Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
McDonald, William F.
Beverly Hills: Sage, 1979
345.7301 McD p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sebayang, Neken
1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erick Andhika
"Pemberian pinjaman dan perolehan pinjaman merupakan kegiatan yang lazim terjadi. Hal ini dapat terjadi dikarenakan di antara kedua belah pihak telah memiliki suatu kepercayaan bahwa pinjaman tersebut akan dikembalikan pada tanggal yang disepakati. Apabila pada tanggal yang telah ditentukan belum atau tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut, maka salah satu cara pengembalian pinjaman tersebut adalah dengan mengajukan permohonan pailit. Dalam skripsi ini membahas mengenai salah satu tugas dan kewenangan kejaksaan untuk mengajukan permohonan pailit terhadap suatu badan usaha demi kepentingan umum. Pengajuan permohonan pailit ini, dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Cibadak sebagai suatu tindak lanjut dari putusan pengadilan pidana yang mana terdapat perintah untuk melelang dan membagikan harta tersebut secara adil kepada seluruh investor.
......
Lending and acquisition loans are common activities. This can occur because in between the two sides have had a belief that the loan will be reimbursed on an agreed date. When on a date specified cannot restore the loan, then one way of the loan repayment is by applying for bankruptcy. In this thesis deals with one of the tasks and authorities of the Attorney General to file a petition in bankruptcy against a business entity for the sake of public interest. The filing of a petition in bankruptcy, was carried out by Cibadak State Prosecutor as a follow-up of the Criminal Court's verdict where there is an order to the property and share auctions are fair to all investors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56672
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaligis, Otto Cornelis, 1942-
Bandung: O.C. Kaligis & Associates bekerjasama dengan penerbit P.T. Alumni, 2006
345.023 KAL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ryo Aditya Arifiansyah
"UUD 1945 menyatakan secara tegas, bahwa "Negara Indonesia adalah Negara Hukum". Kaidah ini mengandung makna bahwa hukum di negara ini ditempatkan pada posisi yang strategis di dalam konstelasi ketatanegaraan. Agar hukum sebagai suatu sistem dapat berjalan dengan baik dan benar di dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, diperlukan institusi-institusi penegak hukum sebagai instrumen penggeraknya.Penegakan hukum merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan hukum dan sebagai komponen integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka menegakkan pilar-pilar negara hukum. Tujuan yang hendak dicapai adalah mewujudkan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Indonesia sebagai negara hukum, mengharuskan terwujudnya supremasi hukum. Kejaksaan Republik Indonesia sebagai salah satu institusi penegak hukum merupakan komponen dari salah satu elemen sistem hukum. Secara universal diberikan kewenangan melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan tugas-tugas lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Sebagai komponen dari salah satu elemen sistem hukum, Kejaksaan RI mempunyai posisi sentral dan peranan yang strategis di dalam suatu negara hukum. Posisi sentral dan peranan yang strategis ini, karena berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan, di samping sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan. Dalam upaya pengembalian kerugian negara, Kejaksaan telah mengupayakan suatu peradilan in absentia sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan, peradilan in absentia baru bisa dilakukan apabila syarat-syaratnya telah terpenuhi, tujuan utama dari peradilan in absentia adalah supaya perkara yang sedang ditangani tidak berlarut-larut dan memakan waktu lama dalam penyelesaiannya, dalam konteks ini supaya negara tidak terlalu dirugikan. Permasalahan yang timbul adalah, apakah syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya sebuah perkara tindak pidana dapat diajukan secara in absentia? Apakah dengan dilakukannya peradilan in absentia, pihak Kejaksaan dapat segera mengeksekusi putusan Pengadilan? Apakah upaya yang dilakukan oleh Kejaksaan dalam hal pengembalian kerugian negara khususnya dalam kasus yang disidangkan secara in absentia? Untuk memperoleh data yang akurat diperlukan metode penelitian yang tepat untuk memecahkan pokok permasalahan dalam membuktikan kebenaran hipotesis. Penulis lebih menekankan pada penjelasan mengenai pendekatan yang digunakan penulis terhadap pokok permasalahan yang diteliti, lebih berorientasi pada tujuan dan kegunaan. Oleh karena itu pendekatan yang tepat yaitu pendekatan normatif ditunjang dengan wawancara. Dalam metode pengumpulan data meliputi penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan yang akan dilakukan dengan cara-cara antara lain wawancara tatap muka dengan responden dan melakukan pengamatan langsung di lapangan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinuhaji, Rony Agustinus
