Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tokyo: The United Nations University, 1981
641.5 PRO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zul Amri
Abstrak :
Kekurangan Energi Protein (KEP) masih merupakan satu masalah gizi utama pada usia balita di Indonesia. KEP ini meningkat di masa krisis ekonomi terutama pada keluarga miskin. KEP ini disebabkan oleh tiga hal, yaitu faktor langsung meliputi rendahnya asupan makanan dan penyakit infeksi, faktor tidak langsung yang meliputi pola asuh anak yang kurang baik, tingkat ketahanan pangan yang rendah, pelayanan kesehatan yang kurang baik, dan sanitasi lingkungan yang belum memadai, serta penyebab dasar yang meliputi kualitas sumber daya dan pemanfaatannya yang masih kurang (manusia, ekonomi, dan organisasi). Penelitian cross sectional ini menggunakan data sekunder hasil Studi Epidemiologi masalah Gizi Propinsi Sumatera Barat tahun 2002, atas kerja sama Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat dengan Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Padang. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode klaster dan ditentukan secara Probability Proportional to Size (PPS). Penelitian ini dilakukan terhadap anak berusia 6-23 bulan yang berjumlah 2251 orang. Analisis regresi logistik berganda dilakukan untuk mendapatkan model prediksi hubungan antara beberapa faktor resiko dengan kejadian KEP anak usia 6-23 bulan. Hasil penelitian memperlihatkan prevalensi KEP pada anak usia 6-23 bulan untuk indikator BB/UM sebesar 24,7 %, indikator TB/UM sebesar 19,6 %, dan indikator BB/TB sebesar 16,8 %. Berdasarkan indikator BBIUM terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi energi dan protein, penyakit infeksi, pola asuh anak, ketahanan pangan, dan sanitasi lingkungan dengan status gizi anak usia 6-23 bulan. Berdasarkan indikator TB/UM terdapat hubungan yang signifikan antara status konsumsi protein dan sanitasi lingkungan dengan status gizi anak usia 6-23 bulan. Berdasarkan indikator BB/TB terdapat hubungan signifikan antara status konsumsi energi, gala pengasuhan anak, tingkat ketahanan pangan, dan sanitasi lingkungan dengan status gizi anak usia 6-23 bulan. Tingkat konsumsi energi dan protein, penyakit infeksi, dan pola pengasuhan anak secara bersama-sama berhubungan dengan kejadian KEP pada anak usia 6-23 bulan berdasarkan indikator BB/UM. Konsumsi protein kurang merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi terjadinya KEP pada anak usia 6-23 bulan (OR 1,56). Berdasarkan indikator TB/UM variabel yang secara bersama-sama berhubungan dengan status KEP adalah tingkat konsumsi energi dan protein serta sanitasi lingkungan, sedangkan faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian KEP adalah tingkat konsumsi energi (OR 1,71). Faktor-faktor yang secara bersama-sama berhubungan dengan kejadian KEP pada indikator BB/TB adalah tingkat konsumsi energi dan protein, pola pengasuhan anak, dan tingkat ketahanan pangan. Tingkat konsumsi energi merupakan faktor paling dominan mempengaruhi kejadian KEP (OR 1,58). Karena variabel sanitasi lingkungan berhubungan signifikan dengan semua kategori status gizi (BB/UM, TB/UM, BB/TB), variabel ini perlu mendapat perhatian serius. Disarankan penanggulangan KEP secara terpadu antara pihak yang berkompeten dengan lintas-lintas program yang diperlukan. Karena besarnya kontribusi tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kejadian KEP pada anak usia 6-23 bulan di Propinsi Sumatera Barat, perlu penyuluhan yang lebih intensif terutama terhadap keluarga anak yang menderita KEP perihal pemenuhan makanan seimbang.
