Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Llewelyn, David
Singapore: Marshall Cavendish Business, 2010
346.048 LLE i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lathiyfah Shanti Purnamasari
"ABSTRAK
Standard Factory Building (SFB) emerge as a new type of industrial property in Indonesia's industrial property market along with the development of industrial activities and technologies. Unlike any other type of industrial property, SFB doesn't need a specific spatial requirements and is developed in a large number with a typical design. Never the less, market demand for this property is increasing. Therefore this topic became an interesting subject to be researched and bring out a research question why would many developer choose to develop SFB
The hypothesis which produced from literature research to answer the question is that SFB has a multifungtional dan flexible space. The hypothesis is tested using a case study method with qualitative approached. The analysis needed to answer the reasearch question is an overall analysis toward the cases, multifunctional and flexible space analysis, also industry type analysis.
The result of those analysis is that SFB is indeed multifunction and has a high flexibility. SFB flexibility form including using the space for multiple function and tronsforming its space without changing the dimention and main structure. These transformation including room division, floor deck addition, unit integration, and loading access closure. Other than industrial and warehousing function, SFB also suitable for supporting activities such as offices, trade, and services function

ABSTRACT
Seiring dengan perkembangan kegiatan dan teknologi industri, Standard Factory Building (SFB) muncul sebagai jenis properti industri baru di pasaran properti industri Indonesia. Jenis properti ini merupakan hal yang menarik untuk dikaji, karena aktivitas industri umumnya memerlukan kebutuhan ruang yang spesifik, sedangkan SFB disediakan secara masal dengan unit yang tipikal. Walaupun demikian, demand SFB terus meningkat. Hal ini memunculkan pertanyaan penelitian, mengapa banyak pengembang mengembangkan SFB
Hipothesis yang didapatkan dari kajian literatur adalah SFB memiliki ruang yang multi guna dan fleksibel. Untuk menguji hipotesis ini, digunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Analisis yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah dengan analisis kasus secara umum, kemultigunaan ruang, fleksibilitas ruang, dan jenis industri.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa SFB bersifat multi guna dan memiliki fleksibilitas yang tinggi. Bentuk fleksibilitas yang ditemukan, selain memanfaatkan ruang dalam untuk berbagai kegunaan, SFB juga mengalami transformasi ruang antara lain dalam bentuk penyekatan ruang, penambahan lantai, penggabungan unit, serta penutupan akses bongkar muat barang. Transformasi ini merupakan bentuk fleksibilitas ruang yang tidak merubah dimensi dan struktur utama SFB. Selain mewadahi aktivitas industri dan pergudangan, SFB juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan kegiatan pendukung, seperti kegiatan perkantoran, perdagangan, dan jasa karena sifatnya yang multi guna."
Lengkap +
2016
T46171
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albert Yunanto
"ABSTRAK
Laporan magang ini membahas mengenai proses audit akan akun pendapatan PTYYY yang beroperasi di industri properti untuk periode yang berakhir 31 Desember2016. Proses audit ini dilaksanakan berdasarkan Pedoman Audit KAP RR yangsudah disesuaikan dengan SPAP. Setelah melakukan proses audit yang berdasarkanrisiko, auditor menilai bahwa kebijakan akuntansi PT YYY sudah sesuai denganPSAK 23 selaku standar akuntansi yang berlaku untuk akun pendapatan. Setelahselesai melakukan proses audit, auditor pun menilai bahwa penyajian akunpendapatan dinyatakan wajar dalam segala hal yang bersifat material. Kata kunci:Audit, pendapatan, industri properti

ABSTRACT
This internship report explains about audit process of revenue of PT YYY whichoperates in property industry for the period ended on 31 December 2016. The auditprocess was implemented based on KAP RR Audit Guide which appropriate withSPAP. After doing the audit process based on risks, the auditor assessed thataccounting policy of PT YYY had suited PSAK 23 as applied acoounting standardfor revenue. After the audit process was finished, the auditor analysed that therecognition revenue was presented fairly in all material respects. Keywords Audit, revenue, property industry"
Lengkap +
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Saladin
"Globalization has influenced widely to social order in postmodern era. Members of society have freedom individually to articulate their set of values and cultural symbols in everyday life. In the postmodern society, there are many varieties of consumer's taste to the cultural products, including housing products, as a part of efforts of the people to reach a social position in their society.
