Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Handoko
Abstrak :
ABSTRAK Latar belakang: Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Penyakit komorbid pada PPOK berkontribusi terhadap rendahnya status kesehatan, mempengaruhi lama perawatan bahkan kematian. Osteoporosis merupakan komorbid yang cukup sering ditemukan pada PPOK. Di Indonesia khususnya di RSUP Persahabatan belum ada data prevalens osteoporosis pasien PPOK stabil. Objektif: Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan angka prevalens osteoporosis pada pasien PPOK stabil di RSUP Persahabatan Jakarta. Metode: Disain penelitian ini adalah potong lintang. Pasien PPOK stabil yang berkunjung di poliklinik Asma/PPOK RSUP Persahabatan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subjek diperiksa densitas mineral tulang menggunakan dual energy x-ray absorptiometry (DXA) dan diperiksa kadar vitamin D darah. Saat pasien berkunjung, dilakukan anamnesis gejala, eksaserbasi, riwayat merokok, penggunaan kortikosteroid (oral atau inhalasi), komorbid, penilaian status gizi. Selanjutnya dilakukan analisis dengan uji statistik. Hasil: Subjek terbanyak adalah laki-laki (90,6%) dengan kelompok usia 65-75 tahun (53,1%), riwayat merokok terbanyak (84,4%). Berdasarkan derajat PPOK terbanyak adalah GOLD II (46,9%) dan grup B (50%) dengan menggunakan kortikosteroid sebanyak (65,7%). Pada penelitian ini didapatkan prevalens osteoporosis sebesar 37,5%, artinya lebih dari sepertiga pasien mengalami osteoporosis. Dalam Penelitian ini tidak terdapat hubungan bermakna secara statistik antara grup PPOK, derajat PPOK, jenis kelamin, riwayat merokok, riwayat kortikosteroid, usia, kadar 25-OHD, faal paru dengan terjadinya osteoporosis pada pasien PPOK stabil (p>0,05). Pada penelitian ini didapatkan hubungan bermakna pada IMT yang rendah sebagai faktor risiko osteoporosis pada PPOK stabil (p<0,001). Kesimpulan: Prevalens osteoporosis pada pasien PPOK stabil di RSUP Persahabatan Jakarta adalah 37,5%. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara IMT dengan osteoporosis pada pasien PPOK stabil (p<0,001).
ABSTRACT Background: Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is a major cause of morbidity and mortality in the world. Comorbid diseases in COPD contributing to low health status, affecting the duration of treatment and even death. Osteoporosis is a quite often comorbid that found in COPD. In Indonesia, particularly in Persahabatan Hospital there are no data of prevalence on osteoporosis in patient with stable COPD. Objective: The purpose of this research is to get the prevalence?s data of osteoporosis in patients with stable COPD at Persahabatan Hospital-Jakarta. Method: The studie?s design was cross-sectional. Patients with stable COPD who came to the Asthma/COPD policlinic at Persahabatan Hospital-Jakarta who meet the criteria of inclusion and exclusion. Subjects had an examined of bone mineral density using dual energy x-ray absorptiometry (DXA) and had an examined of vitamin D blood level. At the time of visit, conducted anamnesis of symptoms, exacerbations, history of smoking, used of corticosteroid (oral or inhaled), comorbid, assessment of nutritional status. Then we did statistical test for analysis. Results: Subjects were dominated with male (90.6%) in the age group 65-75 years old (53.1%), and smoking history (84.4%). The most degree of COPD of the subject were GOLD II (46.9%) and group B (50%) that using corticosteroid (65.7%). In this study we found prevalence of osteoporosis was 37.5%, meaning that approximately more than one third of the patients have had osteoporosis. There were no statistically significant relationship between COPD group, the degree of COPD, sex, smoking history, history of corticosteroid, age, levels of 25-OHD, pulmonary function with the occurrence of osteoporosis in patients with stable COPD (p>0.05). We found a significant relationship on low BMI as a risk factor for osteoporosis in stable COPD (p<0.001). Conclusion: The prevalence of osteoporosis in patients with stable COPD in Persahabatan Hospital-Jakarta is 37.5%. There are a statistically significant relationship between BMI with osteoporosis in patients with stable COPD (p <0.001).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Nina Rosrita