Factors that Related with Protein Energy Mal-Nutrition that Occur with Infants on Age between 6 - 23 Month Old at West Sumatra in The Year 2002 (Secondary Data Analysis West Sumatra Nutrition Epidemiological Studies in The Year 2002)Protein Energy Mal-Nutrition (PEM) is still one of major problem that always occur with infants in Indonesia. It is progressively rise in economical crisis situation especially in families that lived in poverty. Three subjects cause it: first, direct factors: less food intake and infectious diseases. Second, indirect factors that cover the lack of quality: infants education pattern, food endurance level, health services, and environmental sanitation. And the last subject causes it, the lack of human resource quality and the benefit of it (man, economy, and organization). This cross sectional research, using secondary data from epidemiological studies about nutrition at West Sumatra Province in the year 2002, which is collaborates with health department of West Sumatra Province and Nutritional Program of Health Polytechnic in Padang. Taking sample is using Cluster Method and resolute by using Probability Proportional to Size (PPS). Objects of this research are 2251 infants in age area 6-23 months. Multiple logistic regression analysis is used to get connectivity prediction between some risk factors and PEM situation that happened to 6-23 months old infants. Result of this research shows that PEM prevalence that happened to 6-23 months old infants for BBIUM indicator is 24,7 %, TB/UM indicator is 19,5 %, and BBITB indicator is 16.8 %. BB/UM indicator shows significant relationship between protein and energy level consumption. infectious disease, infants education pattern, food endurance, and environmental sanitation with nutrition status of 6-23 months old infants. TBIUM indicator shows significant relationship between protein consumption status and environmental sanitation with nutrition status of 6-23 months old infants. BB/TB indicator shows significant relationship between energy consumption status, infants education pattern, food endurance level, and environmental sanitation with nutrition status of 6-23 months old infants. Protein and energy consumption level, infectious disease, and infants education pattern together related with PEM situation that happened to 6-23 months old infants according to BBIUM indicator. Protein consumption is less dominant factor that influence PEM situation to 6-23 months old infants (OR 1.56). According to TBIUM indicator, protein and energy consumption level. and environmental sanitation are the variable that related with PEM status, and factor that dominantly influence PEM situation is energy consumption level (OR 1,71). According to BB/TB indicator, factors that together related with PEM situation are protein and energy consumption level, infants education pattern, and food endurance level. Energy consumption level is the dominant factor that influence PEM situation (OR 1,58). Because of environmental sanitation had a significant relationship with all nutrition status categories (BB/UM, TB/UM, BB/TB), so this variable must be given serious attention. Action from authority who has a competency with programs that needed is the suggestion to handle the PEM situation. Because of the huge contribution from protein and energy consumption level which influenced the PEM situation to 6-23 months old infants at West Sumatra, more intensive campaign especially to the families which their infants have PEM problems about set of scales food intake.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hermansyah
Abstrak :
Penyakit Kurang Energi Protein (KEP) merupakan bentuk kekurangan gizi yang terutama terjadi pada anak-anak umur dibawah lima tahun (balita) dan merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang perlu ditanggulangi. Masalah gizi memiliki dimensi yang luas, tidak hanya merupakan masalah kesehatan tetapi juga meliputi masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan dan Iingkungan. Faktor pencetus munculnya masalah gizi dapat berbeda antara wilayah ataupun antara kelompok masyarakat, bahkan akar masalah ini dapat berbeda antara kelompok usia balita. Kondisi krisis ekonomi yang terus berkelanjutan sampan saat ini, akan menyebabkan daya beli pada masyarakat secara umum menjadi menurun, karena disatu pihak relatif banyak yang kehilangan sumber mata pencaharian sementara dipihak lain adanya peningkatan harga barang dan jasa. Hal ini dapat mengakibatkan dampak buruk terhadap kesehatan dan gizi masyarakat terutama keluarga miskin. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP anak umur 6 - 59 bulan terutama pads keluarga miskin di daerah IDT Kota Sawahlunto. Faktor-faktor yang diteliti adalah konsumsi energi, konsumsi protein, pemberian kolostrum, pemberian ASI, pemberian makanan tambahan (PMT), diare, ISPA, berat badan lahir umur anak, jenis kelamin anak, pendidikan ibu, pekerjaan ibu clan jumlah anggota keluarga. