Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siahaan, Anton Arie
Abstrak :
Pasar modal sangat berperan dalam sektor perekonomian suatu negara. Peranan tersebut dapat berbentuk sebagai sumber penghimpun dana, sebagai alternatif investasi para pemodal, efisiensi bagi dunia usaha, mendorong perkembangan investasi. Aktivitas pasar modal sarat dengan keuntungan yang sangat menjanjikan, oleh sebab itu banyak terdapat perbuatan-perbuatan yang dilakukan untuk dapat menarik keuntungan tersebut tetapi dilakukan dengan cara-cara yang tidak benar. Salah satu perbuatan yang tidak dibenarkan oleh hukum sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) adalah tindak pidana perdagangan orang dalam (insider trading). Perdagangan orang dalam dilarang karena berbahaya bagi mekanisme pasar yang fair dan efisien, berdampak negatif bagi emiten, menimbulkan kerugian bagi investor, dan seharusnya kerahasiaan suatu perusahaan itu dilindungi. Untuk dapat dikatakan telah terjadi tindak pidana dan pelaku tindak pidana tersebut dapat dihukum maka Setiap unsur suatu tindak pidana harus dibuktikan agar terpenuhi asas nullum delictum sine praevia lege poenali (peristiwa pidana tidak akan ada, jika ketentuan pidana dalam undang-undang tidak ada terlebih dahulu). Demikian juga dengan salah satu unsur tindak perdagangan orang dalam yaitu unsur informasi orang dalam harus dibuktikan dengan mengacu kepada Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai hukum formil yang mengatur tentang pembuktian dengan alat-alat bukti yang limitatif sifatnya yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Dalam penulisan skripsi ini penulis mencoba menganalisa unsur informasi orang dalam sebagai alat bukti dan nilai kekuatan pembuktian dari alat bukti yang diperoleh dari unsur informasi orang dalam tersebut dengan berlandaskan sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP dengan melihat pada kasus tindak pidana orang dalam yang terjadi di pasar modal Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S22314
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, 2007
R 364.15 IND u
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Sumanti Disca Ferli
Abstrak :
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang membahas mengenai praktek perdagangan orang dalam di pasar modal Indonesia. Perdagangan orang dalam adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh orang dalam perusahaan, yang didasarkan pada pelanggaran terhadap asas keterbukaan atau adanya informasi material yang belum dipublikasikan. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal hingga saat ini, belum ada kasus perdagangan orang dalam yang masuk ke dalam proses peradilan dikarenakan adanyaberbagai kendala. Hal ini menimbulkan usaha melegalkan perdagangan orang dalam. Sebagai antisipasi terhadap usaha melegalkan perdagangan orang dalam, diperlukan cara menangani perdagangan orang dalam yang efektif, misalnya dengan menerapkan misappropriation theory.
This is a literature research which focusing in insider trading issue in Indonesian capital market. Insider trading is securities trading which is done by insider, based on a violation to the principle of disclosure or the existence of material non public information. Since Law No. 8 of 1995 on the Capital Market was regulated until now, there is no insider trading case brought to the court because of a lot of obstacles. The obstacles in practice make efforts from some people to legalize insider trading. As the anticipation against efforts to legalize insider trading, effective ways to handle insider trading cases are needed, for example with the implementation of misappropriation theory.
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27432
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Petra Fernando
Abstrak :
ABSTRACT
Skripsi ini membahas mengenai orang yang diperdaya menjadi kurir narkotika. Tolok ukur dalam menentukan orang tersebut merupakan korban atau pelaku tindak pidana adalah UU No. 21 Tahun 2007, dan UU No. 35 Tahun 2009. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan pendekatan kualitatif, yang didasarkan pada data sekunder. Data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Tulisan ini memaparkan dan mengkritik peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan Indonesia yang kerap menyamakan pertanggungjawaban pidana terhadap orang yang diperdaya dan orang yang sengaja mengedarkan narkotika. Padahal orang yang diperdaya tersebut, berdasarkan rentetan prosesnya dapat digolongkan sebagai korban perdaganganan orang. Tulisan ini menyarankan dibedakannya pelaku pengedaran gelap narkotika yang merupakan kurir dengan yang merupakan pelaku utama, yang mana kurir dapat berupa orang yang diperdaya, dan juga orang yang sengaja.
