Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farhan Hilmi Taufikulhakim
Abstrak :
Latar belakang: Kadar karbondioksida (CO2) di atmosfer semakin meningkat dan sudah mendekati batas yang bisa ditoleransi oleh manusia dalam jangka paparan seumur hidup. Berdasarkan fakta tersebut, tentu manusia sudah mulai merasakan dampak dari peningkatan CO2. Pada penelitian ini akan dianalisis mengenai dampak paparan CO2 kadar tinggi terhadap proliferasi peripheral blood mononuclear cells (PBMC) manusia. Metode: Sampel triplo PBMC dibagi kedalam kelompok uji (paparan CO2 15%) dan kelompok control (paparan CO2 5%) dengan jumlah sel awal tiap well sebanyak 250.000. Kedua kelompok diberikan paparan selama 24 jam dan 48 jam kemudian hasilnya dihitung menggunakan hemositometer. Hasil: Kelompok sel yang diberikan paparan CO2 15% memiliki tingkat proliferasi yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol pada 24 dan 48 jam (P<0.001). Kesimpulan: Paparan CO2 15% diduga menghambat proliferasi PBMC pada 24 dan 48 jam yang ditandai dengan jumlah akhir sel yang lebih rendah disbanding kontrol. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme yang mendasarinya yaitu apakah paparan CO2 15% menghambat siklsus sel atau memicu apoptosis yang berperan dalam penurunan proliferasi.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghaniyyatul Khudri
Abstrak :
Air Susu Ibu tidak hanya mengandung nutrisi namun juga sel-sel imun untuk melindungi bayi dari patogen pada awal kehidupannya. Salah satu sel yang berperan penting adalah makrofag (CD14+ mononuclear cells), sebagai komponen dari sistem kekebalan bawaan bagi bayi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan populasi, viabilitas serta kemampuan fagositosis CD14+ mononuclear cells ASI dan darah tepi. Total 20 subjek dianalisis populasi CD14+ mononuclear cells, M1 (CD86) dan M2 (CD206) dengan flow cytometry. Viabilitas sel dianalisis dengan CCK assay dan kemampuan fagositosis dengan sheep red blood cell (SRBC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi CD14+ mononuclear cells ASI lebih tinggi 20% dibanding darah tepi (38,93 ± 5,29% versus 1,88 ± 0,55%, p=0.0005). Populasi CD14+ mononuclear cells ASI terbukti memiliki kemampuan polarisasi yang ditandai dengan ekspresi M1 (CD86) dan M2 (CD206). Ratio M1/M2 pada ASI adalah < 1, namun tidak memiliki perbedaan signifikan dengan darah tepi (p=0,238). Viabilitas dan kemampuan fagositosis CD14+ mononuclear cells ASI secara signifikan lebih tinggi dibandingkan darah tepi (viabilitas, p=0,0032; kemampuan fagositosis, p=0,0001). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CD14+ mononuclear cells ASI mempunyai populasi yang lebih tinggi dengan polarisasi dominan M2, serta mempunyai viabilitas dan kemampuan fagosistosis yang lebih baik daripada CD14+ mononuclear cells yang berasal dari darah tepi. ......Breast milk contains nutrients and immune cells that protect infants from early-life pathogens. Macrophages (CD14+ mononuclear cells), play a crucial role as a component of the innate immune system in infants. This study compared the populations, viability, and phagocytic ability of CD14+ mononuclear cells derived from breast milk and peripheral blood in 20 subjects. The population of CD14+ mononuclear cells, M1 (CD86), and M2 (CD206) were analyzed using flow cytometry. Cell viability was assessed using the CCK assay, and phagocytic ability was measured with sheep red blood cells (SRBC). The results showed that the CD14+ mononuclear cell population in breast milk was 20% higher than in peripheral blood (38.93 ± 5.29% versus 1.88 ± 0.55%, p=0.0005. Breast milk CD14+ mononuclear cells exhibit M1 (CD86) and M2 (CD206) polarization, with an M1/M2 ratio <1, compared to peripheral blood (p=0.238). The viability and phagocytic ability of CD14+ mononuclear cells in breast milk were significantly higher compared to those in peripheral blood (viability, p=0.0032; phagocytic ability, p=0.0001). These findings indicate breast milk CD14+ mononuclear cells have a higher population with dominant M2 polarization, viability, and phagocytic ability compared to those from peripheral blood.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
This book will illustrate the morphologic features on peripheral blood smears of the various disorders and the text will focus on diagnostic criteria, differential diagnosis and modern classification terminology.
