Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rani, Ruzaimi Mat
Singapore: Words & Visuals Press Pte Ltd, [date of publication not identified]
604.24 RAN p (1);604.24 RAN p (2);604.24 RAN p (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Damisch, Hubert
Cambridge, UK: MIT Press, 2000
701.82 DAM o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Based on the 2003 trends in International mathematics and science study, the authors find that negative associations between student employment and academic achievement are stronger in some countriesthan in others - differences likely to result from country-specific work oppurtunities and needs.... "
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Kurniawan
"ABSTRAK
Tuntutan pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar khususnya kesehatan bagi masyarakat sebagaimana tercantum dalam konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan sangat tinggi. Sementara kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong perbaikan pelayanan dasar melalui desentralisasi sejak tahun 1999 belum terlihat hasilnya. Oleh karena itu, Pemerintah telah mencanangkan perlunya dilakukan pengaturan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bagi daerah otonom. Penerapan kebijakan SPM bagi daerah otonom mulai diperkenalkan tahun 2000 dengan berlakunya PP No. 25 Tahun 2000, namun baru efektif sejak keluarnya SE Mendagri No.100/757/OTDA tanggal 8 Juli 2002. Namun, belum sempat daerah otonom menerapkan SPM sesuai amanat peraturan perundangundangan, UU No. 22 Tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan ini dilanjutkan dengan terbitnya PP No. 65 tahun 2005 yang memperkuat posisi SPM untuk diterapkan di daerah otonom. Penelitian ini berangkat dari permasalahan pokok yaitu bagaimana pengaturan SPM di instansi Pemerintah Pusat dan instansi Pemerintah Daerah, dan efektivitas pengaturan tersebut di daerah otonom, serta faktor-faktor apa yang mendorong dan menghambat efektivitas pengaturan SPM di daerah otonom. Jawaban atas permasalahan penelitian ini dilakukan secara yuridis-normatif, dengan menelaah data sekunder yang menggunakan alat pengumpulan data secara studi kepustakaan dengan metode pengolahan dan analisa data secara pendekatan kwalitatif serta bersifat deskriptif-analitis dan berbentuk preskriptif-analitis.
Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, amanat konstitusi yang menghendaki pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar belum mampu diberikan oleh pemerintah (Pusat dan Daerah) secara optimal, meskipun Pemerintah terus mengembangkan pengaturan terkait penerapan SPM di daerah otonom. Kedua, pengaturan SPM bagi daerah otonom belum efektif karena peraturan perundang-undang yang mengatur SPM tidak menegaskan jenis pelayanan dasar yang wajib diatur dan rumusan norma dan validitas norma peraturan yang dibuat sebagai dasar hukum pemberlakuan kebijakan SPM tersebut tidak taat asas-asas hukum dan dapat dikatakan tidak valid. Ketiga, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pelaksanaan SPM di daerah otonom. Untuk itu, dalam rangka ius constituendum, tiada jalan lain yang harus dilakukan untuk memperbaiki pengaturan SPM bagi daerah otonom adalah dengan merevisi Pasal dalam UU Pemerintahan Daerah yang berisi pengaturan tentang jenis pelayanan dasar yang menjadi urusan pemerintahan yang wajib diatur melalui pengaturan SPM. Selain itu, merevisi pedoman penyusunan dan penerapan SPM agar lebih sederhana dan tidak berbelitbelit, sehingga memudahkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk berkoordinasi dalam rangka mencapai target akhir SPM yaitu mewujudkan kesejahteraan melalui pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar sesuai amanat.

ABSTRACT
Demands on the fulfillment of basic service requirements, public health in particular as it grafted in the constitution and in many laws and regulations, are very high. Meanwhile, the government policies in order to encourage the amelioration of basic services through decentralization since 1999 has not seen the results. In order to do so, the Government has established the need for Minimum Service Standards (MSS) regulation for the self-government regions. Actually in 2000, the implementation of MSS policy for the autonomy regions have had introduced with the enactment of PP No. 25/2000, but it was going into effect since the issuance of SE Mendagri No.100/757/OTDA July 8, 2002. However, before the autonomy regions yet had time to implement the MSS as mandated by the legislation, Law number 22/1999 was altered to Law number 32/2004 regarding Local Governance. These changes are followed by the issuance of PP. 65/ 2005 to strengthen the position of MSS to be implemented in autonomy regions. This research begin with the main issue about how the MSS regulation in the government agencies and local government agencies, and the effectiveness of these regulations in autonomy regions, as well as the factors that encourage and impede the effectiveness of the MSS regulations in autonomy regions. The answer to the issues of this research was held in juridical-normative approach, by studying secondary data in a literature study manner using data collecting tool with data processing and analysis methods in qualitative approach and descriptive-analytical and prescriptive-analytical form.
This research has found several findings. First, despite still continue developing regulation regarding MSS implementation in autonomy region, the Government (both central and local) has not been able to give the the fulfillment of basic service requirements in an optimal fashion that required by the constitutional mandate. Secondly, MSS regulation for autonomy regions has not been effective yet due to laws and regulations governing the MSS does not emphasize the type of basic services that must be regulated and the formulation of norms and validity of regulation norms that are made as the legal basis of policies such MSS does not comply with the law principles and can be said invalid. Third, there are many factors that affecting the realization of MSS in the autonomy regions. For the matter of that, to comply ius constituendum, there is no other way to do to improve the MSS regulation for the autonomy regions other than to revise the articles in Law regarding Local Governance that contain the regulation regarding the types of basic services that become governance affair that must be regulated through the MSS regulation. And what is more, to revise guidance for the drafting and implementation of MSS to be more simple and not complicated, making it easier for the Government and Local Government to coordinate in order to achieve the MSS final target that is to actualize the public welfare through the fulfillment of basic service requirements as mandated by the constitution.
