Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Agnes
Abstrak :
Paparan debu keramik yang mengandung silika bebas di lingkungan kerja pabrik keramik Inerupakan faktor resiko untuk terjadinya penyakit pare akibat kerja. Untuk mencegah timbulnya penyakit pneumokoniosis perlu dilakukan upaya pemantauan secara khusus dan berkelanjutan terhadap para pekerja melalui pemeriksaan kesehatan secara berkala dan pemantauan terhadap lingkungan kerja. Penelitian terhadap tenaga kerja pabrik kerami; di Cikarang dilakukan pada 66 pekerja laki-laki, dengan metode krosseksional., terdiri dari 31 orang dare bagian pembuatan badan keramik dan 35 orang dad bagian pengepakan. Penelitian lingkungan kerja dilakukan dengan mengukur kadar debu total, kadar debu respirable dan kadar silika bebas di bagian pembuatan badan keramik dan di bagian pengepakan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan fungsi paru dan pemeriksaan foto toraks. Hasil dan kesimpulan: Didapatkan prevalensi batuk kronik 4,5%, bronkitis kronik 4,5%, dahak kronik 4,5%, kelainan radiologi paru 10,6% dan restriksi 47% di pabrik tsb. Dibagian pembuatan badan keramik, kadar debu total, kadar debu respirable dan kadar silika bebas melebihi NAB yang ditetapkan. Tidak ditemukan hubungan antara kelainan fungsi pare dengan faktor-faktor umur, pendidikan, status gizi, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan memakai alat pelindung diri. Tidak ditemukan perbedaan prevalensi batuk kronik, bronkitis kronik, restriksi dan kelainan radiologi dengan tingkat paparan.
Scope and Methodology
Exposure to ceramic dust which contains free silica in a ceramic factory is a risk factor for occupational lung diseases. To prevent pneumoconiosis, specific and continuous monitoring of the workers through periodic health examinations and work environment measuring is very important. A study on 66 by ceramic factory workers consisting of 31 men from ceramic-body preparation division and 35 men from packaging division in Cikarang using cross-sectional method has been conducted. The work environment study was done by measuring total dust contamination, respirable dust, and free silica in ceramic-body preparation division and packaging division. Data collection was done by interviews, physical examination, lung function test and X-ray examination. Results : The prevalence of chronic cough were 4,5 %, chronic bronchitis 4,5 %, changes in lung radiologic 10,6 % and restriction 47 %. The total dust concentration, respirable dust and the free silica concentration was found to exceed the permissible limit in ceramic-body preparation division. No relation was found between lung function changes, age, education, nutrition condition, work period, smoking habits and mask users habits. No significant different in the prevalence of chronic cough, chronic-bronchitis, restriction and radiologic changes was found different level of dust exposure.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrur Razi
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Sejak awal tahun 1800-an mulai diketahui hubungan antara pajanan debu batubara dengan risiko terkena penyakit paru pada pekerja tambang. Penyakit paru yang timbul akibat pajanan debu batubara dalam jangka waktu lama antara lain pneumokoniosis penambang batubara (PPB), bronkitis kronis dan asma kerja. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara gangguan paru dan pajanan debu batubara pada pekerja tambang bagian penggalian Bucket Wheel Escavator (BWE) System di PT "X". Disain penelitian historical cohort digunakan untuk mengetahui insidens pneumokoniosis. Untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor pada pekerja, lingkungan kerja dan debu batubara dengan terjadinya gangguan faal paru digunakan metode cross sectional. Populasi penelitian adalah 170 pekerja di bagian penggalian BWE system. Pengambilan sampel dilakukan secara total population, dan diperoleh jumlah sampei yang memenuhi kriteria inklusi 166 orang. Hasil dan kesimpulan: Insidens pneumokoniosis pada pekerja tambang bagian penggalian BWE system di PT "X" sejak tahun 1992 sampai 2002 adalah 6 orang (3,6%) dari 166 pekerja. Prevalensi bronkitis kronik pada tahun 2003 adalah 7,23%, sedangkan prevalensi kelainan faal paru obstruksi dan restriksi adalah C.% dan 7,8%. Karakteristik sosiodemografi pekerja tidak berhubungan dengan terjadinya gangguan kesehatan paru. Insidens pneumokoniosis berhubungan dengan area kerja terbuka/tertutup dan masa kerja. Kebiasaan merokok berlubungan dengan terjadinya batuk kronik dan sesak napas.
