Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
Stephanie Lydia Evan
"
ABSTRAKTesis ini membahas tentang Akta Perjanjian Pemberian Jaminan dan Kuasa dalam rangka pemberian kredit yang memiliki banyak pelanggaran akan tetapi pada prakteknya masih ditemui. Permasalahan yang dibahas yaitu akibat hukum terhadap pengalihan jaminan dalam akta perjanjian pemberian jaminan dan kuasa serta tindakan Notaris untuk mengatasi potensi masalah dalam akta perjanjian pemberian jaminan dan kuasa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian berupa penelitian yuridis normatif dengan tipe deskriptif-analitis. Hasil penelitian ini yaitu Akta Perjanjian Pemberian Jaminan dan Kuasa yang berimplikasi pada pengalihan objek jaminan berakibat hukum menjadi suatu perjanjian yang batal demi hukum. Cara yang dapat dilakukan oleh Notaris untuk mengatasi potensi masalah terkait akta tersebut yaitu dengan membuat suatu perjanjian akta kuasa menjual terpisah antara kreditur dan debitur. Pembuatan Akta Perjanjian Pemberian Jaminan dan Kuasa semacam ini seharusnya ditolak oleh Notaris karena berakibat batal demi hukum.
ABSTRACTThe focus of this thesis is about Deed of Guarantee Agreement and Power of Attorney in the framework of granting credits that have many violations legally but in practice is still found. The problems discussed are the legal consequences of the transfer of guarantees in the deed of agreement to grant guarantees and power of attorney, and the actions of the Notary to deal with potential problems in the deed of agreement and authorization. This study uses a research method in the form of normative juridical research with descriptive-analytical type. The results of this study conclude are the Deed of Guarantee Agreement and Power of Attorney that implicates transfer of ownership of collateral object becoming a null and void agreement. A method that can be done by a Notary to overcome potential problems related to the deed, namely by making a deed of power to sell separately between creditors and debtor. Deed of Guarantee Agreement and Power of Attorney should be refused by the Notary because the consequences are null and void."
2019
T54373
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Munir Fuady
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003
346.02 MUN j
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Muladi Wirawan
Depok: Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Desty Sari Wardani
"Emotionally Transmitted Debt (ETD) menggambarkan situasi ketika anggota keluarga debitur bertindak sebagai penjamin kredit, yang mana keterlibatannya didorong bukan karena motif ekonomi yang memberikan manfaat kepadanya, melainkan karena adanya keterikatan emosional yang ia miliki dengan debitur. Fenomena ini menempatkan penjamin sebagai pihak yang dimanfaatkan secara tidak adil oleh debitur maupun kreditur, namun hukum belum memberikan perlindungan terhadap pihak penjamin dalam fenomena ETD. Metode penelitian berupa yuridis normatif dengan tipologi deskriptif analitis. Hasil penelitian yang pertama, pengaturan perlindungan hukum terhadap penjamin dalam kasus ETD di Indonesia dimuat dalam KUHPerdata, UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dan POJK Nomor 42/POJK.03/2017. Akan tetapi peraturan tersebut belum lengkap sehingga belum memberikan perlindungan perlindungan terhadap penjamin dalam fenomena ETD. Kedua, usulan norma pengaturan perlindungan terhadap penjamin akibat fenomena ETD untuk masa yang akan datang dengan menyisipkan norma pada prinsip kehati-hatian 5 C’s POJK Nomor 42/POJK.03/2017 yaitu bank wajib memastikan bahwa penjamin diberi informasi mengenai akibat hukum dari perjanjian jaminan, penjamin dapat melepaskan diri dari tanggung jawabnya dalam perjanjian jaminan apabila penjamin dapat membuktikan kreditur tidak menginformasikan kepada penjamin yang memiliki keterikatan emosional dengan debitur resiko yang ada dibalik ditandatanganinya perjanjian jaminan dan penjamin dapat melepaskan diri dari tanggung jawabnya untuk membayar utang debitur utama apabila penjamin dapat membuktikan bahwa kemampuannya untuk mengambil keputusan secara bebas dan bertanggungjawab telah cacat, penjamin dapat membuktikan terdapat penyalahgunaan keadaan, unconsionability, paksaan, kekhilafan, penipuan, atau perbuatan melawan hukum lainnya yang dilakukan oleh debitur dan atau kreditur.
