Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diana Binkor Jenbise
Abstrak :
Artikel ini menekankan pentingnya mengangkat isu pemberdayaan perempuan Papua dan perjuangan keadilan. Penelitian ini untuk menjawab, apa itu keadilan menurut perempuan Papua dan bagaimana upaya perempuan Papua untuk mencapai keadilan atas identitasnya dan tanah Papua? Dalam menjawab pertanyaan dan realitas yang dihadapi perempuan dalam mencapai keadilan, penelitian ini mencari kebebasan berbicara tentang hak-hak perempuan Papua dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Namun, ada sistem patriarki dan negara yang menyulitkan dalam mendengarkan dan menanggapi suara perempuan tentang keadilan. Dibutuhkan waktu dan upaya untuk mengubah paradigma lama ini. Melalui bentuk penceritaan yang pertama, kita dapat menempatkan kisah tentang identitas seorang wanita Papua dan harga dirinya sebagai simbol cenderawasih dengan kulit gelap dan rambut keriting. Perempuan Papua tidak boleh tinggal diam dan harus memperjuangkan keadilan.
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2021
305 JP 26:3 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Angelia Ruth
Abstrak :
Ketidakadilan gender pada perempuan dan laki-laki sering terjadi di masyarakat. Ketidakadilan gender ini juga terjadi terhadap perempuan Papua dalam novel Isinga. Hal ini disebabkan karena budaya Papua yang menganut budaya patriarki. Bentukbentuk ketidakadilan gender yang terjadi dalam novel ini, yaitu marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan, dan beban ganda. Kelima ketidakadilan gender tersebut saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Dari kelima ketidakadilan gender tersebut yang paling mendominasi adalah beban ganda dan kekerasan.
Gender inequality in women and men often occurs in community. Gender inequality also happens to women in Papua, as told in the novel Isinga. This is due to the patriarchal culture being adopted in Papuan culture. Types of gender inequality that can be found in this novel are marginalization, subordination, stereotype, violence, and double burden. All five of them are correlated with each other. The most pronounce gender inequality being double burden and violence.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S62114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelia Ruth
Abstrak :
Ketidakadilan gender pada perempuan dan laki-laki sering terjadi di masyarakat. Ketidakadilan gender ini juga terjadi terhadap perempuan Papua dalam novel Isinga. Hal ini disebabkan karena budaya Papua yang menganut budaya patriarki. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang terjadi dalam novel ini, yaitu marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan, dan beban ganda. Kelima ketidakadilan gender tersebut saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Dari kelima ketidakadilan gender tersebut yang paling mendominasi adalah beban ganda dan kekerasan. ......Gender inequality in women and men often occurs in community. Gender inequality also happens to women in Papua, as told in the novel Isinga. This is due to the patriarchal culture being adopted in Papuan culture. Types of gender inequality that can be found in this novel are marginalization, subordination, stereotype, violence, and double burden. All five of them are correlated with each other. The most pronounce gender inequality being double burden and violence.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apriani Anastasia Amenes
Abstrak :
Sejarah panjang opresi terhadap orang Papua memengaruhi cara pandang orang Papua mempersepsikan dirinya. Opresi terhadap identitas juga berdampak pada perempuan Papua. Perempuan Papua tidak hanya teropresi karena sejarah panjang kekerasan Negara dan struktural, tetapi berhadapan juga dengan kekerasan budaya terutama budaya patriarki. Patriarki yang melemahkan perempuan terjadi di ruang privat maupun publik, dan menempatkan perempuan pada posisi tersubordinasi. Akan tetapi, perempuan Papua tetap memiliki daya untuk berjuang dan mengambil keputusan di tengah kondisinya yang sulit. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menelaah hambatan struktural maupun kultural yang berpengaruh pada diri, komunitas, dan organisasi perempuan Papua. Penelititan ini juga bertujuan untuk melihat otonomi diri perempuan Papua dalam mensikapi situasi kultural dan struktural. Metode yang digunakan untuk menghimpun data penelitian ini yaitu melalui wawancara mendalam kepada empat orang perempuan dalam lembaga MRP, observasi pasif, dan studi literatur. Beberapa temuan dari penelitian ini antara lain: (1) Sekalipun perempuan dalam MRP menginternalisasi opresi dan subordinasi yang sangat memengaruhi mereka melalui nilai-nilai adat, tetapi mereka masih memiliki agensi untuk dapat memberdayakan dan memengaruhi orang lain. (2) Peran komunitas sangat memengaruhi perempuan dalam menentukan pilihan-pilihan mereka terkait keputusan otentik melalui pertimbangan-pertimbangan untuk berada di dalam lembaga MRP. (3) Perempuan dalam MRP menginternalisasi opresi dan subordinasinya melalui nilai-nilai adat sehingga memengaruhi pembentukan identitas mereka sebagai anggota MRP yang merupakan agen yang memiliki determinasi diri dalam membuat keputusan yang emansipatif untuk mendorong agenda-agenda dan persoalan perempuan Papua. Melalui gagasan Meyers, didapati bahwa sekalipun ada pikiran opresif dan subordinasi yang diinternalisasikan oleh perempuan, akan tetapi perempuan dalam MRP mampu melawan dengan cara mereka masing-masing. Sebab perlawanan itu merupakan bentuk determinasi perempuan dalam MRP yang secara otonom membuat keputusan-keputusan otentik mereka. ......The long history of oppression against Papuans has influenced the way Papuans perceive themselves. Oppression of identity also affects Papuan women. Papuan women are not only oppressed because of the long history of state and structural violence, but also of cultural violence, especially patriarchal culture. Patriarchy disempower women in both private and public sphere and subordinate women’s position. However, Papuan women still have the power to struggle and make decisions in the midst of difficult conditions. Therefore, this study aims to examine the structural and cultural barriers that affect themselves, communities and their organization. This research also aims to see Papuan women's autonomy in responding to cultural and structural situations. The methods used to collect the research data were in-depth interviews with four women in the MRP institution, passive observation, and literature studies. Some of the findings from the study include: (1) Even though women in the MRP internalize oppression and subordination that greatly influence them through customary values, they still have the agency to empower and influence others. (2) The role of the community greatly influences women in determining their choices regarding decisions to consider when they are in the MRP institution. (3) Women in the MRP internalize oppression and its subordination through customary values so that their reporting of identity as members of the MRP is an agent who has self-determination in making emancipatory decisions to push the agendas and problems of Papuan women. Through Meyers' ideas, it was found that even though there were oppressive thoughts and subordination which were internalized by women, women in the MRP were able to fight in their own ways. Because resistance is a form of determination of women in the MRP who autonomously make their authentic decisions.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library