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang (cross sectional) dengan pendekatan kuantitatif. Responden dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai anak umur 6 - 59 bulan di daerah IDT Kota Sawahlunto dan tergolong dalam kelompok keluarga miskin. Analisis data dilakukan analisis multivariat regresi logistik dengan jumlah sampel sebanyak 430 orang. Hasil pengolahan dan analisis data didapatkan bahwa prevalensi KEP anak umur 6 - 59 bulan pada keluarga miskin di daerah IDT Kota Sawahlunto adalah sebesar 21,6%. Kemudian anak dengan konsumsi energi kurang berisiko untuk menderita KEP 29,42 kali (95% CI : 9,266 - 93,387) dibandingkan anak yang memperoleh konsumsi energi cukup dan anak dengan konsumsi protein kurang berisiko untuk menderita KEP 2,99 kali (95% CI : 1,043 - 8,585) dibandingkan anak yang memperoleh konsumsi protein cukup. Sementara itu anak dengan pola menyusui secara Non Eksklusif berisiko untuk menderita KEP 6,69 kali (95% CI : 2,490 - 17,968) dibandingkan anak yang memiliki pola menyusui secara Eksklusif, anak yang mengalami sakit Diare berisiko untuk menderita KEP 7,74 kali (95% CI: 2,383 - 25,126) dibandingkan anak yang tidak sakit Diare dan anak yang mengalami sakit ISPA berisiko untuk menderita KEP 17,71 kali (95% Cl : 6,167 -- 50,830) dibandingkan anak yang tidak sakit ISPA Selanjutnya anak dengan berat badan lahir rendah berisiko untuk menderita KEP 4,3 I kali (95% CI : 1,342 -- 13,867) dibandingkan anak yang mempunyai berat badan lahir normal serta anak yang tinggal dalam lingkungan keluarga besar berisiko untuk menderita KEP 6,39 kali (95% CI : 2,350 -- 17,372) dibandingkan anak yang tinggal dalam lingkungan keluarga kecil. Disimpulkan bahwa kejadian KEP anak umur 6 - 59 bulan terutama pada keluarga miskin di daerah IDT Kota Sawahlunto berhubungan erat dengan faktor konsumsi energi, ISPA, Diare, pemberian ASI, jumlah anggota keluarga, berat badan lahir serta konsumsi protein.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 2747
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ansori
Abstrak :
Bayi umur 4 - 6 bulan mulai mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-AS1) secara bertahap, disamping masih tetap mendapat ASI. Pada masa ini kekebalan anak yang didapat secara pasif dari ibunya mulai menurun, sementara bayi mulai mendapatkan makanan yang kurang mencukupi dari kebutuhannya. Beberapa basil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi KEP pada bayi lebib dari 15% berdasarkan indeks status gizi (BB/U). Hal ini menunjukkan bahwa masalah gizi pada bayi merupakan hal yang serius yang perlu segera ditangani. Penelitian ini menganalisis data sekunder dari Penelitian " Pola menyusui, Usia penyapihan dan Pemberian MP-ASI dalam Kaitannya dengan Status Gizi Batita (6 - 36 bulan) Di Kecamatan Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Mir Sumatera Selatan Tabun 2001". Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh tentang kekuatan hubungan umur pertama kali pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi. Pada penelitian ini desain yang digunakan adalah cross sectional (potong lintang). Sampel adalah bayi umur 6 - 12 bulan yang mendapatkan ASI. Analisis yang digunakan adalah univariat, bivariat dan multivariat_ Hasil penelitian didapatkan bahwa prevalensi KEP sebesar 20,7%, rata-rata umur pemberian MP-ASI 3,8 bulan, sedangakan bayi yang diberi MP-ASI < 4 bulan sebesar 31,0%. Asupan energi dari rata-rata 764 kkal sedangkan asupan protein 16 gr. Dari basil analisis multivari.at didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara umur pertama kali pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi umur 6 - 12 bulan. Bayi yang mendapatkan MP-ASI pada umur < 4 bulan kemungkinan akan mengalami risiko gizi kurang 5,2251 kali dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan MP-ASI pads mnur 4 - 6 bulan setelah dikontrol oleh asupan energi. Ternyata asupan energi berperan sebagai confounder, atau mempunyai pengaruh dalam meningkatkan hubungan umur pertama kali pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi. Untuk meningkatkan status gizi bayi maka perlu dilakukan peningkatan pelaksanaan monitoring pertumbuhan melalui kegiatan UPGK di posyandu, selain itu kepada ibu menyusui hams diupayakan untuk tidak memberikan makanan prelakteal dan memberikan MP-ASI dini, karena bila sudah mendapat makanan prelakteal dan IvfP-ASI yang diberikan pada umur < 4 bulan bisa merugikan bayi. Petugas kesehatan berperan penting dalam memberikan pendidikan/konseling terhadap ibu hamil tentang manajemen laktasi. Agar bayi dapat memenuhi kebutuhan gizinya perlu dikembangkan makanan lokal melalui pelatihan pembuatan makanan lokal yang memenuhi syarat gizi dan cita rasa.