Scope and method: Exposure to coal dust has long been associated with the risk of respiratory/lung diseases. Chronic exposure has been reported to lead to higher incidence/prevalence of pneumoconiosis, chronic bronchitis and asthma. This study was done to investigate the effect or exposure to coal dust on lung of mining workers in BWE system department of PT "X". A historical cohort study was done to get data on incidence of pneumoconiosis. To learn about the association of work environment, coal dust exposure and other factors, a cross sectional design was used. The sample for this study used total population who met the inclusion criteria . A total sample 166 people were studied. Result and conclusion: The incidence rate of pneumoconiosis in this study is 6 workers (3,6%) from 166 workers. The prevalence of chronic bronchitis in 2003 was 7,23%, while the prevalence of respiratory function impairment, obstruction and restriction, was 6,0% and 7,8%. This study indicated that there was no relationship between sociodemographic characteristics and the lung/respiratory diseases. There were significant association of pneumoconiosis with opened/closed area and the period of work. This study also found a relationship between smoking habits and the prevalence of chronic cough and breathlessness.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13646
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulinta Bangun
Abstrak :
Salah satu dampak negatif perkembangan pembangunan khususnya industri adalah pencemaran lingkungan kerja. Debu adalah salah satu pajanan akibat proses industrialisasi yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan khususnya paru dan akan dapat mengakibatkan turunnya kualitas dan produktivitas kerja . Perusahaan P.T. A di Bandung Jawa Barat adalah salah satu usaha penambangan batuan untuk konstruksi bangunan yang diketahui mempunyai tingkat pajanan debu yang tinggi dan berpotensi menimbulkan gangguan paru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kesehatan paru pekerja perusahaan tersebut dengan menilai gambaran radiologi X ray paru berdasarkan klasifikasi standar internasional ILO. Penelitian ini bersifat analitik deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada 51 pekerja yang bekerja di dua unit bagian penambangan dan tiga unit bagian penggilingan. Dari hasil penelitian, diketahui kadar debu lingkungan kerja kerja ke lima unit tersebut berkisar antara 2.09347 mg/m3 - 22.4887 mg/m3. Sedangkan Batas yang ditetapkan adalah 10 mg/m3, Prevalensi rate Pneumokoniosis adalah 9.8 % atau 5 orang dari 51 pekerja. Masa-kerja z 10 tahun berhubungan dengan timbulnya Pneumokoniosis di mana kemungkinannya 12 kali dibandingkan dengan masa kerja < 10 tahun. Demikian juga riwayat pekerjaan, bila pernah bekerja pada usaha sejenis berkemungkinan 22 kali untuk timbulnya Pneumokoniosis dibandingkan dengan riwayat tidak pernah bekerja pada usaha sejenis. Bagian penambangan dan bagian penggilingan mempunyai risiko yang sama untuk timbulnya Pneumokoniosis. Dari 51 pekerja , 95.1 % diketahui memakai APD yang buruk. Tidak didapat hubungan pemakaian APD, jenis kelamin dengan Pneumokoniosis. Usia pekerja, jarak tempat tinggal ke perusahaan juga tidak ada hubungan walaupun dapat dijadikan sebagai kandidat model. Dapat disimpulkan bahwa masa kerja dan pernah bekerja pada usaha sejenis mempunyai hubungan untuk timbulnya Pneumokoniosis. Dengan melihat hasil penelitian tersebut disarankan, adanya pemeriksaan khusus paru pra kerja dan berkala maupun khusus melalui pemeriksaan X ray paru ataupun Spirometer. Demikian juga pemeriksaan jenis batu/debu untuk mengetahui kadar silika bebas. Sebagai saran tambahan agar dilakukan rotasi pekerja untuk menghindarkan pajanan yang tinggi dan lama. Daftar bacaan = 40 ( 1979 - 1997)
