelenggara negara sebagai mekanisme baru untuk membangun integritas dan akuntabilitas penyelenggara negara yang kredibel dan terpadu. Kedua, perbandingan diberbagai negara demokrasi di dunia seperti Amerika Serikat, Inggris, Argentina dan Korea Selatan, bahwa perlu dibuat sebuah undang-undang tentang etika bagi penyelenggara negara sebagi payung hukum semua pejabat publik. Ketiga, terkait dengan model pembentukan peradilan etika perlu dilakukan proses integrasi etika materil dan formil dengan cara melakukan konsolidasi lembaga etik untuk membuat peraturan bersama sebagai etika materil, sementara untuk etika formil akan dibuat oleh Mahkamah etik dan selanjutnya menjadikan Komisi yudisial sebagai puncak peradilan etika. maka untuk menjadikan Komisi yudisial sebagi peradilan etika penelitian ini menyarankan harus dilakukan amandemen UUD 1945 dan menyarankan kepada pemerintah dan DPR untuk membuat undang-undang tentang etika penyelenggara negara.

This research is a legal research with a study of the institutionalization of ethical courts for state officials in Indonesia. The purpose of this study is to determine the urgency and model for the formation of ethical courts for state administrators in Indonesia. The method used in this research is normative legal research. This research concludes first, that ethical institutions are currently still diverse, partial has not yet become a special institution as a court to uphold ethics for state administrators, diversity and independence of institutional ethics enforcement of state administrators is an urgent problem that must be resolved within the framework of building a system of ethics enforcement for state administrators as a new mechanism for building integrity and accountability for credible and integrated state administrators. Second, a comparison in various democratic countries in the world, such as the United States, Britain, Argentina and South Korea, that it is necessary to make a law on ethics for state administrators as the legal umbrella for all public officials. Third, in relation to the model for the formation of an ethical court, it is necessary to carry out a process of integrating material and formal ethics by consolidating ethical institutions to make joint regulations as material ethics, while for formal ethics it will be made by the Ethics Court and then making the judicial Commission as the top of the ethics court. So, to make the judicial Commission as an ethics court, this research suggests amendments to the 1945 Constitution and suggests the government and the DPR to make laws on the ethics of state administrators."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Syafitri Apriyuani Supriatry
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk menganalisis kinerja Komisi Yudisial sebagai penegak kode etik (code of ethics) hakim dan merekonstruksi kewenangan Komisi Yudisial sebagai peradilan etik (court of Ethics) hakim Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan konseptual, sejarah hukum, dan perbandingan hukum. Hasil penelitian ini menunjukkan kinerja Komisi Yudisial sebagai penegak kode etik hakim belum optimal. Rekomendasi dari Komisi Yudisial yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung relatif sangat kecil, angka ini dapat ditafsirkan bahwa rekomendasi Komisi Yudisial belum efektif dilaksanakan sehingga fungsi Komisi Yudisial dalam menjaga dan menegakkan kode etik hakim belum optimal yang disebabkan oleh Pertama, ketidakjelasan garis demarkasi antara ranah etik dan teknis Yudisial oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Kedua, resistensi hakim terhadap lembaga penegak kode Etik di luar struktur lembaga. Ketiga, Kewenangan Komisi Yudisial yang terbatas pada usulan penjatuhan sanksi. Maka didasarkan hal tersebut Kewenangan Komisi Yudisial di masa depan (ius constituendum) perlu direkonstruksi sebagai peradilan etik (court of Ethics) hakim dengan cara, Pertama, Memetakan Yuridiksi ranah etik dan teknis Yudisial oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung yaitu dengan menganulir kewenangan KY untuk menilai putusan hakim dan menyerahkan seluruh kewenangan dalam penegakan kode etik hakim kepada Komisi Yudisial. Kedua, Mengklasifikasikan hakim Indonesia yaitu, hakim agung, dan seluruh hakim di bawah Mahkamah Agung. Ketiga, menerapkan konsep Quasi peradilan dan prinsip peradilan modern dalam merkonstruksi Komisi Yudisial. Keempat, mengkomposisikan keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas Ketua Komisi Yudisial yang dijabat oleh Ketua Mahkamah Agung secara ex-officio dan enam komisioner lain dengan komposisi anggota mayoritas non-hakim. Kelima, amandemen konstitusi sebagai upaya merekonstruksi Komisi Yudisial.

ABSTRACT
The reasearch aims to analyze the achivement of Judicial Commission as the institutions that enforce the code of ethics of judges and to reconstruct the authority of the Judicial Commission as court of Ethics for Indonesian judges.This research is a normative research that use historical, comparative, and conceptual approach. The results of this reasearch indicate the performance of the Judicial Commission to enforcing the code of ethics of judges has not been optimal. Recommendation of the Judicial Commission are implemented by the Supreme Court is relatively small, this can be interpreted to mean that the Judicial Commission's recommendations have not been effectively implemented so that the function of the Judicial Commission in guarding and enforcing the code of ethics of judges has not been optimal. This was caused by the First, unclear demarcation line between ethics domain and Judicial Technical by Judicial Commission and the Supreme Court. Second, the resistance of judge against an external institution to enforce code of ethics. Third, the limited authority of the Judicial Commission to propose the punishment. So based on that, the authority of the Judicial Commission in the future (ius constituendum) needs to be reconstructed as court of Ethics for Indonesian judges. These things done in some ways, First mapping the jurisdiction of the ethics domain and technical Judicial by the Judicial Commission and the Supreme Court is with annulled the authority of judicial commission to to assess a judge's decision and hand over all the authorities in the enforcement of the code of ethics of judges to the Judicial Commission. Second, classifying of Indonesian judges are supreme court judges, and all the judges under the scope of Supreme Court. Third, applying the concept of Quasi-judicial and modern judicial principles in the reconstrution of Judicial Commission. Fourth, compose the membership of the Judicial Commission consists of the Chairman of the Judicial Commission is chaired by the Chief Justice as ex-officio and six other commissioners with the composition of the majority of non-judges. Fifth, amending the constitution to reconstruct the Judicial Commission.
"
2016
T45987
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library