Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Rifadi
"Dalam ilmu hukum, hak milik atas merek adalah hak kebendaan yang tidak berwujud (intangible right), oieh karena itu hak milik atas merek merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dimiliki manusia sejak lahir sebagaimana dikemukakan oleh John Locke pelopor teori hukum alam. Walaupun demikian perlindungan hak merek baru timbul jika ada pengakuan negara akan keberadaan hak tersebut, pengakuan ini dalam sistim hak kekayaan intelektual dikenal dengan "pendaftaran".
Suatu merek apabila sudah didaftarkan akan menjadi kewajiban negara untuk melindungi, menghormati, dan melaksanakan penegakan hukum jika terjadi pelangggaran. Praktiknya masih sering terjadi kasus pelanggaran hak atas merek yang umumnya menimpa merek terkenai dengan tujuan mencari keuntungan secara cepat tanpa melakukan promosi, pelanggaran seperti ini disebut persaingan curang.
Persaingan curang dalam bidang merek biasanya dilakukan kompetitor dengan cara membuat merek yang mirip-mirip balk dari segi kemasan maupun pengucapannya, sehingga apabila khalayak tidak jell dan umumnya ini sering terjadi akan terkecoh dan menganggap barangljasa yang dibeli berasal dari produsen yang sama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab masih terjadinya persaingan curang hak milik atas merek dikarenakan secara substansi belum diatur khusus didalam berbagai perundang-undangan merek yang pemah berlaku di Indonesia, oleh karena itu masih menggunakan aturan umum yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

The concept of law the right to a mark is an intangible right, otherwise its a part of human right aspect bring when was born as declare John Locke in his natural law theory. Although, the protection right to mark will be exist if there is being recognized by the state. The recognized in the intellectual property system called "registration".
A mark has registered in the General Register of Mark will be granted by state to protect, to respect, and to fulfill law enforcement from illegal conduct. Unfortunately, many cases criminal offences in the field of mark still happened every time, this act we called unfair competition.
Unfair competition of mark has done by competitor, they made a mark similarity will be confused a public especially consume product. Resulting this research indication that unfair competition still happened because not arranged in mark law yet otherwise still using general provision in the criminal law and civil law."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20703
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Aliansyah
"Pemegang saham minoritas sering kali menjadi pihak yang dirugikan dalam transaksi yang mengandung benturan kepentingan. Bapepam telah mengeluarkan Peraturan Nomor IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan sebagai suatu bentuk perlindungan hukum bagi para pemegang saham minoritas. Pokok permasalahan yang dibahas di dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai proses penawaran umum terbatas dengan HMETD yang dilakukan dalam rangka konversi utang menjadi saham, perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas dalam transaksi yang mengandung benturan kepentingan, dan prosedur RUPS Independen yang dilakukan oleh PT Central Proteinaprima Tbk. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menemukan bahwa PT Central Proteinprima Tbk dalam proses RUPS Independen telah terbukti melanggar ketentuan yang berlaku mengenai benturan kepentingan dan tidak sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance.
Kesimpulan yang didapat adalah pengaturan mengenai HMETD terdapat dalam Pasal 82 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Tentang Pasal Modal, Peraturan Bapepam Nomor IX.D.1, IX.D.2, IX.D.3 dan IX.D.4; perlindungan hukum dalam transaksi benturan kepentingan terdapat dalam Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Pasar Modal, dan Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 dan melalui penerapan prinsip Good Corporate Governance oleh perusahaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Central Proteinaprima Tbk, mengakibatkan RUPS Independen tidak sah, namun penawaran umum terbatas yang telah dilaksanakan tetap berlaku.