"Upaya paksa dan tidak ditahannya terdakwa atau penangguhan penahanan banyak menimbulkan banyak perdebatan di masyarakat, yang dalam batas-batas apakah upaya paksa penahanan diperlukan dalam proses pemeriksaan terdakwa di peradilan. Suatu hal yang menarik perhatian apabila penangguhan penahanan tidak diperlukan lagi ditingkat peradilan, mengingat pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa dan penuntut umum diwajibkan menghadirkan terdakwa di persidangan. Di dalam upaya penangguhan penahanan paling tidak terkait oleh dua kepentingan yaitu apabila dilihat dari hak terdakwa adalah memperjuangkan asas praduga tidak bersalah sedangkan disisi aparat penegak hukum upaya paksa penahanan adalah guna kepentingan proses pemeriksaannya yang patutnya dalam rangka perlindungan masyarakat dimana sifat dari pelaksanaan upaya paksa di satu sisi adalah upaya untuk menciptakan ketentraman dalam masyarakat. Dalam hal kaburnya terdakwa di perlukan perhatian dalam hal perlunya dilakukan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa baik ditingkat penyidikan atau penuntutan. Pemahaman mengenai tujuan sistem peradilan pidana ini sangatlah penting. Menjadi keharusan dalam sebuah sistem berorientasi pada tujuan yang lama, untuk mencapainya dibutuhkan mekanisme yang terarah, kitidakpaduan antara sub system administrasi peradilan pidana akan menyebabkan terhambatnya proses peradilan pidana."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16403
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal
"Penelitian Hukum ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami konsep dan teoritis akademis agar dapat mengantisipasi timbulnya berbagai masalah bila hendak menerapkan ajaran perbarengan tindak pidana atau concursus dilapangan secara praksis; Bahwa ajaran perbarengan tindak pidana terdiri dari berbagai bentuk, antara lain, @ Perbarengan tindak pidana dalam satu perbuatan; @ Perbarengan tindak pidana sebagai perbuatan yang berlanjut; @ Perbarengan tindak pidana dalam beberapa perbuatan. Dan rumusan berbagai bentuk perbarengan tindak pidana ini telah dituangkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia, dan digunakan sebagai kerangka dasar hukum dalam sistem pemidanaan bagi setiap pelanggar aturan dan undang-undang tentang perbarengan tindak pidana di bidang perindustrian. Bahwa dalam era pembangunan ekonomi dan industri, seringkali elemen-elemen masyarakat terutama tingkat usaha kecil dan/atau mungkin tingkat menengah bidang perindustrian, dan secara berbarengan juga melanggar ketentuan pidana lainnya yang terkait, secara concursus; Permasalahan yang timbul adalah mengenai batasan-batasan perbuatan terlarang tersebut kedalam salah satu bentuk perbarengan tindak pidana.
Terkait dengan itu sesuai hasil penelitian, telah menunjukkan bahwa dari segi konsep dan teoritis akademis, pemenuhan beberapa syarat yang diperlukan bagi berbagai bentuk perbarengan tindak pidana itu telah menimbulkan banyak permasalahan, antara lain pelanggaran ketentuan yang terabaikan dan selain itu ada juga ketentuan persyaratan yang rumusannya kurang jelas. Sehingga hal itu berpengaruh pada perumusan dakwaan yang disusun oleh Penuntut Umum dalam membuat konstruksi hukum perbuatan perbarengan tindak pidana, dan konstruksi hukum yang disusun jaksa bagi penjatuhan hukum pidana ditingkat pengadilan; Hal ini tampak adanya kekurang jelian dan/atau terabaikan oleh jaksa, yaitu adanya bentuk perbuatan pidana lainnya dalam rangkaian perbuatan yang melanggar pidana selama dan sesudah proses produksi barang, dalam hal ini diawali dengan pelanggaran ketentuan pidana dalam perindustrian.
Sistem pemidanaan dalam berbagai bentuk perbarengan tindak pidana ternyata juga tidak atau kurang diperhitungkan di dalam penjatuhan pidana oleh putusan pengadilan, dalam hal ini terutama terkait berat ringannya hukuman pidana yang dijatuhkan pengadilan; terlepas dari pertimbangan adanya hal-hak meringankan dan hal-hal yang memberatkan, serta unsur keyakinan hakim pengadil; Sehingga seringkali tidak sesuai dengan ancaman hukuman yang seharusnya menurut pasal-pasal aturan perundang-undangan yang berlaku, terkait dengan ajaran perbarengan tindak pidana di bidang perindustrian.