The Relationship between the First Age of Introducing Complementary Feeding with Nutritional Status of Babies aged 6 - 12 Months at Pedamaran Subdistrict Ogan Komering Ilir District South Sumatera in 2001Babies aged 6 -12 months begins to get complemernary feeding gradually while still breast feeded. In this age, baby immunity which was received passively from his mother decreases, while he begins to receive an inadequate food. Several researches show that protein energy malnutrition (PEM) prevalence to babies is more than 15% based on nutritional status index (Weight/Age). This shows that baby nutrition remains serious matter to overcome. The research analyzes secondary data obtained from the previous research titled "Breast feeding pattern, weaning age and complementary feeding in relation to the nutrition status of baby under three years ( 6 - 36 months) at Pedamaran Subdistrict, Ogan Komering Ilir District, South Sumatera in 2001". This research purpose is to obtain the relational strength between the first age of introducing complementary feeding and nutritional status of babies 6 - 12 months. This research uses cross sectional design, through univariat, bivariat, and multivariate analyses. Samples are baby aged 6 - 12 months who received Breast milk The research result shows that Protein Energy Malnutrition (PEM) prevalence is 20,7%, mean of ages introducing complementary feeding is 3,8 months, mean of babies of age of introducing complementary feeding < 4 months is 31,0%, mean of energy intake is 764 kkal, and mean of protein intake is 16 gr. Multivariate analysis shows that there is significant relationship between first age of introducing complementary feeding and nutritional status of infant age 6 -12 months. Babies who received complementary feeding <4 months possible might experience with under nutrition (Weight/Age) risk more than 5,2251 than babies who received complementary feeding at 4 - 6 months of age after controlled by energy intake. Apparently, energy intake plays as confounder role, or has influence to increase the relationship between first age of complementary feeding and nutritional status of infants. In order to improve baby nutritional status, there should be monitoring improvement through UPGK program at Posyandu. In addition, mother is expected not to administer prelacteal food and able to administer exclusive breast-feeding, because babies given prelacteal and administered of introducing complementary feeding at the age <4 months, they will be harmful. On the other hand there should be information given both to health officers and pregnant mothers about lactation management . In order to baby nutrient necessity, there should be it needs local/ordinary foods development through the training of local food production which fulfills nutrition condition and flavor.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Tri Susilowati
Abstrak :
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 dan dampak kekeringan yang berkepanjangan telah membawa masalah baru berupa penurunan daya beli dan penurunan konsumsi pangan terutama pada keluarga miskin sehingga mempengaruhi kesehatan dan status gizi masyarakat. Anak usia dibawah lima tahun (balita) adalah golongan usia yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi, terutama masalah Kurang Energi Protein (KEP) dan hal ini merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang perlu ditanggulangi karena dapat mempengaruhi kecerdasan melalui kerusakan otak yang akan bersifat permanen. Ibu kota propinsi Riau adalah kota Pekanbaru, memiliki 8 kecamatan dan merupakan pusat aktivitas perekonomian, pemerintahan maupun sosial kemasyarakatan. dimana berdasarkan hasil pemantauan status gizi (PSG) balita tahun 2001 didapatkan 5 (lima) kecamatan masih memiliki prevalensi gizi buruk lebih dari atau lama dengan 1% (>1%), sehingga untuk menghindari agar status gizi balita tidak jatuh kepada keadaan yang lebih buruk, dilakukan penelitian terhadap sistem tata laksana kurang energi protein (KEP) balita. Penelitian dilakukan di kota Pekanbaru terhadap kecamatan yang memiliki balita dengan status gizi sedang dimana berdasarkan batasan kritis kesehatan masyarakat dengan berat badan menurut umur (BB/U)adalah lebih dari 15% (<-2SD). Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, yang dilaksanakan pada bulan februari 2003. Pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (in depth Interview), observasi dan telaah dokumen terhadap variabel pengetahuan petugas, dana, sarana dan prasarana, metode, perencanaan, pengorganisasian. penggerakan, pengawasan, cakupan program dan tindak lanjut penanganan masalah. Informan dalam penelitian ini adalah pejabat pengambil keputusan, penanggung jawab operasional program gizi dan masyarakat pengguna dalam hal ini kader dan ibu balita dengan status gizi sedang. Berdasarkan hasil penelilian terhadap penemuan Kurang Energi Protein menunjukkan bahwa kurang lengkapnya pengetahuan petugas lapangan, masih rendahnva kemampuan advokasi Dinas Kesehatan Kota kepada pihak pemerintah Kota dalam hal penyediaan dana bagi penemuan Kurang Energi Protein balita, lemahnya sistim pencatatan dan pelaporan dalam ketersediaan sarana, belum dilaksanakannya penggunaan metode penanggulangan Kurang Energi Protein balita secara optimal, masih lemahnya data dan informasi dalam penyusunan perencanaan dan evaluasi, tidak aktifnya koordinasi lintas sektoral, belum berjalannya fungsi penggerakan secara maksimal di tingkat puskesmas, belum dilaksanakannya fungsi pengawasan secara menyeluruh meliputi komponen input, proses, dan out put, dan belum terkoordinasinya sistim rujukan antara Rumah sakit dan puskesmas maka manajemen penemuan Kurang Energi Protein (KEP) di Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru perlu diperkuat. Dalam upaya penemuan Kurang Energi Protein (KEP) di Dinas kesehatan kota Pekanbaru disarankan agar pihak Dinas kesehatan bekerja sama dengan Puskesmas lebih meningkatkan perhatiannva pada kegiatan peningkatan pengetahuan petugas lapangan, advokasi yang efektif kepada pemerintah kota dan DPRD, peningkatan hubungan kerja sama lintas sektoral, peningkatan sistem manajemen data dan informasi terutama pencatatan, pelaporan dan pengolahan data, serta meningkatkan fungsi pengawasan meliputi komponen input, proses dan out put. ......An Analysis of Protein Energy Malnutrition (PEM) Management System for