Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sonny Nova Saputra
Abstrak :

Reliquefaction adalah salah satu sistem yang paling penting dalam proses cryogenic dari propana plant yang berfungsi untuk meminimalkan BOG (Boil Off Gas) pada tangki propana. Sistem Reliquefaction di plant propana mencairkan BOG kembali ke fase cair. Propana dan butana cair dicampur untuk membentuk LPG mixed. BOG menyebabkan kerugian propana yang besar jika tidak ditangani dengan benar. BOG terjadi karena peningkatan alami dari suhu propana, yang biasanya pada suhu -42oC di dalam tangki dan menyebabkan perubahan fase dari cair ke gas disertai dengan peningkatan tekanan di tangki propana. Saat ini, terdapat penurunan Coefficient of Performance (CoP) dari siklus reliquefaction propana dari 2,16 menjadi 1,90 diduga terjadi karena penurunan compressor blade performance. Usaha yang dilakukan adalah mencoba untuk mengurangi kerja kompresor dengan mengurangi suhu refrigerant keluar kompresor dengan memanfaatkan air laut dengan suhu 17oC yang keluar dari alat penukar panas (heat exchanger) HE-540 yang berfungsi memanaskan propana cair dengan aliran air laut untuk menggantikan aliran air laut kondisi existing yang bersuhu 30oC. Pekerjaan optimisasi telah dilakukan pada unit pendingin keluar kompresor yang melibatkan berbagai fluks panas dan luas permukaan perpindahan panas yang mempengaruhi biaya investasi. Optimalisasi menghasilkan penurunan kerja kompresor dari 213,04 menjadi 179,92 kJ / kg dan memulihkan CoP pada siklus reliquefaction menjadi 2,16.


Reliquefaction is one of the most important systems in the cryogenic process of a propane plant which functions to minimize BOG (Boil Off Gas) on propane tanks. The reliquefaction plant in a propane plant liquefies BOG back to liquid phase. Cold liquids of propane and butane from a butane plant are mixed to form LPG. BOG causes large propane loss if not handled properly. BOG occurs due to a natural increase in propane temperature, which is normally at -42oC, in the tank and causes a phase change from liquid to gas accompanied by an increase in pressure in the propane tank. At present, there is a decrease in coefficient of performance (CoP) of the propane reliquefaction cycle from 2.16 to 1.90 suspected to occur due to slight deterioration of compressor blade performance.  The present work attempts to reduce the compressor work by reducing the refrigerant temperature in the compressor exit cooler by utilizing cold seawater of 17oC exiting a heat exchanger between cold liquid propane and seawater streams to replace seawater stream of 30oC. Optimization work has been conducted on the compressor exit cooler unit involving varying heat flux and heat transfer surface area affecting the investment cost. The optimization results in decrease in the compressor work from 213.04 to 179.92 kJ/kg and recover CoP of the reliquefaction cycle to 2.16.

2019
T53216
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Warsito
Abstrak :
Penelitian fenomena nyala api dari aspek temperatur sangat diperlukan untuk keperluan aplikasinya. Berdasarkan distribusi temperatur nyala api pembakaran maka dapat diketahui temperatur nyala api pada jarak tertentu. Hal ini sangat bermanfaat dalam perancangan burner sehingga pemanfaatan nyala api sebagai basil pembakaran dapat lebih optimal. Pada tesis ini telah dilakukan pengukuran temperatur maksimum nyala api dengan mempergunakan 3 alat ukur yakni 2 alat ukur dengan metode non kontak yakni Infra view dan infra red thermography. Alat ukur yang ketiga adalah termokopel type K. Nyala api yang diukur adalah nyala api dari gas propana pembakaran difusi dengan variasi sudut sembur udara. nyala api pembakaran non difusi dengan variasi panjang tabung burner dan diameter tabung burner. Hasil pengukuran temperature maksimum nyala api pembakaran difusi menunjukkan bahwa, variasi sudut sembur sangat berpengaruh terhadap besarnya temperatur maksimum nyala api. Sedangkan basil pengukuran temperature maksimum nyala api pada pembakaran non difusi diperoleh bahwa semakin panjang ukuran tabung burner akan menghasilkan pembakaran dengan temperatur maksimal yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tabung yang lebih pendek. Demikian pula dengan diameter tabung, temperature maksimum nyala api meningkat dengan kenaikan diameter tabung.