This study is a qualitative research with case study Lippo Karawaci, the property company member of Lippo Group, one of main business group in Indonesia. Problem statement is function of corporate culture as an adaptive strategy, or in other word, how employees of Lippo Karawaci operate their corporate culture as an adaptive strategy face globalization. Aims of this research want to understand why corporate culture becomes a significant factor of successfulness of the company, and how corporate culture should be operated face globalization. This study uses cultural theory approach as an adaptive strategy.
As a qualitative research, this research combines some research approaches, i.e. naturalistic, phenomenology, and ethno-methodology approaches. This research also uses polyphony and multi-textual approaches, which are suitable for assessing postmodern society. Methods of data collecting are participant observation and in-depth interviews.
Field research found some facts. Varieties of needs and consumer's taste to the housing products and its facilities stimulate employees of Lippo Karawaci to give response by operating generative principles of their corporate culture dynamically, and doing innovations continuously, both in housing design and service management. Housing products of Lippo Karawaci are received by consumers, and have become a trend in the property market. They are also selling the power of cultural capital of Lippo Group chairman.
Conclusion of this research are: first, globalization influenced property market strongly, and has been understood superficially, both by consumer and producer; second, employees of Lippo Karawaci face globalization successfully, by selling innovation, creativity, and cultural capital; third, development of exclusively settlement, like Lippo Karawaci, must be planned carefully, because it can leads to social gap and chaos.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
D487
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Anwar
"Pemilihan lokasi diantara beberapa pilihan lokasi industri merupakan hal paling mendasar dan awal yang dilakukan oleh pengusaha atau produsen setelah menentukan jenis industri. Sebelum kemudian mengambil keputusan-keputusan lain maka pengusaha/produsen akan terlebih dahulu mempertimbangkan lokasi yang akan memberikan keuntungan yang paling maksimal atau memberikan biaya yang paling minimal. Sementara itu pemerintah sebagai regulator dari kebijakan spasial memiliki kepentingan tersendiri yang belum tentu sesuai/sinkron dengan kepentingan pengusaha.
Restriksi dalam bentuk rencana tata guna lahan merupakan salah satu kebijakan penting dari pemerintah dalam upaya mereduksi atau bahkan menghilang berbagai ekstemalitas yang ditimbulkan oleh industri terhadap perkembangan wilayah. Salah satu upaya yang kemudian dapat dilakukan adalah mengembangkan kebijakan yang memberikan hasil yang paling optimal bagi perkembangan/pertumbuhan wilayah atau dengan kata lain ada sinkronisasi antara pengembangan sektor industri dengan pertumbuhan ekonomi wilayah.
Berdasarkan kenyataan diatas maka kemudian dikembangkan suatu model dinamik dari pemilihan lokasi industri yang selain mengadopsi kepentingan pengusaha juga tetap memperhatikan berbagai restriksi yang ditetapkan oleh pemerintah (dalam penetapan tata guna lahan digunakan RTRW ataupun RUTR). Dipilihnya model dinamik dalam penelitian ini karena perilaku dari produsen dalam pemilihan lokasi industri tidaklah bersifat statis tetapi selalu mempertimbangkan berbagai perubahan yang terjadi baik dari sisi biaya maupun pendapatan dari setiap lokasi yang akan dipilih.
Berdasarkan hasil pengembangan model maka diperoleh hasil bahwa faktor utama yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri adalah keuntungan yang diperoleh, dimana besamya sangat ditentukan oleh komposisi variabel biaya dari masing-masing jenis industri yang ada pada setiap lokasi. Disamping itu pengembangan alternatif kebijakan tata guna lahan untuk sektor industri tidak dapat dilakukan secara parsial yaitu per wilayah, namun harus secara integral karena sangat berkait erat dengan upaya menekan/mereduksi high cost economy.