Children Under-Five in District Health Office of Pekanbaru in 2002Economic crisis, which has started since 1997, and the effect of long dry season in Indonesia have brought about some new problems, such as the decrease of public purchasing power and food consumption especially for the poverty family. This decrease may influence public health and nutritional status. The group of children under five is susceptible to health and nutritional problems, especially to the problem of Protein Energy Malnutrition (PEM), and this is a main nutrient problem in Indonesia that is necessary to prevent due to its bad effect to one's intelligence through permanent brain decay. The capital city of Riau Province is Pekanbaru. It is a center of economic activities, government administration and social activities and has 8 sub districts. Data of Nutritional Assessment (NA) of children under five in 2001 show that 5 (five) sub districts remained to have bad nutrient prevalence, which is more or equivalent to 1% (> 1%). To prevent the bad nutritional status of children under five is not becoming worse, it is necessary to carry out a research about Protein Energy Malnutrition (PEM) management system for children under five. This research was conducted in Pekanbaru City in five sub districts that have medium nutritional status, vbere its public health critical limit to the body mass based on age is more than 15% (< -2SD). The research was conducted by using qualitative method, which is conducted in February 2003. The data were collected by using in-depth interview, observation and documents review for the variables of personnel's knowledge, fund, structure and super-structure, methods, planning, organization, movement, supervision, program coverage, and follow up of problem treatment. The informants of the research were policy makers, operational coordinator of nutritional program, and communities: mother candidates or mothers of children under five with medium nutritional status. According to the result the study of finding management system of protein energy malnutrition, there are less completeness of field personnel?s' knowledge, lack ness of City of Health Office's advocacy ability to the City Government to provide sufficient fund for protein energy malnutrition for children under five, weaknesses in recording and reporting system due to facilities availability: not optimum of using protein malnutrition energy finding method, weaknesses of data and information in plan arrangement and evaluation, inactiveness of cross sectoral coordination, not maximum of moving function in the level of Public health center, not carrying out of overall supervision function, which consists input, process, and output component, and no coordination of reference system between Hospital and Public Health Center. Therefore, Protein Energy Malnutrition (PEM) management system for children under five in the Health Office of Pekanbaru is necessary to be strengthened. In the effort of Protein Energy Malnutrition (PEM) management system in City Health Office of Pekanbaru, it is suggested to Health Office to work together with Public Health Centers to increase their attention to the programs of field personnel's' knowledge development, to make effective advocacy to the City Government and Local House Representative, to increase cross-sectoral coordination, to improve data and information systems especially in recording, reporting, and data processing, also to increase supervision function, which consists input, process, and output component.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T11191
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Permadi Suratman
Abstrak :
Penanganan kasus KEP pada Balita tidak bisa hanya dilakukan dengan langkah-langkah pencegahan, tetapi harus sekaligus dilakukan intervensi gizi, antara lain dengan pemberian tambahan konsumsi makanan. Untuk menyusun perencanaan program atau intervensi gizi diperlukan identifikasi masalah gizi dan kebutuhan yang diperlukan dengan melakukan analisis situasi kesehatan. Hasil analisis situasi kesehatan yang akurat membutuhkan datalinformasi yang cukup baik kuantitas maupun kualitas. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas program gizi (SP3-LB3.1) yang berjalan selama ini belum menghasilkan data/informasi program gizi yang lengkap, cepat dan akurat. Oleh karenanya pemanfaatan hasil luaran SP3-LB3.1 oleh pengelolah program gizi di tingkat Dinkes Kabupaten belum optimal, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan informasi tingkat manajemen pelaksana dalam penyusunan programlintervensi terhadap permasalahan KEP pada Balita. Disamping itu, SP3-LB3.1 bukan merupakan satu-satunya pelaporan yang harus dibuat oleh Puskesmas, tetapi masih terdapat laporan lain (F III Gizi) yang diminta langsung oleh pengelola program gizi Dinkes Kabupaten. Hal ini selain menjadi beban bagi Puskesmas juga mengakibatkan adanya duplikasi data gizi antara pemegang program gizi dengan data pada pengelola SP3-LB3.1. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Program Gizi (SP3G) merupakan pengembangan dari SP3-LB3.1, yang diharapkan menghasilkan datalinformasi mengenai cakupan keberhasilan program gizi di Puskesmas secara cepat, lengkap, dan akurat. mengenai cakupan keberhasilan program gizi di Puskesmas secara cepat, lengkap, dan akurat. Pengembangan sistem ini didukung dengan adanya perubahan fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten dalam era otonomi daerah, dari technical control menjadi technical support. Dimana Dinas Kesehatan kabupaten mempunyai kewenangan dalam pengembangan Sistem Kesehatan sesuai dengan kebutuhannya sendiri. Pengembangan SP3G dilaksanakan dengan menetapkan kebutuhan data/informasi, dan indikator, mendesain sistem pengolahan dan penyajian data, mendesain format input dan output laporan, serta perancangan program aplikasinya. Pengumpulan data/informasi dilakukan melalui wawancara dan observasi terhadap komponen sistem. Pengoptimalan fungsi Sub Bagian Perencanaan sebagai pengelola data program kesehatan khususnya masalah gizi, serta pelaksanaan mekanisme umpan balik akan lebih mengoptimalkan pelaksanaan SP3G dalam menghasilkan informasi program gizi yang berkualitas, sehingga dapat mendukung manajemen program gizi di tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten, baik dalam perencanaan, monitoring, dan evaluasi program.