Epidemiological Analysis of Pneumoconiosis Based on Chest X-Ray Radiograph Standard Classification of International Labour Organization (ILO) Among Workers of Stone Mine in `A' Corporated in Bandung West JavaOne of negative impact of industrial development is pollution in occupational environment. Dust is one of exposures as an industrialization process which can cause health disorder especially lung and also decrease work quality and productivity. "A" Corporated, located in Bandung West Java is one of business in stone mine for building construction known high level of dust exposure and potential to cause lung disorder. The objective of this research is to find the condition of lung health of company workers by examine radiology description of Chest X ray based on standard ILO classification. Research methodology is descriptive analytic conducted by cross sectional approach which is carried out among 51 workers in two mining unit in section and three unit mill section. Result found that, dust concentration in occupational environment in five unit section range between 2.09347 mglm3 - 22.4887 mg/m3. Where as limit value determined is 10 mglm3. Pneumoconiosis prevalency rate is 9.8 % or 5 (five) of 51 workers.The length of work ? 10 years has relationship with Pneumoconiosis where ats possibility is 12 times compared to length of work < 10 years. Also the history of work, if the workers have worked in same business, the possibility to get Pneumoconiosis is 22 times compared to the workers with to history that they never worked in the same business. Both mining and mill unit section have same risk of Pneumoconiosis. Result found that from 51 workers, 95.1 % of them wear poor APD. There is no relationship between APD usage, sex and Pneumoconiosis. And there is no relationship between workers age, distance from residence to the company and Pneumoconiosis , ever though they are possible to be a model candidate. Resift concluded that the variable of length of work and had worked in the same business have relationship with Pneumoconiosis. Based on this condition, we may able to suggested company should be lung examine before work and periodically by using X ray or Spirometer. The kind of stone and dust also should be examine to find out the content of free silicate and also rotation of workers should be conducted periodically. References : 40 (1979 - 1997)
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
T 1086
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widhy Yudistira Nalapraya
Abstrak :
Latar belakang : Debu silika, asbestos dan batu bara berhubungan dengan pneumokoniosis pada pekerja tambang. International Labour Organization (ILO) melaporkan 30-50% pekerja pada negara berkembang terdiagnosis pneumokoniosis. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pneumokoniosis pada pekerja tambang kapur di Indonesia. Metode: Studi cross-sectional melibatkan subjek 73 pekerja tambang kapur di Desa Citatah Kabupaten Bandung Barat, Indonesia. Dua kesimpulan yang sama dari tiga pembaca foto yang memiliki sertifikat AIR-Pneumo dengan membaca secara blind dan menggunakan panduan ILO. Hasil: Pneumokoniosis ditemukan pada 11/73 (15,1%). Median umur dari kelompok pneumokoniosis lebih tua dibandingkan kelompok bukan pneumokoniosis (51 [33-63] vs. 37.5 [18-85] umur dalam tahun, p=0.013). Seluruh subjek pada kelompok pneukoniosis bekerja > 6 tahun (p=0.001). Konsentrasi debu tertinggi pada kelompok pneumokoniosis dibandingkan kelompok yang bukan pneumokonisosis (61.41±103.98 vs. 14.92±55.17 mg/m3, p=0.030). Penelitian ini menunjukan lama bekerja dan kadar debu pada tambang merupakan faktor risiko pneumokoniosis walaupun tidak bermakna (OR=14.6, p=0.999 and OR=7.171, p=0.998). Kesimpulan: Proporsi pneumokoniosis pada pekerja tambang kapur pada penelitian ini sebesar 15,1% . Lama bekerja dan kadar debu pada tambang merupakan faktor risiko pneumokoniosis; namun tidak bermakna dalam penelitian ini.