Indikator yang digunakan dalam pengembangan kebijakan adalah nilai ekonomi yang diwakili oleh total agregat output dan kinerja jaringan jalan. Kebijakan terbaik yang dapat dilakukan di Jabodetabek berkaitan dengan pemilihan lokasi industri adalah dengan melokalisir industri pada wilayah-wilayah yang belum tinggi tingkat kegiatannya (belum tinggi volume lalu lintasnya)."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurdi Prayogi
"Bisnis properti real estat merupakan sektor yang memadukan dukungan pembiayaan yang bersifat jangka panjang. Tetapi, sampai saat ini, sektor properti real estat di Indonesia kebanyakan nasib sangat tergantung pada pendanaan yang berasal dan institusi depositori yang mendapatkan dananya melalui deposito yang bersifat jangka pendek. Masalah mismatch tersebut, kemudian dibarengi pula dengan rendahnya disintermediasi (penarikan dana keluar dan institusi depositori) yang akhirnya mengarah ke berkurangnya persediaan dana di inscitusi depositori. Hal ini mengakibatkan institusi depositori mengetarkan jumlah dan persyaratari pinjaman untuk sektor ini. Maka untuk mengatasi masalah rersebut, diperlukan sumber-sumber pembiayaan lainnya, sehingga sektor ini tidak rergantung pada institusi depositori semata. Salah saw alternacifriya adalah meLalui pasar mortgage.
Untuk mengembangkan pasar mortgage sekunder Indonesia?yang saat ini upaya mcmfasiitaskannya sedang dilakukan oleh pemenintah_?dapar digunakan model pasar mortgage sekunder Amenika Serikar. Hal ini disebabkan karena pasar mortgage sekunder Amerika Serikat celah berfungsi dengan baik, sehingga layak dijadikan acuan. Yang perlu diperhatikan adalah dalam hal penerapannya, yakni karena terdapatriya perbedaan kortdisi pasar finansial dan pasar real estat anrara Amerika Serikat dan Indonesia, maka penerapan model tersebut sebaiknya tidak dengan sederhana secara sama persis, melainkan disesuaikan denan kondisi yang terdapat di Indonesia.
Usaha mengembangkan pasar sektrnder ini sangat penting karena pengembangan pasar sekunder yang kuat akan berdampak kuat pula dalarn pengembangan pasar primernya-yakni pihak yang merninca dana untuk membeli rumah (peminjam)-meskipun pasar sekunder tersebut tentunya puga sangat tergantung pada kekonsistenan dan kesehatan produk di pasar primernya.
Apabila pasar mortgage prirnernya berkembang dengan sangat dinamis dan tumbuh pesar, maka hal ini berarti perminraan akan perumahan menjadi kuat. Permintaan yang menguat ini akan mengakibatkan berkembang pula industri yang menawarkan perumahan, yakni pengembang properti real estat. Apabila tiga kelompok partisipan pasar Perumahan yakni peminjam, investor, dan pengembang?berkembang dengan baik, maka pada akhirnya akan dapac membantu pemerintah dalam mencapai tujuan penyediaan perumahan yang layak dan terjangkau bagi masyarakatnya."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Aulia Maharlika
"Kebutuhan akan perumahan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Angka pertumbuhan penduduk yang kian meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan perumahan. Oeh karena itu pemerintah berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhan perumahan rakyat, baik melalui lembaga/instansi pemerintah maupun mengajak pihak swasta untuk berpartisipasi membangun perumahan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing golongan masyarakat. Peluang ini dijadikan para pengusaha sebagai tambang emas Baru di sektor Mereka berusaha mencari lahan yang tidak begitu jauh dari Jakarta untuk dikembangkan menjadi perumahan bahkan kota satelit. Upaya untuk mewujudkan hal tersebut ternyata tidak mudah, apalagi sejak krisis ekonomi yang melanda di tahun 1997. Banyak pengembang yang gulung tikar dikarenakan tidak mampu melunasi hutangnya ke lembaga-lembaga perbankan.
Tersendatnya kredit untuk konstruksi yang dikeluarkan oleh perbankan dan tingginya suku bunga pinjaman Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah sebagian contoh yang turut mempercepat kejatuhan sektor properti termasuk pengembang perumahan dengan segmen golongan menengah keatas. Hal ini diperburuk dengan naiknya harga minyak dunia yang menjadikan bahan dasar yang digunakan oleh pengembang perumahan tidak terbeli. Kondisi ini memaksa pengembang untuk mencari strategi pemasaran yang tepat untuk menyiasati situasi yang tidak pasti. Salah satu pengembang yang sekarang mulai berusaha lagi untuk bangkit dan menghidupkan perumahan yang mati akibat krisis ekonomi adalah PT Duta Realtindo Jaya dengan proyek perumahan Kedaton di wilayah Pasar Kemis, Cikupa Tangerang.
