Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jessica Maria
"

Tanaman pegagan (Centella asiatica) mengandung senyawa asiatikosida. Asiatikosida merupakan senyawa glikosida triterpen yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap beberapa bakteri baik gram positif maupun bakteri gram negatif. Herba pegagan diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 70%. Penetapan kadar asiatikosida dalam ekstrak dilakukan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi dengan fase gerak metanol-air (65:35), diperoleh hasil kadar asiatikosida sebesar 0,22%. Pada penelitian ini, ekstrak pegagan dimodifikasi dalam bentuk nanovesikel fitosom dan diformulasikan dalam bentuk krim. Terdapat empat formulasi krim, dua formulasi krim ekstrak pegagan 0,5% (KE1) dan 1% (KE2), serta dua formulasi krim fitosom pegagan yang mengandung ekstrak 0,5% (KF1) dan 1% (KF2). Pembuatan fitosom ekstrak pegagan dilakukan dengan metode lapis tipis dengan penambahan fosfolipon 90 G. Selain itu, dilakukan pengujian aktivitas ekstrak terhadap bakteri penyebab jerawat yaitu, Propionibacterium acnes. Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak pegagan menggunakan metode dilusi cair dengan media Brain Heart Infused Broth, diperoleh bahwa ekstrak pegagan dengan kandungan asiatikosida sebesar 0,0275 mg/mL mampu menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes, sedangkan pengujian aktivitas suspensi fitosom tidak dapat memberikan hasil yang dapat diamati dengan metode dilusi cair.


Centella asiatica contains asiaticoside compound. Asiaticoside is a glicoside triterpen compound that has antibacterial activity against several gram positive bacteria and gram negative bacteria. The herb of centella was extracted using maseration method with  ethanol 70% solvent. Determination of asiaticoside was done by high performance liquid chromatography method with methanol-water motion phase (65:35), resulting the extract contain asiaticoside equal to 0,22%. In this study, centella extract was modified in the form of phytosome nanovesicles and formulated into cream. There are four cream formulations, cream with extract 0.5% (KE1) and 1% (KE2), and phythosome cream containing 0,5% (KF1) and 1% (KF2) of centella extract. The making of centella phythosome is done by thin layer method with the addition of phospholipon 90 G. In addition, the antibacterial activity of Centella extract was tested to the acne bacteria, Propionibacterium acnes. Tests of antibacterial activity of centella extract using broth dilution method with Brain Heart Infused Broth media. It was found that the extract of centella with asiaticoside content of 0,0275 mg/mL able to inhibit the growth of Propionibacterium acnes bacteria, while the phythosomal suspension did not show any antibacterial activity with broth dilution method.

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia , 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oryza Gryagus Prabu
"Kulit buah manggis diketahui memiliki efek antibakteri, khususnya bakteri Propionibacterium acnes. Bakteri Propionibacterium acnes merupakan bakteri gram positif yang bersifat anaerob obligat. Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit namun merupakan agen penyebab munculnya jerawat/acne vulgaris. Selain itu, infeksi P. acnes juga dapat menyebabkan sindrom SAPHO (synovitis, acne, pustulosis, hyperostosis, osteitis), osteomyelitis, infeksi gigi, rheumathoid arthritis, peritonistis, inflamasi prostat, sarkoidosis, dan infeksi yang berkaitan dengan alat seperti kateter, implan, dan lainnya. Resistensi pada bakteri P.acnes terhadap antibiotik juga merupakan masalah yang cukup penting di dunia yang berkaitan dengan pemakaian antibiotik yang tidak rasional. Pada penelitian ini aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah manggis digunakan dengan Agar Brucella yang ditanami dengan bakteri dan ditambahkan sumuran dengan ekstrak sebagai uji.
