Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bobby Natanael Nelwan
Abstrak :
Introduksi: Pemakaian Oksigen Hiperbarik (OHB) sebagai terapi tambahan makin banyak digunakan. Pengaruh OHB terhadap penyembuhan tendon pasca repair dan terhadap komplikasi perlekatan merupakan tujuan penelitian ini. Penilaian makroskopis dan mikroskopis akan dibandingkan antara kelompok yang menggunakan OHB dengan kelompok yang tidak menggunakan OHB. Metode: Penelitian eksperimen ini menggunakan binatang coba kelinci jantan jenis New zealand white sebanyak 16, dengan rancangan penelitian Post Test Only Control Group Design. Kelompok perlakuan berjumlah 8 ekor, diberikan terapi oksigen hiperbarik tekanan 2,4 AT A (Atmosphere Absolute), 3x30 menit per hari selama 7 hari. Setelah 7 hari pasca operasi, kedua kelompok di nilai secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil: Perlekatan secara makroskopis terdapat perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (p< 0,05). Perlekatan secara mikroskopis, terdapat perbedaan tidak bermakna (p > 0,05) tetapi penggunaan OHB memiliki kecenderungan lebih baik sebesar 62,5%. Demikian pula dengan penyembuhan tendon, secara makroskopis terdapat perbedaan yang tidak bermakna (p >0,05), namun penggunaan terapi OHB cenderung menghasilkan penyembuhan tendon sebanyak 62,5%. Penyembuhan tendon secara mikroskopis terlihat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (p < 0,05). Simpulan: Oksigen hiperbarik dapat meningkatkan produksi kolagen parta tendon pasca repair sehingga kualitas penyembuhan tendon menjadi lebih baik. Oksigen hiperbarik dapat pula menurunkan perlekatan pada tendon pasca repair.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T59027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Jesson
Abstrak :
Latar Belakang: Gigi dengan kerusakan periodontal yang berat akan mengakibatkan peningkatan pada mobilitas gigi. Hal itu menjadi indikasi untuk perawatan splin. Penelitian mengenai distribusi status periodontal pada pasien periodontitis dengan terapi temporary periodontal splint belum pernah dilakukan terutama di Indonesia. Tujuan Penelitian: Mendapatkan distribusi status periodontal gigi pada pasien periodontitis dengan perawatan temporary periodontal splint. Metode: Penelitian deskriptif retrospektif menggunakan data sekunder dari 47 rekam medik dari pasien dengan terapi temporary periodontal splint di klinik Periodonsia RSKGM FKG UI periode 2018-2020. Hasil: Perawatan temporary periodontal splint paling banyak dilakukan pada Regio gigi anterior mandibular (49,8%). Mayoritas mobilitas gigi adalah mobilitas derajat 2 (49,2%).  Mayoritas derajat kerusakan tulang adalah kerusakan hingga 1/3 tengah (49,2%) dengan pola kerusakan terbanyak pola horizontal (62,8%). Kehilangan perlekatan klinis terbanyak adalah buruk (76,8%). Uji-T Berpasangan menunjukan adanya perbedaan bermakna antara indeks plak sebelum dan sesudah 1 minggu perawatan (p<0,05) dengan rerata sesudah 1 minggu lebih rendah dibanding sebelum perawatan. Kesimpulan: Perawatan temporary periodontal splint paling sering dilakukan pada gigi dengan derajat mobilitas 2, kerusakan tulang mencapai 1/3 tengah akar, dan kehilangan perlekatan klinis buruk. Perawatan paling banyak dilakukan pada gigi anterior mandibula. Terdapat perbedaan bermakna antara indeks plak sebelum dan sesudah 1 minggu perawatan dengan indeks plak sesudah mengalami penurunan. ......Background: Tooth with severe periodontal damage will result in an increase in tooth mobility. This tooth will be splint to prevent further damage. There has been no research on the distribution of periodontal status in periodontitis patient who were treated with temporary periodontal splint in Indonesia. >Objective: Determine the distribution of periodontal status of tooth with periodontitis who were treated with temporary periodontal splints. Method: This retrospective descriptive study was conducted using 47 periodontal medical record patient who were treated with