Emotionally Transmitted Debt (ETD) describes the situation when a debtor's family member acts as a guarantor, whose involvement is driven not because of economic motives that provide benefits or awareness of responsibility as a guarantor, but rather because of the emotional attachment between the guarantor and the debtor. The ETD risks the guarantor to be unfairly exploited by both debtors and creditors, yet the law does not provide protection for the guarantor. The research method for this thesis is normative juridical with descriptive analytical typology. The results, first that the legal protection for guarantors in ETD cases in Indonesia contained in the Civil Code, Act No. 10 of 1998 concerning amendments to Act No. 7 of 1992 concerning Banking, Act No. 23 of 1999 concerning Bank Indonesia, Act No. 4 of 1996 concerning Mortgage Rights, and POJK No. 42/POJK.03/2017. However, these regulations do not yet provide protection for guarantors in the ETD phenomenon. Second, proposed norms for protection of guarantors due to the ETD phenomenon for the future, inserting norms on the precautionary principle 5 C's POJK Number 42/POJK.03/2017, that banks are obliged to ensure that guarantors are given information regarding the legal consequences of guarantee contract, The guarantor can escape from his responsibility in the guarantee contract if the guarantor can prove that the creditor did not inform the guarantor who has an emotional attachment to the debtor of the risks behind the signing of the guarantee contract and the guarantor can escape from his responsibility to pay the main debtor's debt if the guarantor can prove that his ability to make decisions freely and responsibly is defective, the guarantor can prove that there is undue influence, unconscionability, coercion, fraud, or other tort committed by the principal debtor and/or creditor."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Friska Anastasia Asyifa
"Skripsi ini membahas mengenai kepailitan Sindu Dharmali yang berkedudukan hukum sebagai personal guarantor. Dewasa ini, perjanjian utang-piutang seringkali diikuti oleh perjanjian jaminan, salah satunya adalah personal guarantee. Dengan adanya perjanjian jaminan ini, personal guarantor dibebankan tanggung jawab untuk memenuhi perikatan debitor manakala debitor itu sendiri tidak memenuhinya. Apabila personal guarantor tersebut juga tidak dapat memenuhinya, maka kreditor dapat mengajukan permohonan kepailitan terhadap personal guarantor tersebut. Di Indonesia sendiri belum ada peraturan yang mengatur secara tegas mengenai kepailitan guarantor, sehingga menimbulkan perbedaan pendapat mengenai guarantor yang dapat dipailitkan. Namun apabila mengacu pada ketentuan KUHPerdata dan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang maka personal guarantor dimungkinkan untuk dipailitkan. Salah satu kasus kepailitan terhadap personal guarantor adalah kasus yang dibahas dalam tulisan ini yaitu kasus kepailitan Sindu Dharmali dalam Putusan No. 04/PAILIT/2012/PN.NIAGA.SMG.
This thesis discusses the bankruptcy of Sindu Dharmali whose legal position as personal guarantor. Nowadays, debt agreement often followed by guarantee agreement, for example is personal guarantee. With this guarantee agreement, personal guarantor is charged with responsibility to fulfill the debtor rsquo s engagement when he does not fulfill it. If the personal guarantor also can not fulfill it, then the creditor may propose bankruptcy against the personal guarantor. In Indonesia, there has been no firm regulation regarding guarantor bankruptcy, thus causing differences of opinion regarding guarantor who bankrupted. But if it refers to the provisions of Indonesian Civil Code and Indonesian bankruptcy law, then the personal guarantor is possible to bankrupt. One of the personal guarantor bankruptcy cases is the case discussed in this thesis, the bankruptcy case of Sindu Dharmali in the Supreme Court Decision No. 04 PAILIT 2012 PN.NIAGA.SMG."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Anindhya Nareswari
"Negara Indonesia ialah suatu negara dengan perkembangan dan tahapan dalam pembangunan (developing country), pada saat sekarang ini, dengan pelaksanaan pembangunan di semua bidang, baik dengan pembangunan bidang fisik dan juga non fisik. Satu hal yang membentuk realisasi pembangunan, dengan pelaksanaan proyek dan media yang diwujudkan pembangunan dari rehabilitasi di jalan, jembatan, pelabuhan, irigasi, pasar dan lainnya. Permasalahan yang dapat timbul kemudian adalah dalam hal terjadi keberatan atau perlawanan dari terjamin terkait dengan pengajuan klaim ini. Setelah mendapat notifikasi dari penerima jaminan bahwa ia telah dinyatakan wanprestasi sehingga jaminan pelaksanaan akan dicairkan, maka penjamin dapat saja memberikan perlawanan dan keberatan kepada bank dengan mengajukan berbagai alasan untuk mencegah terjadinya pencairan jaminan pelaksanaan. Pemutusan kontrak dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah memang dapat menghadapi berbagai permasalahan, terutama terkait dengan pencairan jaminan. Jaminan dalam pengadaan barang dan jasa bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap risiko ketidakpatuhan atau wanprestasi yang mungkin terjadi dari salah satu pihak yang terlibat dalam kontrak. Mengacu padal Pasal 1238 KUH Perdata Pencairan jaminan dapat dilakukan jika penyedia jasa dinyatakan lalai sesuai dengan ketentuan kontrak dan dokumen pendukung. Oleh karena itu, pencairan tanpa syarat dapat dilakukan setelah adanya pernyataan lalai dari penyedia jasa.