Ketika pertama kali diluncurkan pada tahun 1994, perumahan KEDATON merupakan proyek perumahan yang memiliki total lahan seluas 200ha, yang terdiri dari 80ha lapangan golf yang dikelilingi oleh danau alami dan 120ha lahan siap huni. Produk yang dijual berupa lahan kosong atau kavling siap bangun, dengan luasan yang berkisar antara 300 sampai dengan 3000m2, Kedua hal tersebut kemudian membuat Kedaton sebagai sebuah proyek hunian dengan target market kelas menengah keatas. Ditambah lagi dengan lokasi yang cukup strategis karena memiliki akses tol Pasar Kemis, makin memperkuat positioning tersebut.
Selain semua "comparative advantages" yang telah disebutkan diatas, pemasaran Kedaton tidak berjalan seperti yang diharapkan. Kavling-kavling yang sudah terjual pun dibiarkan begitu saja oleh pembelinya sehingga komunitas yang diharapkan tidak terjadi. Meskipun lapangan golf tetap berjalan seperti biasa, tidak membuat pembeli tergerak untuk membangun. Hal ini membuat suasana di area perumahan tersebut menjadi sangat sepi dan lahan-lahan juga terlihat tidak terawat. Kondisi ini diperburuk dengan adanya krisis ekonomi pada tahun 1997. Penjualan yang lamban disertai dengan bunga bank yang sangat tinggi, membuat pengembang PT. Duta Realtindo Jaya (PT. DRJ) mengalami kredit macet sehingga perusahaan harus diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Pada tahun 2000, PT. DRJ dibeli oleh group Pikko dari BPPN. Mereka tidak melakukan pembangunan apa-apa di perumahan Kedaton sehingga pada akhirnya PT. DRJ diambil alih oleh group Equator pada akhir tahun 2004. Manajemen PT. DRJ yang baru berniat untuk mengembangkan kembali proyek perumahan Kedaton yang sudah lama terbengkalai. Mereka lalu membentuk tim yang terdiri dari pihak pengembang sendiri dan berbagai konsultan di bidang arsitek, lansekap, dan pemasaran untuk menciptakan konsep yang benar-benar berbeda dari yang sudah ada. Pada awal bulan Mei 2005, produk perdana "The View" diluncurkan. Nama Kedaton pun berganti dengan nama "The Grand Kedaton". Konsep yang ditawarkan adalah ?townhouse? yang dijual dengan harga berkisar antara 450 - 600 juta dengan luas tanah 120m2 dan luas bangunan 180m2. Namun sayangnya produk ini gagal di pasaran.
Berbagai spekulasi tentang alasan di balik kegagalan ini pun timbul. Dari sekian banyaknya opini pengamat, terdapat satu anggapan yang berulang kali muncul. Tipe rumah yang paling banyak terjual adalah tipe rumah kecil dengan luas bangunan 36 - 96m2 yang dijual dengan harga 100 - 200 juta. Hal ini disebabkan market terbesar saat ini adalah pasangan muda atau keluarga kecil yang masih mencari rumah pertama mereka. Beberapa cluster dengan tipe rumah kecil dapat menghidupkan komplek perumahan tersebut. Inilah yang sebenarnya dianggap dibutuhkan oleh pengembang untuk menghidupkan kembali Kedaton yang sudah tertidur lama.
Berbekal masukan tersebut, pengembang kemudian meluncurkan beberapa tipe rumah seperti yang telah disebutkan diatas. Cluster ini dinamakan "The Terrace", namun kali ini nama "The Grand Kedaton" berubah menjadi "Golf City" dengan tujuan untuk menghilangkan citra Kedaton yang sudah melekat di benak masyarakat. Harga yang ditawarkan pun dinilai bisa bersaing dengan kompetitor. Penjualan memang sedikit lebih baik dibandingkan dengan "The View", akan tetapi tidak bisa juga dibilang sukses dengan tidak signifikannya jumlah penjualan. Dengan demikian, anggapan yang muncul sebelumnya tidak bisa dikatakan efektif.