Uji yang digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis dengan pengenceran 10 kali, 15 kali, 20 kali, 30 kali, dan 40 kali yang dibandingkan dengan kontrol negatif akuades serta kontrol positif tetrasiklin yang dibagi menjadi beberapa pengeceran yaitu 10 kali, 15 kali, 20 kali, 30 kali, dan 40kali. Hasil yang didapat kemudian dilakukan uji statistik menggunakan One Way Anova yang didapatkan bahwa ekstrak kulit buah manggis mempunyai aktivitas antibakteri hubungan yang berbeda bermakna dengan kontrol negatif pada pengenceran 10 kali (p<0.001), 15 kali (p<0.001), 20 kali (p<0.001), dan 30 kali (p<0.001), sedangkan ekstrak pengenceran 40 kali tidak mempunyai aktivitas antibakteri (p=1.000). Namun, ekstrak kulit buah manggis jika di bandingkan dengan antibiotik tetrasiklin mempunyai aktivitas yang lebih rendah.
......
Mangosteen pericarp is known to have antibacterial effects, especially against Propionibacterium acnes bacteria. Propionibacterium acnes is a gram-positive bacteria that are obligate anaerobes. These bacteria are normal flora of the skin but is a causative agent of pimples/acne vulgaris. In addition, P. acnes could also cause SAPHO syndrome (synovitis, acne, pustulosis, hyperostosis, osteitis), osteomyelitis, dental infections, arthritis rheumathoid, peritonistis, prostate inflammation, sarcoidosis, and infections associated with medical devices such as catheters, implants, and more. P. acnes resistance to antibiotics is also a significant problem in the world related to the irrational use of antibiotics. In this study, the antibacterial activity of mangosteen pericarp extract is examined with Brucella Agar in which there are well-filled of test solution such as extract, placebo, and/or positive control to show that it could inhibit the growth of P.acnes by measuring the inhibitory zone diameter.
The tests are using mangosteen pericarp extract with 10, 15, 20, 30, and 40 times dilution compared to the negative control and positive control tetracycline which is divided into a number of dilution that are 10x, 15x, 20x, 30x, and 40x. After the tests were measured by assessing the inhibitory zone diameter produced by each test. The results then performed statistical tests using One Way Anova showed that mangosteen pericarp extract has antibacterial activity with significantly different to the negative control at 10 times dilution (p<0.001), 15 times (p<0.001), 20 times (p<0.001), and 30 times (p<0.001), whereas 40 time dilution extract didn?t have antibacterial activity (p = 1.000). However, mangosteen pericarp extract has lower activity than tetracycline."
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus William Winata
"Jerawat merupakan masalah yang banyak terjadi pada remaja terutama pada masa pubertas. Faktor penyebab jerawat bermacam-macam seperti kelainan pada keratinisasi folikel, produksi sebum, proliferasi Propionibacterium acnes, dan peradangan. Selain itu, bakteri Staphylococcus epidermidis juga merupakan penyebab jerawat yang bersifat patogen oportunis. Untuk mencari senyawa yang aktif terhadap bakteri jerawat, senyawa kumarin yang memiliki kemiripan struktur dengan tetrasiklin (antibiotik umum), diharapkan mampu mengatasi masalah jerawat karena bakteri penyebab jerawat sudah menunjukan resistensi terhadap tetrasiklin. Pada penelitian ini, telah berhasil disintesis dua senyawa turunan kumarin dari resorsinol dan etil asetoasetat dengan katalis asam p-toluenasulfonat (PTSA) menggunakan metode MAOS (Microwave Assisted Organic Synthesis) dan refluks sebagai pembanding menghasilkan 7-hidroksi-4-metilkumarin diperkuat dengan hasil karakterisasi dan didapatkan yield optimum sebesar 60,01 ± 2,9% dengan kondisi reaksi, perbandingan mol reaktan 1:1, konsentrasi katalis 10%, dan waktu reaksi 180s. Senyawa turunan kumarin kedua yang telah berhasil disintesis dari floroglusinol dan etil asetoasetat dengan PTSA adalah 5,7-dihidroksi-4-metilkumarin dan didapatkan yield sebesar 38,06 ± 3,5%. dengan kondisi reaksi optimum pada sintesis sebelumnya, serta dilengkapi data hasil karakterisasi. Senyawa 4-metilkumarin dari prekursor fenol disintesis menggunakan metode MAOS dan refluks dengan parameter yang dinaikkan berkali lipat tapi tidak terbentuk. Hal ini menjelaskan fenol dan katalis yang digunakan kurang reaktif untuk pembentukkan senyawa kumarin. Kedua senyawa hasil sintesis tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. acnes dan S. epidermidis yang menunjukkan bahwa turunan 4-metilkumarin tidak berpotensi sebagai agen antibakteri penyebab jerawat.