The State of Indonesia is a country with developments and stages in development (developing country), at this time, with the implementation of development in all fields, both with development in the physical and non-physical fields. One thing that shapes the realization of development, with the implementation of projects and media that is realized is development from rehabilitation in roads, bridges, ports, irrigation, markets and others. Problems that can arise later are in the event of an objection or resistance from the guarantor regarding the submission of this claim. After receiving a notification from the recipient of the guarantee that he has been declared in default so that the performance bond will be disbursed, the guarantor may offer resistance and objections to the bank by submitting various reasons to prevent the disbursement of the performance bond. Termination of contracts in the procurement of government goods and services can indeed face various problems, especially related to disbursement of guarantees. Guarantees in the procurement of goods and services aim to provide protection against the risk of non-compliance or default that may occur from one of the parties involved in the contract. Referring to Article 1238 of the Civil Code, disbursement of guarantees can be made if the service provider is declared negligent in accordance with the provisions of the contract and supporting documents. Therefore, unconditional disbursement can be made after a statement of negligence from the service provider."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Winengku Rahajeng
"Dalam pengikatan perjanjian jaminan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para pihak, salah satunya adalah mengenai status perkawinan debitur. Jika debitur telah terikat dalam suatu perkawinan maka akan berakibat adanya beberapa kelompok harta kekayaan. Jika yang dijadikan jaminan adalah harta bersama maka diperlukan persetujuan bersama dari suami dan istri. Tetapi sering terjadi suami atau istri tidak dimintai persetujuan terlebih dahulu dalam pengikatan perjanjian jaminan atas harta bersama oleh pasangannya. Suami atau istri yang merasa keberatan dapat meminta pembatalan perjanjian jaminan tersebut ke pengadilan. Hakim berdasarkan fakta-fakta yang ada akan memberikan penilaian terhadap keabsahan perjanjian jaminan tersebut, bisa saja tetap dinyatakan sah atau dinyatakan batal. Skripsi ini disertai dua putusan pengadilan yang terdapat pertimbangan hakim dalam menilai keabsahan suatu perjanjian jaminan atas harta bersama tanpa persetujuan suami atau istri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan library research yang bersifat yuridis normatif. Hasil peneilitian ini menyatakan bahwa dalam pengikatan jaminan atas harta bersama memang perlu persetujuan bersama dari suami dan istri. Tetapi dalam keadaan-keadaan tertentu suami atau istri bisa dianggap telah memberikan persetujuan diam-diam yang artinya secara tidak langsung telah menyetujui pengikatan jaminan tersebut. Keadaan tersebut antara lain adalah suami atau istri telah ikut menikmati hasil dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian hutang piutang, atau suami atau istri dianggap telah mengetahui perjanjian jaminan yang telah dibuat sejak lama dan sebelumnya tidak mengajukan keberatan.