temporary periodontal splints in RSKGM FKG UI Periodontia clinic period of 2018-2020. Result: Temporary periodontal splint treatment was mostly performed on the anterior mandible (49,8%). The majority mobility of the tooth are grade 2 mobility (49,2%). Majority degree of bone damage is damage up to middle 1/3 (49.2%) with the most damage pattern is horizontal pattern (62.8%). Most of the clinical attachment loss is poor (76,8%). Dependent T-test result showed that there is a significant difference (p<0,05) between plaque index before and after 1 week of treatment with the mean after 1 week of treatment lower than before treatment. Conclusion: Temporary periodontal splint treatment is most often performed on teeth with mobility grade 2, bone damage reaching the middle 1/3 of the root, and poor clinical attachment loss. Treatment is mostly done on mandibular anterior teeth. There is a significant difference between the plaque index before and after 1 week of treatment with the plaque index after 1 week decreased.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rahma Prihantini
Abstrak :
Aplikasi Subgingiva antimikroba setelah Skeling dan Penghalusan Akar SPA mampu membunuh bakteri anaerob yang tersisa Penelitian ini bertujuan menganalisis efek klinis aplikasi subgingiva H2O2 3 setelah SPA pada periodontitis kronis poket le 6 mm 45 subjek periodontitis kronis poket le 6 mm diskor plak skor perdarahan kedalaman poket kehilangan perlekatan Satu sisi rahang diaplikasi subgingiva H2O2 3 dan kontrol pada kontralateral dievaluasi 4 minggu setelahnya Aplikasi subgingiva H2O2 3 secara statistik terbukti menurunkan skor perdarahan kedalaman poket kehilangan perlekatan pre dan post perawatan serta antar kedua kelompok periodontitis kronis poket le 6 mm Kata kunci Skor Perdarahan Poket Periodontal Kehilangan Perlekatan SPA Aplikasi subgingiva ......Subgingival application with 3 H2O2 after scaling and root planing SRP is assumed to be kill the bacteria left behind after mechanical debridement The aim of this study was to analyze the clinical effects of subgingival application 3 H2O2 after SRP in the treatment of chronic periodontitis pocket depth le 6 mm Forty five patients chronic periodontitis pocket depth le 6 mm were scaled and root planed prior to baseline measurement BOP PPD CAL and evaluated on weeks 4 Subgingival application with 3 H2O2 produced a significant reduction in BOP PPD and CAL compared to the control Key words Gingival bleeding on probing probing pocket depth clinical attachment loss scaling and root planing subgingival application 3 H2O2
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T33114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nazzla Camelia Maisarah
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini menganalisis penyembuhan jaringan periodontal sesudah flep dengan aplikasi PRF dan cangkok tulang serta PRF saja. Metode: Empat belas sampel Periodontitis kronis dibedah flep dan diamati perbaikan status periodontal 3 dan 6 bulan paska flep. Hasil: Perbaikan tingkat perlekatan kelompok PRF dan cangkok tulang lebih baik dari kelompok PRF. Tidak ada perbedaan poket dan perdarahan gingiva yang lebih baik pada PRF dan cangkok tulang dibandingkan PRF. Kesimpulan: Ada perbedaan perbaikan tingkat perlekatan serta tidak ada perbedaan perbaikan poket dan perdarahan gingiva antara PRF dan cangkok tulang dibandingkan dengan PRF saja.
ABSTRACT
This study is to analyze periodontal tissue healing after flap using platelet rich fibrin and bonegraft and PRF only. Methode: Fourteen samples with chronic periodontitis were treated by flap and the periodontal status were evaluated at 3 and 6 month after treatment. Result: Attachment level healing in PRF and bonegraft is better than PRF group. Pocket depth and bleeding on probing were not better in PRF and bonegraft than PRF. Conclusion: There is a difference on attachment level and there are no difference on pocket and bleeding on probing between both of group.