Acne is a problem that often occurs in adolescents, especially at puberty phase. There are several causes of acne such as abnormalities in follicular keratinization, sebum production, Propionibacterium acnes bacteria proliferation, and inflammation. In addition, the Staphylococcus epidermidis (pathogen opportunistic) is also a causing acne. To look for compounds that are active against acne bacteria, coumarin which have structural similarities with tetracycline (general antibiotics), are expected to be able to overcome the problem of acne, because the bacteria that causes acne has already shown resistance to tetracycline. In this research, two coumarin derivatives from resorcinol and ethyl acetoacetate have been successfully synthesized with p-toluenesulfonic acid (PTSA) catalysts using the MAOS (Microwave Assisted Organic Synthesis) method and reflux as a comparison to produce 7-hydroxy-4-methylcoumarin reinforced with the results of characterization and obtained an optimum yield of 60.01% with reaction conditions, 1:1 reactant mole ratio, 10% catalyst concentration, and 180s reaction time. The second coumarin derivative compound which has been successfully synthesized from phloroglucinol and ethyl acetoacetate with PTSA is 5,7-dihydroxy-4-methylcoumarin and obtained a yield of 38.06% with optimum reaction conditions same as previous synthesis, and equipped with characterization results. The 4-methylcoumarin compound from the phenol precursor was synthesized using the MAOS and reflux method with parameters raised many times but still not formed. This explains the phenol and catalyst used is less reactive for the formation of coumarin compounds. Both compounds have no antibacterial activity against P. acnes and S. epidermidis which shows that 4-methylcoumarin derivatives have no potential as an antibacterial agent that causes acne"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Nirmala Sari
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai optimum temperatur dan waktu ozonasi minyak kelapa, mengetahui daya hambat dan konsentrasi hambat minimum cocozone terhadap Propionibacterium.acne, kestabilan produk serta kelayakan krim cocozone secara ekonomi. Proses ozonasi dilakukan secara batch selama 96 jam dan pengambilan sampel dilakukan setiap 12 jam. Parameter untuk menetukan kondisi optimum adalah FT-IR, bilangan peroksida, bilangan iodin, bilangan asam, diameter daya hambat terhadap bakteri P.acne dan kestabilan produk. Temperatur optimum ozonasi dicapai pada 27 0C, dengan waktu ozonasi selama 72 jam. Konsentrasi hambat minimum terhadap Propionibacterium acne yaitu sebesar 21,43 g/L. Krim cocozone menunjukan kestabilan fisik yang sangat baik. Analisis keekonomian produksi krim cocozone skala industri rumah tangga menunjukan tingkat pengembalian modal internal (IRR) sebesar 21% dengan nilai sekarang bersih (NPV) positif.

ABSTRACT
The present study aims to obtain optimum values of temperature and ozonation time of coconut oil, inhibition and minimum inhibitory concentration of cocozone for Propionibacterium acne, the stability of the product and to determine economic feasibility study of cocozone cream. Ozonation process is done in batch for 96 hours and sampling was conducted every 12 hours. Parameters to determine the optimum conditions are FT-IR, peroxide value, iodine value, acid value, diameter of inhibition against the bacteria P.acne and product stability. Ozonation achieved the optimum temperature at 27 0C, with ozonation time for 72 hours. The minimum inhibitory concentration is 21.43 g/L. Cocozone cream showed excellent physical stability. Economics analysis of cocozone produced in cottage level industry shows that internal rate of return is 21% with positive net present value (NPV)."
