Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kewenangan kepada MPR untuk menetapkan dan mengubah Undang-Undang Dasar. Dalam perkembangannya, pasal 2 Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum telah membuat pergeseran terhadap ketentuan pasal 37 tersebut. Dengan demikian pengaturan materi perubahan Undang-Undang Dasar yang diatu dalam Tap MPR tersebut tidak sesuai dengan pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945 baik ditinjau dari kedudukan, wewenang, dan fungsi MPR, maupun ditinjau dari tata susunan norma ketetapan MPR dan sistem norma hukum."
Hukum dan Pembangunan Vol. 25 No. 6 Desember 1995 : 492-500, 1995
HUPE-25-6-Des1995-492
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Boy Anugerah
"Tesis ini membahas konflik antara KONI dan KOI terkait tugas dan fungsi berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 mengenai Sistem Keolahragaan Nasional. Tesis ini menggambarkan latar belakang dikeluarkannya UU Sistem Keolahragaan Nasional, faktor-faktor yang menyebabkan konflik, bentuk-bentuk konflik, dampak-dampak yang ditimbulkan konflik, langkah-langkah pengelolaan konflik, serta hambatan-hambatan dalam pengelolaan konflik tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah konflik yang terjadi dikategorikan sebagai konflik antar organisasi yang sifatnya horizontal. Konflik bersumber dari struktur organisasi, tata tertib serta anggaran. Ditinjau dari teori konflik Dahrendorf, konflik yang terjadi di antara kedua organisasi memiliki sumber struktural yakni pertanyaan tentang keabsahan kekuasaan yang ada. Namun demikian, dalam setiap konflik selalu melekat perubahan.
Penelitian ini memberikan beberapa rekomendasi dalam pengelolaan konflik. Pertama, melakukan revisi atas Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional melalui Judicial Review di Mahkamah Konstitusi. Kedua, tetap berpegang teguh pada amanat Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional tapi dengan menambah poin sinkronisasi dan koordinasi pada peraturan turunannya. Ketiga, membuat peraturan baru terkait tugas pengiriman atlet ke ajang internasional yang menjadi pokok konflik yakni standardisasi kualifikasi, proses pengiriman, serta evaluasi. Penelitian ini juga merekomendasikan untuk ditetapkannya sasaran atau target perubahan yakni individu, kelompok dan struktur sosial, serta penggunaan strategi sikap dalam mengkonversi konflik menjadi perubahan yang bermanfaat bagi semua pihak.

This study described about conflict between KONI and KOI related to task and function according to UU No. 3 Year 2005 about National Sport System. This study described about causes of regulation publishment, causes of conflict, type of conflict, the conflict's impacts, managements and also constraints in solving the conflict. This study is qualitative research whose descriptive design. Result of this study is this conflict can be categorized as inter organizational conflict whose horizontal character. Sources of conflict are structure of organization, regulation, and also budgeting. According to Dahrendorf's theory, conflict between two organizations had structural sources such as the question of power legitimacy. However, every conflict has a change.
This research gave several recommendations in managing conflict. First of all, part of society, including the organization that involved in conflict, proposed a revise toward UU. No. 3 Year 2005 through Judicial Review Process in Constitutional Court (MK). Second, standing on UU No. 3 Year 2005 but doing synchronization and coordination way in derivative regulation. Third, publishing a new regulation that rules about sending of athletes to international events including making same qualification and same standard both sending and evaluation. This research also recommend to make target of change and using behavioral strategy to convert the conflict.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Limahelu, Frans
"Penulis artikel ini meugulas masalah perubahan perundang-undangan dan sejarah perundang-undangan. Menurut penulis ini, perubahan undang-undang dipengaruhi oleh kultur politik. Masalah otonomi juga disinggung berkaitan dengan pembuatan rancangan undang-undang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
HUPE-30-1-(Jan-Mar)2000-1
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sumardi
"Sebelum perubahan Undang-undang Dasar 1945 wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ada empat, yaitu menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD), menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), memilih Presiden, wakil Presiden, dan mengubah UUD. Setelah perubahan, wewenang MPR tinggal dua yaitu menetapkan dan mengubah UUD. Merupakan kekuasaan menetapkan dan mengubah Undang-Undang Dasar yang dijalankan oleh MPR, selain itu MPR bertugas melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD (Pasal 3 UUD 1945). Sebelum perubahan, MPR memiliki wewenang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden namun saat ini peran MPR hanya melantik. Oleh karena itu MPR bukan lagi sebagai majelis pemilih namun hanya majelis pelantik presiden dan wakil presiden.
Menurut M, Solly Lubis, kekuasaan negara yang tertinggi di tangan MPR (Die Gesamte Staatsgewalt liegt allein bei der Majelis). Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des VW/ens des Staatvolkes), Majelis ini menetapkan Undang-Undang Dasar dan menetapkan Garis-garis besar Haluan Negara (GBHN), Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil kepala Negara (Wakil presiden), Majelis inilah yang memegang kekuasaan tertinggi sedangkan Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis, ia adalah "mandataris" dari Majelis, ia wajib menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden tidak "neben", akan tetapi "untergeordnet? kepada Majelis.
Di sinilah terjelmanya pokok pikiran kedaulatan rakyat yang terkandung dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai memegang kekuasaan yang tertinggi, MPR mempunyai tugas dan wewenang yang sangat menentukan jalannya Negara dan bangsa, yaitu berupa ;
1. menetapkan Undang-undang Dasar
2. menetapkan garis-garis besar dari haluan Negara
3. mengangkat Presiden dan Wakil Presiden
Dengan kewenangan yang demikian itu, menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara maka kekuasaan MPR luas sekali. Ini adalah logis karena MPR adalah pemegang kedaulatan Negara. Sebagai badan yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat maka segala keputusan yang diambil haruslah mencerminkan keinginan dan aspirasi seluruh rakyat."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18696
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizky Pratama Saputra
"Unsur kesalahan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam suatu tindak pidana. Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak secara tegas mencantumkan unsur kesalahan, namun kesalahan tersebut tersirat dalam unsur memperkaya diri. Melalui metodologi penelitian yuridis normatif dan kajian terhadap beberapa putusan tingkat kasasi dapat disimpulkan bahwa, pada praktiknya kebanyakan hakim hanya membuktikan dan mempertimbangkan unsur memperkaya diri, meskipun demikian ada juga hakim yang mempertimbangkan unsur kesalahan secara khusus. Dengan demikian terlepas dari bagaimana cara hakim mempertimbangkannya, berarti unsur kesalahan dalam pasal ini telah dibuktikan dan dipertimbangkan oleh Majelis Hakim ketika akan menyatakan Terdakwa secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan pasal tersebut.

Article 2 verse 1 of the Corruption Criminal Act has indirectly contained element of guilt, however element of guilt implicitly contained in self enriching element. Through juridical normative methodology research and study of some cassation rsquo s verdict can be deduced that practically, most of judges just proving and considering self enriching element, eventhough there are judges who considering element of guilt specifically. Therefore, regardless of how judges considering element of guilt, it means in this article element of guilt already proven and considered by judges when stating that defendant is guilty based on this Article 2 verse 1 of the Corruption Criminal Act."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Rosyid Al Atok, 1962-
Jakarta: Universitas Indonesia, 2002
T36378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library