Management Information System Development of Protein Energy Malnutrition For Children 0-5 Years at The Health Departement of Banjarnegara District To solve the case of protein energy malnutrition (PEM) for children 0-5 years is not only through prevention, but also through nutrition intervention program, for example by giving additional food. To compose nutrition intervention program or planning, officer should identify nutrition problem along with its needs through analyzing health condition. Its accurate result needs qualified data 1 information in terms of quality and quantity. SP3-LB3.1 (Nutrition recording and reporting program used at public health center/PHC) which is used currently does not produce data 1 information which is complete, instant and accurate. Consequently, performing SP3-LB.1 results used by nutrition analyst at District Health Officer is still not so optimal that it does not fulfill information which is needed by management executive level in order to compose nutrition intervention program/planning to solve PEM for children 0-5 years. In addition, SP3-LB3.1 is not the only reporting program which is composed by PT-IC. The other report is F III - nutrition which is asked directly by the nutrition program executive of District Health Office. These all become burden for PHC. In addition, it causes nutrition data to be duplicated among nutrition program executives and SP3-LB3.I executives. SP3G (the system of nutrition recording and reporting program is developed from SP3-LB3.1) which is designed in order to produce data / information about the coverage of PHC nutrition program achievement rapidly, completely and accurately. The system development is supported by functional changes of district health office from technical control into technical support in distract authonomy era. With this changes, District Health Office has an authority to develop health system based on its own needs. Developing SP3G is conducted deciding data/information needs along with their indicators, designing data performing and processing system, designing input and output reporting format and designing its application program. Data/information collection is conducted through interviewing and observing system components. Optimizing the function of Sub Sector Planning office as the executive of health program data especially for nutrition along with its feed back mechanism application will maximize SP3G application in order to produce qualified nutrition program information so that it supports nutrition program management at District Health Office in perspective of planning, monitoring, and program evaluation.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T12630
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrafikar
Abstrak :
Kurang Energi dan Protein (KEP) merupakan bentuk kekurangan Gizi yang terutama terjadi pada anak-anak umur dibawah tiga tahun (Batita), dan merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang perlu ditanggulangi. Usia 6 bulan merupakan titik awal timbulnya masalah KEP, karena diperkirakan pada usia tersebut kualitas kandungan zat gizi Air Susu Ibu (ASI) sudah mulai berkurang sementara pemberian makanan pendamping ASI tidak mencukupi. Sumatera Barat merupakan 5 propinsi di Indonesia yang mempunyai gizi buruk melebihi 10 % selain DI Aceh, Sumut, NTB, NTT. Menurut data PSG Prop. Sumbar tahun 1999, terjadi peningkatan KEP pada anak Balita, dimana Gizi Buruk 10,9 % sedangkan angka Nasional hanya 8,1 %. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor determinan Kurang Energi dan Protein anak usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun di Kota Padang. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian epidemiologi analitik observasional dengan desain Kasus Kontrol. Lokasi Penelitian dilakukan di Kota padang, dimana pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan mempertimbangkan angka status gizi yang tinggi. Waktu penelitian dilaksanakan kurang lebih 2 bulan dari bulan Maret sampai dengan April 2003. Teknik pengambilan. sampel secara simple random sampling, yang pertama diambil adalah kasus kemudian baru kontrol, kesempatan pertama kontrol diambil dari tetangga kasus terdekat yang berada disamping kanan rumah. Jumlah sampel sebanyak 202 dengan perbandingan kasus dan kontrol 1:1. Dari hasil analisis ada empat variabel yang tidak berhubungan secara signifikan (p>4,05) dengan terjadinya KEP, yaitu variabel pendapatan keluarga, Sarana Kesehatan, Jumlah Anak, dan pekerjaan orang tua. Variabel yang paling dominan berhubungan dengan terjadinya KEP pada anak umur 6 bulan sampai dengan 3 tahun di Kota Padang adalah Variabel Perawatan Anak dengan nilai OR = 13,88, Tingkat Konsumsi Protein dengan nilai OR = 12,6, dan Ketersediaan Pangan dengan nilai OR = 4,44. Dalam melakukan intervensi untuk memperbaiki status gizi anak umur 6 bulan sampai dengan 3 tahun di Kota Padang agar memperhatikan ke tiga variabel di atas yang berpengaruh munculnya kejadian ICEP dan perlu penelitian lebih lanjut dengan melihat pola asuh anak dengan desain yang sama secara skala besar. Daftar Bacaan : 97 (1984 -- 2002)
