Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Umar
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S6029
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
S5686
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Endik Hidayat
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi fenemona transformasi peran kiai setelah reformasi dari yang disebut Geertz sebagai makelar budaya (cultural broker) menjadi makelar politik atau bahkan aktor politik (politic broker). Kiai dan pesantren masih menjadi tujuan utama dalam mencari dukungan politik dalam pilpres 2014. Pesantren Areng-Areng pada pilpres 2014 dijadikan tempat deklarasi dukungan politik kepada calon presiden Prabowo oleh kiai se-Jawa Timur. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mencari jawaban Bagaimana bentuk-bentuk peran kiai dalam mendukung pasangan Prabowo-Hatta dalam pemilihan presiden tahun 2014. Sebagai pijakan teoritis, penelitian ini menggunakan teori status dan peran (Linton dan Merton), teori elit (Pareto, Mosca dan Keller), dan teori kepemimpinan (Weber). Ketiga teori tersebut diperkuat dengan teori pendukung, yaitu teori patronklien (Scott, Jackson dan Maswadi Rauf) Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan teknik analisa data menggunakan deskriptif-analitis. Dalam penelitian ini digunakan dua methode pengumpulan data yaitu: Pertama, studi literatur meliputi buku, penelitian terdahulu, berita cetak/online. Kedua, melalui wawancara mendalam (indepth interview) terhadap narasumber para kiai pendukung Prabowo-Hatta, tim sukses dan para akademisi. Berdasarkan hasil temuan penelitian di lapangan mempertegas penelitian terdahulu terutama pasca reformasi bahwa kiai sebagai makelar (broker) politik masih berlangsung. Fenomena dapat dilihat bagaimana kepiawaian dan fleksibilitas kiai duntuk menjaga eksistensi kekuasaan informalnya. Sehingga antara kepentingan pesantren, yang diwakili dirinya, dan kepentingan luar keseimbangan tetap terakomodasi. Selain itu bentuk peran politik kiai dalam pemilihan presiden 2014, mencakup sebagai: (1) menggunakan agama untuk kepentingan politik, (2) pembentuk opini,(3) fasilitator, (4) juru kampanye dan penggerak massa. Implikasi teoritis kajian ini menunjukan keterlibatan kiai dalam politik menguatkan teori patron-klien antara kiai dengan santri. Namun, hubungan patron klien jaga terjadi antara sesama kiai terutama kiai sepuh bertindak sebagai guru (patron) dan kiai yang lebih muda sebagai murid (klien). Demikian juga teori elit dan kekuasaan weber relevan untuk digunakan bentuk kekuasaan kiai adalah kekuasaan kharismatik-patronase, yaitu kekuasaan yang bersumber dari kharisma sang kiai sebagai elit agama. Teori peran dan status Linton para kiai dengan perangkatnya tidak hanya menjalankan status dan peranannya di wilayah keagamaan saja, mereka juga terlibat dalam wilayah politik, karena faktor kepentingan (interest).
ABSTRACT
This study is motivated by phenomenon of transformation of kiai role after reformation which is called Geertz as a cultural broker become political broker or even political actor. Kiai and boarding school still be main objective in looking for political support in the presidential election. Areng-Areng boarding school on the 2014 presidential election be used as a declaration of political support to presidential candidate Prabowo by kiai throughout East Java. Therefore, this study was conducted to look answers How the forms of kiai role in supporting the pair of Prabowo-hatta in the 2014 presidential election. As a theoretical foothold, this study uses the theory of status and role (Linton and Merton), the theory of elite (Pareto, Mosca, and Keller), and theory of leadership (Weber). These three theory is reinforced with supporting theory, namely the theory of patron-client (Scott, Jackson, and Maswadi Rauf). This study uses a qualitative approach. While data analysis technique using descriptive-analytic. In this study used two methods of collecting data: First, the study of literature, including book, previous research, newsprint/online. Second, through in-depth interview to sources the kiai?s supporter Prabowo-Hatta, successful team and academics. Based on the result of research in the field reinforce previous research, especially after reformation that kiai as the political broker is still on going. The phenomenon can be seen how the expertise and flexibility of kiai maintain existence of informal power. So between the interest of boarding school, that represent themselves, and outside interest balance remains accommodated. In addition, kiai?s political role in the 2014 presidential election, includes: (1) use religion for political purposes, (2) opinion formers, (3) the facilitator, (4) campaigners and community mobilisers. The theoretical implications of this study indicate kiai involvement in politic strengthen of patron-client between kiai with student. However, the patron-client relationship also occur among kiai mainly the elderly kiai which act as teachers (patron) and sub kiai who are younger as a student (client). Likewise, the theory of elite and power weber relevant to be used forms of kiai power is charismaticpatronage power, the power that comes from kiai charisma as the religious elite. The theory of role and status Linton kiai?s with their device not only run status and role in the religious sphere, they are also involved in the political realm, because of the interest.