2016
T45759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Nofi Yani
"Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)telah diketahui memiliki aktivitas antibakteri namun belum diketahui aktivitasnya terhadap Propionibacterium acnes sebagai salah satu bakteri yang berperan dalam patogenesis jerawat. Dalam penelitian ini ekstrak daun binahong mengandung asam ursolat 1,28% kemudian diuji secara in vitro terhadap Propionibacterium acnes sehingga didapatkan konsentrasi bunuh minimum sebesar 0,05%. Emulgel yang dibuat dari ekstrak daun binahong dalam penelitian ini memiliki stabilitas fisik yang baik selama 12 minggu dan jumlah kumulatif asam ursolat yang terpenetrasi dari sediaan ini dengan sel difusi franz yaitu pada formula 1 adalah 38,60 μgcm-2 dan emulgel formula 2 yaitu 107,37 μgcm-2. Sediaan emulgel ekstrak daun binahong didapatkan zona hambat terhadap bakteri Propionibacterium acnes dari sediaan emulgel lebih besar dibandingkan klindamisin fosfat 1,2% yaitu pada formula 1 sebesar 19,67 mm dan formula 2 sebesar 20,67 mm sedangkan klindamisin fosfat 1,2% memiliki zona hambat yaitu 16,33 mm.
......
Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) leaves have been known to have antibacterial activity but it is not known activity against Propionibacterium acnes as one of the bacteria that play a role in the pathogenesis of acne. In this study, binahong leaves extract containing 1,28% Ursolic acid and then in vitro testing of binahong leaves extract against Propionibacterium acnes have a minimum bactericidal concentration is 0,05%. Emulgel made from binahong leaves extract in this study had good physical stability for 12 weeks and the cumulative amount Ursolic acid which penetrated from emulgel by Franz diffusion cell that is in formula 1 is 38, 60 μgcm-2 and emulgel formula 2 is 107,37 μgcm-2. Inhibition zone of emulgel is greater than clindamycin phosphate 1,2% against Propionibacterium acnes , which is in formula 1 is 19,67 mm and formula 2 is 20,67 mm while clindamycin phosphate 1,2% have a inhibition zone is 16,33 mm."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
T45920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika
"Nerium oleander Linn. telah banyak digunakan secara tradisional sebagai kardiotonik. Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan adanya aktivitas antiinflamasi dan antibakteri pada ekstrak metanol dan etanol dari akar, daun dan bunga N. oleander Linn. terhadap beberapa bakteri secara umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekstrak daun N. oleander Linn. yang memiliki khasiat antibakteri terhadap bakteri penyebab jerawat. Digunakan empat macam ekstrak untuk ditentukan aktivitas antibakterinya. Ekstrak-ekstrak tersebut adalah ekstrak n-heksana, ekstrak diklorometana, ekstrak etanol dan ekstrak air. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode dilusi untuk menentukan Kadar Hambat Minimal secara penipisan lempeng agar dan metode difusi (Kirby-Bauer) dengan mengukur diameter zona hambatan di sekeliling silinder. Digunakan juga pembanding tetrasiklin HCl sebagai antibiotik standar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol dan air memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Propionibacterium acnes meskipun jauh lebih rendah dibandingkan dengan aktivitas antibakteri tetrasiklin HCl terhadap kedua bakteri tersebut."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S32552
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ayu Setyani
