Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 5 Document(s) match with the query
cover
Trisna Setiawan
"Meningkatnya persaingan dan tuntutan mutu pelayanan terhadap puskesmas serta munculnya tuntutan kemandirian dalam aspek pembiayaan kesehatan di daerah telah mendorong puskesmas agar dikelola secara profesional. Selain itu, masih adanya kelemahan manajemen puskesmas seperti sumber daya manusia yang masih terbatas dalam kuantitas dan kualitasnya, sumber keuangan belum mencukupi, sistem informasi masih dilakukan secara manual dan sarana/prasarana puskesmas masih belum sesuai dengan kebutuhan. Dalam era otonomi, Puskesmas didorong untuk menyusun perencanaan yang matang sesuai dengan analisis situasi setempat dalam bentuk rencana strategis (renstra) puskesmas. Penyusunan renstra puskesmas semakin menjadi prioritas setelah adanya mandat berupa SK Kadinkes Kota Depok nomor 440/30/Kpts/Pr-2002 yang mengharuskan setiap puskesmas yang ada di Kota Depok menyusun renstra.
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun renstra Puskesmas Cimanggis tahun 2004 - 2008, yang untuk selanjutnya dapat digunakan oleh pimpinan puskesmas sebagai acuan dalam menyusun perencanaan dan penganggaran tahunan puskesmas. Ruang lingkup penelitian dilakukan di Puskesmas Cimanggis, Dinkes Kota Depok, BPS Kota Depok, dan sarana kesehatan yang ada di sekitar puskesmas.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, concerrsus decision making group dan kajian dokumen.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang menjadi peluang adalah lokasi puskesmas strategis, tarif murah, ekonomi stabil, tingginya kepadatan penduduk dan banyaknya industri. Faktor yang menjadi ancaman adalah meningkatnya tuntutan mutu, kebijakan dana operasional yang belum menunjang puskesmas, teknologi pesaing lebih baik, bertambahnya jumlah pesaing dan beragamnya jenis penyakit. Faktor yang menjadi kekuatan adalah puskesmas sebagai tempat rujukan, adanya layanan rawat inap, produk layanan lebih banyak, buka pagi dan sore hari serta kegiatan pemasaran yang baik. Faktor yang menjadi kelemahan adalah keuangan tidak memadai, SDM masih kurang, belum ada layanan spesialis, Organisasil manajemen dan sistem informasi belum berkembang.
Kesimpulan pada penelitian ini adalah posisi puskesmas yang dianalisis dengan matriks IE berada pada sel V yaitu pelihara dan bertahan, dengan altematif strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Sedangkan posisi yang sesuai dengan matriks SPACE berada pada kuadran konservatif dengan alternatif strategi penetrasi pasar, pengembangan produk, pengembangan pasar dan diversifikasi konsentrik. Pada tahap matching dihasilkan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Pada tahap menentukan prioritas dengan QSPM terpilih pengembangan produk diikuti dengan penetrasi pasar.
Disarankan jenis kegiatan untuk strategi pengembangan pasar adalah menambah kapasitas rawat inap, membuka layanan spesialis anak, membuka layanan gigi sore hari, mengembangkan rumah bersalin dan layanan laboratorium. Sedangkan kegiatan untuk strategi penetrasi pasar adalah membuka puskesmas pembantu, mengaktifkan pusling, mengembangkan kerjasama dengan perusahaan dan sektor informal serta mengembang kan program dokter keluarga.

High competition and increasing demand of Public Health Center (PHC) service quality as well as requirement for regional health financing independency has drive the tendency to organize PHC professionally.
Several PHC management weakness found are : the lack of human resources, inadequate financing resource, manual information system as well as facilities and infrastructure that has not yet meet the real need. All of these factors has force PHC to make a good sequential strategic plans in the form of PHC Strategic Planning. The need for a PHC Strategic Planning has become a top priority following the mandate of SK Kadinkes Kota Depok No 440!301KptslPr-2002 that requires each PHC in Depok to compile its Strategic Planning.
This research aim to provide Strategic Planning for PHC Cimanggis for the period of 2004 - 2008, which afterwards could be used by PHC top management as a guidance in writing their Annual Budget Planning,
The research is conducted at the Public Health Center Cimanggis, Dinkes Depok, BPS Depok with its health facilities in the surrounding. Data is collected using the method of indepth interview, consensus decision making and document study.
