Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rina Budiastuti
Abstrak :
Diese Arbeit besteht aus vier Abschnitten. Der erste Abschnitt ist die Einleitung, in der ich den Hintergrund des Themas, das Ziel der Analyse, die Methode und den Ansatz, die ich benutze, um die Daten zu analysieren, dargestellt habe. Der zweite Abschnitt besteht aus vier Teilen, n_mlich die versehiedenen Theorien des Wortfeldes nach Jost Trier, Leo Weisgerber, H. Geckeler und Lutzeier. Im zweiten Teil er_rtere ich den Unterschied zwischen Worschatz in der Alltagsprache und Terminologien in der Fachsprache. Im dritten Teil dieses zweiten Abschnitts stelle ich die Beziehung von Intension und Extension in einem Wortfeld dar, und in dem letzten Teil vom zweiten Abschnitt wird der Unterschied zwischen Homonymie und Polysemie erkl_rt.Im dritten Abschnitt analysiere ich die Daten von Alltagsprache und Terminologien anhand der Wortfeldstheorie von Lutzeier, denn im Vergleich zu dem anderen Theorien bietet diese Theorie eine logischere Untersuchungsmethode an, und durch diese Theorie kann man sehen, da? das Wortfeld keine intuitive Sache ist. Nachdem ich das Wortfeld aus der Alltagsprache und Terminologien anhand ihrer Sinnsrelation gruppiert, stelle ich felt, ob diese Wortschatze Homonym oder Polysem sind.Nach der Analyse der Daten kann man einen Schlu? ziehen, da? die Untersuchung der Homonymie und Polysemie nach der obergenannte Methode bei der Aufstellung eines W_rter-buches ein nitzliches Hilfsmittel ist.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S14995
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziyah Yasmin
Abstrak :
Leksem guò dalam bahasa Mandarin merupakan salah satu leksem yang memiliki beberapa makna yang masih saling berhubungan. Keterhubungan antarmakna tersebut disebabkan karena beberapa komponen makna yang dikandung dalam makna-makna leksem guò masih sama. Selanjutnya, leksem guò akan bergabung dengan leksem lain membentuk kata majemuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumbangan komponen makna leksem guò dalam kata majemuk yang diawali dengan leksem guò. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Dalam penelitian ini, 7 makna leksem guò dan 14 kata majemuk yang mengandung leksem guò dalam kamus Xiandai Hanyu Cidian (2016) edisi ke-7 dianalisis komponen maknanya dengan menggunakan teori Analisis Komponen Makna oleh Nida (1975) dan selanjutnya dipaparkan secara deskriptif. Hasil penelitian menemukan bahwa sumbangan makna leksem guò kepada 14 kata majemuk yang mengandung leksem guò adalah [+perbuatan], [+pindah], dan [+perubahan keadaan]. ......Leksem guò dalam bahasa Mandarin merupakan salah satu leksem yang memiliki beberapa makna yang masih saling berhubungan. Keterhubungan antarmakna tersebut disebabkan karena beberapa komponen makna yang dikandung dalam makna-makna leksem guò masih sama. Selanjutnya, leksem guò akan bergabung dengan leksem lain membentuk kata majemuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumbangan komponen makna leksem guò dalam kata majemuk yang diawali dengan leksem guò. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Dalam penelitian ini, 7 makna leksem guò dan 14 kata majemuk yang mengandung leksem guò dalam kamus Xiandai Hanyu Cidian (2016) edisi ke-7 dianalisis komponen maknanya dengan menggunakan teori Analisis Komponen Makna oleh Nida (1975) dan selanjutnya dipaparkan secara deskriptif. Hasil penelitian menemukan bahwa sumbangan makna leksem guò kepada 14 kata majemuk yang mengandung leksem guò adalah [+perbuatan], [+pindah], dan [+perubahan keadaan].