"Temu Putih (Curcuma zedoaria) adalah tanaman dari famili Zingiberaceae yang berasal dari Himalaya, India. Penelitian sebelumnya pada rimpang temu putih menunjukkan bahwa tanaman ini mengandung metabolit sekunder dari golongan alkaloid, fenolik, dan terpenoid yang diketahui memiliki aktivitas antibakteri. Tujuan penelitian ini adalah mengisolasi metabolit sekunder dari ekstrak metanol rimpang kunyit putih dan menguji aktivitas antibakterinya terhadap bakteri penyebab jerawat yaitu Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Pada penelitian ini diperoleh hasil maserasi ekstrak rimpang kunyit putih dengan rendemen 3,68%. Ekstrak metanol kemudian dipartisi dan persentase rendemen ekstrak etil asetat adalah 47,06%. Ekstrak partisi etil asetat selanjutnya difraksinasi menggunakan berbagai teknik kromatografi seperti kromatografi cair vakum (KCV), kromatografi kolom (KK), kromatografi radial (KR), dan kromatografi lapis tipis preparatif (KLT). Senyawa hasil isolasi kemudian dikarakterisasi menggunakan instrumen FTIR, UV-Vis, dan LC-MS/MS. Dari penelitian ini berhasil diisolasi tiga senyawa golongan fenolik, yaitu dimethoxycurcumin (A), 3,5,7-trihydroxy-4'-methoxyflavon (B), dan 7-methoxyumarin (C). Uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab jerawat dilakukan dengan metode difusi cakram dengan kontrol positif klindamisin dan kontrol negatif DMSO. Berdasarkan hasil uji aktivitas, baik ekstrak kasar metanol, ekstrak etil asetat terpartisi, maupun senyawa hasil isolasi tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri P. acnes dan S. epidermidis. Berdasarkan hasil penelitian, kandungan metabolit sekunder rimpang kunyit putih tidak cukup potensial sebagai antibakteri terhadap bakteri P. acnes dan S. acnes.
Temu Putih (Curcuma zedoaria) is a plant from the Zingiberaceae family originating from the Himalayas, India. Previous research on temu putih rhizome showed that this plant contains secondary metabolites from the alkaloid, phenolic, and terpenoid groups which are known to have antibacterial activity. The purpose of this study was to isolate secondary metabolites from methanol extract of white turmeric rhizome and to test its antibacterial activity against acne-causing bacteria, namely Propionibacterium acnes and Staphylococcus epidermidis. In this study, the results of maceration of white turmeric rhizome extract were obtained with a yield of 3.68%. The methanol extract was then partitioned and the percentage yield of the ethyl acetate extract was 47.06%. The ethyl acetate partition extract was further fractionated using various chromatographic techniques such as vacuum liquid chromatography (KCV), column chromatography (KK), radial chromatography (KR), and preparative thin layer chromatography (TLC). The isolated compounds were then characterized using FTIR, UV-Vis, and LC-MS/MS instruments. From this study, three phenolic compounds were isolated, namely dimethoxycurcumin (A), 3,5,7-trihydroxy-4'-methoxyflavone (B), and 7-methoxyumarin (C). Antibacterial activity test against acne-causing bacteria was carried out by disc diffusion method with positive control of clindamycin and negative control of DMSO. Based on the activity test results, both the crude methanol extract, the partitioned ethyl acetate extract, and the isolated compound did not have antibacterial activity against P. acnes and S. epidermidis bacteria. Based on the results of the study, the secondary metabolite content of white turmeric rhizome is not enough potential as an antibacterial against P. acnes and S. acnes bacteria."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Belinda Rifdah Natalia Fitriani S.