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang : Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini mempunyai beberapa komorbid seperti osteoporosis, gagal jantung, diabetes dan depresi. Depresi merupakan gangguan emosional yang sering terjadi pada penderita PPOK dan makin menurunkan kualitas hidup penderita namun sering tidak terdiagnosis di pelayanan kesehatan. Objektif : Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan angka prevalens depresi pada pasien PPOK stabil di RSUP Persahabatan Jakarta dan hubungannya dengan kualitas hidup. Metode : Desain penelitian ini adalah potong lintang. Pasien PPOK stabil berkunjung ke poliklinik Asma/PPOK RSUP Persahabatan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subjek dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis dan spirometri untuk memastikan diagnosis PPOK dan pembagian grup dilanjutkan dengan wawancara menggunakan MINI ICD 10 (Mini International Neuropsychiatric Interview - International Classification of Disease 10) kemudian dilakukan analisis statistik. Hasil : Subjek terbanyak adalah laki-laki (92,9%) dengan kelompok usia > 65 tahun (48,9%). Jumlah depresi adalah 27 orang dari total 141 subjek dengan prevalens 19,1%. Penelitian ini mendapatkan bahwa nilai CAT sedang berat (≥ 10) mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah dan berisiko 14 kali terjadi depresi dibanding CAT ringan (p<0,001). Penelitian ini mendapatkan hubungan bermakna pada grup PPOK yang dibagi berdasarkan gejala (p<0,001), penderita PPOK yang depresi dengan status terpajan rokok (p<0,007) dan indeks Brinkmann (p<0,026) namun tidak pada grup PPOK yang dibagi berdasarkan risiko (p>0,799) dan hambatan aliran udara yang diukur dengan spirometri. Kesimpulan : Prevalens depresi pada pasien PPOK stabil di RSUP Persahabatan Jakarta adalah 19,1%. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara kualitas hidup dengan depresi pada pasien PPOK stabil, grup PPOK yang dibagi berdasarkan gejala dalam meningkatkan risiko depresi, status merokok dan indeks Brinkmann, tidak ditemukan hubungan grup PPOK yang dibagi berdasarkan risiko dan hambatan aliran udara yang dinilai dengan spirometri.ABSTRACT Background : Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is a major cause of morbidity and mortality in the world. This diesease is one the main diseases problem in Indonesia. It can cause comorbid such as osteoporosis, heart failure, diabetes and depression. Depression is a common comorbid affecting COPD patients that influence quality of life but unfortunatelly this comorbid often mis or underdiagnosed. Objective : The purpose of this study is to get the prevalence of depression in stable COPD patients in Persahabatan Hospital Jakarta and its relation to the quality of life. Methods : The study design was cross-sectional. Stable COPD patients who visited the Asthma/COPD clinic in Persahabatan Hospitals Jakarta who met the inclusion and exclusion criteria. Subjects were asked for history of disease, physical examination and spirometry then underwent MINI ICD 10. Results : Most subjects were male (92,9%), in the age group > 65 years (48,9%). Prevalence of depression was 19,1%. Subjects with moderate-high CAT (≥ 10) has lower quality of life compared to subjects with mild CAT (< 10) and 14 times higher risk in having depression (p<0,001). In this study there was statistically significant relationship in COPD group that divided by symptomps (p<0,001) in causing depression, smoking status (p<0.007) and Brinkmann index (p<0,026). This study also suggests that there is no statistically relationship in COPD group that divided by risk (p>0,799) and airflow limitation that measured by spirometry (p>1,000). Conclusion : The prevalence of depression in stable COPD patients in Persahabatan Hospital Jakarta is 19.1%. There is statistically significant relationship between quality of life with depression in stable COPD patients, COPD group that is divided by symptomps in causing depression, smoking status and Brinkmann index, there is no statistically significant relationship in COPD grup that is divided by risk and airflow limitation.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
Sp-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Hepatitis B virus (HBV) infection is one of main didease that infects human kind and consitutes a serious health problem in community. As a consequency of their job ,health personel have gained higher risk to HBV infection....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Duangnate Pipatsatitpong
Abstrak :
ABSTRACT
This study was to determine albuminuria prevalence and risk associations of albuminuria in people who lived in Klong Luang community. This cross-sectional study was conducted in Klong Luang community, Pathum Thani province, Thailand. The mid-stream urine and blood samples were collected from all participants for albuminuria testing with urine strip and blood urea nitrogen and creatinine analysis, respectively. Binary logistic regression was used for risk association analysis. Among 239 participants enrolled, 32 (13.4%) subjects had albuminuria. Creatinine was a significantly independent risk association for albuminuria (p<0.045, α=0.05). Participants who lived in this community were 13.4% albuminuria prevalence and creatinine was an independent risk association for albuminuria. Thus, Primary Health Care Services should follow up subjects with albuminuria and provide health education program to the Klong Luang community.