ABSTRACT
This essay discussed the matter about human trafficking victims that being deceived to act as a drug trafficker. Act 21 of 2007 and Act 35 of 2009 being used as the measurement whether someone is the criminal or the victim of a crime. This essay uses descriptive method, with qualitative approach, which based on secondary data. The secondary data take form in primary, secondary, and tertiary legal material. This essay explained and criticize the regulation and court verdict that often equate the liability between deceived persons and deliberated persons who become drug trafficker. By the sequence, the deceive persons could be classified as human trafficking victims. This essay suggests that there should be a different regulation between deceived person and deliberated persons in drug trafficking.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Perdagangan merupakan permasalahan yang sampai saat ini belum memperoleh perhatian pemecahan secara serius oleh Pemerintah dan aparat penegak hukum di Indonesia. Terjadinya perdagangan orang antara lain disebabkan masalah ekonomi b) pendidikan yang rendah, c) penegakan hukum yang lemah d) Undang-Undang yang ada kurang disosialisasikan e) kurang tersedianya data yang akurat,f) peraturan keimigrasian yang longgar dan g) peran PJTKI yang belum maksimal....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Nattaya Sampurno
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang Kasus ? kasus Perdagangan Orang yang terjadi di Indonesia, terkait dengan penegakan Hak Asasi Manusia. Indonesia dikatakan sebagai salah satu negara terburuk dalam menangani kasus perdagangan orang. Banyaknya kasus perdagangan orang yang terjadi di Indonesia membuktikan bahwa negara ini menjadi salah satu negara yang tidak dapat memberantas perdagangan orang. Keberadaan Undang ? Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang belum berarti tindak pidana perdagangan orang yang terjadi di Indonesia telah efektif diberantas. Tindak pidana perdagangan orang dikategorikan sebagai salah satu tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Oleh sebab itu, keberadaan Undang ? Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang juga sudah seharusnya dan sepantasnya mencakup juga tentang pemenuhan hak asasi korban perdagangan orang. Selain mengacu pada Undang ? undang tersebut, konsep pemenuhan hak asasi korban perdagangan orang juga dapat dilihat dari berbagai sumber. Undang ? undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa korban pelanggaran hak asasi manusia mempunyai hak untuk memperoleh kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi. Konsep pemenuhan hak asasi manusia inilah yang menjadi acuan penulis dalam menganalisis kasus ? kasus perdagangan orang di Indonesia. Di dalam kasus yang terjadi baik di Medan maupun di Kalabahi, hal yang diperhatikan adalah apakah Majelis Hakim dalam memutuskan perkaranya sejalan dengan tujuan diberlakukannya Undang ? Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan terlebih apakah dengan adanya Undang ? Undang tersebut korban perdagangan orang telah terpenuhi hak asasi manusianya.
ABSTRACT
This thesis discusses the cases of trafficking that occurred in Indonesia , related to the enforcement of human rights . Indonesia is said to be one of the worst countries in dealing with trafficking cases. The number of trafficking cases that occurred in Indonesia proves that the country is becoming one of the country that could not combat human trafficking . The existence of Law Number 21 Year 2007 concerningthe Crime of Trafficking in Persons does not mean the human trafficking crime that occurred in Indonesia has been effectively eradicated . Human trafficking crime is categorized as one of the crime that violate human rights . Therefore , the existence of Law Number 21 Year 2007 concerning the Crime of Trafficking in Persons should and rightly include also on the fulfillment of human rights of victims of trafficking. In addition to referring to the Act - the law , the concept of the fulfillment of human rights of victims of trafficking can also be viewed from a variety of sources. Law No. 26 of 2000 concerning Human Rights states that victims of human rights violations have the right to compensation , restitution and rehabilitation . The concept of the fulfillment of human rights is the author reference in analyzing the cases of human trafficking in Indonesia . In the case both in Medan and in Kalabahi , things to look for is whether the judges in deciding the case is in line with the objective of enactment - Law Number 21 Year 2007 concerning the Crime of Trafficking in Persons and especially whether the presence of the law of human trafficking have fulfilled the victim?s human rights
2016
T46141
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
bobby Wirawan Wicaksono Elsam
Abstrak :