2013
T32922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teddy Pramana Putra Lolo Allo
Abstrak :
Latar Belakang: Rinosinusitis kronis diasosiasikan dengan abnormalitas variasi anatomi pada kompleks ostiomeatal, salah satunya variasi proseus unsinatus. Pola perlekatan superior diketahui memiliki korelasi signifikan dengan sinusitis frontalis, namun belum terdapat laporan mengenai korelasi dengan kejadian sinusitis maksilaris. Tujuan: Menilai hubungan antara tipe perlekatan superior prosesus unsinatus dengan ada tidaknya konkha bullosa terhadap kejadian sinusitis kronis maksila. Metode: Sebanyak 262 pasien memenuhi kriteria penelitian studi kasus-kontrol yang telah dilakukan pemeriksaan HRCT scan kepala leher selama tahun 2020 hingga 2023. Analisis bivariat dilakukan pada faktor risiko kelompok usia dan faktor risiko gabungan tipe perlekatan superior dengan adanya konkha bullosa, disajikan dalam nilai Odds Ratio (OR) dengan Interval Kepercayaan (IK) 95%. Hasil: Kelompok usia 31-60 tahun pada kedua kelompok mempunyai nilai OR sebesar 2,11 (1,16-3,81 IK 95%; p <0,05) dan kelompok usia 61-82 tahun pada kedua kelompok mempunyai nilai OR 2,82 (1,20-6,61 IK 95%; p <0,05) dibandingkan kelompok usia 18-30 tahun. Perlekatan superior prosesus unsinatus tipe II dengan konkha bullosa mempunyai nilai OR 2,58 (1,28-5,20 IK 95%; p <0,05) dan tanpa konkha bullosa mempunyai nilai OR 2,53 (1,66-3,87 IK 95%; p <0,05). Kesimpulan: Terdapat peningkatan risiko terjadinya sinusitis kronis maksila pada perlekatan superior tipe II dibandingkan dengan perlekatan tipe I. ......Background: Chronic rhinosinusitis is associated with anatomical variations in the ostiomeatal complex, including uncinate process variations. The superior attachment pattern is known to have a significant correlation with frontal sinusitis, but there have been no reports on its correlation with the occurrence of maxillary sinusitis. Objective: To evaluate the relationship between the superior attachment of the uncinate process and the presence or absence of concha bullosa in the occurrence of chronic maxillary sinusitis. Method: A total of 262 patients met the criteria for a case-control research study, undergoing head and neck HRCT scans from 2020 to 2023. Bivariate analysis was conducted on age group risk factors and the combined risk factors of superior attachment type with the presence of concha bullosa, presented as Odds Ratio (OR) with a 95% Confidence Interval (CI). Results: In both study groups, the OR of 31-60 year-old group was 2,11 (95% CI 1,16-3,81; p <0,05), and the OR of 61-82 year-old group was 2,82 (95% CI 1,20-6,61; p <0,05) compared to the 18-30 year-old group. Superior attachment of uncinate process type II with concha bullosa had an OR of 2,58 (95% CI 1,28-5,20; p <0,05), and without concha bullosa, the OR was 2,53 (95% CI 1,66-3,87; p <0,05). Conclusion: There is an increased risk of chronic maxillary sinusitis in superior attachment type II compared to attachment type I.