Pathum Thani: Thammasat University, 2017
607 STA 22:4 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Budhy Djayanto
Abstrak :
ABSTRAK
Asma telah dikenal sejak zaman Hipocrates (abad ke- 4-5 . SM). Pada saat itu sampai ditemukannya IgE sekitar 20 tahun yang lalu diagnosis asma terutama didasarkan pada timbulnya gejala klinis misalnya sesak dan mengi. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang kedokteran, beberapa hal yang belum diketahui tentang timbulnya asma dan timbulnya serangan asma mulai tersingkap; antara lain aspek fisiologis, aspek patologis, aspek imunologis dan aspek psikologis (Wirjodiardjo, 1990).

Asma merupakan penyakit kronik yang tersering dijumpai pada anak. Penyakit asma dapat mudah dikenal bila ditemukan gejala yang berat misalnya serangan batuk dengan mengi setelah latihan berat atau timbul waktu udara dingin. Kadang-kadang dapat juga ditemukan gejala yang ringan seperti batuk kronik dan berulang tanpa mengi yang dapat menyulitkan dokter, pasien atau keluarga pasien. Gambaran klinik dan perjalanan penyakit asma berbeda pada bayi, anak kecil dan anak yang lebih besar sesuai pertambahan usia (Rahajoe H. H., 1983).

Asma dapat mempengaruhi tumbuh kembang seorang anak. Asma yang merupakan penyakit kronik juga dapat memberikan masalah biologis, psikologis dan sosial pada penderita maupun keluarganya bila tidak ditanggulangi secara komprehensif antara penderita; orangtua; saudara kandung; dokter dan guru pada anak yang sudah sekolah (Steinhauer, 1974; Sudjarwo dan Suiaryo, 1990).

Dampak negatif asma yang utama pada anak sekolah adalah terganggunya pelajaran di sekolah. Di Amerika Serikat, sepertiga dari waktu absen di sekolah disebabkan oleh asma (Godfrey, 1983 b). Besar kecilnya angka absensi ini akan menjadi salah satu faktor yang menentukan intensitas gangguan terhadap tumbuh kembangnya dikemudian hari. Asma dapat timbul pada setiap umur, tetapi biasanya jarang timbul pada bulan-bulan pertama kehidupan. Delapan puluh persen asma pada anak mulai timbul pada usia di bawah 5 tahun (Blair,1977; Godfrey, - 1983 b).

Asma sangat erat hubungannya dengan hiperreaktivitas saluran nafas, hal ini dikemukakan oleh Boushey dkk (1980), Rahajoe dkk (1988), Gerritsen (1989) dan Pattemore dkk (1990).

Faktor alergi berperan pada asma anak. Sekitar 2/3 dari seluruh anak dengan asma mempunyai dasar alergi (Carlsen dkk, 1984). Bahkan menurut HcNicol dan Williams (1973), jika semua anak dengan asma diteliti sepanjang usianya; maka akan didapat bukti adanya faktor alergi yang berperan. Faktor alergi pada asma menyebabkan berbagai reaksi immunologik dengan hasil akhir berupa gejala asma. Keadaan atopi lebih banyak dijumpai pada penderita asma dan keluarganya dibanding kelompok kontrol (tidak asma). Asma juga lebih sering ditemukan pada keluarga penderita asma dibanding kelompok kontrol (Si.bbald dkk, 1980; Zimmerman dkk, 1988)
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhira Aurynna Azzahra
Abstrak :
Latar Belakang: Karsinoma sel skuamosa mulut (OSCC) merupakan jenis neoplasma ganas rongga mulut yang paling banyak ditemukan. Penyakit ini bersifat multifaktorial namun faktor risiko utama perkembangan kanker adalah kebiasaan gaya hidup, dan keterlibatan bakteri saat ini sedang meningkat untuk dipelajari. Bakteri Veillonella merupakan bagian dari mikrobiota mulut komensal pasien sehat yang berperan sebagai kolonisasi awal dan penghubung. Hal ini berperan dalam perlekatan Streptococcus mutans dan Porphyromonas gingivalis, sebagai salah satu bakteri yang berhubungan dengan kanker mulut. Meski perannya dalam menjembatani penjajah sudah banyak diketahui namun Veillonella masih minim penelitian mengenai keterlibatannya dalam OSCC. Tujuan: Untuk meninjau hubungan prevalensi Veillonella dan perannya terhadap pengembangan OSCC. Metode: Penelitian ini mengikuti pedoman Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analysis (PRISMA). Pengumpulan data penelitian disesuaikan dengan beberapa database elektronik: PubMed dan SCOPUS, dengan kata kunci pilihan dan kriteria inklusi terdiri dari jurnal berbahasa Inggris, tersedia full text, dalam jangka waktu 10 tahun dan