Penelitian ini dilatarbelakangi temuan modus baru TPPO pada jenis eksploitasi seksual melalui kawin kontrak di wilayah Puncak Bogor Jawa Barat, yang menunjukkan bahwa pengungkapan TPPO belum maksimal. Penelitian ini ditujukan untuk menjelaskan strategi Satgas TPPO Dittipidum Bareskrim Polri dalam pengungkapan sindikat tindak pidana perdagangan orang dengan jenis eksploitasi seksual pada modus kawin kontrak di Puncak Bogor Jawa Barat. Teori yang digunakan antara lain teori aktivitas rutin, teori disorganisasi sosial, teori manajemen, teori efektivitas hukum, teori pemolisian kolaboratif, teori analisis SWOT, dan konsep tindak pidana perdagangan orang. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan pengungkapan kelompok yang terorganisir TPPO dengan jenis eksploitasi seksual pada modus kawin kontrak di Puncak Bogor Jawa Barat yang dilakukan oleh Satgas TPPO Dittipidum Bareskrim Polri belum efektif, yang disebabkan oleh banyaknya korban yang secara sukarela menjadi korabn TPPO tersebut, dan lemahnya hukum yang menjerat para pelaku dan tidak adanya jerat hukum pada korban yang sukarela menjadi korban TPPO. Strategi Satgas TPPO Dittipidum Bareskrim Polri dalam pengungkapan TPPO dapat dilakukan dengan pendekatan preemtif, preventif dan represif melalui cara memotong mata rantai terbentuknya pola kejahatan TPPO guna menghilangkan adanya unsur korban agar kerentanan TPPO dapat dihilangkan. ......The background of the research is the findings of a new mode of human trafficking, also known as trafficking in person (TIP) as one of the types of sexual exploitation through contract marriages in Puncak, Bogor, West Java. Such findings reveal that the uncovering of disclosure efforts of TIP have not been done maximally.The study aims at elaborating the strategies TIP Task Force of General Crime Directorate of Criminal Investigation Department of Indonesian National Police (Dittipidum Bareskrim Polri) in uncovering the crime syndicate of TIP which employs contract marriage as its modus operandi in committing the crime in Puncak, Bogor, West Java The author employs several theories, such as routine activity theory, social disorganization theory, management theory, legal effectiveness theory, collaborative policing theory, SWOT analysis theory, as well as the concept of trafficking in persons. The research uses the qualitative method with descriptive analytical approach. The results of the study reveal that Dittipidum Bareskrim Polri has not carried out the disclosure efforts effectively. This is reflected by the fact that there are still many women who willingly become the victims of TIP, and the weakness of the law regulating the crime. Furthermore, there are no stipulations in the law regarding the punishment given to women who willingly become the victims of TIP. The author recommends TIP Task Force of Dittipidum Bareskrim Polri to cut the chain of the formation of the patterns of TIP in order to eliminate the victim element so that the TIP vulnerability can be eliminated.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wabilia Husnah
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interseksionalitas latar belakang dan otonomi relasional perempuan dalam pengambilan keputusan menjadi pengantin pesanan dari Indonesia ke Tiongkok. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, yang menggunakan kerangka analisis interseksionalitas dan otonomi relasional. Studi ini melakukan penelusuran riwayat hidup dua perempuan penyintas asal DKI Jakarta dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa korban pengantin pesanan adalah perempuan dengan latar belakang dan pengalaman hidup yang beragam. Terdapat interseksi latar belakang dan pengalaman teropresi perempuan di domain struktural, disiplin, hegemoni dan interpersonal yang memengaruhi pemaknaan konsep pernikahan dalam diri perempuan, serta menyebabkan perempuan tertentu rentan menjadi korban pengantin pesanan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penyebab utama yang melatari perempuan menjadi korban dalam industri pengantin pesanan ke Tiongkok adalah faktor interseksional, yang meliputi faktor ekonomi, sosial-budaya, hubungan interpersonal serta pengalaman hidup. Semua faktor saling berkelindan satu dengan lainnya, sehingga tidak ada satupun faktor dominan yang menjadi latar belakang perempuan menjadi korban pengantin pesanan. Proses pengambilan keputusan, mulai dari pembentukan keinginan, pembentukan kompetensi untuk menjadi otonom, hingga pengambilan tindakan secara otonom perempuan, dipengaruhi oleh interseksi latar belakang, pengalaman teropresi, nilai-nilai sosial, praktik budaya, karya sastra, serta hubungan sosial perempuan dengan sindikat pengantin pesanan, orang tua, anak, dan significant others. Mereka memiliki otonomi relasional karena memutuskan sendiri untuk menikah dengan laki-laki Tionghoa, berdasarkan pertimbangan interseksionalitas berbagai determinan sosial yang kompleks tersebut. ......This research aims to examine the intersectional background and women's relational autonomy in making decision to become mail-order bride from Indonesia to China. This is qualitative research with a case study approach, which uses intersectionality and relational autonomy analysis framework. This study traces the life history of two women survivors from Jakarta and in-depth interviews. The results show mail-order bride victims are women with diverse backgrounds and life experiences. Therefore, there is no single dominant factor that leads the women to become victims. There is an intersection of the background and oppressive experience of women in the structural, disciplinary, hegemonic, and interpersonal domains that influence their meaning of the concept of marriage and cause certain women are vulnerable to becoming victims. This research concludes that the main factor that causes women to become victims in the mail-order bride industry is intersectional factors, which include economic, socio-cultural, interpersonal relationships, and life experiences. All factors are intertwined with one another, therefore there is no single dominant factor that causes them to become victims of mail-order bride. In the decision-making process, women are not passive victims. The decision-making process, from the formation of desires, the formation of competencies to be autonomous, to the autonomous action of women, is influenced by the intersection of backgrounds, oppressive experiences, social values, cultural practices, literature work, and women's social relations with the mail-order bride syndicate, parents, children, and significant others. They have relational autonomy because they decided on their own to marry Chinese men, based on considerations of the intersection of various complex social determinants.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kezia Minar Paladina