Result of the study has disclosure : Opportunity factors are strategic location of PHC, low charge for the service, economic stability, high demography density and many industries. Threat factors are increasing requirement to quality, policy of operational financing, competitor's higher technology, as well as the increase number of competitors and various diseases existed. Strength factors are PHC use as reveral, overnight care provided, broader product services, longer open hours in the morning and afternoon as well as fine marketing activities. Weakness factors are insufficient finance, unorganized human resource, nothing specialist service, undeveloped information system and management.
In conclusion, using the 1E matrix, PHC is positioned at cell V, Hold and Maintain with alternative strategic are market penetration and product development. In the other hand, using SPACE matrix, PHC is suite to Conservative Quadrant with alternative strategic are market penetration, product development, market development and concentric diversification.
For increase the success of PHC Strategic Planning, so suggested for product development, activities recommended are adding overnight care capacity, open up pediatric services, provide dental service in the afternoon, build up maternity care with its laboratory service. For market penetration, activities recommended are open assist PHC, activate pulsing, widen cooperation and informal sector companies and initiate family doctor.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erawati
"Penetapan tarif Puskesmas Tanjung Paku selama ini belum mengacu pada suatu analisis biaya satuan pelayanan dan tingkat kemampuan membayar masyarakat. Apakah dengan tarif yang sekarang berlaku sudah mendekati biaya satuan pelayanan dan kemampuan membayar masyarakat dan bagaimana tarif yang rasional di Puskesmas Tanjung Paku, maka dilakukan suatu penelitian/analisis tentang tarif ini di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku kota Solok.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis dengan rancangan cross sectional. Data yang digunakan adalah data sekunder untuk pusat-pusat biaya dan untuk menentukan ATP (kemampauan membayar masyarakat) dipakai data Susenas 1999 dan data pengunjung Puskesmas. Data primer dilakukan dengan wawancara terpimpin dengan memakai kuesioner. Perhitungan biaya satuan pelayanan didapatkan dari analisis biaya dengan metode double distribution sedangkan analisis tarif dikembangkan melalui simulasi tarif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya satuan aktual tanpa Annualized Fixed Cost (AFC) dan gaji di Unit BP adalah Rp. 2.617,34 untuk KIA Rp. 3.630,14 dan untuk poli gigi Rp. 5.074,55. Biaya satuan normatif untuk unit BP adalah Rp. 4.603,96 untuk KIA Rp. 7.850,65 dan poli gigi Rp. 12335,55. Biaya satuan yang didapatkan ini lebih besar dari tarif yang berlaku sekarang yang hanya Rp. 1.500,﷓
Dari simulasi tarif di unit pelayanan BP, KIA dan Poli Gigi maka tarif yang rasional, untuk unit BP adalah Rp. 3.000,-dengan jumlah pengunjung Puskesmas yang mampu membayar adalah 97% dan Cost Recovery Rate (CRR) 108,18% untuk unit KIA adalah Rp. 4.000,- dengan jumlah pengunjung yang mampu membayar adalah 97% dan CRR 103,88% dan untuk poli gigi (pengobatan) adalah Rp. 6.000,- dengan jumlah pengunjung Puskesmas yang mampu membayar 94% dan CRR 105,14%. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan oleh Pemerintah daerah Kota Solok dalam menetapkan tarif rawat jalan di Puskesmas.

The Analysis of the Pricing Policy Outpatient Service Based on Unit Cost and the People Ability to Pay in Community Health Center, Tanjung Paku, Solok at the Year 1999/2000Determination of health care fee in Tanjung Paku Community Health center has not referred unit cost analysis of service and the people ability to pay. In order to know whether the current rate have approached unit cost of service and the people ability to pay and how rational rate in the Community Health Center in Tanjung Paku has done it, a research/analysis regarding this rate has been done in work area of Community Health Center in Solok.
This research is a descriptive analysis with cross-sectional design. The data used is secondary data for cost centers and to determine ATP (the people Ability To Pay) National Census 1999 data is used and data of the Community Health Center. The primary data is obtained by service unit cost is obtained from cost analysis by using double distribution method, while the rate analysis is developed by using rate simulation.