harus berupa penelitian atau artikel asli. Hasil: Tinjauan terhadap sembilan jurnal mengungkapkan korelasi terbalik antara kelimpahan Veillonella dan perkembangan karsinoma sel skuamosa mulut (OSCC). Veillonella sebagian besar terdapat pada individu yang sehat, menunjukkan peningkatan keberadaannya selama tahap pra-ganas dan berkurang pada OSCC yang semakin lanjut. Kesimpulan: Sebagian besar literatur menyatakan bahwa Veillonella berbanding terbalik dengan perkembangan OSCC. Hal ini menunjukkan potensi peran Veillonella dalam deteksi dini OSCC dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut. ......Background: Oral squamous cell carcinoma (OSCC) is the most common type of malignant neoplasm of the oral cavity. It is multifactorial but the main risk factors for cancer development is lifestyle habit, and bacterial involvement is currently on the rise to be studied. Veillonella bacteria is a part of commensal oral microbiota of the healthy patient act as the early and bridging colonizer. It plays role in the adhesion of Streptococcus mutans and Porphyromonas gingivalis, as one of the bacteria that have association with oral cancer. Although their role in bridging colonizer is widely known yet Veillonella still lack of studies about its involvement in OSCC. Aim: To review the relationship of the Veillonella prevalence and its role to OSCC development. Methods: The research is following the guideline of Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analysis (PRISMA). Data collection of the research is adapted to several electronic databases: PubMed and SCOPUS, with the selected keywords and inclusion criteria which consist of journals using English language, full text available, within 10 years and must be research or original article. Result: A review of nine journals reveals an inverse correlation between Veillonella abundance and oral squamous cell carcinoma (OSCC) progression. Veillonella is predominantly present in healthy individuals, exhibiting increased presence during the pre-malignant stage and diminishing with progressively advanced OSCC. Conclusion: As majority of the literature stated that Veillonella was inversely corresponding with the progression of OSCC. This suggests a potential role for Veillonella in early OSCC detection and warrants further investigation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarimonitha Munadzilah
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Prevalens malabsorpsi laktosa bervariasi tergantung daerah geografis. Di Indonesia, prevalens pada usia 3-5 tahun turun dari 72 di tahun 1971 menjadi 21,3 di tahun 1997 dan pada usia 6-12 tahun sebesar 58 . Pajanan rutin terhadap susu dan produknya dipercaya menimbulkan respons adaptif dan merubah prevalens. Tujuan: Mengetahui perubahan prevalens malabsorpsi laktosa pada usia 3-12 tahun dalam 50 tahun terakhir serta pengaruh pajanan susu dan produknya terhadap prevalens malabsorpsi laktosa. Metode: Desain potong lintang pada 174 anak usia 3-12 tahun. Dilakukan anamnesis mengenai kebiasaan konsumsi susu dan produknya serta pemeriksaan uji napas hidrogen. Hasil: Prevalens pada usia 3-5 tahun adalah 20,8 dan usia 6-12 tahun adalah 35,3 . Prevalens pada usia 3-5 tahun tidak berhubungan dengan kebiasaan minum susu p=1, ABSTRACT
Background: Prevalence of lactose malabsorption LM varies. In Indonesia, prevalence in children aged 3-5 years decreased from 72 in 1971 to 21.3 in 1997 and 58 at age 6-12 years. Routine exposure to milk and dairy products is believed to lead to an adaptive response and changes the prevalence. Aim: To know the change of LM prevalence rsquo;s in aged 3-12 years in the last 50 years and the effect of milk and dairy product exposure. Method: Cross-sectional design. 174 healthy children aged 3-12 years old were undergone hydrogen breath test and interviewed. Result: Prevalence LM at aged 3-5 years was 20.8 and 35.3 at 6-12 years. In group 3-5 years, no association between prevalence and milk consumption habits p=1, p
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Fahrial Syam
Abstrak :