Keywords: superior attachment of uncinate process, concha bullosa, chronic maxillary sinusitis

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anandhara Indriani Khumaedi
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Periodontitis merupakan penyebab infeksi kronis terbanyak pada penyandang diabetes. Periodontitis adalah penyakit inflamasi kronis yang menyerang jaringan penyanggah gigi yang disebabkan oleh organisme spesifik. Periodontitis secara klinis bermanifestasi sebagai pembentukan poket pada gingiva dan kehilangan perlekatan gingiva yang dapat memfasilitasi kebocoran mediator inflamasi dari rongga mulut. Inflamasi sistemik derajat rendah ini telah diketahui berperan dalam aterogenesis. Hubungan periodontitis dengan insiden aterosklerosis telah banyak dilaporkan dengan hasil yang konsisten. Di lain pihak hubungan periodontitis dengan aterosklerosis subklinis, khususnya kekakuan arteri, tanda awal dari aterosklerosis menunjukkan hasil yang beragam. Studi-studi sebelumnya yang menilai periodontitis dengan kekakuan arteri dilakukan pada populasi umum, hanya sedikit yang dilakukan pada populasi diabetes.Tujuan: Mengetahui korelasi derajat periodontitis dengan kekakuan arteri pada penyandang DM tipe 2.Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang terhadap 97 penyandang DM tipe 2 dewasa ddi poliklinik metabolik endokrin RSCM pada bulan April hingga Agustus 2017. Periodontitis dinilai secara klinis dengan kedalaman poket periodontal dan jarak kehilangan perlekatan gingiva. Kekakuan arteri dinilai dengan PWV karotis-femoral menggunakan SphygmoCor.Hasil penelitian: Sembilan puluh sembilan persen penyandang DM tipe 2 mengalami periodontitis dan 78 penyandang DM tipe 2 mengalami periodontitis berat sesuai dengan kriteria AAP 1999. Korelasi antara menifestasi periodontitis kedalaman poket dan kehilangan perlekatan dengan kekakuan arteri tidak terbukti pada penelitian ini karena baik kedalaman poket dan kehilangan perlekatan menunjukkan korelasi sangat lemas dan keduanya tidak menunjukkan hasil yang bermakna PD, r= 0,024 p= 0,403 CAL, r= 0,011 p=0,456 .Kesimpulan: Sebagian besar penyandang DM tipe 2 mengalami periodontitis berat dan tidak ada korelasi positif bermakna antara derajat periodontitis dengan kekakuan arteri pada penyandang DM tipe 2. ABSTRACT
Background Periodontitis is an inflammatory disease affecting tissue teeth supporting tissue caused by specific organism and is a major cause of chronic infection in diabetic population. Periodontitis is clinically manifested by gingival bleeding, pocket formation and attachment loss that facilitated systemic leakage of oral inflammatory mediators. These low grade systemic inflammation is known to play a role in atherogenesis. Association on periodontitis and atherosclerosis incident is established and showed consistent results in previous studies. The association of periodontitis and subclinical atherosclerosis however, showed conflicting result, specially in studies involving arterial stiffness, the early sign of atherosclerosis. These studies were conducted in general population, very few were performed in type 2 diabetes population. Objective To learn about the correlation between periodontitis and arterial stiffnes.Method This is a cross sectional study involving 97 type 2 diabetics recruited in endocrinology clinic fin ciptomangunkusumo general hospital from April to August 2017. Periodontitis were defined by clinical measures such as pocket depth and clinical attachment loss, those measures reflected disease activity and gingival destruction. Arterial stiffness were measured by carotid femoral PWV using cuff based tonometry device, SphygmoCor.Result Periodontitis is found in 99 type 2 diabetics and 78 of them had severe periodontitis. Correlation coefficient for both pocket depth and clinical attachment loss showed very weak positive result, but none of them is statistically significant PD, r 0,024 p 0,403 CAL, r 0,011 p 0,456 .Conclusion Most of type 2 diabetics has severe periodontitis and correlation between periodontitis and arterial stiffness can rsquo t be concluded in this study.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kania Hanna Suherman