The result of research indicates that the actual unit cost without Annualized Fixed Cost (AFC) and the salary in General Policlinic unit is Rp. 2.617,34 Mother and Children Welfare section is Rp. 3.630,14,- and Dentist Policlinic is Rp. 5.074,55. The normative unit cost for General Policlinic unit is Rp. 4.603,96, Mother and Children Welfare section is Rp. 7.850,65,- and Dentist Policlinic is Rp. 12.735,55. The unit cost obtained is larger than the present rate is only Rp. 1,500,-.
From simulation of rate determination in General Policlinic is Rp. 3.000,- the patient that is able to pay 97% with Cost Recovery Rate (CRR) 147,47%, Mother and Children Welfare section is Rp. 4.000.- the patient that is able to pay 97% with CRR 103,88% and for Dentist Policlinic is Rp. 6.000,- the patient that are able to pay is 94% with CRR 105,14%. The Government of Solok Municipality in determining outpatient service rate in the Community Health Center can use the result of this research as consideration.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T1659
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainudin
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat dan cenderung semakin luas wilayah penyebarannya sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Timbulnya penyakit DBD merupakan kontribusi spasial sebagai faktor risiko seperti perubahan iklim, topografi, cakupan program, dan perilaku. Besamya faktor risiko tersebut berperan terhadap bertambahnya populasi nyamuk Aedes aegypli sebagai vektor penyakit DBD. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan kontribusi spasial dengan kemungkinan terjadinya penyakif DBD selama 60 bulan (1997-2001), gambaran kepadatan jentik dan perilaku pengelola tempat-tempat umum (TTU) di Kota Bekasi. Disain penelitian adalah studi korelasi.
Untuk mengetahui gambaran kepadatan jentik dan perilaku dilakukan survai dengan junilah sampel 292 TTU yang diperoleh secara sistematik random sampling. Data dianalisis untuk mengetahui distribusi frekuensi (univariat) dan hubungan antar variabel (bivariat) dengan menggunakan uji korelasi Product Moment Pearson dan uji anova. Variabel independen penelitian adalah curate hujan, suhu udara, kelembapan, pengelompokan wilayah, cakupan PSN-DBD, dan perilaku. Pengolahan data spasial dan pemetaan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pergeseran waktu penyebaran penyakit DBD memiliki sildus empat tahunan yang temp dan selama lima tahun terakhir diketahui pusat penyebaran penyakit berada di dua kelurahan yaitu Jati Waringin dan Jaka Sempurna. Hasil survai menunjukkan bahwa angka bebas jentik (ABJ) di TTU barn sebesar 72,60% dan proporsi pengelola TTU yang berpartisipasi dalam PSN-DBD kurang dari separuhnya (43,49%).
Analisis bivariat menunjukkan curah hujan, suhu udara, kelembaban, dan cakupan PSN-DBD selama lima tahun secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna untuk terjadinya penyakit DBD p=0,111, p'J,486, dan Hubungan yang bermakna hanya terlihat antara suhu udara dengan kejadian penyakit DBD pada tahun 1998 (p O,002). Analisis bivariat antara pengelompokan wilayah dengan kejadian penyakit DBD juga menunjukkan hubungan yang bermakna (p),000), yang berarti terdapat perbedaan kejadian penyakit DBD di wilayah perkotaan, peralihan dan perdesaan. ABJ tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan curah hujan, suhu udara, kelembapan, dan cakupan PSN-DBD (p-0,760, p=0,214, p 0,616, dan p-A),283).
Untuk mewaspadai siklus empat tahunan dan dalam rangka meneegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB) DBD, disarankan perlu adanya petugas lapangan (Jura Pemeriksa Jentik) di setiap Puskesmas Pembantu (DesalKelurahan) yang akan melakukan pemeriksaan jentik di rumah penduduk di bawah koordinasi Puskesmas, meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dalam mengelola wilayah kerjanya untuk mengurangi wilayah endemis, kegiatan PSN-DBD agar diprogramkan secara rutin (terjadwal) dalam ekstra kurikuler sekolah, dan perlu meningkatkan upaya penyuluhan kepada masyarakat melalui media cetak maupun elektronik.