Determinant Factor of Protein and Energy's Shortage for Children in the Age of 6 Month to 3 Years Old in the Kecamatan of Kuranji City of Padang - in the Year of 2003Lack of energy and protein (KEP) is a form of nutrition shortage that is primarily occurred in children under three years old (Batita J Bawah Tiga Tahun, Ind.), and is one of the major nutrition's problems to be dealt with. The age of 6 month is the starting point for this problem; it is assumed that in this age the nutrition in AS1 (Air Susu Ibu, Ind. / Mother's milk) is decreasing while supplemental food were not given in proper dose. West Sumatra is one of the five provinces in Indonesia having bad nutrition, others are DI Aceh, North Sumatera, NTB, and NTT. According to the PSG's data for the province of West Sumatera in the year of 1999, there is an increase of KEP (Energy and Protein's Shortage) toward Children under five year old. Where Bad Nutrient level is 10.9 %, where as national level were at 8.1 'XL This research is meant for identifying determinant factors of Energy and protein's Shortage for the children at the age of six month to three years old in the city of Padang. The research was done by using Observational Analytical Epidemiologist Research Plan with Control Case Design. The research was conducted in the city of Padang, chosen purposively by considering high nutrition status' level. The research was done in a period of 2 months more or less, from March to April 2003. The samples were taken using random sampling, first taken the Case then the Control, the first chance of Control taken from a near by neighbor (at right from the house). Samples taken were a total of 202 with a balance of Case and Control 1:1. The result shows 4 significantly separate variables (p > 0.05) to KEP, which is family's income variable, heath resources, number of children, and parent's occupation. The most dominant variable to KEP in children aged six months to three years in the city of Padang is the Children Care Variable with OR's value = 13.88, Proteins Consumed Level with OR's value = 12.6 and Food Supplies with OR's value = 4.44. Take into account of these three variables that affects KEP in doing interference to enhance nutrient's status for the children in the age of 6 months to three years in the city of Padang, further study is necessary by observing Children Care Pattern with the same design in a larger scale. Literatures : 97 (1984 - 2002)
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T13004
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Josefina Hicap-Serneo
Abstrak :


In the Philippines and in many other countries, not so many studies have been conducted with prisoners specifically on their protein and nutritional status. Thus, this study was conducted among adult male inmates in San Ramon Prison and Penal Farm, Zamboanga City, Philippines in January 2001 with the objective to determine the association between protein and energy intakes and nutritional status, among adult male inmates. The study was cross sectional and included 105 randomly selected adult male inmates. Data were collected using interview, anthropometries and biochemical assessments procedures.

Results of the study evidently showed: the present protein and energy intakes and nutritional status of the inmates were good and it was reflected in the biochemical assessment. The diet of the inmates was sufficient with regard to total protein, calcium, iron vitamin A and riboflavin and very deficient in total energy, ascorbic acid, niacin and thiamin. With the exception of bananas no fruit has been served during the survey.

Animal protein constitutes very low and most of their dietary protein source was derived from plant specifically green mug bean which was easily recognized by the inmates during the survey.

In spite of good protein index based on biochemical assessment, the data findings also suggested that protein intake could still be improved by increasing the protein quality. Health and nutrition education should be focused and given attention as well.

In conclusion, protein and nutritional status among adult male inmates in San Ramon Prison and Penal Farm were adequate based on anthropometric and biochemical assessment.