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis upaya ABK asal Indonesia yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang di kapal perikanan asing untuk memperoleh keadilan melalui berbagai forum yang disediakan dalam sistem hukum nasional Indonesia. Penulis berupaya untuk menjelaskan kesulitankesulitan yang dihadapi oleh ABK di kapal perikanan ketika melakukan usaha tersebut. Penulis menemukan bahwa kesulitan ini lahir karena adnaya kerangka hukum normatif yang kurang memadai, kurangnya pengetahuan dan kesadaran hukum, hambatan dalam memperoleh bantuan hukum, victim blaming, dan persoalan lainnya. Penulis menyimpulkan bahwa sistem hukum Indonesia belum siap dan tidak mampu memberikan akses terhadap keadilan yang baik bagi ABK korban perdagangan orang. ...... This research aims to analyze how Indonesian fishermen who were trafficked in foreign fishing vessels overseas attempt to achieve justice through the various forums provided within the Indonesian legal system. The writer seeks to describe the difficulties faced by Indonesian fishermen when attempting to obtain justice. The writer discovers that these difficulties are borne out of a faulty legal framework, a lack of legal knowledge and awareness, obstacles in acquiring legal aid, victim blaming, and other issues. The writer concludes that the Indonesian legal system is not prepared and is unable to provide adequate access to justice for these victims.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64532
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Ayu Primandani
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai tinjauan hukum terhadap peran Insider dalam terjadinya suatu kegiatan Insider Trading yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan Pasar Modal, dengan melakukan perbandingan terhadap penegakan hukum di Pasar Modal di Indonesia dengan di Singapura. Pengaturan yang berlaku saat ini mengenai Insider Trading di Indonesia belum pernah mengalami perubahan seperti layaknya pengaturan yang berlaku mengenai Insider Trading di Singapura, menyebabkan terbatasnya ruang lingkup pengaturan Insider Trading di Indonesia, dan besarnya peran Insider terhadap suatu kegiatan Insider Trading dapat ditindak sebagai pelanggaran hukum atau tidak. Adanya pembahasan kasus terhadap Vincent Rajiv Louis dimana Vincent Rajiv Louis merupakan seorang pelaku Insider Trading yang memiliki inside information dan melakukan transaksi namun bukan merupakan Insider maupun Tippee, ketika diteliti dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia tidak terjerat hukum, karena Undang-Undang Pasar Modal Indonesia tidak mengatur penegakan hukum terhadap pihak pelaku transaksi yang bukan merupakan Insider. Sementara, Securities and Futures Act di Singapura dapat menghukum Vincent Rajiv Louis, dalam bentuk Civil Penalty yang dikenakan oleh MAS. Dalam penegakan hukum terhadap Insider Trading, Undang-Undang Pasar Modal belum bisa memfasilitasi Otoritas Jasa Keuangan sebagai otoritas penegak hukum karena sudah ketinggalan zaman dan tidak mengandung asas yang tepat agar dapat membuat undang-undang itu dijalankan secara efektif oleh OJK.
This study discusses concerning the legal perspective on the role of Insider in Insider Trading activities that violates the prevailing laws and regulations in the Securities Law, by comparing the law enforcement in Indonesia and Singapore in the Capital Market. The current prevailing securities law in Indonesia has not been modified and revised like the prevailing securities law in Singapore, resulting in the limited scope of the regulations concerning Insider Trading in Indonesia, and a big role of Insider in regards to whether an Insider Trading activity can be punished as a violation of law or not. The analysis on the Vincent Rajiv Louis case, in which Vincent Rajiv Louis is a culprit of Insider Trading, however he is not an Insider nor a Tippee, when analyzed by the prevailing laws and regulations in Indonesia cannot be punished, because the Securities Law in Indonesia does not regulate regarding violations conducted by parties other than Insiders. Meanwhile, Securities and Futures Act in Singapore was able to punish Vincent Rajiv Louis in form of Civil Penalty, carried out by MAS. In law enforcement against Insider Trading, the Securities Law in Indonesia has yet to be able to facilitate the Otoritas Jasa Keuangan as the law enforcement authority because it is out of time, and does not consist of the up-to-date principles that will be able to make the securities law effectively carried out by OJK.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45561
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>