"Asam risinoleat merupakan asam lemak yang dihasilkan dari minyak jarak. Telah diketahui bahwa asam risinoleat dapat dimanfaatkan dalam bentuk turunannya, yaitu salah satunya dalam bentuk ester. Pada penelitian ini, telah dilakukan sintesis senyawa ester asam lemak hasil hidrolisis minyak jarak teroksidasi dan asam risinoleat teroksidasi dengan asam dekanoat. Minyak jarak dihidrolisis dengan menggunakan katalis basa, menghasilkan asam lemak dengan persen rendemen 97,8%. Kemudian asam lemak hasil hidrolisis tersebut dan asam risinoleat komersial dioksidasi menggunakan KMnO4, menghasilkan penurunan bilangan iod sebesar 5,25 mg/g untuk asam lemak hasil hidrolisis dan 2,62 mg/g untuk asam risinoleat. Setelah itu, asam lemak hasil hidrolisis dan asam risinoleat yang telah dioksidasi,  diesterifikasi masing-masing dengan asam dekanoat dengan perbandingan 3:1, 2:1, dan 1:1 serta menggunakan katalis ZnCl2. Selanjutnya produk ester yang terbentuk dikarakterisasi dengan menggunakan instrumen FT-IR dan diidentifikasi dengan KLT. Produk ester tersebut kemudian diuji aktivitasnya sebagai emulsifier dengan melakukan pengamatan kestabilan emulsi selama 24 jam dan menentukan tipe emulsi yang terbentuk adalah emulsi air dalam minyak (w/o). Selanjutnya dilakukan analisis potensi antimikroba dari produk ester terhadap bakteri gram positif, yaitu Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis dengan metode dilusi.

Ricinoleic acid is a fatty acid produced from castor oil. It is known that ricinoleic acid can be utilized in its derivative form, which is one of them in the form of an esters. In this research, the synthesized of oxidized castor oil fatty acid ester and oxidized ricinoleic acid ester with decanoic acid was carried out. Castor oil is hydrolyzed using a basic catalyst, producing fatty acids with a yield of 97.8%. Then the hydrolyzed fatty acids and commercial ricinoleic acid were oxidized using KMnO4, resulting in a decrease in iodine number of 5.25 mg/g for hydrolyzed fatty acids and 2.62 mg/g for ricinoleic acid. After that, the hydrolyzed fatty acids and ricinoleic acid which had been oxidized were esterified with decanoic acid each in the ratio of 3:1, 2:1, and 1:1 and using a ZnCl2 catalyst. Furthermore, the formed ester product was characterized using FT-IR instruments and identified by TLC. The ester product is then tested for its activity as an emulsifier by observing the stability of the emulsion for 24 hours and determining the type of emulsion formed is a water-in-oil (w/o) emulsion. The antimicrobial potential of ester products against gram-positive bacteria was carried out, namely Propionibacterium acnes and Staphylococcus epidermidis by the dilution method."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sa`da Barira
"Akne vulgaris (AV) adalah suatu penyakit peradangan kronik folikel pilosebasea dengan gambaran klinis berupa komedo, papul, pustul, nodus, kista, dan jaringan parut. Akne vulgaris merupakan masalah kulit tersering di dunia dan dapat mengenai 85% orang pada kelompok usia 12-24 tahun.2 Walaupun AV bukan merupakan penyakit yang mengancam jiwa serta sebagian besar dapat mengalami resolusi spontan, namun AV dapat menimbulkan gejala sisa berupa jaringan parut yang akan membuat pasien merasa tidak percaya diri, marah, bahkan depresi.
Berdasarkan data rekam medis Paliklinik Divisi Dermatologi Kosmetik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (IKKK RSCM), terdapat kenaikan insidens AV tipe ringan dari 18,11% pada tahun 2003 menjadi 38,26% pada tahun 2004, AV tipe sedang 28,45% tahun 2003 menjadi 50% tahun 2004, dan AV tipe berat dari 4,23% pada tahun 2003 menjadi 9,14% pada tahun 2004.
Sampai saat ini etiologi AV belum diketahui.3.7 Beragam faktor diduga sebagai etiologi penyakit ini.8 Akne vulgaris merupakan penyakit multifaktorial yang gambaran klinisnya bergantung pada interaksi banyak faktor.9 Empat faktor kunci yang diduga berperan dalam patogenesis AV adalah hiperproliferasi dan hiperkeratinisasi folikular, peningkatan produksi sebum, proliferasi mikroorganisme serta proses inflamasi.