ABSTRACT Legal research is aimed to know and understand the theoretical concepts and academia in order to anticipate problems if you want to apply the theory of joinder of offenses or concursus field in practical terms The doctrine of joinder of offense consists of various forms, among other things, Joinder of offenses in one criminal action Joinder of offense as continue criminal action Joinder of offenses in several criminal action. And the formulation of various forms of joinder of offenses is set forth in the Code of Penal Indonesia, and is used as the basic framework of law in the criminal system for any violators of rules and laws on joinder of offenses in the field of industry. That in an era of economic and industrial development, often elements of society, especially the level of small business and or maybe a mid level industrial field, and simultaneously also violates other related criminal provisions, it concursus Problems that arise are the boundaries of the forbidden actions into one form joinder of offences.
The research have shown that in terms of concept and theoretical academic, fulfillment of certain conditions that are required for various forms joinder of offense that have caused a lot of problems, among other violations of the provisions of the neglected and apart from that there is also provision requirements of the formulation is less clear. So it has an impact on the formulation of the indictments filed by the Public Prosecutor in making acts legal construction joinder of offences, and construction law prepared by the prosecutors for the imposition of criminal law court level It appears the lack of accuracy and or ignored by the prosecution, namely the existence of other forms of criminal acts in the series of criminal acts that violated during and after the production process of goods, in this case starting with the criminal offense provisions in the industry.
Criminal system in many forms joinder of offeces or less was also not considered in the sentences by a court decision, in this case mainly related to the severity of criminal penalties imposed by a court regardless of their consideration of the rights of ease and things are burdensome, as well as elements of the judge 39 s conviction of the court So often did not correspond to the penalty that should have been according to the articles of the rules of law applicable, related to the teaching of joinder of offenses in the field of industry.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T47194
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jethro Julian
"ABSTRAK
Jaksa adalah yang oleh undang-undang diberikan wewenang untuk melaksanakan putusan pengadilan pidana. Putusan pengadilan yang dimaksud di dalamnya juga termasuk pidana mati yang merupakan salah satu bentuk pidana yang masih diatur dalam perundang-undangan di negara Indonesia. Pada praktiknya, pidana mati yang dijatuhkan kepada seseorang baru dapat dilaksanakan bertahun-tahun setelah putusan pidana mati tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri karena dengan adanya penundaan pelaksanaan pidana mati yang berlarut-larut sehingga muncul anggapan bahwa adanya ketidakpastian hukum. Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang mana akan dikaitkan dengan peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. Setelah melakukan penelitian didapatkan kesimpulan bahwa jika ditinjau dari kedudukannya sebagai dominus litis atau pengendali perkara maka seorang Jaksa yang melaksanakan putusan pengadilan dapat atas kebijakannya sendiri dapat menunda suatu pelaksanaan putusan pengadilan dalam hal ini pidana mati. Kebijakan untuk menunda pelaksanaan pidana mati sangat lekat juga dengan posisi Jaksa sebagai penegak hukum sehingga sebagai penegak hukum harus memerhatikan tidak hanya pada kepastian hukum namun juga kemanfaatan hukum dalam pelaksanaan pidana mati itu sendiri.

ABSTRACT
The prosecutor is the one who by law is authorized to execute a criminal court decision. The said court decision includes death penalty as it is one of the forms of punishment which is still used in the Indonesian law. In practice, death penalty when charged to a person the execuiton can carry out for many years after the death verdict is legally binding. It has become a problem because of the prolonged punishment the assumption of legal uncertainty also arises. In this study the author use normative juridical research methods which will be attributed to the applicable law in Indonesia. After conducting the research it is concluded that if viewed from his position as dominus litis or the case controller then a prosecutor who executes a court decision may in its sole discretion postpone an execution of a court decision in this case capital punishment. The policy to postpone the death penalty is also closely attached to the position of the Prosecutor as a law enforcer as a law enforcemer must pay attention not only to legal certainty but also the legal benefit in the execution of the death penalty itself. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Alfredo Elias
"Indonesia adalah negara yang menempatkan hukum sebagai panglima sebagaimana diamanahkan oleh UUD 1945, oleh karena itu Republik Indonesia memahami mengenai pentingnya penegakan hukum. Penegakan hukum memiliki banyak aspek dan sistem untuk menjalankan fungsinya, salah satunya penegakan hukum pidana yang dilakukan dalam sistem peradilan hukum pidana. Kejaksaan RI sebagai salah satu lembaga penegak hukum di Indonesia memiliki tugas dan kewenangan dalam melakukan penuntutan, eksekusi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, serta penyidikan tindak pidana tertentu sebagaimana diatur dalam Undang – Undang. Dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya tersebut terkadang dibutuhkan metode diluar dari cara - cara yang biasa digunakan, yang salah satunya adalah cara – cara intelijen termasuk penyadapan. Pengaturan intelijen penegakan hukum terutama cara – cara penyadapan masih rancu dalam peraturan perundang – undangan di Indonesia, sehingga terjadi perdebatan dan diperlukan analisis yang dalam untuk menjawab permasalahan ini. Ada baiknya jika pengaturan cara – cara intelijen termasuk penyadapan diatur dalam suatu produk hukum Undang – Undang.

