Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Michelle Pearlyna Setiawan
"Fenomena pelibatan nenek X sebagai pengemis dalam mengemis online mandi lumpur di media sosial menjadi salah satu fenomena yang sangat ramai diperbincangkan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan aktivitas tersebut melibatkan seorang nenek lansia yang dijadikan sebagai pemeran siaran langsung mandi lumpur guna mendapatkan virtual gift. Dalam hal ini, pemilik akun Y adalah pelaku yang memanfaatkan kelompok rentan untuk mengemis. Tindakan tersebut memperlihatkan adanya penderitaan yang dialami oleh nenek lansia yang kemudian disebut sebagai elderly abuse. Penulisan ini bertujuan untuk melihat bagaimana online elderly abuse yang dialami oleh nenek lansia selanjutnya dapat dikatakan sebagai pebudakan modern. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah analisis kualitatif dimana penulis menggunakan teknik secondary data analysis untuk menganalisis data dari artikel berita media online. Hasil analisis menunjukkan bahwa tindakan abuse terhadap nenek X di media sosial dapat terjadi karena berkelindannya interaksi antara: nenek X (elderly people); pemilik akun Y; netizen; dan teknologi berupa media sosial. Relasi antara keempat faktor ini kemudian menciptakan situasi dimana perbudakan modern terjadi. Hal ini dapat terlihat dari terpenuhinya keempat unsur perbudakan modern dalam fenomena tersebut, yaitu; (1) perampasan kebebasan; (2) adanya upaya mengeksploitasi; (3) eksploitasi secara finansial; dan (4) tersembunyi di balik aktivitas ‘normal’ yang kemudian difasilitasi oleh teknologi.

The phenomenon of involving elderly grandmother X as a beggar in online begging for mud baths on social media has become one of the widely discussed issues in society. This is because this activity involves an elderly grandmother who is used as a live broadcaster taking a mud bath to get a virtual gift. In this case, the owner of account Y is the perpetrator who takes advantage of vulnerable groups to beg. This action shows that there is injury to an elderly grandmother which is referred as elderly abuse. This writing aims to see how online elderly abuse that experienced by elderly grandmothers can then be said to be modern slavery. The method used in this paper is qualitative analysis with secondary data analysis techniques to analyze data from online media news articles. The results of the analysis show that acts of abuse against elderly grandmother X on social media can occur due to intertwined interactions between: elderly grandmother X; account owner Y; netizens; and technology in the form of social media. The relationship between these four factors then creates a situation where modern slavery occurs. This can be seen from the fulfillment of the four elements of modern slavery in this phenomenon; (1) deprivation of liberty; (2) there is an attempt to exploit; (3) financial exploitation; and (4) hidden behind 'normal' activities which are then facilitated by technology."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ganya Muhammad Rheza Radithya
"Fenomena perbudakan modern yang dialami anak buah kapal Indonesia sudah berulang kali terjadi. Kondisi ini terjadi karena kemiskinan yang dialami anak buah kapal Indonesia dan kebijakan yang menihilkan aspek pelindungan. Keadaan ini memunculkan kerentanan pada anak buah kapal Indonesia yang dimanfaatkan oleh agen penyalur untuk mendapatkan keuntungan. Penulisan ini bertujuan untuk melihat bagaimana kekerasan struktural sebagai penyebab terjadinya perbudakan modern yang dialami anak buah kapal. Kekerasan struktural dipilih sebagai teori yang didefinisikan sebagai bentuk kekerasan dimana suatu struktur sosial atau lembaga sosial dapat merugikan orang dengan mencegah mereka memenuhi kebutuhan hidup dan hak-hak dasar. Penelitian ini, menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan studi kasus terhadap perbudakan yang dialami anak buah kapal Long Xing 629 dengan menggunakan data primer dan sekunder, yang diperoleh melalui wawancara semi-terstruktur dengan pelaksana kebijakan dan pengambilan data sekunder melalui artikel tersebar di internet. Hasil analisis menunjukan bahwa perbudakan modern yang dialami anak buah kapal Long Xing 629 disebabkan oleh kekerasan struktural. Negara yang gagal menjalankan perannya dalam memberikan penghidupan yang layak untuk anak buah kapal indonesia. Negara juga abai terhadap kondisi anak buah kapal Long Xing 629 dengan tidak menyediakan kebijakan yang memberikan pelindungan. Anak buah kapal Long Xing 629 akhirnya terjebak dalam struktur perbudakan modern.