Philadelphia: Wolters Kluwer, 2012
616.13 ATL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Husein Alkaff
Abstrak :
Virus Zika (ZIKV), dengue (DENV), dan chikungunya (CHIKV) menyebabkan penyakit Zika, dengue, dan chikungunya yang memiliki gejala klinis yang mirip sehingga rentan terhadap kesalahan diagnosis di daerah di mana virus-virus tersebut ditemukan secara simultan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tingkat kerentanan dan respon peripheral blood mononuclear cell (PBMC) manusia yang direfleksikan dari titer virus, kuantitas RNA virus, serta ekspresi gen sitokin kemokin yang dipicu oleh infeksi ZIKV, DENV, dan CHIKV secara in vitro. PBMC dipisahkan dari darah donor yang sehat. Setelah periode adaptasi dalam kultur sel, PBMC diinfeksi dengan ZIKV, DENV, dan CHIKV kemudian diinkubasi selama 48 jam. Metode plaque assay dan qRT-PCR dilakukan untuk menentukan titer virus hidup dan kuantitas RNA virus dalam sistem. Ekspresi gen TNF-a, IL-10, dan IP-10 diukur dengan metode qPCR yang dikalkulasi menggunakan metode 2-AACT. Titer virus hidup dan RNA virus intraseluler dari PBMC yang terinfeksi DENV secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan ZIKV dan CHIKV (p 0,01). Sementara itu, RNA ZIKV intra- dan ekstra-seluler memiliki kuantitas yang tertinggi (p 0,01). Ekspresi gen sitokin TNF-a meningkat pada semua PBMC yang terinfeksi arbovirus, namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar virus. Ekspresi gen sitokin IL-10 mengalami penurunan yang signifikan pada PBMC yang terinfeksi DENV sebesar 0,52 0,29 kali relatif terhadap PBMC tak terinfeksi. Di sisi lain, terdapat peningkatan ekspresi gen kemokin IP-10 pada PBMC yang terinfeksi DENV sebesar 107,80 54,88 kali relatif terhadap PBMC tak terinfeksi. Profil ekspresi gen sitokin kemokin dari PBMC yang terinfeksi DENV menunjukan respon inflamasi yang paling tinggi dibandingkan dengan PBMC yang terinfeksi ZIKV dan CHIKV yang ditunjukan dari peningkatan ekspresi gen sitokin TNF-a dan kemokin IP-10 serta penurunan ekspresi gen sitokin IL-10. Analisis korelasi menunjukan bahwa terdapat korelasi negatif yang kuat dan signifikan antara respon inflamasi yang ditunjukan oleh PBMC dengan titer arbovirus hidup dan kuantitas RNA arbovirus yang menginfeksi PBMC. Penelitian ini merupakan studi pertama yang secara langsung membandingkan kerentanan dan profil sitokin kemokin dari PBMC yang terinfeksi ZIKV, DENV, dan CHIKV. Terbatasnya jumlah donor PBMC serta jenis sitokin/kemokin yang dianalisis merupakan keterbatasan utama penelitian ini. Oleh karena itu, dibutuhkan studi lebih lanjut yang dapat menganalisis profil sitokin/kemokin secara lengkap. Sehingga, pengetahuan mengenai profil tersebut dapat digunakan untuk pengembangan biomarker yang dapat membedakan antara infeksi ZIKV, DENV, dan CHIKV. ......The Zika (ZIKV), dengue (DENV), and chikungunya (CHIKV) viruses are the causative agent of Zika, dengue, and chikungunya diseases manifested as similar clinical symptoms which may lead to misdiagnosis in the area where these viruses simultaneously exist. This study aims to investigate the susceptibility and response of human peripheral blood mononuclear cells (PBMCs) reflected from the virus titer, viral RNA quantity, and cytokine chemokine genes expression against in vitro ZIKV, DENV, and CHIKV infections. PBMCs were isolated from the whole blood of healthy donors. Following the cell culture adaptation period, the PBMCs were infected with ZIKV, DENV, and CHIKV allowing exposure for 48 hours post-infection. The standard plaque assay method and qRT-PCR were performed to determine the viable virus titer and viral RNA quantity in the system, respectively. The relative gene expression of