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Widyaningsih
Abstrak :
Meokta (먹다) merupakan verba yang dipelajari dalam bahasa Korea tingkat dasar dengan frekuensi tingkat penggunaan yang tinggi. Verba ini memiliki makna leksikal ‘makan’ atau ‘makan dengan memasukkan objek padat ke dalam tubuh melalui mulut’ dan berbagai makna turunan lainnya. Penelitian ini membahas tentang makna polisemi verba meokta (먹다) dalam bahasa Korea. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan variasi makna polisemi verba meokta (먹다) dalam bahasa Korea. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode studi pustaka dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa verba meokta (먹다) sebagai polisemi memiliki berbagai makna yang dimotivasi oleh kedekatan ruang, kedekatan sebab akibat, dan kesamaan sifat. Variasi makna dasar meokta (먹다), yaitu ‘makan’, ‘mengunyah’, dan ‘minum’. Sementara itu, variasi makna turunan meokta (먹다) berdasarkan kedekatan ruang, yaitu ‘menghirup’, ‘makan (subjek hewan)’, dan ‘menyerap (subjek tumbuhan)’. Berikutnya, makna turunan meokta (먹다) berdasarkan kedekatan sebab akibat, yaitu ‘mendapatkan hal positif atau negatif’, ‘mendapatkan pengalaman’, dan ‘kehilangan benda konkret atau abstrak’. Terakhir, makna turunan meokta (먹다) berdasarkan kesamaan sifat, yaitu ‘dimakan’, ‘dipotong’, ‘diserap’, dan ‘ditempel’. ......Meokta (먹다) is a verb learned in elementary level Korean with a high frequency of usage. It has a lexical meaning of ‘to eat’ or ‘to eat by taking a solid object into the body through the mouth’ and various other derived meanings. This research discusses the polysemy meaning of the verb meokta (먹다) in Korean. This research aims to describe the variation of polysemy meaning of the verb meokta (먹다) in Korean. The method used to analyze the data in this research is the library research method with a descriptive qualitative approach. The results show that the verb meokta (먹다) as a polysemy has various meanings motivated by spatial contiguity, causal contiguity, and characteristics similarity. The variations of the basic meaning of meokta (먹다) are ‘eating’, ‘chewing’, and ‘drinking’. On the other side, meokta (먹다) derivative meaning variations based on spatial contiguity are ‘inhale’, ‘eat (animal subject)’, and ‘absorb (plant subject)’. Also, meokta (먹다) derivative meanings based on causal contiguity are ‘getting positive or negative things’, ‘getting experience’, and ‘losing concrete or abstract objects’. Lastly, meokta (먹다) derivative meanings based on characteristics similarity are ‘eaten’, ‘cut’, ‘absorbed’, and ‘pasted’.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Maurilla
Abstrak :
Terdapat banyak kosakata bahasa Jepang yang memiliki makna lebih dari satu namun makna-makna tersebut masih saling berhubungan yang disebut sebagai polisemi (多義語; tagigo). Verba wakaru merupakan salah satu contoh kata berpolisemi. Adanya perbedaan pada makna verba wakaru sering menimbulkan kesalahan dalam penerjamahan ke dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap berbagai makna pada verba wakaru. Penelitian ini berfokus pada komponen makna pada verba wakaru. Data penelitian diambil dari drama Jepang periode tahun 2015-2019. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa verba wakaru sebagai polisemi memiliki tujuh buah makna dan setiap makna mengandung komponen makna yang berbeda, yaitu `pemahaman terhadap suatu hal`, `sesuatu hal menjadi jelas`, `rasa empati`, `pernyataan setuju`, `mengetahui informasi`, `mengerti apa yang diucapkan`, `mengenali seseorang`. Selain dapat dijelaskan dengan kata `tahu` dan `paham`, verba wakaru juga dapat dijelaskan dengan kata `mengenali`, `berempati`, dan juga kata `setuju` tergantung pada komponen makna yang dikandungnya.
There are many Japanese vocabularies that have more than one meaning but the meanings are still interconnected which is called polysemy (多 義 語; tagigo). Verb wakaru is an example of the word that polysemics. Differences in the meaning of verb wakaru often lead to errors in translation into Indonesian. Therefore, research needs to be done on various meanings on verb wakaru. This research focuses on the meaning components of meaning in verb wakaru. The research data was taken from Japanese drama period 2015-2019. The research method used is a qualitative method. The results showed that verb wakaru as polysemics had seven meanings and each meaning contained different meaning components, namely `understanding of something`, `things become clear`, `empathy`, `statement of agreement`, `know some information`, `understand what is said`, `recognize someone`. Besides being able to be explained with the words 'know' and 'understand', wakaru verbs can also be explained with the words 'recognize', 'empathize', and also the word 'agree' depends on the meaning components contained.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rizky Fauziah
Abstrak :