Mikroorganisme yang diduga terlibat dalam patogenesis AV adalah Propionibacterium aches (PA), Staphylococcus epidermidis (SE), dan Malassezia furfur (MF). Propionibactenum acnes merupakan mikroorganisme yang paling dominan dan berperan penting menimbulkan inflamasi pada AV dengan menghasilkan enzim dan faktor kemotaktik serta dapat menstimulasi aktivasi komplemen melalui jalur klasik dan alternatif. Proporsi kepositivan kuman PA pada pasien AV tipe sedang dan berat sampai saat ini belum diketahui.
Pemberian antibiotik oral bertujuan untuk menurunkan jumlah PA serta menurunkan produksi enzim dan faktor kemotaktik oleh PA, sehingga menurunkan kemungkinan terjadi inflamasi. Antibiotik juga dapat berperan sebagai anti-inflamasi. Antibiotik oral biasanya diberikan pada pasien AV tipe sedang dan berat menurut kiasifikasi yang diadopsi oleh Regional Consensus on Acne Management pada tahun 2003 di Ho Chi Minh City dari artikel yang ditulis Lehmann dkk. (2002). Beberapa antibiotik oral yang digunakan dalam terapi AV adalah tetrasiklin, eritromisin, klindamisin, azitromisin, doksisiklin, minosiklin, siprofloksasin serta kotrimoksasoi.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21317
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Fitria Apriani
"Asam azelat adalah obat anti jerawat yang bekerja dengan cara menghambat enzim thioredoxin reduktase dari Propionibacterium acnes P.acnes yang mempengaruhi penghambatan sintesis DNA bakteri yang terjadi di sitoplasma. Untuk dapat menjalankan aksinya, asam azelat harus menembus melalui stratum korneum ke jaringan sebasea dan masuk ke sitoplasma bakteri dengan melewati peptidoglikan P. acnes yang tebal. Dengan demikian asam azelat perlu diformulasikan dalam vesikel lipid bilayer seperti etosom. Penelitian ini menggunakan metode hidrasi lapisan tipis untuk membentuk suspensi etosomal dengan variasi konsentrasi etanol 30 , 35 dan 40 . Aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi cair untuk menentukan Konsentrasi Hambat Minimum KHM dan Konsentrasi Bunuh Minimum KBM . Aktivitas krim etosom asam azelat dibandingkan dengan krim Z. Etosom asam azelat dengan etanol 35 memberikan hasil terbaik dengan efisiensi penjerapan EE sebesar 94,48 0,14 . Aktivitas antibakteri terhadap P. acnes menunjukkan bahwa krim etosom asam azelat memberikan aktivitas lebih baik daripada krim Z. Nilai KHM dan KBM krim etosom asam azelat adalah 250 ?g/ml sedangkan krim Z memiliki KHM 250 ?g/ml dan KBM 500 ?g/ml.

Azelaic acid is an anti acne drug by inhibiting thioredoxin reductase enzyme of Propionibacterium acnes P.acnes that affects the inhibition of bacterial DNA synthesis which occurs in the cytoplasm. So, azelaic acid must be penetrate through the stratum corneum to the sebaceous tissue and into the cytoplasm by passing through the thick peptydoglican of P. acnes. Thus, it is necessary to increase the penetration of azelaic acid that formulated based ethosome. This study using thin layer hydration method to form an ethosomal suspension with variations concentration ethanol 30 , 35 and 40 . Antibacterial activity were conducted using broth dilution method to determine Minimum Inhibitory Concentration MIC and Minimum Bactericidal Concentration MBC . The antibacterial activity of azelaic acid based ethosome were compared with the Z cream. Azelaic acid ethosome with 35 ethanol has given best result with Entrapment Efficiency EE of 94.48 0.14 . Antibacterial activity to P. acnes shown that the azelaic acid cream based ethosome given better activity than Z cream. The value of MIC and MBC of azelaic acid cream based ethosome was 250 g ml while the Z cream were shown MIC of 250 g ml and MBC of 500 g ml. This study proved that the azelaic acid cream based ethosome given better antibacterial activity."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49707
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>