TNF-a, IL-10, and IP-10 was determined using qPCR employing the 2-AACT method. Both levels of viable virus and intracellular viral RNA quantity were significantly lower in DENV compared to ZIKV and CHIKV (p 0,01). Meanwhile, ZIKV RNA quantity was the highest in intra- and extra-cellular (p<0,01). The TNF-a cytokine gene was up-regulated in all virus-infected PBMCs, but there was no significant difference among them. The IL-10 cytokine gene expression was down-regulated to 0,52 0,29 times relative to the uninfected PBMC in DENV-infected PBMCs. On the other hand, the IP-10 chemokine gene expression was up-regulated to 107,80 54,88 times relative to the uninfected PBMC in ZIKV-infected PBMCs. The cytokine/chemokine gene expression profile of DENV-infected PBMCs showed the most rigorous inflammation response compared to ZIKV- and CHIKV-infected PBMCs which reflected from the up-regulation of TNF-a cytokine gene and IP-10 chemokine gene also the down-regulation of IL-10 cytokine gene. Correlation analysis showed a strong and significant negative correlation between inflammation response from PBMC with viable arbovirus titer and arbovirus RNA quantity which infected the PBMC. Our study is the first study to directly compare the susceptibility and cytokine/chemokine profile of ZIKV-, DENV-, and CHIKV-infected PBMCs. The limitation of our study including the number of PBMCs donor and the incomplete set of cytokine/chemokine which was examined. Therefore, further investigation is needed to obtain the complete cytokine chemokine profile. Thus, these profiles can be used for the development of biomarkers which can distinguish between ZIKV, DENV, and CHIKV infection.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T52126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrianus Jonathan Sugiharta
Abstrak :
Perubahan iklim telah menjadi isu global dan diyakini disebabkan oleh aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi gas rumah kaca (greenhouse gases), salah satunya adalah karbon dioksida. Peningkatan konsentrasi karbon dioksida memberikan efek tidak hanya pada lingkungan sekitar, tetapi juga sistem tubuh. Kejadian ini dihubungkan dengan kemunculan berbagai penyakit akibat kondisi hiperkapnia yang menimbulkan efek merusak pada sel dan jaringan tubuh, termasuk sistem imun. PBMC merupakan salah satu komponen penting sistem imun yang berperan sebagai lini pertama tubuh dalam menghadapi berbagai perubahan lingkungan, termasuk peningkatan karbon dioksida. Tingkat karbon dioksida tinggi dapat menimbulkan perubahan pada ekspresi berbagai gen yang berperan dalam meregulasi respon seluler terhadap perubahan yang ada. Salah satu gen yang dimaksud adalah HIF-1α. HIF-1α merupakan salah satu protein faktor transkripsi utama dalam tubuh yang berfungsi untuk mengatur berbagai macam mekanisme seluler terhadap keadaan hipoksia. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk mempelajari lebih lanjut mengenai efek peningkatan karbon dioksida terhadap ekspresi HIF-1α pada PBMC. PBMC dipisahkan teknik sentrifugasi, kemudian dikultur dan disimpan dalam empat keadaan yang berbeda (5% CO2 24 jam, 15% CO2 24 jam, 5% CO2 48 jam, dan 15% CO2 48 jam). Kemudian, RNA diisolasi dan dicek dengan teknik reverse transcriptase real-time PCR. Hasil dari kelompok sampel 24 jam menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam hal tingkat ekspresinya. Sedangkan pada kelompok sampel 48 jam, hasil menunjukkan perbedaan ekspresi yang tidak signifikan. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa adanya penurunan ekspresi HIF-1α ketika peningkatan karbon dioksida terjadi. Akan tetapi, ekspresi HIF-1α menunjukkan sedikit peningkatan setelah perlakuan selama 48 jam.