Abstrak :
Latar Belakang: Informasi radiografis mengenai kehilangan tulang berperan penting dalam penentuan diagnosis, rencana perawatan, dan prognosis periodontitis. Pengklasifikasian diagnosis periodontitis berdasarkan AAP 2017 mencakup komponen kehilangan perkelatan klinis dan persentase kehilangan tulang radiografis yang menghasilkan diagnosis periodontitis berdasarkan tingkat keparahan. Tujuan: Melihat tingkat kesesuaian diagnosis radiografis berdasarkan persentase kehilangan tulang dengan diagnosis klinis berdasarkan kehilangan perlekatan. Metode: Menggunakan studi potong lintang menggunakan 70 sampel komponen data kehilangan perlekatan klinis rekam medis dan radiograf intraoral sisi proksimal sampel gigi dengan diagnosis dan kerusakan terparah dari pasien periodontitis kronis di RSKGM FKG UI. Perhitungan kerusakan menggunakan persentase kehilangan tulang dengan mengukur jarak CEJ ke defek tulang terparah dan jarak CEJ ke ujung apeks gigi. Hasil: Uji komparatif Wilcoxon menunjukkan terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara diagnosis klinis dan radiografis berdasarkan klasifikasi AAP 2017 mengenai periodontitis dengan nilai p=0,003. Sebanyak 64,3% sampel memiliki kesesuaian diagnosis klinis dan radiografis, 27,1% sampel memiliki diagnosis radiografis < klinis, dan 8,6% sampel memiliki diagnosis radiografis > klinis. Kesimpulan: Diperlukan dua alat diagnostik untuk menentukan tingkat keparahan periodontitis, yaitu secara klinis dan diikuti dengan pemeriksaan radiografis untuk menutupi limitasi dari masing-masing jenis pemeriksaan. Berdasarkan kesesuaian diagnosis yang signifikan, radiograf periapikal dapat digunakan untuk membantu diagnosis periodontitis. ......Background: Radiographic information regarding bone loss plays an important role in determining periodontitis diagnosis. The AAP 2017 classification of periodontitis diagnosis uses CAL and the RBL that would result in a periodontitis diagnosis based on the severity and disease progression. Objectives: The study was aimed to compare the diagnosis based on a percentage of RBL and clinical diagnosis based on CAL. Methods: The cross-sectional study was conducted on 70 samples using CAL and percentage of RBL in proximal sites. Radiographic assessment was done by calculating the distance from CEJ to proximal bone defects and from CEJ to root tip. Result: The result of the Wilcoxon comparative test showed a statistically significant difference between clinical and radiographic diagnosis based on the AAP 2017 classification with p-value=0.003. The result showed that 64,3% had clinical diagnosis = radiographic diagnosis, 27,1% had a radiographic diagnosis < clinical diagnosis, and 8,6% had a radiographic diagnosis > clinical diagnosis. Conclusion: Two diagnostic tools are needed to determine the severity of periodontitis, clinically and followed by a radiographic examination to cover the limitations of each examination. Based on the significant accuracy of the diagnosis, the periapical radiograph can be used to assist in the periodontitis diagnosis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariyanti Methadias
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Terapi bedah flep periodontal dilakukan untuk meningkatkan status periodontal. Tujuan: Evaluasi secara klinis dan radiografis keberhasilan perawatan bedah flep periodontal tahun 2011-2016 Metode: Evaluasi status pasien antara sebelum dan sesudah perawatan bedah flep periodontal tanpa bahan cangkok tulang, menilai kedalaman poket, tingkat perlekatan klinis, resesi gingiva, dan ketinggian tulang alveolar. Hasil: Terdapat 126 data untuk kedalaman poket, resesi gingiva, tingkat perlekatan klinis. Terdapat 135 data untuk ketinggian tulang. Terdapat hasil yang signifikan untuk semua kelompok p=0,00 . Kesimpulan: Perawatan bedah periodontal menghasilkan penurunan kedalaman poket, meningkatkan resesi gingiva, meningkatkan tingkat perlekatan klinis gingiva, dan peningkatan ketinggian tulang alveolar Kata kunci: Bedah flep periodontal, kedalaman poket, resesi gingiva, tingkat perlekatan klinis gingiva.