Background: Silica, asbestos, and coal dusts correlate with pneumoconiosis in mineworkers. The International Labour Organization (ILO) reported that 30-50% of workers in developing countries were diagnosed with pneumoconiosis. This study aimed to identify pneumoconiosis among limestone workers in Indonesia. Method: This cross-sectional study involved 73 limestone mineworkers from two limestone mining sites in Citatah Village, West Bandung Regency, Indonesia, as the subjects. Two out of three AIR-Pneumo-certified blinded readers decided the conclusive chest x-ray (CXR) report of pneumoconiosis for each subject according to the ILO guidelines. Results: Pneumoconiosis was found in 11/73 (15.1%) subjects. The median age of pneumoconiosis group was older compared to the non-pneumoconiosis group (51 [33-63] vs. 37.5 [18-85] years old, p=0.013). All subjects in the pneumoconiosis group were of >6 years of working duration (p=0.001). The dust concentration was higher at the mining site of the pneumoconiosis group compared to the mining site of the non-pneumoconiosis group (61.41±103.98 vs. 14.92±55.17 mg/m3, p=0.030). This study showed that working duration and mining site dust concentration were risk factors for pneumoconiosis; however, with no significance (OR=14.6, p=0.999 and OR=7.171, p=0.998, respectively). Conclusion: The proportion of pneumoconiosis in limestone mine workers in this study was 15.1%. Working duration and mining site dust concentration were risk factors for pneumoconiosis; however, no significance was found from this study.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Malsephira Hasmeryasih
Abstrak :
Latar Belakang : International Labor Organization (ILO) mendefinisikan pneumokoniosis sebagai gangguan yang terjadi karena akumulasi debu di paru yang menyebabkan reaksi jaringan. Ketika istilah ini pertama kali digunakan, pneumokoniosis dimaksudkan untuk menggambarkan penyakit paru yang berhubungan dengan inhalasi debu mineral. Setiap negara di dunia memiliki data yang berbeda dan bervariasi. Saat ini belum ada data nasional mengenai prevalens pneumokoniosis di Indonesia. Data yang tersedia bersumber dari studi skala kecil berbagai industri yang pekerjanya berisiko terkena pneumokoniosis. Hingga dilaksanakannya penelitian ini, belum terdapat data prevalens pneumokoniosis pada pekerja tambang bawah tanah (TBT) PT. X. Studi potong lintang dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2019 dengan metode pengambilan sampel adalah consecutive sampling. Penelitian melibatkan 272 pekerja TBT PT X yang menjalani pemeriksaan kesehatan tahunan di klinik PT. X. Responden ditindaklanjuti dengan wawancara terpimpin, pemeriksaan spirometri dan foto toraks sesuai klasifikasikan ILO. Kriteria inklusi adalah hasil spirometri memenuhi ketentuan akseptabilitas dan reprodusililitas. Data mengenai konsentrasi debu silika diambil dari data sekunder milik perusahaan yang diukur berdasarkan ketentuan NIOSH 7500. Hasil Penelitian : Sebanyak 201 responden memenuhi kriteria inklusi. Pada analisis subgrup ditemukan sebanyak 20 responden (10.75%) dengan kelainan difus parenkim paru. Hasil analisis multivariat didapatkan faktor yang memiliki pengaruh dominan secara statistik terhadap kejadian pneumokoniosis adalah usia > 40 tahun (p=0,004, OR 3.052) dan konsentrasi debu > 1 mg/m3 (p=0.037, OR 2.253). Hasil analisis bivariat didapatkan faktor lain yang berpengaruh adalah masa kerja (p=0.04), area kerja (p=0,02), dan jenis pekerjaan (p=0.13). Kesimpulan : Prevalens pneumokoniosis pada pekerja tambang PT X tahun 2019 adalah sebesar 10.75 % dan faktor yang mempengaruhi secara dominan adalah usia > 40 tahun dan konsentrasi debu > 1mg/m3. Background: The International Labor Organization (ILO) defines pneumoconiosis as a disorder that occured due to the accumulation of dust in the lungs which caused tissue reactions. When the term first used, pneumoconiosis was intended to describe lung disease associated with inhalation of mineral dust. To the best of the authors' knowledge, to this day, there is no national data on the prevalence of pneumoconiosis in Indonesia, although small scale studies from various industries which are at risk of developing pneumoconiosis in their workers exist. Methods: The cross-sectional study was conducted from March to May 2019. Sample was obtained through consecutive sampling. The study involved 272 underground mining workers of PT. X, a company based in Indonesia, through an annual medical check-up. Respondents were followed up with guided interviews, spirometry examination and chest X-ray examination according to the ILO classification. Information of dust concentration was directly retrieved from the company and measured in accordance with NIOSH 7500. A total of 201 respondents met the study criteria. In a sub-group analysis, 20 respondents (10.75%) detected with diffuse lung parenchymal abnormalities. The multivariate analysis showed that the factors that had a dominant influence of pneumoconiosis were age > 40 years (p=0.004, OR 3.052) and dust concentration >1 mg/m3 (p=0.037, OR 2.253). The results of bivariate analysis showed that other influencing factors were years of service (p=0.04), work area (p=0,02), and type of work (p=0.13). Conclusion : Pneumoconiosis was found in 10.45% of underground workers of PT. X, which predominating factors wereage >40 years and dust concentration >1 mg/m3.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library