The phenomenon of modern slavery experienced by Indonesian migrant fishermen has occurred repeatedly. This can occur because of the poverty experienced by Indonesian migrant fishermen and policies that mutually nullify aspects of protection. This situation raises the vulnerability of Indonesian migrant fishermen who are utilized by manning agencies for profit. This paper aims to look at how structural violence as a cause of modern slavery experienced by Indonesian migrant fishermen. Structural violence was chosen as the theory defined as a form of violence where a social structure or social institution can harm people by preventing them from fulfilling their basic needs and rights. This research uses a qualitative approach by conducting a case study of the modern slavery experienced by Indonesian migrant fishermen of the Long Xing 629 by using primary and secondary data, obtained through semi-structured interviews with policy implementers and secondary data via articles from the internet. The analysis shows that modern slavery experienced by Indonesian migrant fishermen of the Long Xing 629 is caused by structural violence. The state failed to fulfill its role in providing a decent livelihood for Indonesian migrant fishermen of the Long Xing 629. The state also ignores the conditions of Indonesian migrant fishermen of the Long Xing 629 by not providing policies that provide protection. Indonesian migrant fishermen of the Long Xing 629 ended up trapped in the structure of modern slavery."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nibras Fadhlillah
"Penelitian ini mengkaji tentang gerakan advokasi yang dilakukan oleh organisasi non-pemerintah terhadap penyelesaian isu kerja paksa dan perdagangan manusia yang terjadi di sektor perikanan tangkap Thailand dan Indonesia. Adanya laporan investigasi oleh beberapa media internasional telah mengungkap sisi gelap dari sektor perikanan tangkap Thailand dan Indonesia terkait dengan isu praktek kerja paksa dan perdagangan manusia di atas kapal penangkapan ikan. Tidak terselesaikannya permasalahan kerja paksa dan perdagangan manusia tersebut membuat organisasi non-pemerintah (NGO) di Thailand dan Indonesia melaksanakan berbagai gerakan advokasi dalam mendorong penyelesaian permasalahan kerja paksa dan perdagangan manusia. Meskipun begitu belum banyak penelitian yang membahas gerakan advokasi organisasi non-pemerintahan yang ada di Thailand dan Indonesia terkait isu perbudakan modern. Melihat hal tersebut, muncul pertanyaan tentang bagaimana gerakan advokasi yang dilakukan NGO di Thailand dan Indonesia dalam mendorong diselesaikannya permasalahan perbudakan modern di sektor perikanan tangkap. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini akan menggunakan teori jaringan advokasi transnasional oleh Keck dan Sikkink (1999), dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Dalam analisis, peneliti menemukan adanya berbagai bentuk gerakan dalam advokasi transnasional yang dilakukan NGO untuk mendorong adanya perubahan kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan isu perbudakan modern. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam gerakan advokasi transnasional untuk mendorong penyelesaian isu mengenai kerja paksa dan perdagangan manusia, NGO Thailand dan Indonesia telah melakukan pembingkaian tentang isu tersebut yang kemudian disebarluaskan kepada publik dan organisasi lainnya agar terbentuk sebuah gerakan advokasi yang masif. Bersamaan dengan itu, NGO di Thailand dan Indonesia juga melakukan pendekatan-pendekatan kepada para aktor-aktor yang memiliki kuasa lebih, seperti pemerintah negara-negara importir produk perikanan maupun agensi-agensi PBB, untuk dapat memberikan dorongan kepada kedua pemerintah agar mengadopsi berbagai aturan internasional sebagai upaya untuk menyelesaikan dan menghentikan praktek kerja paksa dan perdagangan manusia di sektor perikanan tangkap.