Indonesia is a country that put law as its guide as mandated by UUD 1945. Because of that reason Indonesia understands the importance of law enforcement. Law inforcement in Indonesia have many aspects and systems, one of them is the inforcement of criminal law. Indonesia’s prosecutor office as one of the law enforcement agency, has the duty and authority to prosecute, execute court rulings, and investigate certain crime according to law. In order to do it’s duty and authority, sometimes Indonesia’s prosecutors have to do things beyond the general methods, and one of those methods is intelligence, which include interception. Indonesian law hasn’t fully regulated law enforcement and interception yet, which resulted in uncertainty in the uses of the methods. It would be better if the government make a law that regulates law enforcement intelligence and interception."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Iwan
"Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi dalam batas wilayah suatu negara maupun yang dilakukan melintasi batas wilayah negara lain makin meningkat. Kejahatan tersebut antara lain berupa tindak pidana korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, perbankan, perdagangan gelap narkotika dan psikotropika, terorisme, penggelapan, penipuan, dan berbagai kejahatan kerah putih lainnya. Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana tersebut, pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh para pelaku kejahatan, karena apabila langsung digunakan akan mudah dilacak oleh aparat penegak hukum mengenai sumber diperolehnya harta kekayaan tersebut. Biasanya para pelaku kejahatan terlebih dahulu mengupayakan agar harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut masuk ke dalam sistem keuangan (financial system), terutama ke dalam sistem perbankan (banking system).Dengan cara demikian, asal usul harta kekayaan tersebut diharapkan tidak dapat dilacak oleh aparat penegak hukum. Upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan inilah yang dikenal dengan pencucian uang (money laundering). Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional merupakan hal baru di banyak negara termasuk Indonesia. Sebegitu besar dampak negatif terhadap perekonomian suatu negara yang dapat ditimbulkannya, mendorong negara-negara di dunia dan organisasi internasional menaruh perhatian serius terhadap pencegahan dan pemberantasannya. Bagi Indonesia, masalah pencucian uang baru dinyatakan sebagai tindak pidana oleh Undang-undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undangundang No.25 Tahun 2003, dan menjadi landasan yang kokoh bagi pembangunan rezim anti pencucian uang. Undang-undang ini secara tegas menyatakan bahwa pencucian uang merupakan perbuatan kriminal atau kejahatan.Berdasarkan undang-undang itu pula, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dibentuk dengan kewenangan untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasaan pencucian uang sekaligus membangun rezim anti pencucian uang di Indonesia.
Hal ini tentunya akan sangat membantu dalam upaya menjaga stabilitas sistem keuangan dan menurunkan terjadinya tindak pidana asal (predicate crimes). Lembaga ini juga berwenang menerima laporan dari penyedia jasa keuangan dan bila menemukan transaksi mencurigakan, menyerahkan laporan kepada kepolisian dan kejaksaan untuk ditindaklanjuti. Jadi dalam penanganan tindak pidana pencucian uang dalam tahap pra-adjudikasi, penyidik dan penuntut umum mempunyai mitra baru yang akan sangat membantu dalam proses penanganan tindak pidana pencucian uang tersebut. Sampai dengan saat ini penyidik dalam melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang masih menggunakan system pembuktian dua kali, yaitu membuktikan dulu tindak pidana asalnya baru kemudian membuktikan tindak pidana pencucian uangnya. Jadi penyidikan selalu dimulai dari tindak pidana asal.Demikian juga dalam proses penuntutan, belum ada kesepahaman/persamaan persepsi antara penuntut umum dalam penentuan bentuk dakwaan terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang yang sekaligus juga melakukan tindak pidana asal. Hal ini dapat diketahui dari beberapa kasus yang sudah ditangani, ada bermacam bentuk dakwaan yang digunakan tanpa ada dasar teori yang jelas."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16456
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>