Research on flame phenomenon derived from temperature is rely significant .for the combustion application. Based on flame temperature distribution, temperature on the certain point can be determined Information of this temperature will be very useful for designing a burner in order to optimize the application offlame temperature. Measurement of maximum flame temperature using 3 different appurutu.s have been done on this thesis. 2 of them used non contact methods which are infra view and infra red thermography and the other used type K thermocouple. These measurement have been used for measuring propane diffusion with the variation of air jet angle and non diffusion flame with the variation of length and inside diameter of burner. The result of experiment on diffusion flame showed that spray angle variations hardly having an effect on to level of flame maximum temperature. The result of experiment on non diffusion flame showed that longer burner would raise maximum flame temperature. It is the same as inside diameter of burner that would increase the maximum flame temperature.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T24417
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hamdan Hartono Alif
Abstrak :
Kebutuhan panjang pendeknya nyala api tergantung penerapan proses pembakaran yang akan digunakan. Penelitian penggunaan ring stabilizer pada pembakaran gas menghasilkan perubahan panjang nyala api. Perubahan tersebut terjadi akibat adanya zona resirkulasi yang merubah kecepatan gas-gas yang tidak terbakar serta arah dari gerakan partikel. Fenomena nyala api lift up yang terjadi pada Bunsen burner juga menggunakan ring yang dipasang di atas bare!. Nyala akan duduk tepat diatas ring setelah terjadi lift up. Panjang nyala api lift-up diteliti untuk menjajagi penerapan fenomena flame lift up. Panjang nyala api lift-up adalah jarak terjauh dari nyala tepat di ring ke ujung nyala. Pengukuran panjang nyala api lift up dilakukan menurnakan mistar baja dan kamera digital Digimax A40 Samsung. Bunsen burner yang digunakan pada percobaan ini mempunyai diameter bare! 14 mm dan tinggi 38 mm dengan bahan bakar adalah gas propana Pengukuran tinggi nyala ring yang digunakan adalah AISI 304 dengan ukuran bervariasi dengan diameter dalam masing-masing 7 mm, 10 mm dan 14 mm sedangkan diameter luarnya 30 mm dan tebal 5mm. Pengaruh burning load, Air Fuel Ratio (AFR), posisi dan diameter dalam ring terhadap panjang nyala api lift up telah diteliti. Panjang nyala api lift-up meningkat seiring dengan kenaikan burning load. Sedangkan kenaikan AFR menurunkan panjang nyala api lift-up. Posisi dan diameter dalam ring diprediksi mempunyai penganih yang tidak linier terhadap panjang nyala. Analisa keseluruhan data basil percobaan juga dilakukan untuk memperoleh prediksi persamaan empiris hubungan antara panjang nyala api lift up dengan fraksi massa bahan bakar, Bilangan Froude, Bilangan Lewis dan rasio posisi ring terhadap diameter dalam ring.
The need for flame length is depend on the combustion application. Research of ring stabilizer on gas combustion resulted in flame length changes. This alteration is due to recirculation zon that change the velocity and particle direction. Flame lift-up phenomenon that appeared on Bunsen burner also used a ring that incorporated above the barrel. Flame would sit on the ring after lift-up. Flame length of flame lift-up have been investigated to consider the application of this phenomenon. Flame length of flame lift-up define as the longest distance from the base flame on the ring to the flame tip. Measurement of flame length was carried out using a steel ruler and image that captured by a Digimax A40 camera. Bunsen burner in this experiment was 14 mm inside diameter and 38 mm height with propane as the fuel. Ring made of steel AISI 304 with outside diameter of 30 mm, width of 5 mm and inside diameter of 7 mm, 10 mm dan 14 mm respectively is used. The influenced of burning load, Air Fuel Ratio (AFR), position and inside diameter of ring have been analysed. Flame length increase proportionally to the burning load. On the contrary, flame length decreased as the increasing of AFR. Position and inside diameter of ring has a non linier corelation to the flame length. Correlation of mass fraction of fuel, Frond Number, Lewis Number and ratio of position to inside diameter of ring have been derived from the whole data.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T24413
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shilka Miladian Tinas
Abstrak :
Pemodelan Kinetika Oksidasi dan Pembakaran Campuran Dimetil Eter (DME)-Propana dilakukan untuk mempelajari karakteristik pembakaran bahan bakar campuran DME dan propana (C3H8). Model kinetika oksidasi dan pembakaran campuran DME-propana terdiri dari 295 spesies dan 1584 reaksi elementer. Validasi model kinetika yang dikembangkan pada penelitian ini telah dilakukan menggunakan data percobaan waktu tunda ignisi yang dilakukan oleh Erjiang Hu dkk. Model kinetika yang dikembangkan memberikan kesesuaian yang baik terhadap data percobaan. Simulasi menggunakan model kinetika untuk mendapatkan profil waktu tunda ignisi dilakukan pada tekanan 2, 10, 40 bar; temperatur 550-1500K; rasio ekivalensi 0,5-2 dan komposisi DME 0-100%. Hasil simulasi menunjukkan meningkatnya tekanan, waktu tunda ignisi akan semakin cepat, hal ini berlaku untuk semua rasio ekivalensi dan komposisi DME. Pengaruh penambahan DME pada waktu tunda ignisi campuran DME-propana sensitif terhadap konsentrasi bahan bakar. Semakin besar komposisi DME dalam campuran, waktu tunda ignisi semakin cepat. Waktu tunda ignisi campuran DMEpropana pada daerah temperatur 550-1000K menunjukkan adanya daerah NTC (Negative Temperature Coefficient) yaitu daerah dimana temperatur meningkat, laju reaksi oksidasi dan pembakaran menurun memperlambat terjadinya ignisi. Pengaruh rasio ekivalensi terhadap waktu tunda ignisi campuran DME-propana cukup besar pada daerah NTC. Pada temperatur dibawah dan diatas daerah NTC, pengaruh rasio ekivalensi terhadap waktu tunda ignisi sangat kecil.