Background: Based on our knowledge, the study of gastrointestinal reflux disease (GERD) among certain profession has never been conducted. The aim of this study is to determine the prevalence and risk factors of GERD among Indonesian doctors. Methods: A consecutive study involving 515 doctors was conducted in October 2015.The GerdQ score was used to the diagnosis of GERD and determined its impact on daily life. All possible risk factors were also analyzed. Results: A total of 515 subjects completed the questionnaire. The mean age of them was 41.37±11.92 years old. Fifty-five percent of them were male and 60.6% general practitioners. The prevalence of GERD was 27.4% of which 21.0% was had GERD with low impact on daily life, and 6.4% was GERD with high impact on daily life. The statistically significant risk factors of GERD was found in age >50 y.o (p = 0.002; OR 2.054), BMI >30kg/m2 (p = 0.016; OR 2.53), and smokers (p = 0.031; OR 1.982). Sex and education level were not found significant statistically as the risk factors of GERD. Conclusions: The prevalence of GERD among Indonesian physician was 27.4%. We found that age over 50 y.o, obesity and smoking habit were the risk factors of GERD in Indonesian doctors.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Fahrial Syam
Abstrak :
Based on our knowledge, the study of gastrointestinal reflux disease (GERD) among certain profession has never been conducted. The aim of this study is to determine the prevalence and risk factors of GERD among Indonesian doctors. Methods: A consecutive study involving 515 doctors was conducted in October 2015.The GerdQ score was used to the diagnosis of GERD and determined its impact on daily life. All possible risk factors were also analyzed. Results: A total of 515 subjects completed the questionnaire. The mean age of them was 41.37±11.92 years old. Fifty-five percent of them were male and 60.6% general practitioners. The prevalence of GERD was 27.4% of which 21.0% was had GERD with low impact on daily life, and 6.4% was GERD with high impact on daily life. The statistically significant risk factors of GERD was found in age >50 y.o (p = 0.002; OR 2.054), BMI >30kg/m2 (p = 0.016; OR 2.53), and smokers (p = 0.031; OR 1.982). Sex and education level were not found significant statistically as the risk factors of GERD. Conclusions: The prevalence of GERD among Indonesian physician was 27.4%. We found that age over 50 y.o, obesity and smoking habit were the risk factors of GERD in Indonesian doctors.
2016
Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jerry Nasarudin
Abstrak :
Pasien HIV berisiko 20-37 kali lipat terinfeksi TB dan TB merupakan penyebab kematian tertinggi pada HIV. Resistensi OAT menjadi masalah utama pengobatan TB pada pasien HIV yang menyebabkan peningkatan mortalitas dan biaya. Rifampisin merupakan OAT utama sehingga perlu diketahui prevalensi resistensi rifampisin dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada pasien TB-HIV. Tujuan: Mengetahui prevalensi resistensi rifampisin pada pasien TB-HIV dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Metode: Studi potong lintang terhadap 196 pasien TB-HIV yang menjalani pemeriksaan Xpert MTB-RIF di poli pelayanan terpadu HIV RSUPN-CM selama tahun 2012-2015. Analisa bivariat untuk mengetahui hubungan faktor-faktor terkait dengan kejadian resistensi rifampisin. Analisa multivariat menggunakan uji regresi logistik. Hasil: Didapatkan prevalensi resistensi rifampisin sebesar 13,8%. Usia, jenis kelamin, riwayat penggunaan ARV, dan TB ekstraparu tidak berhubungan dengan kejadian resistensi rifampisin pada pasien TB-HIV. Jumlah CD4<100 memiliki hubungan dengan kejadian resistensi rifampisin (OR 2,57; 95% IK 0,99-6,69), namun secara statistik tidak bermakna. Riwayat pengobatan TB memiliki hubungan signifikan dengan kejadian resistensi rifampisin (OR 3,98; 95% IK 1,68-9,44). Simpulan: Prevalensi resistensi rifampisin TB-HIV di RSUPN-CM sebesar 13,8%. Riwayat TB memiliki hubungan signifikan dengan kejadian resistensi rifampisin pada pasien TB-HIV.
Jakarta: Departement of Internal Medicine. Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-JCHEST 3:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>