This study examines the advocacy movement of NGOs to enforced the settlement of forced labour and human trafficking issues in Thailand and Indonesia capture fisheries sector. The publications of investigation reported by some international medias revealed the dark side of Thailand and Indonesia fisheries sector regarding forced labour and human trafficking practices towards fishing workers on the fishing boats. The unresolved of forced labour and human trafficking issues has led NGOs in Thailand and Indonesia to carry out various advocacy movements in enforcing the settlement of forced labour and human trafficking issues. Nonetheless, there are still lack of studies exploring the advocacy movement of NGO in combating forced labour and human trafficking practices. Hence, the research question of this study is how the advocacy movement of NGOs in Thailand and Indonesia in enforcing the settlement of forced labour and human trafficking issues on the capture fisheries sectors. In this study, the author used transnational network advocacy theory by Keck dan Sikkink (1999), as well as qualitative research method. In the analysis, this study found various type of activities of NGOs transnational advocacy movement to enforce the improvement of governments policies to end forced labour and human trafficking practices in fisheries. This study concluded that in the transnational advocacy movement to enforce the settlement of forced labour and human trafficking issues, Thailand and Indonesian NGOs have framed the issues which was then shared to public and other organizations, in order to form a massive advocacy movement. At the same time, NGOs in Thailand and Indonesia also approached other actors who had more power, such as the government of the fisheries importing country and UN agencies, to enforce those two governments to adopt various international regulation as an effort to resolve and diminish the forced labour and human trafficking practices in catch fisheries sector."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T54511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabiel Azriel Wirayudha
"Kapitalisme dan neoliberalisme telah menguasai norma dan mewujud dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Sebagai bukti, saat ini pendidikan cenderung mengarahkan mahasiswa untuk menjadi sumber daya yang akan dimanfaatkan dalam proses industrialisasi. Oleh karena itu, neoliberalisme dapat dianggap sebagai "isme" yang mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia saat ini dan berkontribusi pada ketimpangan kelas yang meningkat. Fenomena ini menjadi faktor utama dalam program pemagangan MBKM yang bersifat eksploitatif. Dalam program pemagangan MBKM, terdapat hambatan struktural karena dominasi korporasi terhadap mahasiswa pekerja magang yang signifikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan eksistensi program magang MBKM yang menghasilkan eksploitasi terhadap mahasiswa pekerja magang dianalisis dengan teori kriminologi kritis. Metode penulisan dari penelitian ini menggunakan metode kualitatif kritis yang menyadari perlunya memperbaiki ketidaksetaraan dengan memberikan prioritas kepada kelompok yang paling terpinggirkan dalam masyarakat. Data diambil dari beberapa subyek mahasiswa pekerja magang yang menjadi korban eksploitasi dan kekerasan lainnya. Selain itu, data juga didapatkan dari pelaksana program MBKM, yaitu perguruan tinggi dan program studi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa pekerja magang memiliki posisi yang powerless sehingga timbulnya eksploitasi yang dilakukan oleh pihak berkuasa, seperti korporasi dan lembaga negara/pemerintah. Selain itu, kurangnya koordinasi yang efisien antara program studi, perguruan tinggi, dan pemerintah juga menjadi masalah. Hal ini mengakibatkan tidak adanya perlindungan hukum bagi mahasiswa pekerja magang secara teknis. Oleh karena itu, eksploitasi mahasiswa pekerja magang pada program pemagangan MBKM dianggap sebagai bentuk perbudakan modern. Perbudakan modern ini melibatkan pemanfaatan kekuasaan atau kerentanan, atau memberikan imbalan untuk persetujuan dari orang yang memiliki kontrol untuk tujuan eksploitasi.