"
2011
T29260
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ruzaimi Mat Rani
Singapore: Words & Visuals Press Pte Ltd,
R 701.82 RAN p (1)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Edgar Rangkasa
"Sistem Pemerintahan Indonesia dijalankan berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 yang secara prinsip menganut dua nilai dasar yaitu Nilai Kesatuan dan Nilai Otonomi. Nilai Kesatuan memberikan indikasi bahwa Indonesia tidak akan mempunyai kesatuan pemerintah lain didalamnya pada magnitude Negara. Artinya Pemerintah Nasional adalah satu-satunya pemegang kedaulatan rakyat, bangsa dan Negara. Nilai Otonomi adalah nilai dasar otonomi daerah dalam batas kedaulatan Negara. Artinya penyelenggaraan Negara, khususnya kebijakan desentralisasi terkait erat dengan pola pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam penyelenggaraan desentralisasi selalu terdapat dua elemen penting, yakni pembentukan daerah otonomi dan penyerahan kekuasaan secara hukum dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus bagian - bagian tertentu urusan pemerintah.
Kebijakan Desentralisasi merupakan instrumen pencapaian tujuan bernegara dalam kerangka kesatuan bangsa yang demokratis. Kebijakan tersebut diterapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, yang mulai dilaksanakan sejak tahun 2001 sebagai rangkaian dari seluruh proses perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia. Secara formal kebijakan desentralisasi dituangkan dalam peraturan perundangan sejak 1903, 1945 dan seterusnya tahun 1948,1957, 1959, 1965 sampai terakhir 1999.
Bertumpu dari keingintahuan atas pelaksanaan otonomi daerah tersebut dan dampaknya terhadap ketahanan nasional, maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh Penyelengaraan Otonomi Daerah terhadap Aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi sejak berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dengan pendekatan mengkaji elemen-elemen serta lingkungan strategis yang mempengaruhi penyelenggaraan Otonomi.
Ketentuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan Reformasi dan pemberdayaan aparatur pemerintah daerah sebagai alat untuk menggerakkan pemerintah dan pastisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan demokratisasi dan keadilan sesuai aspirasi masyarakat daerah. Dengan penyelenggaraan otonomi daerah secara luas dan nyata, maka daerah diberikan kewenangan yang luas. Hal ini membawa implikasi terhadap meningkatnya beban tugas dan tanggung jawab aparatur pemerintah daerah dalam rangka pemberian pelayanan dan tuntunan kebutuhan masyarakat yang semakin besar."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T11892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tobacco smoking,which has been proven to cause various illnesses (lung cancer,emphysema,cardiovascular disease) and early death,has been declared an emergency public health crisis by the World Health Organization (WHO)...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The rapid rise in income inequality in Japansince the 1980s is attracting strong attention.In what now seems like a world apart,inequality during the preceding periods of high followed by stable growth was low and Japan was regarded as being the most egalitarian country in the world....."
TAQUART
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hoggart, Keith
London: Routledge, 2016
307.14 HOG r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Adzhani Lutfiputri
"ABSTRAK
Beberapa tahun belakangan ini manga (komik Jepang) yang mengangkat kisah percintaan antar sesama jenis yaitu manga yaoi dan yuri semakin populer di Indonesia. Padahal hubungan sesama jenis atau homoseksual termasuk isu yang sensitif dibahas mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam yang salah satu ajarannya dengan keras melarang hubungan homoseksual. Menariknya sejauh ini belum ada reaksi menentang dari masyarakat perihal yaoi-yuri, sedangkan isu homoseksual sendiri telah banyak menuai reaksi negatif dari kalangan tertentu. Kontradiksi ini mendorong penulis membuat penelitian untuk mengetahui pandangan penggemar manga yaoi-yuri terhadap isu homosesksual di dunia nyata.
Penelitian ini menggunakan metode survey kuantitatif terhadap 200 responden dan wawancara kualitatif terhadap delapan responden penggemar manga yaoi-yuri yang berdomisili di Jabodetabek. Adapun hasil penelitian menunjukan bahwa para penggemar yaoi-yuri mengakui adanya kemiripan antara yaoi-yuri dan homoseksual dari segi konteks, namun menolak menganggapnya sama karena berpandangan yaoi-yuri berada di dunia fiksi sedangkan homoseksual di dunia nyata. Sekalipun ada perubahan dalam pandangan dan sikap para responden setelah menggemari yaoi-yuri, perubahannya terhitung tidak signifikan dengan kecenderungan untuk tetap bersikap pasif.

ABSTRACT
Recently same-sex love themed manga called yaoi and yuri gains more popularity in Indonesia. Considering most Indonesians are Moeslem, same-sex love or homosexual is seen as a sensitive issue within the society because its strictly prohibited in Islam. However it is interesting to know that up until now there havent been any noticeable rejections towards yaoi - yuri whereas in the case of homosexual, it is obvious how some people show strong negative responses upon it. This contradiction caught my interest to conduct a research in order to know the perspectives of yaoi - yuri manga fans towards homosexual in real life.
This research used quantitative survey upon 200 participants and qualitative survey to 8 participants who are yaoi - yuri manga fans (age ± 15 - 30 years old) and live in Jabodetabek. From the result, it can be concluded that although yaoi - yuri and homosexual have its simalirity, both of them arent the same as yaoi - yuri is just in fiction realm while homosexual happens in reality. Though yaoi - yuri manga fans perspective and attitude towards homosexual issue changed after they get to know yaoi - yuri, the changes are insignifcant, therefore they still tend to be passive concerning that issue."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>