2016
T45718
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saepudin
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keterlibatan jawara TTKKDH dalam setiap pemilihan kepala daerah di Banten. Pada pemilihan gubernur Banten tahun 2017, TTKKDH mendeklarasikan dukungan kepada pasangan Wahidin Halim-Andika Hazrumy. Dukungan tersebut mengindikasikan adanya daya tawar TTKKDH dalam pemilihan kepala daerah. Hal ini bisa dimengerti karena TTKKDH adalah organisasi jawara yang mengakar dan tersebar luas di masyarakat Banten. Teori yang digunakan untuk menganalisis dan menjawab permasalahan penelitian ini adalah teori status dan peran dari Linton dan Merton. Teori elit dan kekuasaan yang dikemukakan oleh Pareto, Lipset, Solari, Miriam Budiardjo, Andrain, dan Weber. Teori budaya politik dari Almond dan Verba. Terakhir yaitu teori modal sosial dari Putnam, Bourdieau, dan Fukuyama. Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan teknik analisa yang digunakan adalah deskriptif-analitis. Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu wawancara mendalam dengan narasumber yang mempunyai pemahaman tentang kasus penelitian dan penelusuran studi literatur berupa buku, penelitian terdahulu maupun berita cetak atau online. Temuan di lapangan menunjukkan peran jawara TTKKDH dalam mendukung Wahidin Halim-Andika Hazrumy diantaranya sebagai: pemberi dukungan, fasilitator dan pengaman kegiatan, pemuka pendapat, dan tim sukses dan pelobi. Selain itu keterlibatan jawara TTKKDH karena didorong oleh beberapa faktor yaitu persepsi normatif-primordial, melestarikan seni budaya dan trah jawara, faktor historis, modal sosial jaringan, faktor keanggotaan dan pertalekan, faktor pragmatis, dan dualisme TTKKDH dalam pilkada Banten. Implikasi teoritis menunjukkan bahwa teori peran dan status Linton, jawara TTKKDH tidak hanya berperan mengajarkan bela diri aliran Cimande tetapi perannya meluas dalam keterlibatan politik. Keterlibatan mereka didukung karena mempunyai fasilitas-fasilitas peran role facilities berupa peguron yang terstruktur dan tersebar dari tingkat pusat sampai daerah. Selain itu jawara TTKKDH mempunyai hubungan yang luas dengan berbagai kalangan baik pejabat maupun masyarakat biasa yang disebut dengan perangkat peran role set Merton atau modal sosial menurut Putnam, Bourdieau, dan Fukuyama. Dengan modal sosial tersebut memberikan signifikansi pentingnya dukungan TTKKDH untuk diperebutkan. Selain itu sumber kekuasaan jawara TTKKDH tidak hanya tradisional-patrimonialisme tetapi adanya legitimasi dari organisasi. Budaya politik untuk elit TTKKDH berbentuk partisipan, sedangkan anggotanya secara umum budaya politik subyek.
ABSTRACT
This research is motivated by involvement TTKKDH jawara in the Banten local election. In the 2017 Banten gubernatorial election, TTKKDH declare the support of the couple Wahidin Halim Andika Hazrumy. This support indicates the bargaining power of TTKKDH in the local election. This is understandable because TTKKDH is a jawara organization that is rooted and widespread in Banten society. The theory used to analyze and answer the problems of this research is status and role theory of Linton and Merton. The theory of elite and power proposed by Pareto, Lipset, Solari, Miriam Budardjo, Andrain, and Weber. The theory of political culture of Almond and Verba. The last is the theory of social capital by Putnam, Bourdieau, and Fukuyama. This type of research uses a qualitative approach. While the analytical technique using descriptive analytical. This study uses two methods of data collection, namely in depth interviews with resource persons who have an understanding of the case research and search of literature studies in the form of books, previous research and print or online news. The research findings show the role of TTKKDH jawara in supporting Wahidin Halim Andika Hazrumy such as supporters, facilitators and event safekeeping, opinion leaders, and lobbying and successful teams. Besides, the involvement of TTKKDH jawara is motivated by several factors, namely normative primordial perception, preserving cultural arts and jawara breeds, the historical factors, the social capital of network, the factors of membership and pertalekan, the pragmatic factors, and dualism TTKKDH in Banten local election. Theoretical implications indicate that Linton 39 s role and status theory, the TTKKDH jawara not only plays a role in teaching Cimande martial arts but its role extends in political engagement. Their involvement is supported because it has role facilities in the form of structured peguron and spread from central to local level. In addition TTKKDH jawara have a wide relationship with various circles both officials and ordinary people called the role of sets from Merton or social capital by Putnam, Bourdieau, and Fukuyama. With such social capital give significance of the importance of TTKKDH support for grabs in Banten local election. In addition, the source of power of the TTKKDH jawara is not only traditional patrimonialism but the legitimacy of the organization. The political culture for the elite TTKKDH takes the form of participants, while members are generally the political culture of subject.