Capitalism and neoliberalism have dominated the norms and materialized within the higher education system in Indonesia. As evidence, the current education tends to direct students to become resources utilized in the process of industrialization. Therefore, neoliberalism can be considered an "ism" that influences the current education system in Indonesia and contributes to the increasing class inequality. This phenomenon becomes a significant factor in the exploitative nature of the MBKM internship program. In the MBKM internship program, there are structural barriers due to the significant corporate dominance over student interns. The purpose of this research is to describe the existence of the MBKM internship program that leads to the exploitation of student interns, analyzed through critical criminology theory. The research methodology employed is critical qualitative method, which acknowledges the need to address inequality by prioritizing the most marginalized groups in society. Data is collected from various student intern subjects who have experienced exploitation and other forms of violence. Additionally, data is obtained from the program implementers, namely colleges and study programs. The research findings indicate that student interns hold a powerless position, leading to exploitation by authoritative entities, such as corporations and government institutions. Furthermore, the lack of efficient coordination between study programs, colleges, and the government exacerbates the issue, resulting in a lack of technical legal protection for student interns. Consequently, the exploitation of student interns in the MBKM internship program is regarded as a form of modern slavery. This modern slavery involves the use of power or vulnerability and offers incentives to obtain consent from those who have control over the situation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidya Intani Athfalina
"Ada kekhawatiran berkembang atas transparansi perusahaan tentang perbudakan modern untuk berkontribusi pada penghapusan praktek tersebut. Studi bertujuan menguji faktor di balik pengungkapan perbudakan modern. Studi juga berusaha menganalisis hubungan pengungkapan dengan biaya ekuitas. Data perusahaan negara G20 digunakan, mereka menyumbangkan sebagian besar PDB dunia dan bertujuan mematuhi peraturan perbudakan modern. Dengan teori neo-institusional, stakeholders, pensinyalan dan manajemen reputasi, studi menganalisis 6,757 dan 11,739 observasi dari 2015-2020. Database Thomson Reuters dan World Bank memberikan data sekunder yang kemudian dianalisis menggunakan regresi data panel (cross-sectional). Menurut temuan, pengungkapan perbudakan modern signifikan meningkat seiring berkualitasnya tata kelola perusahaan, besarnya ukuran perusahaan dan baiknya kualitas tata kelola negara. Negara civil law berpengaruh positif pada pengungkapan. Namun, profitabilitas perusahaan ditemukan tidak memiliki pengaruh terhadap pengungkapan. Telah ditunjukkan juga perusahaan mendapat manfaat dari pengungkapan perbudakan modern dengan biaya ekuitas lebih rendah. Investor melihat pengungkapan perbudakan modern sebagai risiko informasi atau sebagai cara untuk mengurangi asimetri informasi. Perusahaan memiliki tingkat pengungkapan perbudakan modern beragam, hal ini harus diperhitungkan regulator. Perusahaan sendiri dapat mempertimbangkan pengungkapan perbudakan modern untuk mendapatkan biaya ekuitas lebih rendah. Kebaruan studi ini adalah bagaimana pengungkapan perbudakan modern dipengaruhi faktor spesifik perusahaan, negara dan dampaknya terhadap biaya ekuitas, yang masih menerima sedikit perhatian.