Kegagalan pengembang Kedaton terdahulu telah memberikan citra yang buruk terhadap proyek perumahan ini. Namun apabila dilihat dari segi desain, harga, dan fasilitas yang ditawarkan, produk Kedaton cukup menarik. Dibanding dengan kompetitor lain, di Kedaton pembeli dapat memiliki rumah dengan harga yang cukup terjangkau, lokasi dekat dengan lapangan golf; dan disertai dengan akses tol yang mudah. Namun demikian, pemasaran tetap tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Penulis mencoba meneliti dan memberi masukan untuk segmentasi, targeting, dan positioning dari perumahan Kedaton dan strategi yang dapat dilakukan oleh pengembang melalui sudut bauran pemasaran yang terdiri dari Product, Price, Place, dan Promotion sehingga mampu bersaing dengan pengembang lainnya dikawasan Tangerang.
Dari hasil penelitian diperoleh (1) perlu adanya penyesuaian antara ekspektasi dan persepsi konsumen dalam memutuskan pembelian, (2) Adanya keinginan pembelian dari calon konsumen apabila adanya sarana promosi dan saluran komunikasi yang sesuai dari pengembang, (3) Persepsi yang salah terhadap lokasi perumahan harus segera dibenahi oleh pengembang agar calon konsumen mengetahui keadaan sebenar dari perumahan Kedaton,hal ini dapat dilakukan melalui sarana komunikasi melalui public relation yang handal.

One of human's primary needs is the need of housing. Indonesia is now experiencing a great increase in demands for housing due to the increasing birth rate each year. Seeing this phenomenon, the government is trying to provide proper housing for its people by asking both government and private owned companies to participating in building houses that fulfill the needs and economic condition of each class. Those who work as developers see this opportunity as a gold mine in real sector. However, due to the economic crisis back in 1997, this was not an easy thing to do. Many developers had to declare bankrupt and close down their business as they could not afford to pay back their loans to the banks.
Those bad loans and the high rate of housing credit (KPR) are just some of examples that made the fall of property industry faster, including developers of real estate for middle up class. It is also worsened by the world price of oil that is getting high, which made developers losing their ability to afford basic materials for building houses. This condition forced them to come up with a marketing strategy that can help them to survive in such uncertain situation. Among them is PT Duta Realtindo Jaya, a developer of Kedaton Real Estate in Pasar Kemis, Cikupa, Tangerang, that is now trying to rise again from their downfall during the crisis.
When it was first launched in the year of 1994, KEDATON real estate was a 200 hectares housing complex, which consisted of a 120 ready-built area and an 80 hectares golf course. They did not sell houses as their products; they offered land only product for their customers, with each land had an area around 300 to 3000 m2. These made Kedaton as a housing project with middle-up class as the target market. In addition, the quite strategic location (it has easy access to Pasar Kemis highway), supported the positioning they wanted.
Apart from all competitive advantages mentioned above, the marketing of Kedaton did not perform well. Those area sold were abandoned by their buyers so that the expected community was not accomplished. Even though the golf course was running well, it was not enough to make the buyers to start building. The environment of the real estate then became very quiet and the surrounding area was treated badly. The economic crisis in 1997 worsened this condition. With only a few of deals closed and the high rate of interest in banks made the developer, PT DRJ, could not pay their loan so that the company had to be taken over by BBPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional).
In 2002, Pikko Group bought PT DRJ from BPPN. They have not done any major development in KEDATON area until the developer company was taken over by Equator Group in 2004. Under a new management team, they intend to redevelop the real estate area that has been abandoned for many years. They then form a team that consists of the developer itself and various consultants in architect, landscapes, and marketing to create a new concept that is different from the existing.
The first product, "THE VIEW", was launched in the beginning of May 2005. The real estate's name itself was also changed to "The Grand Kedaton". The concept offered was a townhouse with a 450 - 600 million range of price and had a 120 m2 land area and a 180 m2 building area. Unfortunately, this product did not sell well.
Various speculation of the reasons of the failure then occurred. From all of those, there is one opinion that was heard a lot of times. The most sold home types are the small ones with a building area of 35 to 96 m2 with the price range of 100 - 200 million rupiah. This is mostly because the biggest market today is young couples or small families who are still looking for their first house. Some clusters with small-home types can make the housing area alive again. This theory is believed to be the one that the developer needs to wake KEDATON from its long sleep.
With that advice in mind, the developer then launched the house types mentioned above. That new cluster was named "The Terrace", but the name "The Grand Kedaton" was changed again to "Golf City" so that the bad image of KEDATON disappeared. The offered price was also competitive. Sales were better than the previous one, but it actually was not a success either considering that the numbers of sales conducted were not significant. Therefore, it is safe to say that the majority advice mentioned above is not completely true.