Sebuah kata yang memiliki lebih dari satu makna dan memiliki pertautan antarmaknanya disebut polisemi. Dalam Bahasa Jepang terdapat kata bon’yari dari kelas kata adverbia yang memiliki lebih dari satu makna dan memiliki keterkaitan antarmaknanya. Hal ini dapat menjadi penghambat apabila penutur asing membaca bacaan Bahasa Jepang dan menemukan kata yang sama dengan makna yang berbeda. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk memaparkan makna dan penggunaan adverbia bon’yari yang ditemukan dalam cerpen Bahasa Jepang. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan melakukan identifikasi kata bon’yari secara morfologis, sintaksis dan semantik, yaitu menentukan kelas kata, unit sintaksis, serta relasi makna menggunakan teori analisis polisemi. Hasil dari penelitian ini adalah ditemukan 28 data kalimat yang mengandung kata bon’yari Data tersebut dikelompokan menjadi empat kelompok yaitu, bon’yari yang mengungkapan keadaan tidak fokus, keadaan tidak bisa berpikir jernih, menjelaskan fenomena kasatmata yang samar, dan menjelaskan perihal yang tidak jelas. Selain itu diketahui bahwa bon’yari sebagai adverbia membuat kata tersebut tidak selalu berada tepat sebelum kata yang dijelaskan, dan bon’yari dapat diikuti partikel to maupun tidak, dapat diikuti kata shita saat berada tepat sebelum nomina, serta dapat diikuti kata shite saat berada tepat sebelum verba. ......A word that has more than one meaning and has a link between its meanings is called polysemy. In Japanese there is a word bon'yari which has more than one meaning and has a relationship between its meanings. This can be an obstacle when foreign try to read Japanese texts and find the same word with different meanings. Therefore, this study aims to explain the meaning and usage of the adverb bon'yari in Japanese short story. The method used in this research is descriptive qualitative using syntax and morphology, as well as polysemy analysis theory in describing meaning. The results of this study were found 28 data containing the word bon'yari in it, from the data it can be grouped into four types, unfocused expressions, expressions of not being able to think clearly, explaining visible phenomena, and explaining things that are not clear. In addition, it is shown that the position of bon'yari as an adverb makes the word not always be right before the word that being explained, can also be followed by the particle to or not, can be followed by shita when it comes right before noun, and can be followed by shite after verb.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Zaqiatul Mardiah
Abstrak :
Disertasi ini membahas semantik spasial preposisi ala dan nomina spasial fawqa dengan memanfaatkan ancangan linguistik kognitif, khususnya semantik kognitif. Dengan sumber data dari corpus.kacst.edu.sa dan model polisemi berprinsip dari Tyler dan Evans (2003), serta konfigurasi dari Ferrando dan Gosser (2011), kajian ini menemukan makna primer ala dan fawqa yaitu yang menyatakan makna lebih tinggi dari atau posisi di atas. Perbedaan kedua leksem itu terletak pada ada atau tidaknya kontak pada salah satu sisi permukaan entitas yang berelasi. Untuk makna perluasan ala, secara dominan menunjukkan relasi kuasa dan relasi tumpuan, sedangkan makna perluasan fawqa menunjukkan makna melebihi atau melampaui. Data dari korpus juga memperlihatkan kecenderungan jumlah makna perluasan ala lebih banyak dibanding makna perluasan fawqa. Selain itu, makna perluasan ala lebih banyak menunjukkan hubungan yang erat antara verba atau nomina derivatifnya dengan ala, sedangkan makna perluasan fawqa tidak menunjukkan hal yang sama. Temuan tentang makna primer dan makna perluasan masing-masing ala dan fawqa disajikan dalam bentuk jejaring semantis. Jejaring semantis itu menggambarkan relasi polisemis antara makna-makna perluasan dengan makna primernya. Sebagai dua leksem yang bersinonim, fawqa dapat menggantikan ala pada situasi tertentu, dan begitu pula sebaliknya.
This dissertation discusses the spatial semantics of preposition ala and spatial noun fawqa by utilizing cognitive linguistic approaches, specifically cognitive semantics. With data sources from corpus.kacst.edu.sa and principled polysemy models from Tyler and Evans (2003), as well as configurations from Ferrando and Gosser (2011), this study found the primary sense of ala and fawqa, which states higher meaning or position above. The difference between the two lexemes lies in the presence or absence of contact on one side of the surface of the related entity. For the extended senses of ala, dominantly show the power relation and pedestal relation, while the extended senses of fawqa indicate the exceeding or beyond. Data from the corpus also show the tendency of the number of the extended senses ala more than the extended senses of fawqa. furthermore, the extended senses of ala show the close relationship between the verb or its derivative nouns with ala, while the extended senses of fawqa does not indicate the same thing. The findings of the primary sense and the extended senses of each ala and fawqa are presented in the frame of semantic network, which illustrates the polysemic relation between extended senses and their primary sense. As two synonymous lexemes, fawqa can replace ala in certain situations, and vice versa.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kezia Febiola
Abstrak :