Minority shareholders are regularly disadvantaged in the transaction containing conflict of interest. Bapepam has enacted Rule Number IX.E.1 regarding Conflict of Interest as a form of legal protection to the minority shareholders. Main issues discussed in this research are how the regulation rules on the process of limited public Offering conducted with the Rights Issue in order to debt to equity swap transaction, legal protection to the minority shareholders in a transaction that contains a conflict of interest, and procedures performed by the Independent Shareholders of PT Central ProteinaprimaTbk.
This thesis is using the method of normative juridical research on its research and is a qualitative descriptive research. The research found that PT Central Proteinprima Tbk, during the process of Independent General Meeting of Shareholders, has been proven to violate the applicable provisions regarding conflicts of interest and not in accordance with the principles of Good Corporate Governance.
The conclusion is the regulation of rights issues contained in Article 82 paragraph (1) and (2) Capital Market Law, Bapepam Rule Number IX.D.1, IX.D.2, IX.D.3 and IX.D .4; legal protection on the conflict of interest transactions contained in the Law On Limited Liability Company, Capital Market Law and Bapepam Rule Number IX.E.1 and through the application of principles of good corporate governance by the company; violations committed by PT Central Proteinaprima Corporation, giving a result that the Independent General Meeting of Shareholders is not lawful, but limited public offerings which have been executed still remain valid.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1183
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Maryani
"Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Jabatan Notaris. Notaris dibutuhkan untuk melayani masyarakat dalam hal alat bukti dan menjaga kerahasiaan akta yang dibuatnya, sehingga sebelum melaksanakan jabatannya harus disumpah sebagaimana Pasal 4 juncto Pasal 16 ayat (1) Undang- Undang Jabatan Notaris. Perlindungan hukum sangat dibutuhkan dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris mengingat adanya Pasal 224 KUHPidana yang mengharuskan setiap orang yang dipanggil menjadi saksi harus memenuhi panggilan. Pasal 66 Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 telah melahirkan MPD yang diberikan kewenangan untuk memberikan perlindungan hukum bagi Notaris. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012 menghapuskan kewenangan MPD dalam memberikan ijin kepada penyidik atau penuntut umum untuk mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris. Notaris wajib hadir jika dipanggil, tetapi Pasal 4 dan 16 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris, Pasal 1909 ayat (2) KUHPer, serta Pasal 322 ayat (1) KUHPidana mewajibkan merahasiakan isi akta sehingga dapat mengunakan hak ingkar. Pasal 66 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 melahirkan Majelis Kehormatan Notaris sebagai lembaga yang memberikan perlindungan hukum yang sebelumnya merupakan kewenangan MPD.

Notary is a public official authorized to make an authentic deed and other authorities as specified in the Notary Law. Notary is required to serve the community in terms of evidence and maintain confidentiality deed that made, hence oath required before a person carrying out his position as notary under Article 4 in conjunction with Article 16 clause (1) Notary Law. Legal protection is required in running the duty as a Notary considering of the Article 224 of KUHP (Criminal Code) which requires that every person who called as a witness should be fulfill the summons. Article 66 of Law Number 30 of 2004 has spawned a Notary Supervisory Council may be authorized to provide legal guarantees for the protection of Notary. The Verdict of the Constitutional Court Number 49/PUUX/ 2012 abolish authority in giving permission to the investigator or prosecutor to take photocopies Minuta Deed and / or letters attached to Minuta Deed or Notary Protocol storage; and call the Notary to be present in the examination relating to a deed made or Notary Protocol. Notary must be present if called upon, but Article 16 clause (1) Notary Act, Article 170 clause (1) Criminal Procedure Code and Article 322 clause (1) of the Criminal Code requires that conceal the contents of the deed so as to use the right to refuse. Article 66 of Law Number 2 of 2014 issue Majelis Kehormatan Notaris as an institution that provides legal protection which previously was the authority of the MPD."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42135
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Weber, Rolf H.
"Anonymization explores the legal framework developed to help protect netizens’ privacy and their wish for anonymous communication over the Internet. It debates the value in helping to protect anonymity over a network which sees an increasing number of cybercrimes, and explores governmental interventions into anonymity requests, and whether requests should only be legal if a sufficiently legitimized public interest is given."
London: Springer, 2012
e20407911
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Wesley Yi-hung Weng
"ABSTRACT
This essay examines a series of judgements of the Court of Justice of European Union (CJEU), in particular the case of Tele2 Sverige AB and Watson, regarding the litigation derived from laws on surveillance in member states of the European Unions. On the basis of the judgements, this essay aims to comprehend and analyse state electronic surveillance on entire population, e.g., the surveillance on web browsing history and all the other sorts of metadata, without proper privacy and personal data protection safeguards via modern data technologies. In the mentioned judgements the CJEU confirms that, under the Charter of Fundamental Rights of the European Union and EU data protection law, such blanket retention of personal confidential data, including traffic data and s on, is unlawful and mass surveillance programmes are only allowed if they are targeted, e.g., fighting against serious crime, and not implemented on a general and indiscriminate basis. Furthermore, without appropriate safeguards, this essay argues that profiling and automated decision-making technologies can pose significant risks for data subjects' fundamental rights and freedoms."
Taipei: Taiwan Foundation for Democracy, 2018
059 TDQ 15:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library