Growing concern surrounds corporate transparency on modern slavery, aiming to contribute to its elimination. This study examines factors influencing modern slavery exposure and analyzes its relationship with equity cost. G20 country corporate data, major contributors to global GDP, are utilized. Employing neo-institutional, stakeholder, signaling, and reputation management theories, the study analyzes 6,757 and 11,739 observations from 2015-2020. Thomson Reuters and World Bank databases provide secondary data, analyzed using panel data regression. Findings reveal modern slavery disclosure increases significantly with high-quality corporate governance, company size, and effective state governance. Civil law countries positively impact disclosure. Surprisingly, company profitability has no influence on disclosure. Companies benefit from modern slavery disclosures, enjoying a lower cost of equity. Investors perceive these disclosures as mitigating information risk and reducing information asymmetry. Companies vary in disclosure levels, requiring regulatory considerations. Companies may strategically disclose modern slavery to achieve a lower cost of equity. This study's novelty lies in exploring how modern slavery disclosure is influenced by company- and country-specific factors, impacting the cost of equity—a facet receiving little attention."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winningtyas Rivanty Nurhadi
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana strategi legitimasi yang dilakukan oleh Nike, Inc. dalam rangka memperbaiki legitimasi akibat isu forced labour terhadap suku Uighur di Xinjiang, Cina yang menyebabkan permasalahan kemanusiaan. Masalah penelitian ditandai dengan adanya pemberitaan negatif terkait dengan aktivitas bisnis perusahaan. Penelitian ini memiliki kontribusi untuk memahami lebih jauh mengenai bagaimana strategi perusahaan dalam menghadapi krisis legitimasi. Data menggunakan data berupa pengungkapan sukarela yang dilakukan oleh perusahaan yang dapat diakses pada situs internet dan diolah dengan software NVivo 12 Plus. Penelitian ini menggunakan teori legitimasi yang berfokus pada strategi-strategi yang dilakukan perusahaan untuk memperbaiki legitimasi. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan metode triangulasi yang keseluruhan datanya merupakan data sekunder. Analisis kualitatif dalam penelitian ini dilakukan terhadap hasil olahan data dengan menggunakan software NVivo 12 Plus atas media pengungkapan seperti laporan tahunan, laporan keberlanjutan, dokumen pernyataan perusahaan, websites, code of conduct perusahaan, dan berita daring. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan terhadap hasil jumlah kata, jumlah pemberitaan, dan coverage percentage. Temuan dalam penelitian menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan strategi deny, justifiy, create monitor, replace personnel, revise practice, dan avoid panic untuk memperbaiki legitimasi atas permasalahan praktik forced labour yang menyangkut nama perusahaan. Strategi excuse tidak dilakukan perusahaan karena berdasarkan teori, alasan tanpa bukti yang kuat justru akan memperburuk legitimasi. Media pengungkapan yang paling dominan digunakan oleh perusahaan untuk memperbaiki legitimasi adalah company’s statement document lebih spesifiknya dokumen ini berjudul “Nike. Inc. Statement on Forced Labor, Human Trafficking and Modern Slavery,” kemudian berita daring dan sustainability report.

This study aims to analyze the legitimacy strategies employed by Nike, Inc. to restore legitimacy following allegations of forced labor involving Uyghur communities in Xinjiang, China, which have raised significant human rights concerns. The research problem is identified through negative media coverage of the company's business activities. The study contributes to a deeper understanding of corporate strategies in addressing legitimacy crises. The data comprises voluntary disclosures by the company, accessible via its official website, and is processed using NVivo 12 Plus software. The study adopts legitimacy theory, focusing on strategies for restoring legitimacy. Employing a case study approach, the research utilizes triangulation methods, with all data derived from secondary sources. Qualitative analysis is conducted using NVivo 12 Plus to process disclosure media, such as annual reports, sustainability reports, company statements, websites, codes of conduct, and online news articles. Quantitative analysis includes word counts, news article frequency, and coverage percentages. Findings indicate that the company employs strategies such as denial, justification, creating monitoring mechanisms, personnel replacement, revising practices, and avoiding panic to restore legitimacy concerning the forced labor allegations. However, the company refrains from using an excuse strategy, as theoretical perspectives suggest that unsubstantiated excuses could further harm legitimacy. The dominant disclosure media utilized by the company to address the legitimacy crisis are its official statement documents, specifically titled "Nike, Inc. Statement on Forced Labor, Human Trafficking, and Modern Slavery," followed by online news articles and sustainability reports."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library