Kinetic modeling of the oxidation and combustion of Dimethyl Ether (DME)-Propane mixtures is conducted to study the combustion characteristic of the fuel mixture of DME and propane (C3H8). Kinetic model of the oxidation and combustion of DME-propane mixture consists of 295 species and 1548 elementary reaction. Validation of kinetic model developed in this study has been carried out using the experimental data of ignition delay time by Erjiang Hu et.al. Kinetic model developed provides good agreement to the experimental data. The simulation using kinetic model to produce ignition delay time profile conducted at pressure 2, 20, 40 bar; temperature 550-1500K; equivalence ratio 0,5-2 and DME blending ratio 0-100%. The result shows that with the increase of pressure, ignition delay time decrease for all equivalence ratio and DME blending ratio. The effect of DME addition on ignition delay time of DME-propane mixtures is sensitive on the fuel concentration. Increasing DME blending ratio, the faster the ignition delay time. Ignition delay time DME-propane mixtures at temperature 550-1000K show the NTC (Negative Temperature Coefficient) region, which the increasing of temperature, the rate of oxidation and combustion reaction decrease, inhibit the ignition. Effect of equivalence ratio on ignition delay time DMEpropane mixtures is quite large in NTC region. At temperature below and above the NTC region, the effect of equivalence ratio on ignition delay time is small.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T41774
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parinduri, Wilda Yuni
Abstrak :
ABSTRAK
Minyak nabati yang diproses dengan Hydrotreating pada sebuah PT. X menghasilkan yield produk HBD (Hydrotreated Biodiesel) sebesar 84,47%wt dengan produk samping 7,66% wt Propana, 0,44% wt Metana, 0,08% wt H2O, 0,39% wt CO, 1,53% wt CO2 dan 1,18% wt H2S. Gas propane memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar gas di industri maupun menjadi LPG. Perlu adanya kajian ekonomi lebih lanjut untuk melihat optimasi dari pemanfaatan produk samping tersebut. Produk samping yang dihasilkan memiliki kandungan gas asam yang tinggi. Simulasi UNISIM diperlukan untuk menghitung desain produksi AGRU, Dehidrasi dan Fraksionator. Penelitian ini menghasilkan 1,774 MMSCFD produk gas propana yang masih mengandung metana dan nilai Internal Rate of Return (IRR) sebesar 28,19% dengan nilai Net Present Value (NPV) Rp. 2,66 trilyun.