2018
T51150
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hasbullah R.
Abstrak :
Pada awalnya militer di Indonesia merupakan kelompok-kelompok perlawanan rakyat yang bergerak menurut cara-cara militer dalam merebut dan atau mempertahankan kemerdekaan Rl yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kelompok perlawanan rakyat tersebut dikenal dengan seperti antara lain Barisan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Pembela Tanah Air (PETA), Tentara Pelajar dan Tentara Keamanan Rakat (TKR). Kelompok-kelompok perlawanan rakyat yang belum terorganisasi sebagaimana lazimnya organisasi pertahanan dan keamanan di suatu negara ini merupakan salah satu unsur pergerakan kebangsaan Indonesia. Militer Indonesia tumbuh di dalam suasana revolusi fisik, dan kemudian berkembang mengaktualisasikan perannya hingga ke tengah percaturan politik bangsa, atau dengan perkataan lain teijadi perkembangan peran polilik militen Untuk mengetahui hakikat peran politik militer dalam pergerakan kebangsaan, mengapa peran politik militer di Indonesia bisa berkembang, dan sampai sejauh mana perkembangan peran politik militer dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, penulis melakukan suatu penelitian. Penelitian ini menggunakan metoda analisis kualitatif dan studi kepustakaan Adapun perumusan masalah yang diajukan menjadi pertanyaan-pertanyaan (research questions) dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah yang menjadi latar belakang aktualisasi peran politik militer di Indonesia? 2. Apakah hakikat peran politik militer dalam penyelenggaraan kekuasaan negara? 3. Mengapa peran politik militer di Indonesia bisa berkembang? Kesimpulan yang penulis peroleh dari pembahasan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : Latar belakang aktualisasi peran politik militer di Indonesia adalah kuatnya penghayatan terhadap situasi dan nilai-njlai revolusi sejak sebelum dan pasca proklamasi di kalangan militer, situasi pertikaian politik yang teijadi pada masa pasca proklamasi, dan sikap kalangan militer yang tidak mau tunduk pada tekanan kekuasaan sipil, Serta adanya kepentingan-kepentingan politik yang mendukung perlunya aktualisasi peran politik militer. Hakikat peran politik militer Indonesia pada awalnya merupakan manifestasi kesadaran dan tanggungjawab sosial serta semangat perjuangan para pemuda Indonesia yang bergerak di bidang pertahanan dan keamanan rakyat. Manifestasi ini menyatu ke dalam pergerakan kebangsaan Indonesia. Perkembangan selanjutnya setelah terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat pada tanggal 5 Oktober 1945, menunjukkan bahwa militer di Indonesia dapat digolongkan sebagai militer revolusioner sebagaimana dimaksud oleh Amos Perlmutler. Karakteristik revolusioner inilah yang menjadi watak peran politik militer di Indonesia, tatkala militer berperan aktif di dalam persoalan-persoalan politik bangsa yang pada periode 1950 sampai 1959 marak dengan pertikaian antar partai dan antara partai dengan militer. Peran politik militer ini memuncak pada peristiwa G 30 S/PKI pada tahun 1965. Mengapa peran politik militer di Indonesia bisa berkembang, karena didukung oieh berbagai faktor yang memungkinkan semakin meluasnya peran politik militer. Faktor yang dimaksud antara lain faktor karakteristik yang terbentuk sepanjang revolusi fisik, faktor situsional yang terbentuk pada masa sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan, serta faktor-faktor konstitusional yang memperkukuh eksistensi militer di tengah mekanisme perpolitikan bangsa. Perkembangan peran politik militer ternyata tidak terbatas hanya pada masa sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan, namun lebih jauh telah mendominasi penyelenggaraan pemerintahan negara selama tiga puluh tahun lebih berkuasanya orde baru. Implementasi peran politik militer Indonesia antara lain teraktualisasi melalui ikut sertanya militer dalam penentuan haluan negara serta pengendalian politik dan strategi nasional, memainkan peran sebagai pelopor dinamisalor, dan stabilisalor dalam memelihara dan memantapkan stabilitas nasional di segala bidang yang akhirnya peran politik militer teraktualisasi secara melembaga dengan sebutan Dwi Fungsi ABRI.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T2510
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library