Climate change has become a major global issue since the past few years, and it is caused by human activities related to the emissions of greenhouse gases, one of which is carbon dioxide. Elevated level of carbon dioxide has been found to affect not only our environment, but also our body system. It is linked to many adverse clinical outcomes due to the hypercapnic condition towards many cells and tissues, including our immune system. PBMCs, a major components of immune system, are the first-line defence against various environmental changes, including increased carbon dioxide level. High carbon dioxide are thought to cause alterations of numerous genes expression, including HIF-1α, resulting in defective cellular response. HIF-1α is one of the most important transcription factor proteins for numerous cellular mechanisms related to hypoxia. Therefore, this research is aimed to study about the effects of increased carbon dioxide towards HIF-1α expression in PBMCs. PBMCs are separated from the blood by centrifugation, cultured, and treated under four different conditions (5% CO2 24 hours, 15% CO2 24 hours, 5% CO2 48 hours, and 15% CO2 48 hours. The RNA are then isolated and tested by reverse transcriptase real-time PCR. The result of 24-hour group showed a significant difference in the mRNA expression, unlike the difference in expression showed by the result of 48-hour group. In conclusion, the result showed that the expression of HIF-1α was decreased upon treated with increased carbon dioxide level. The expression, however, slightly increase after 48-hour period.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putera Dewa Haryono
Abstrak :
Pendahuluan: Kadar CO2 pada atmosfer telah mencapai 400 ppm pada akhir tahun 2018. Peningkatan ini dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan yang berkaitan dengan hipoksia. Kondisi serupa dapat dijumpai pada tumor, berbagai jenis penyakit paru-paru, dan lain sebagainya. NF-κB merupakan faktor transkripsi yang berperan meregulasi ekspresi gen-gen yang terkait dengan inflamasi dan spesies oksigen reaktif. PBMC merupakan sel darah yang berperan penting dalam sistem imun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur ekspresi NF-κB dan pengaruh CO2 terhadap ekspresinya pada PBMC yang diambil dari individu normal. Metode: Riset ini memerlukan 10 subjek yang diperoleh dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui metode sampel acak sederhana. 3 ml darah diambil dari masingmasing subjek. PBMC diisolasi dan dikultur pada 5% dan 15% CO2 selama 24 dan 48 jam. RNA diisolasi dengan TriPure Isolation Reagent. Ekspresi RNA diukur dengan RT-qPCR dengan menggunakan 18sRNA sebagai housekeeping gene. Elektroforesis DNA digunakan untuk mengkonfirmasi hasilnya. SPSS v20.0.0.0 adalah perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji t berpasangan/Wilcoxon. Hasil: mRNA NF-κB turun 0.18 (0.02-0.77) kali lipat pada kelompok 15% CO2 24 jam bila dibandingkan dengan kelompok 5% CO2 24 jam (p<0.05). mRNA NF-κB pada kelompok 15% CO2 48 jam turun 0.82 (0.12-2.68) kali lipat dari kelompok 5% CO2 48 jam (p>0.05). Diskusi: Ekspresi mRNA NF-κB pada kelompok 15% CO2 24 jam menurun secara bermakna. Di sisi lain, kelompok 15% CO2 48 jam mengalami penurunan yang tidak bermakna. Dapat disimpulkan bahwa PBMC memerlukan waktu untuk mengembalikan ekpresi gen-gen antioksidan yang diregulasi oleh NF-κB melalui jalur kanonikal. Spesies oksigen reaktif diprediksi mengakibatkan terjadinya penurunan ekspresi gen NF-κB melalui serangkaian mekanisme umpan balik. Kesimpulan: Ekspresi gen NF-kB menurun pada kelompok perlakuan CO2 15% terhadap kelompok CO2 5%. Ekspresi gen NF-kB mengalami peningkatan pada kelompok 48 jam apabila dibandingkan dengan kelompok 24 jam. ......Introduction: The atmospheric level of CO2 has reached 400 ppm at the end of 2018. It is associated with many health disturbances, which are attributed to hypoxia. The similar conditions can also be found in tumors, pulmonary disorders, etc. NF-κB is a family of transcription factors that regulate inflammatory genes and reactive oxygen species-associated genes. PBMCs are part of the blood cells, which hold important roles in immunity. The objective of the research is to measure the level of NF-κB expression and to understand how its expression is influenced by CO2 in peripheral blood mononuclear cells of normal subjects. Methods: The research took 10 samples through simple random sampling from students of the Faculty of Medicine Universitas Indonesia. 