Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ario Legiantuko
"Latar belakaog : Prevalensi penderita prolaps organ panggul (POP) terus bertambah, seiring dengan angka harapan hidup yang meningkat. Berbagai studi telah dilakukan untuk melihat terapi pasien POP. Pesarium merupakan pitihan utama terapi POP, tetapi sampai saat ini sangat sedikit literatur yang membahas evaluasi penggunaan jangka panjangnya. Tujuan : Mengetahui perbaikan kualitas hidup pasien POP yang diterapi dengan pesarium, dibandingkan sebelum pemasangan dengan bulan ketiga dan keenam pasca pemasangan. Metode : Pasien POP yang bersedia ikut penelitian akan diberikan kuesionar dengan cara anamnesis terpimpin. Kuesioner yang digunakan adalah Pelvic Floor Distress 111Ventoryshort form 20 (PFDI-20) dan Pelvic Floor Impact Questionnaire-shortform 7 (PFIQ-7) yang sudah diterjemahkan. Setelah pemasangan berhasil, akan dilakukan follow up pada bulan ketiga dan keenam pasca pemasangan, serta dilakukan penilaian efek samping penggunaan pesarium, yaitu keluhan saluran kemih bagian bawah, vaginitis, dan erosi vagina. Basil : Terdapat 51 SP ikut serta dalam penelitian, dengan 45 SP meneruskan penggunaan pesarium setelah menyelesaikan penelitian dan 6 SP melanjutkan terapi operasi. Penilaian kualitas hidup mendapatkan hasil bermakna pada bulan ketiga dan keenam dibandingkan dengan awal penelitian, baik dengan kuesioner PFDI-20 maupun PFIQ-7. Kesimpulan : Terdapat perbaikan kualitas hidup pasien POP setelah penggunaan pesarium selama 6 bulan.
......Background: Prevalence of womens with pelvic organ prolapse have increased by day, correspond to higher life expectancy. There are many study that observe the best treatment for pelvic organ prolapse. Pessary is one of them, but until now only few literature tells about the effect of this treatment for improving quality of live. Objective: To understand the improvement of quality of life in women with pelvic organ prolapse, before and after six months pessary treatment. Methods: Womens presenting for pessary insertion completed both Pelvic Floor Distress Inventory-short form 20 (PFDI-20) and Pelvic Floor Impact Questionnaire-short form 7 (PFIQ-7). After successful pessary insertion, subjects were reviewed after 3 and 6 months treatment. Result: There were 51 subjects enrolled in this study, with 45 subjects continued the used of pessary after fmished the study and 6 subjects were changed into surgery. There were statistically and clinically significant improvements of quality of life, after 3 and 6 months treatment with pessary, both using PFDI-20 and PFIQ-7 questionnaire. Conclusion: The use of pessary for 6 months reduces symptoms and improves the quality of life in women with pelvic organ prolapse."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T58020
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lufti Bagus
"Tujuan: Membandingkan hasil pemeriksaan urodinamik pada pasien prolapsus uteri (PU) dengan terpasang pesarium dan setelah dilakukan operasi histerektomi transvaginal.
Bahan dan cara : Penelitian ini bersifat prospektif dan dilakukan konsekutif, pada wanita dengan prolapsus uteri yang diindikasikan untuk menjalani operasi di subbagian Uroginekologi RSCM periode Agustus 2001 sampai dengan Mei 2004. Sebelum dilakukan operasi pasien dilakukan pemeriksaan urodinamik (dalam keadaan terpasang pesarium) di departemen Urologi RSCM dan secepat-cepatnya satu bulan sesudah operasi dilakukanan pemeriksaan urodinamik kembali. Uji statistik dilakukan dengan Student's t test dan uji korelasi Spearman.
Hasil penelitian: Dari 76 pasien PU yang dirujuk ke departemen Urologi dalam kurun waktu tersebut diatas, terdapat 29 pasien yang menjalani pemeriksaan urodinamik sebelum dan sesudah operasi dengan usia rata-rata 59±8 (40-76) tahun. Derajat prolapsus uteri derajat 1 1(3,4%), derajat II 5(17,2%) dan derajat III 23(79,3%). Semua pasien disertai dengan sistorektokel kecuali 1 pasien prolapsus uteri derajat I. Duapuluh enam pasien (89,7%) menjalani operasi histerektomi transvaginal (TVH) disertai kolporafi anterior (KA) dan kolpoperinioraf (KPR), 2 (6,9%) pasien menjalani TVH dan KPR sedangkan 1(3,4%) pasien dilakukan prosedur Manchester. Perbandingan parameter hasil pemeriksaan urodinamik sebelum dan sesudah operasi terdapat penurunan tekanan detrusor pada laju aliran maksimum (PQmax) dari rata-rata 35 menjadi 31 cmH2O dengan p =0,035 dan berkurangnya residual urine dari rata-rata 51 menjadi 33 ml dengan p =0,025. Didapatkan juga peningkatan laju aliran maksimum (Qmax) dari rata-rata 13,6 menjadi 14,1 ml/det dengan p=0,88. Secara umum didapatkan perbedaan yang tidak bermakna pada hasil diagnosis urodinamik pre dan pasca operasi , p = 0,663. Tidak ditemukan inkontinensia stress pada pemeriksaan urodinamik pra- dan pasca-operasi.
Kesimpulan : Didapatkan penurunan yang bermakna pada PQmax dan residual urine, serta didapatkan peningkatan Qmax yang secara statistik tidak bermakna. Didapatkan perbedaan yang tidak bermakna pada kesimpulan pemeriksaan urodinamik sebeium operasi (terpasang pesarium) dengan sesudah dilakukan operasi (TVH+KA dan KPR). Tidak diperlukan tindakan pencegahan anti inkontinensia stress pada operasi PU, bila setelah dipasang pesarium tidak didapatkan inkontinensia stress pada pemeriksaan urodinamik pre-opnya.

Objectives: To compare the urodynamic patterns in women with uterovaginal prolapse (UP) using vaginal pessary and after transvaginal hysterectomy.
Materials and methods: A prospective study was performed in consecutive patients with UP in the Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, from August 2001 until May 2004. Patients indicated for surgery (transvaginal hysterectomy = TVH) were included in this study. Urodynamic pressure-flow studies were performed before (with pessary inserted) and at least 1 month after surgery.
Results: From 76 UP patients who were revered to Department of Urology, there were 29 women with an urodynamic evaluation before and after surgery. Mean age 59±8 (40-76) years. One (3,4%) patient UP grade I, 5(17,2°h) patients UP grade II and 23 (79,3%) patients UP grade III. Except one patient (UP grade I) all patients had concomitant cystorectocele. Twenty six (89,7%) patients underwent TVH, anterior colporrhaphy (ACR) and colpoperinieorhaphy (CPR), 2(6,9%) patients were underwent TVH+CPR and 1(3,4%) underwent Manchester procedure. Mean detrusor pressure at maximum flow (PQmax) before and after operations decreased from 35 to 31 cmH2O, p=0,035 ; while mean maximum flow rate (Amax) increased from 13,6 to 14,1 mils, p=0,88 and residual urine decreased from 51 to 33 ml, p =0,025. Overall, there were no significant differences in the urodynamic patterns before and after surgery, p= 0,663. In this study we did not find any stress incontinence before or after surgery. There were no stress incontinence found in urodynamic evaluations pre- and post operatively
Conclusions: Using vaginal pessary or having transvaginal hysterectomy do not give a different impact on urodynamic parameters in women with UP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library