Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
S7974
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Yubiwini
"
ABSTRAKBerdasarkan analisis data perdagangan antara Indonesia dan Singapura pada tingkat klasifikasi enam digit, kami menemukan bukti penggelapan pajak impor: ekspor dari Singapura ke Indonesia kurang dilaporkan pada Bea dan Cukai Indonesia, dan penghindaran pajak meningkat seiring dengan naiknya tarif. Yang menarik, penghindaran tampaknya lebih berkaitan dengan pajak pertambahan nilai yang dikenakan pada hampir semua barang impor. Makalah ini juga menguji apakah diskriminasi tarif di bawah perjanjian perdagangan bebas dapat menghasilkan lebih banyak barang dari negara lain yang diimpor melalui Singapura dan kemudian diekspor ke Indonesia, dan karenanya berpotensi melanggar aturan asal ROO . Yang terakhir, kehadiran hambatan non-tarif yang dirancang untuk melindungi industri nasional juga dapat memotivasi penyelundupan.
ABSTRACTBased on the analysis of trade data between Indonesia and Singapore at the six digit level of classification, we find evidence of import tax evasion exports from Singapore to Indonesia are under reported in Indonesian customs, and the evasion increases with the tariff. Interestingly, evasion seems having more to do with value added tax imposed on almost all imported goods. This paper also examines whether tariff discrimination under free trade agreements can result in more goods from other countries being imported via Singapore and then re exported to Indonesia, and hence potentially violating the rules of origin ROO . Finally, the presence of non tariff barriers designed to protect national industries may also motivate smuggling. "
2018
T49975
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Galuh Narulita Yutiningsari
"Dengan menggunakan Global Trade Analysis Project (GTAP) CGE model ekonomi global, penelitian ini menganalisis tingkat keuntungan yang diperoleh Indonesia dengan tiga mitra dagangnya—Tiongkok, Jepang, dan Amerika—dari perjanjian perdagangan antara Indonesia dengan negara mitra tersebut. Selain itu, termasuk dalam lingkup penelitian ini adalah analisis terhadap perjanjian unilateral di Indonesia untuk digunakan sebagai pembanding liberalisasi kebijakan bilateral. Penelitian ini dilakukan dengan mensimulasikan akibat yang mungkin terjadi dari setiap kebijakan penghapusan tarif barang impor. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan akibat yang terjadi dari setiap kebijakan liberalisasi perdangan, namun manfaat ekonomi terbesar dapat diperoleh dari kebijakan unilateral. Namun, tingkat keuntungan maksimal dimungkinkan tidak diperoleh karena keunikan kebijakan ROO dari masing-masing negara partner—yang mengakibatkan berkurangnya keuntungan sebesar kurang lebih 25%.
Using the Global Trade Analysis Project (GTAP) CGE model of the global economy, this essay analyses how much trade agreements between Indonesia and its top three trading partners-China, Japan, and the USA-could benefit Indonesia and those trading partners. In addition, an analysis of unilateral trade liberalization in Indonesia is included to provide a comparison of alternative trade liberalization policy strategies. The study conducts experiments by simulating the potential effect of the removal tariffs on imported merchandise under each liberalization scenario. Although the impact of trade liberalization is variable between strategies, but the result suggests that the greatest economic benefit is from the unilateral scenario. However, the restrictiveness of preferential RoO would limit the scope for achieving the full benefit projected for the bilateral liberalization scenarios-discount rates of around 25 percent have been suggested."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T52905
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Anisa Febrianti Rachmadani
"Dengan adanya tujuan untuk menegaskan kembali komitmen untuk membentuk rezim perdagangan internasional yang liberal, fasilitatif, kompetitif serta dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi global, negara-negara anggota ASEAN bersama dengan Selandia Baru, Australia, China, Jepang dan Korea Selatan menandatangani perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) pada tanggal 15 November 2019 secara virtual pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-36 yang diselenggarakan di Vietnam. Bersama dengan negara Filipina yang telah resmi bergabung menjadi anggota dan meratifikasi perjanjian RCEP pada tanggal 21 Februari 2023 lalu, perjanjian yang memuat pengaturan mengenai pengurangan pajak tarif kepabeanan ini diharapkan dapat merealisasikan intensi utamanya dalam mengurangi hambatan kegiatan transaksi perdagangan internasional. Keberhasilan eksistensi dari RCEP sangatlah berpangkal pada rincian substansi perjanjian yang ekstensif maupun fasilitatif dan aturan penyelesaian sengketa yang akan ditemui. Sedangkan berbeda dengan perjanjian perdagangan bebas multilateral pada umumnya, RCEP tidak memuat mekanisme penyelesaian sengketa antara investor dengan negara tujuan investasi (host country). Sebagai perjanjian yang mencakup seperempat dari Foreign Direct Investment (FDI) dunia, pengaturan mengenai investasi asing menjadi penting dan perlu diperhatikan.
With the sole purpose as to reaffirm their commitment to form a liberal, facilitative, and competitive international trade regime that can furthermore contribute in the interest of global economic growth and development, ASEAN member countries along with New Zealand, Australia, China, Japan and South Korea through its delegates signed the Regional Comprehensive Economic Partnership agreement on November 1th 2019 virtually at the 36th ASEAN Summit hosted by Vietnam. Together with the Philippines which has officially joined as a member and ratified the RCEP agreement that covers provisions concerning the reduction of customs tax rates on February 21st 2023, RCEP is expected to achieve its main objective in reducing barriers to international trade. The default of the existence of RCEP is very much based on the details of the substance of the provisions in terms to provide an extensive and facilitative substance of the agreement, as well as the dispute resolution mechanism that will be encountered in the future. Whereas, in contrast to multilateral free trade agreements in general, RCEP does not include a dispute resolution mechanism between investors and host country. As an agreement that covers a quarter of the world’s Foreign Direct Investment (FDI), regulations regarding foreign investment are essential and need to be paid attention to."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library