In making security agreement, there are some things that need to be considered by the parties, one of those things is about the marital status of the debtor. If the debtor has been bound in a marriage, there will be some form of wealth. If joint wealth are used for the objects of security agreement, it would be require a mutual consent from husband and wife. But often, the husband or wife is not asked for consent from his partner in making the security agreement on joint wealth. Husband or wife who is objected can be appeal for the cancellation of the security agreement to the court. The judge based on the facts, will provide an assessment of the validity of the security agreement, it might be declared invalid or declared void. This thesis is accompanied by two court decisions that are considered judges in assessing the validity of a security agreement on joint wealth without the consent from husband or wife. This research uses library research that are normative. The outputs of this researched stated that the security agreement on joint wealth does need consentience from husband and wife. But in certain circumstances a husband or wife can be considered have given tacit consent, which means indirectly has consent the security agreement. There circumstances are husband or wife has come to enjoy the results of the credit agreement, or husband or wife is deemed to have been aware that the security agreement has been made for a long time and had not objected."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66233
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Aini Amalia
"Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai perlindunganhukum bagikreditur yang beritikad baik yang kehilangan jaminan atas pelunasan utang debiturakibatsalah satu syarat sah perjanjian, suatu sebab yang halal terlanggar. Berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian baru dapat dikatakan sah apabila seluruh syarat sah perjanjian telah terpenuhi. Dalam melakukan penulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif atau penelitian kepustakaan dan tipologi bersifat deskiptif. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana prosedur penjaminan gadai saham dalam perjanjian kredit, bagaimana kedudukan Standard Chartered Bank Branch Singapore atas hapusnya perjanjian jaminandan sejauh mana putusan hakim dalam Putusan No. 482 K/Pdt.Sus-Pailit/2016 memberikan perlindungan hukum kepada SCB sebagai kreditur yang beritikad baik ditinjau dari Perjanjian Fasilitas dan Perjanjian Jaminan serta undang-undang yang bersangkutan. Kesimpulan dari permasalahan tersebut adalah, perlindungan telah tidak diberikan dengan cukup baik oleh hakim di pengadilan, perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan kepada Standard Chartered Bank Branch Singapore sebagai kreditur yang beritikad baik padahalperjanjian jaminan batal demi hukum dan menyisakan piutang yang belum terlunaskan. Standard Chartered Bank Branch Singapore perlu melakukan beberapa upaya untuk menjaga kedudukannya dan memperoleh sisa haknya yang belum terbayarkan.
This thesis is aimed to discover and analyze the legal protection for creditor in good faith who loses a guarantee for the repayment of debtor debts because one of the conditions that are required for the validity of an agreement, there must be an admissible cause is violated. Based on Article 1320 Indonesian Civil Code, an agreement is valid if all of the conditions that are required for the validity of an agreement have been fulfilled. In conducting this thesis, the writer uses juridicial-normative research method or library research and the topology is descriptive. The problem in this thesis are how is the procedure of the pledge of shares guarantee in a credit agreement, how is the position of Standard Chartered Bank Branch Singapore against the abolition of the guarantee agreement and how far the judges sentence in sentence No. 482 K/Pdt.Sus-Pailit/2016 provides the legal protection to Standard Chartered Bank Branch Singapore as a creditor in good faith in terms of Facility Agreement and Guarantee Agreement also the relevant laws and regulations. The conclusion of these problems are, the protection has not been adequately granted by the judges in the court, agreements and the relevant laws and regulations to Standard Chartered Bank Branch Singapore as a creditor in good faith whereas the guarantee agreement null and void and leave unpaid debt claims. Standard Chartered Bank Branch Singapore needs to make several efforts to maintain its position and obtain the remaining unpaid rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Khalisa Areta Savitri
"Suatu perjanjian jaminan kebendaan dapat menjadi perjanjian tambahan terhadap suatu perjanjian pokok yang tunduk pada hukum asing. Akan tetapi, perjanjian kebendaan di Indonesia diatur oleh sejumlah Peraturan Perundang-undangan, khususnya mengenai objek benda tidak bergerak. Hal ini karena adanya prinsip lex rei sitae yang merujuk pada kewajiban tunduknya hukum negara dimana benda tersebut terletak terhadap perkara-perkara yang menyangkut benda tersebut. Penelitian ini akan membahas prinsip lex rei sitae sebagai kaedah super memaksa yang terkandung dalam Peraturan Perundang-undangan Indonesia serta implikasinya terhadap hukum yang berlaku terhadap perjanjian jaminan kebendaan. Lebih lanjut, penelitian ini juga akan menganalisis relevansi titik pertalian accessoir sebagai penentu hukum yang berlaku terhadap perjanjian jaminan kebendaan. Kemudian, penelitian ini akan membahas pertimbangan majelis hakim terkait keberlakuan hukum Indonesia terhadap perjanjian jaminan fidusia dan hipotek dalam Putusan Kasasi No. 1713 K/Pdt/2007 Dan Putusan Peninjauan Kembali No. 445 Pk/Pdt/2007.
A property security agreement could server as ancillary agreement to a primary agreement governed by foreign law. However, property security agreements in Indonesia are regulated by various regulations, particularly concerning immovable property. This is because of the prinsiple of lex rei sitae, which mandates that the law of the country where the property is located must govern matters related to that property. This study will discuss the principle of lex rei sitae as a mandatory law to property security agreements as well as analyze the relevance of the accessory allocation as a determinant of the applicable law in property security agreements. Furthermore, this study will examine the judicial considerations regarding Indonesian law as the governing law to fiduciary and mortgage agreements in Supreme Court Decision No. 1713 K/Pdt/2007 and the Judicial Review Decision No. 445 Pk/Pdt/2007."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library