ABSTRACT Background Periodontal flap surgery can improve periodontal status. Objective Clinical and radiographic evaluation of periodontal flap surgery in 2011 2016 Methods Evaluation of patient status between pre and post periodontal flap surgery without bone graft materials, measuring pocket depth, clinical attachment level, gingival recession, and alveolar bone height. Results There are 126 data for pocket depth, gingival recession, level of clinical attachment. There are 135 data for bone height. There were significant results for all groups p 0.00 . Conclusion Periodontal flap surgery resulted decreased pocket depth, increased gingival recession, increased clinical attachment level of gingiva, and increased alveolar bone height.Keywords Periodontal flap surgery, pocket depth, gingival recession, clinical attachment level.
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bq Fitria Frisma Lita
Abstrak :
Bayi baru lahir kurang bulan dengan kondisi imaturitas berisiko mengalami gangguan perlekatan dengan orang tua karena hospitalisasi. Tujuan karya ilmiah ini adalah menganalisis optimalisasi asuhan keperawatan pada bayi baru lahir kurang bulan dengan risiko gangguan perlekatan dengan pendekatan Teori Parent-Child Interacion. Metode karya ilmuiah ini adalah studi kasus. Terdapat lima kasus bayi baru lahir kurang bulan yang dirawat di ruang perinatologi yang diberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan Teori Parent-Child Interaction. Aplikasi Teori Parent Child-Interaction diimplementasikan dengan memperhatikan aspek fisiologis, serta sosio-emosional. Aspek interaksi diobservasi dengan memperhatikan karakteristik ibu, karakteristik bayi dan faktor lingkungan mempengaruhi proses interaksi. Intervensi keperawatan menggunakan evidence-based nursing practice seperti promoting first relationship, sentuhan ibu, perawatan metode kanguru serta intervensi lainnya. Edukasi kepada orangt tua dengan menggunakan audiovisual terbukti efektif meningkatkan pengetahuan serta sikap dalam perawatan bayi baru lahir kurang bulan. ......Premature newborns with immaturity are at risk of experiencing attachment disorders with their parents due to hospitalization. The objective of the study is to analyze the optimization of nursing care for preterm newborns at risk of attachment disorders using the Parent-Child Interacion Theory approach. Five cases of preterm newborns who were hospitaization who were given nursing care with the Parent-Child Interaction Theory approach in this study. The application of Parent Child-Interaction Theory is implemented with cognize of physiological and socio-emotional aspects. The interaction aspect is observed to the mother's characteristics, the baby's characteristics and environmental factors that affect the interaction process. Nursing interventions use evidence-based nursing practice such as promoting first relationships, mother's touch, kangaroo method care and other interventions. Health promoting for parents using audiovisual has proven to be effective in increasing knowledge and attitudes in the care of preterm newborns.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erlisa Desy Chairunisa
Abstrak :
Gigi berjejal merupakan salah satu faktor lokal dalam rongga mulut yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan jaringan periodontal dengan meningkatkan penimbunan plak, serta mempersulit pembersihan gigi. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan status periodontal pada kondisi gigi anterior rahang bawah berjejal kelas I Angle berdasarkan jenis kelamin, umur, dan tingkatan mahasiswa. Metode: Penelitian menggunakan desain deskriptif analitik dengan rancangan potong lintang. Sebanyak 52 subjek dengan metode pengambilan sampel non probability, yaitu consecutive sampling. Variabel yang diperiksa adalah status kebersihan mulut menggunakan indeks plak dan indeks kalkulus. Setelah itu, status periodontal dinilai berdasarkan parameter klinis antara lain indeks perdarahan papila, kedalaman poket, kehilangan perlekatan klinis, dan resesi gingiva. Data dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square, T-Test, dan Mann-Whitney U-Test. Hasil: Terdapat signifikansi bermakna pada status kebersihan mulut dan kedalaman poket berdasarkan umur serta tingkatan mahasiswa p0,05. Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian, umur dan tingkatan mahasiswa berpengaruh terhadap status kebersihan mulut dan kedalaman poket. Semakin tinggi umur dan tingkatan mahasiswa, semakin baik status kebersihan mulutnya. Hal tersebut menunjukkan adanya korelasi antara pengetahuan dengan perilaku kesehatan gigi dan mulut.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>