Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nofra Sella
"Tulisan ini menganalisis alasan di balik perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang menjadi semakin agresif dalam kebijakan Arktik tahun 2022. Menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deduktif, tesis ini menggunakan teori perubahan kebijakan luar negeri untuk mengkaji mengapa AS meningkatkan agresivitasnya di Arktik setelah invasi Rusia ke Ukraina, meskipun sebelumnya AS mempertahankan sikap yang relatif pasif. Sumber-sumber perubahan yang diidentifikasi meliputi dorongan pemimpin, advokasi birokrasi, restrukturiasi politik, dan external shock yang berisi ancaman nyata dan persaingan regional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kebijakan AS di Arktik pada tahun 2022 sangat dipengaruhi oleh guncangan eksternal yaitu aktivitas-aktivitas militer Rusia di Arktik, khususnya agresi Rusia ke Ukraina, dan faktor lain sebagai pendukung. Peristiwa tersebut yang kemudian mendorong AS untuk mengadopsi pendekatan militer yang lebih agresif dalam kebijakan terbarunya.

This study aims to analyse the reasons behind the United States' shift to be more aggressive military stance in its 2022 Arctic policy. Employing a qualitative research method with a deductive approach, the thesis utilizes the theory of foreign policy change to examine why the U.S. increased its aggression in the Arctic following Russia's invasion of Ukraine, despite previously maintaining a relatively passive stance. The identified sources of change include leader-driven initiatives, bureaucratic advocacy, political restructuring, and external shocks encompassing tangible threats and regional competition. The findings reveal that the shift in US policy in the Arctic in 2022 was significantly influenced by external shocks, particularly Russia's military activities in the Arctic and its aggression towards Ukraine, with other factors playing a supportive role. These events prompted the US to adopt a more aggressive military approach in its latest policy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitinjak, David Liberty
"Pada 3 September 2016, melalui executive agreement, Obama secara resmi meratifikasi Paris Agreement di tingkat domestik AS. Dalam beragam dokumen, retorika, dan analisis lembaga penelitian, hingga pejabat publik AS, keanggotaan Paris Agreement didasarkan pada tiga kepentingan; (1) tingginya kontribusi emisi global AS; (2) utilisasi mekanisme institusi bagi pertumbuhan ekonomi; dan (3) proaktivitas hegemon dalam menyediakan barang publik internasional sebagai stimulus stabilitas tatanan. Namun demikian, pada Juni 2017, Donald Trump memutuskan untuk menarik AS dari Paris Agreement, memutarbalikkan pendekatan aktif-pasif AS dalam isu diplomasi kebijakan iklim internasional. Maka dari itu, skripsi ini hadir untuk mempertanyakan mengapa AS (Trump) menarik diri dari Paris Agreement. Dengan menggunakan metode penelusuran proses kausal, penulis membangun kerangka analisis perubahan kebijakan luar negeri. Adapun alasan keputusan penarikan diri, yakni; perubahan posisi relatif internasional (distribusi kekuatan, dan stabilitas tatanan) AS yang mendorong pembaharuan pendekatan/strategi besar kebijakan luar negeri AS secara menyeluruh; kritik, dan advokasi sektor bisnis yang terdampak oleh regulasi lingkungan komplementer keanggotaan AS dalam Paris Agreement; minimnya tingkat institusionalisasi Paris Agreement di AS (minim check and balance bagi executive agreement); dan solusi figur perumus kebijakan anti-globalis terhadap perubahan (Trump), untuk mengurangi komitmen internasional AS.

On September 3, 2016, through an executive agreement, Obama officially ratified the Paris Agreement at the domestic level in the United States. Across diverse documents, rhetoric, and analyses from research institutions to U.S. public officials, the membership in the Paris Agreement was predicated upon three interests: (1) the high contribution of U.S. global emissions; (2) the utilization of institutional mechanisms for economic growth; and (3) the proactive role of the hegemon in providing international public goods as a stimulus for the stability of the order. Nevertheless, in June 2017, Donald Trump decided to withdraw the United States from the Paris Agreement, thereby reversing the active-passive approach of the U.S. in international climate policy diplomacy. Consequently, this thesis aims to inquire into why the U.S. (under Trump) withdrew from the Paris Agreement. Employing a method of causal process tracing, the author constructs an analytical framework for foreign policy change. The reasons for the withdrawal decision include changes in the relative international position (distribution of power and stability of the order) of the U.S., prompting a comprehensive renewal of the overall approach/strategy to U.S. foreign policy; critiques and advocacy from business sectors affected by complementary environmental regulations in the Paris Agreement; the limited institutionalization of the Paris Agreement in the U.S. (lacking checks and balances for executive agreements); and the anti-globalist policy maker's response to change (Trump), aiming to reduce U.S. international commitments."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Eldo Herbadella
"Tulisan ini menganalisis mengapa suatu negara mengubah pendekatan kebijakan luar negerinya meskipun sudah menjalin hubungan diplomatik sejak lama. Sejak tahun 1983 Kepulauan Solomon telah menjalin hubungan diplomatik dengan Taiwan, namun pada tahun 2019 Kepulauan Solomon memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Taiwan dan beralih ke Tiongkok meskipun telah menjalin hubungan diplomatik selama 36 tahun. Tesis ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deduktif. Analisis dalam penelitian ini menggunakan teori perubahan kebijakan luar negeri (foreign policy change) untuk menjelaskan perubahan kebijakan diplomatik Kepulauan Solomon dari Taiwan ke Tiongkok pada tahun 2019. Sumber-sumber perubahan yang dimaksud dalam teori ini adalah dorongan pemimpin, advokasi birokrasi, restrukturisasi demokrasi, dan guncangan eksternal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kepulauan Solomon memutuskan mengalihkan hubungan diplomatiknya dari Taiwan ke Tiongkok pada tahun 2019 didominasi oleh pengaruh dari sumber dorongan pemimpin, yang dalam hal ini adalah Perdana Menteri Kepulauan Solomon kala itu, yakni Manasseh Sogavare. Meskipun terdapat kritikan dari sumber-sumber perubahan lain, pengalihan hubungan diplomatik tersebut pada akhirnya tetap terlaksana pada masa pemerintahan Sogavare.

This paper aims to analyse why a country changes its foreign policy approach despite having established diplomatic relations for a long time. Since 1983, the Solomon Islands had maintained diplomatic relations with Taiwan. However in 2019, the Solomon Islands decided to sever its diplomatic ties with Taiwan and shift to China, even after 36 years of diplomatic relations. This research uses qualitative methodology with deductive approach. The analysis in this study employs the theory of foreign policy change to explain the diplomatic shift of the Solomon Islands from Taiwan to China in 2019. The sources of change identified in this theory are leader-driven, bureaucratic advocacy, democratic restructuring, and external shocks. The results of this study show that the Solomon Islands' decision to switch its diplomatic relations from Taiwan to China in 2019 was predominantly influenced by the leader-driven factor, specifically by the Prime Minister of the Solomon Islands, Manasseh Sogavare. Despite criticisms from other sources of change, the diplomatic shift was successfully implemented during Sogavare's administration."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library