Polisemi merupakan keadaan di mana suatu kata/leksem memiliki lebih dari satu makna yang berkaitan. Bahasa Mandarin adalah bahasa yang berlimpah dengan kata berpolisemi (多义词), salah satunya leksem/kata 发 fā. Penelitian ini membahas makna dasar dan makna perluasan leksem 发 fā, dan sumbangsih makna pada kata majemuk/frase yang mengandung leksem 发 fā melalui analisis komponen makna oleh teori Nida (1975). Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dari sumber data utama 现代汉语词典 Xiàndài Hànyǔ Cídiǎn (Kamus Bahasa Cina Modern). Data yang dihimpun adalah 16 makna leksem 发 fā dan 24 kata majemuk atau frase yang mengandung leksem 发 fā. Dari hasil analisis ditemukan komponen bersama (common component) yang mengaitkan keseluruh makna-makna yang dimiliki leksem 发 fā adalah komponen [+perbuatan] [+perubahan keadaan]. 24 data kata majemuk atau frase juga diklasifikasikan berdasarkan sumbangsih salah satu dari 16 makna leksem 发 fā. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa makna leksem 发 fā dikekalkan pada setiap kata majemuk/frase yang mengandung leksem 发 fā. ......Polysemy is a condition in which a word/lexeme has more than one related meanings. Mandarin is a language that has abundant of polysemous words (多义词), one of which is lexeme 发 fā. This paper discuss the core meaning and the extension meanings of lexeme 发 fā, and the meaning contribution in compound words/phrases that contain lexeme 发 fā through the componential analysis of meaning by Nida’s theory (1975). The research method used is descriptive qualitative method from the main data source 现代汉语词典 Xiàndài Hànyǔ Cídiǎn (Contemporary Chinese Dictionary). The collected data are 16 meanings of lexeme 发 fā and 24 compound words or phrases that contain lexeme 发 fā. The result of the analysis found that the common component that links all the meanings of lexeme 发 fā are [+action] [+change of state]. 24 compound words or phrases are also classified based on the contribution of one of the lexeme 发 fā’s 16 meanings. This study also found that the meaning of lexeme 发 fā is retained in every compound word/phrase that contains lexeme 发 fā.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adityarini Kusumaningtyas
Abstrak :
Kosakata musik di dalam bahasa Indonesia selain digunakan untuk mendeskripsikan musik juga digunakan untuk mengungkapkan berbagai konsep nonmusik. Itu berarti kosakata musik berpotensi untuk menempati ranah sumber di dalam pemetaan metafora. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kosakata musik sebagai ranah sumber ungkapan metaforis di dalam bahasa Indonesia serta menjelaskan keterkaitan makna antara ranah sumber dan ranah sasaran. Penelitian ini menggunakan ancangan kualitatif. Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui korpus bahasa Indonesia Sketch Engine. Data penelitian berupa kalimat-kalimat berbahasa Indonesia yang memuat kata nada, melodi, harmoni, dan dinamika untuk membicarakan segala sesuatu di luar bidang musik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa musik yang di dalam musikologi cenderung diteliti sebagai ranah target, ditinjau dari sudut pandang Linguistik ternyata juga dapat menjadi ranah sumber sehingga memunculkan makna polisemi pada kata nada, harmoni, dan dinamika. Dalam proses pengembangan makna itu, metafora berperan sebagai perangkat kognitif yang menghubungkan ranah sumber musik dengan ranah targetnya.
In Indonesian, music vocabulary is not only used to describe music but also use to express various no musical concepts. That means music vocabulary has the potential to occupy the source domain in metaphorical mapping. The study aims to describe the vocabulary of music as the sources domain of metaphorical expressions in Indonesian and to explain the relation of metaphorical meanings to the music field. The study was qualitative research. The data ollection of the study was conducted by the Indonesian corpus through the Sketch Engine. The data was Indonesian sentences having the vocabulary of nada, melodi, harmoni, and dinamika in which the concexts of sentences were used to talk about anything in not music field. The result of this study show that music in the field of Musichology tends to be studied as a target domain, in Linguistic perspective it can also be a source for the development of polisemic meaning in nada, harmoni, and dinamika. In the process of developing meaning, metaphor acts as a cognitive device that connect the source and target domains.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T54973
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hyunisa Rahmanadia
Abstrak :
Skripsi ini membahas salah satu faktor pembuat kelucuan dalam humor verbal, yaitu ambiguitas makna. Objek dalam penelitian ini adalah humor verbal berbahasa Rusia. Data yang dianalisis dalam penelitian ini bersumber dari koran /komsomolskaja pravda/ selama bulan Januari 2010. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pemaparan mengenai jenis-jenis ambiguitas makna yang digunakan untuk membuat kelucuan dalam humor verbal berbahasa Rusia. Terdapat 4 jenis ambiguitas makna yang dipaparkan dalam penelitian ini yaitu ambiguitas fonetik, ambiguitas gramatikal, ambiguitas leksikal (homonim dan polisemi) dan ambiguitas kalimat. ......The Focus of this study is to elaborate one of the triggering factors of verbal humor, which is the ambiguity of meaning. Object of this research is verbal humor in Russian language. Analysis data in this study originated from the newspaper /Komsomolskaja Pravda/ during the month of January 2010. This research is a qualitative exposition of the kinds of ambiguity of meaning that is used to create humor, mainly verbal humor in Russian language. There are four types of ambiguity explained in this research; phonetically ambiguity, grammatical ambiguity, lexical ambiguity (homonymy and polysemy) and the ambiguity of sentences.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S14948
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library