The failure of previous developer has created a bad image for the project. However, when it is observed from the point of design, price, and available facilities, products of Kedaton are quite interesting. When compared with other competitors, customers can own a house that has a view to the golf course and an easy access to the toll road with affordable price. But still the marketing did not go as planned.
Writer tries to examine the segmentation, targeting, and positioning of KEDATON real estate and what kind of strategies that the developer can apply with the method of marketing mix: Product, Price, Place, and Promotion so that in the end they can compete with other competitors in Tangerang.
From the research conducted, it has been concluded that (1) it is important to have an adjustment between customers' expectation and perception in making buying decision, (2) there will be transaction from prospective buyer when there are effective promotion and communication media about the project, (3) it is crucial to erase the wrong perception of the project from customers' mind by employ a good public relation to build good communication between two parties so that the prospective customers can know the actual condition of KEDATON.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gloria Dorothy Rolanda
"Laporan magang ini membahas prosedur audit atas akun utang usaha pada PT LC Tbk, yaitu sebuah perusahaan dalam industri properti, real estate, dan town management. Penulis bergabung tim auditor dari divisi Audit Assurance KAP B yang melakukan field work audit atas laporan keuangan pada periode yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2019. Ruang lingkup prosedur audit yang dibahas penulis difokuskan pada prosedur analitis substantif dan test of details atas akun utang usaha. Berdasarkan evaluasi atas praktik yang dilakukan penulis, tim audit sudah menjalankan prosedur yang sesuai dengan teori audit yang berlaku serta mendukung pemenuhan objektif audit atas saldo akun utang usaha.

This internship report explains the audit procedures conducted on accounts payable in PT LC Tbk, a company which operates in property, real estate, and town management industry. The author was a part of a team of auditors from Audit Assurance division of KAP B, who conducted field work for audit on financial statements for the period ended in December 31, 2019. The scope of the audit procedures explained in the report is focused on substantive analytical procedure and test of details on balances of accounts payable. Based on the evaluation, it is concluded that the audit team has conducted appropriate procedures according to relevant theoretical framework and the procedures went in accordance to audit objectives required for account payable balances."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Surjo Koentjoro
"ABSTRAK
Belum banyak pemahaman tentang efek komunikasi media sosial milik perusahaan pada Brand Advocacy, Brand Equity, Brand Attitude, dan Purchase Intention ketika diterapkan pada industri properti. Jadi, kami menyelidiki 164 pengguna Facebook menggunakan survei online terstandarisasi. Untuk menguji model yang diusulkan, kami menganalisis akun Facebook resmi PT. Lippo Cikarang, pengembang properti yang berlokasi di sebelah Timur Jakarta, ibu kota Indonesia. Dalam analisis data, kami menerapkan Analisis Jalur. Hasil studi empiris kami menunjukkan bahwa komunikasi media sosial yang dibuat perusahaan hanya mempengaruhi Brand Advocacy, Brand Attitude, dan Brand Equity, tetapi tidak mempengaruhi Purchase Intention. Namun, pengukuran dengan mengabaikan responden muda di bawah 30 tahun mengungkapkan bahwa komunikasi media sosial yang dibuat perusahaan hanya mempengaruhi Brand Advocacy dan Brand Attitude, tetapi tidak mempengaruhi Brand Advocacy dan Purchase Intention. Brand Advocacy, Brand Attitude, dan Band Equity menunjukkan pengaruh positif pada Purchase Intention di semua kelompok umur.

ABSTRACT
There have been limited understanding of the effects of firm created social media communication on Brand Advocacy, Brand Equity, Brand Attitude, and Purchase Intention when applied to the property industry. Thus, we investigated 164 Facebook users using a standardized online survey. To test the proposed model, we analyzed the Official Facebook account of PT. Lippo Cikarang, a property developer located to the East of Jakarta, the capital of Indonesia. In the data analysis, we applied the Path Analysis. The results of our empirical studies showed that firm created social media communication affected only Brand Advocacy, Brand Attitude, and Brand Equity, but did not affect Purchase Intention. However, measurement removing young respondents below 30 years of age reveals that firm created social media communication only affected Brand Advocacy and Brand Attitude, but did not affect Brand Equity and Purchase Intention. Brand Advocacy, Brand Attitude, and Brand Equity and showed a positive influence on Purchase Intention across all age groups. "
Lengkap +
2018
T51243
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library