2001
T2822
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
John Amos
Abstrak :
Kekurangan Energi dan Protein (KEP) masih merupakan salah satu masalah gizi utama pada usia balita di Indonesia. KEP ini meningkat di masa krisis ekonomi terutama pads keluarga miskin. Untuk itu pemerintah menggulirkan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan bagi balita keluarga miskin agar merehabilitasi atau mengembalikan dampak dari KEP. Program PMT-Pemulihan akan berhasil dengan baik apabila didukung persepsi tentang kurang gizi ("malnutrition") yang baik, sebab persepsi kurang gizi penting sebagai kekuatan intervensi pads balita yang menderita kurang gizi dan upaya penyebaran pesan-pesan gizi. Oleh karena itu penelitian ini memusatkan perhatian pads upaya untuk memperoleh gambaran bagaimana hubungan antara persepsi ibu balita tentang kurang gizi dan PMT-Pemulihan dengan status gizi balita penerima PMTPemulihan tersebut. Penelitian dilakukan pads keluarga miskin yang balitanya mendapat PMTPemulihan di Kecamatan Sungai Limau dan Kecamatan VII Koto Sungai Sarik. Kabupaten Padang Pariaman Propinsi Sumatera Barat. Disain penelitian adalah survei dengan pendekatan crossectional (studi potong lintang). Pengambilan sampel dilakukan secara multistage cluster random sampling dan sampel sebanyak 300 ibu balita. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi KEP total sebesar 42,2 % dar KEP nyata 12,8 %. Persepsi kurang tentang kurang gizi dan PMT-Pemulihan cukul tinggi yaitu 46,2 %. Ada hubungan yang bermakna antara persepsi ibu balita tentans kurang gizi dan PMT-Pemulhan dengan status gizi balitanya (p<0.05). Tetapi ibu balit: yang mempunyai persepsi kurang tentang kurang gizi dan PMT-Pemulihan mempunya proteksi atau memperkecil risiko terjadinya KEP pada balitanya sebesar 0,616 kal dibandingkan dengan ibu balita yang mempunyai persepsi balk tentang kurang gizi Faktor persepsi ibu balita tentang kurang gizi dan PMT-Pemulihan, pendidikan ibu balit, dan konsumsi energi balita secara bersama-sama mempengaruhi terjadinya KEP pad; balita. Konsumsi energi balita merupakan faktor yang paling dorninan mempengarul' terjadinya KEP pada balita. Dari basil penelitian ini disarankan agar tetap meneruskan pemberian PMT Pemulihan dengan disertai pendidikan gizi dan dibentuk kembali "Taman Gizi" yan, menyelenggarakan makanan balita yang KEP. Perlu dilakukan penyuluhan yang lebi intensif dengan melibatkan tokoh masyarakat khususnya Tungku Nan Tigo Sajaranga (ulama, tokoh adat dan cerdik pandai). Perlu penelitian lain yang lebih cocok rnisalny studi kasus kontrol dan mencari faktor-faktor penyebab rendahnya keberhasilan PMT Pemulihan.
The Relationship Between Perception of Mother Under Five Years Children about Malnutrition and Supplementary Feeding Program ("PMT-Pemulihan") with Nutritional Status in Poor Family at Padang Pariaman District, West SumatraProtein-Energy Malnutrition (PEM) is still one primer nutrition problem under five years children in Indonesia. PEM increased in economic crisis especially for poor family. The program of supplementary feeding ("PMT-Pemulihan") for under five years children in order to rehabilitate or reduce PEM impact. Supplementary Feeding Program ("PMT-Pemulihan") could be successe if supported by perception of malnutrition and supplementary feeding program. It was very important as treatment powerful on under five years children who malnutrition and efforted to distribute nutrition massages. There fore, the research focused for efforting how to describe the relationship between mother under five years children who malnutrition and supplementary feeding program with nutritional status of under five years children who consume food supplementary. The research have done for poor family who got supplementary feeding program at Sungai Limau subdistrict and VII Kota Sungai Sarik subdistrict, Padang Pariaman District West Sumatra. Reseach designed has survey by crossectional. Samplimg used by multi cluster random sampling and sample size were 300 mothers under five years children. The result of research show prevalence PEM 42,2 percent and severe PEM 12,8 percent. Perception about malnutrition and supplementary feeding program for less category is 46,2 percent. A significant relationship between perception mother under five years children who malnutrition and supplementary feeding program with nutritional status of under five years children (p<0,05). The mother of under five years children who has less perception about malnutrition and supplementary feeding program could be protection of risk PEM for their under five years children as 0,616 times than the others enough category. The perception of malnutrition and supplementary feeding program, education of mother under five years children and energy consumption of under five years children are factors which could be PEM to under five years children. The research recommended to be continuing supplementary feeding program with used nutrition education and reformed the Nutrition Demontration Plot ("Taman Gizi") which can apply under five years children food which PEM It has necessary to be done with an intensive education by involved community specially Tungku Nan Tigo Sajarangan ("Ulama, Tokoh Adat, Cerdik Pandai"). More research which another design, for example made by case control study and to have unsuccesfull factors of supplementary feeding program cause it.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T581
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>