3 ml of blood are taken from each subject. PBMCs are isolated and cultured under 5% and 15% CO2 for 24 and 48 hours. The RNA is isolated by using TriPure Isolation Reagent. The level of RNA is detected with RT-qPCR with 18sRNA as the housekeeping gene. Then DNA electrophoresis is used to confirm the result. SPSS v20.0.0.0 is used to perform Shapiro-Wilk normality test and paired t test/Wilcoxon test. Results: The NF-κB mRNA decreased by the median of 0.18 (0.02-0.77) in the 15% CO2 for 24 hours compared to the 5% CO2 for 24 hours (p<0.05). In contrast, the NF-κB mRNA decreased by the median of 0.82 (0.12-2.68) in 48 hours 15% CO2 group compared to its 5% CO2 for 48 hours group (p>0.05). Discussion: The expression of NF-κB mRNA decreases significantly in the 15% CO2 24 hours group compared to the 5% CO2 24 hours group. The decrement is not significant in the 48 hours group. It can be inferred that the PBMCs required time to normalize the expression of the antioxidant genes since these genes are regulated by the NF-κB through the canonical pathway. ROS was predicted to decrease the expression of NF-κB through multiple steps of feedback mechanism. Conclusion: The expression of NF-κB decreases in the 15% CO2 groups when compared to their 5% counterparts. However, the expression increases in the 48 hours groups compared to the 24 hours groups.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kenny Budiman
Abstrak :
Perubahan iklim telah merubah konten atmosfir. Salah satu bentuk perubahan iklim adalah meningkatnya gas rumah kaca, karbon dioksida. Peningkatan karbon dioksida bisa memberikan perubahan metabolic kepada sel-sel organisme. Sel imun, PBMC, bisa terpengaruh melalui perubahan ekspresi gen. MnSOD, sebuah antioksidan, komponen penting saat stres oksidatif, akan diteliti guna mengetahui adaptasi sel. Untuk melihat perubahan PBMC pada hiperkapnia, kami membuat model dimana pertama, PBMC diinkubasi pada konsentrasi CO2 di 5% dan 15%, selama 24 dan 48 jam. Kemudian, RNA diisolasi dengan TriPure Isolation Reagent dan ekspresi gen diukur secara kuantitatif dengan RT-qPCR untuk melihat ekspresi MnSOD. Hasil penelitian menunjukan penurunan ekspresi yang signifikan saat 15% CO2 dibandingkan dengan 5% CO2 selama 24 jam. Selama 48 jam, terdapat penurunan yang tidak signifikan. Hasil pada 24 jam bisa karena beberapa faktor, seperti menambahnya aktivitas diikuti dengan ekspresi gen yang rendah karena cukupnya protein untuk mendorong balik stress oksidatif, atau mungkin karena kerusakan DNA karena stres oksidatif, dan juga pengaruh factor transkripsi NF-kB. Sementara, pada 48 jam, terdapat penambahan tidak signifikan dari 24 jam dikarenakan oleh panjangnya waktu. Untuk rekomendasi, kami sarankan membuat riset dimana kadar protein diukur. ......Climate change has changed the atmospheric contents. One of the main features of climate change is the rise of greenhouse gas carbon dioxide. Carbon dioxide elevation give out metabolic changes occurring to organisms’ cells. Immune cells, PBMC, may be affected by it, through gene expression changes. MnSOD, an antioxidant, a crucial component in oxidative stress, is observed to know the cell’s adaptation. To observe PBMC changes in hypercapnia, we constructed a model where firstly, the PBMCs are incubated in 5% and 15% of CO2, for 24 and 48 hours, resulting in four treatments. Then, we isolated the RNA from PBMC with TriPure Isolation Reagent and measure the quantitative gene expression using RT-qPCR to observe MnSOD expression. The result of PCR will be compared between 15% and 5% using the Livak method. The result shows a significant decrease in gene expression at 15% CO2 compared with 5% CO2 at 24 hours, and at 48 hours, there was insignificant decrease. The result in 24 hours may be due to several factors, such as the increasing activity followed by low expression as the cells has obtained enough MnSOD proteins to tackle back oxidative stress, or perhaps because of DNA damage due to oxidative stress, and also NF-kB as transcription factor influence. Meanwhile there’s 48 hours, the insignificance increases from 24 hours level is due to timespan. In recommendation, we suggest doing a research where we observe the protein activity.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library