ABSTRACT
Hydrotreating processed vegetable oils on PT. X produce HBD (Hydrotreated Biodiesel) yield of 84.47%wt with gas byproduct 7.66% wt Propane, 0.44% wt, Methane, 0.08% wt H2O, 0.39% wt CO, 1.53% wt CO2 and 1.18% wt H2S. Propane gas has great potential to be used as a gas fuel in the industry and becomes LPG. Need study to see to optimize the use of the product. The byproducts produced have a high acid gas content. UNISIM simulations are required to calculate AGRU, Dehydration and Fractionator production designs. This research yield 1,774 MMSCFD propane gas product which still contain methane and Internal Rate of Return value (IRR) 28,19% with Net Present Value (NPV) value Rp. 2,66 trillion.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T50390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Zonster Maurits
Abstrak :
Etilena dan propilena merupakan bahan baku yang panting bagi industri petrokimia. Kedua produk ini dihasilkan dari pirolisis terhadap nafta ataupun heavy gas oil. Kelemahan dari pirolisis terhadap nafta atau heavy gas oil adalah kecilnya yield dari etilena dan propilena yang diperoleh, serta banyaknya produk samping lain yang dihasilkan. Salah satu cara yang cukup potensial adalah dengan mengganti umpan dengan etana dan propana. Dalam tulisan ini disusun model-model persamaan matematis dalam bentuk persamaan diferensial biasa orde satu yang menggambarkan keadaan nyata proses pirolisis terhadap etana dan propana secara simultan. Model matematis yang terbentuk tersusun atas 10 persamaan neraca massa, 1 persamaan neraca energi dan 1 persamaan neraca momentum. Model matematis ini diselesaikan dengan teknik numeris yaitu metode Runge-Kutta-Gill. Untuk mendapatkan kondisi operasi yang sesuai, maka dilakukan variasi pengujian terhadap beberapa variabel masukan (dalam model persamaannya) seperti suhu, tekanan, laju umpan, komposisi umpan dan rasio steam terhadap umpan. Hasil simulasi yang diperoleh menunjukkan bahwa konversi etana dan propana naik apabila terjadi kenaikan suhu, begitu pula bila tekanan Kenaikan konversi etana dan propana memiliki nilai optimum, akan tetapi konversi yang lebih tinggi akan menghasilkan kuantitas produk samping yang lebih banyak. Selain itu, perubahan komposisi propana sampai sebesar 50% dalam umpan etana tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap yield etilena. Contoh hasil kondisi operasi yang cukup menarik adalah apabila laju umpan sebesar 0,80 kg/kg, rasio steam terhadap umpan 0,8 kg/kg suhu keluaran reaktor 920 °C, tekanan umpan 2 atm serta komposisi etana dan propana masing-masing sebesar 70% dan 30% (mol). Pada kondisi operasi ini diperoleh konversi etana dan propana sebesar 72,7% dan 92,3%, selektivitas etilena dan propilena sebesar 53,9% dan 3,1%, serta yield etilena dan propilena masing-masing sebesar 59,9% dan 3,3%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S49165
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Misael Satrio
Abstrak :
ABSTRAK
Kebutuhan AC rumah di Indonesia yang tinggi disebabkan oleh suhu harian tinggi dan kelembaban udara tinggi, namun industri AC terancam isu pemanasan global setelah pelarangan R-22 di Indonesia. Hidrokarbon fraksi ringan yaitu propana, butana (isobutana dan n-butana), dan propilena berpotensi digunakan sebagai refrigeran pengganti R-22 pada AC rumah karena nilai GWP (potensi pemanasan global) yang sangat kecil. Campuran propana/n-butana, isobutana/n-butana, dan propilena/n-butana dianalisis dengan memvariasikan fraksi mol pada campuran. Simulasi siklus refrigerasi dengan REFPROP mendapatkan data tekanan berbanding entropi dan entalpi untuk mendapatkan laju alir massa refrigeran, kerja kompresor, dan COP. Perbandingan dengan kinerja R-22 dilakukan dengan kapasitas AC rumah sebesar 0,75 hp dan suhu ruangan 30oC. Campuran yang direkomendasikan adalah propilena/n-butana 0,95/0,05 dengan COP 5,56, laju alir massa refrigeran 1,964 g/s, dan kerja kompresor 100,424 W. Kerja kompresor dan COP hampir sama dengan R-22, tetapi massa refrigeran lebih rendah 53,22% dari R-22. Campuran isobutana/n-butana 0,95/0,05 tidak dipilih terlepas dari tingginya COP karena terbentuk liquid pada kompresor. Nilai GWP propilena/n-butana 0,95/0,05 adalah 1,91 atau 0,11% dari GWP R-22.
ABSTRACT
High demand of home air-conditioning system (AC) in Indonesia is triggered by high daily temperature and high humidity, but the demand is overshadowed by global warming issue after R-22 ban in Indonesia. Light hydrocarbons such as propane, butane (isobutane and n-butane), and propylene are potential to be used as R-22 replacement in air conditioning systems due to low global warming potential (GWP). Propane/n-butane, isobutane/n-butane, and propylene/n-butane are simulated to obtain refrigeration performance and GWP, by varying mole fraction. REFPROP simulation obtained enthalpy and entropy data from pressure variation that is used to find refrigerant mass flow rate, compressor work, and COP. Comparation to R-22 is done for 0.75 hp capacity AC and 30o
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library