Daftar Pustaka: 54 (1987-2003)

A Spatial Analysis of DHF Incidents in An Urban Setting of Bekasi 2003 Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a public health problem and tends to spread out by the increasing mobility and density of people population. The emergence of DHF disease is a spatially contributed from several risk factors such as climate changes, topography, coverage programs, and people's habit. The magnitude of the risk factors is responsible for the increasing of Aedes Agepty population as a vector DHF disease.
The main objectives of this research are to find out the relationship between a spatial contribution and the possibility of DHF incident within 60 months period from 1997 to 2001, the illustration of mosquito larva density and the behavior of sanitation authority of public places in Bekasi. The model use in this study is a correlation study. The surveys are done in 292 public places by a systematic random sampling method to illustrate Aedes larva density and people behavior in that area.
Data are analyzed to find the frequency distribution (univariat) and intervariable correlation (bivariat) by using Product Moment Pearson correlation test and Analysis of Varian test. The independent variables are the amount of rainfall, temperature, relative humidity, regional zoning, management of source reduction campaign of DHF, and the behavior of sanitation authority. Analyzing spatial data and mapping utilize the geographical information system (GIS).
The result shows that a shifting time of DHF distribution is observed in a regular four-year cycle, and in the last five years it has been known that the central of disease distribution can be found in two district areas, Jati Waringin and Jaka Sampuma. The result also shows that the larva free index (ABJ) in public places is 72,60% and a proportion of management public places in source reduction campaign DHF is less than a half of it (43,49%).
Bivariat analysis shows that a rainfall amount, temperature, relative humidity, and management of source reduction campaign DHF in statistics have no correlation with DHF disease incident within the last five years (p=. 772, p 0.111, p'O. 486, p=0.266. A significant correlation can be proven between temperature and DHF disease incident in 1998 (p4l.002). The bivariat analysis between several regions and DHF disease incident shows a significant correlation (p=x.400), so there are different DHF disease incidents among rural, transition and urban areas. ABJ does not show a significant correlation with rainfall amount, temperature, humidity, and management of source reduction campaign DHF (p=-0.760, 170.214, p=0.616 and p=0.283).
To increase an awareness of the four-year cycle and to prevent the outbreak of DHF disease incident, firstly, staff that examine larva should be positioned in each public health center (Puskesmas) in the village. This staff is obliged to periodically examine larva in every house within his area and coordinates with the Puskesmas officers within his district. Secondly, the knowledge of district area public health staff should be improved to manage his region in minimizing the regional endemic. Thirdly, the source reduction campaign of DHF must be done periodically at schools and mass media.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T11246
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsiah Zaehri
"Pada tahun 1995 ( SKRT ) Angka Kematian lbu ( AKI ) di Indonesia sebesar 373 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup (SDK1, 1997) (Cholil, 1999). Kematian ini umumnya dapat dicegah bila komplikasi kehamilan dan keadaan risiko tinggi lainnya dapat dideteksi sejak dini dan kemudian mendapatkan penanganan yang akurat pada saat persalinan. Oleh karena itu diperlukan tempat dan pertolongan persalinan yang dapat mengantisipasi risiko yang mungkin timbul.
Penelitian ini dilakukan pada ibu hamil risiko tinggi pada 36 puskesmas yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan rujukan persalinan ibu hamil risti oleh puskesmas ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang yang dilakukan dengan metode rancangan cross sectional. Dalam penelitian ini tidak dilakukan sampling tapi diambil seluruh ibu hamil risiko tinggi trimester 111 pada bulan Januari sampai Desember 2001 yang berjumlah 200 orang.
Data dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan alat ukur kuisioner terhadap 112 (56 %) responden yang tidak memanfaatkan rujukan persalinan ke RSMH dan 88 (44 %) responden yang memanfaatkan rujukan ke RSMH Palembang.
Dari 14 variabel yang diteliti, terdapat 6 variabel yang terbukti bermakna secara statistik yaitu umur ibu hamil, paritas, pengetahuan, penanggung biaya, jarak ke fasilitas pelayanan dan riwayat persalinan yang lalu, dan yang paling dominan berhubungan dengan pemanfaatan rujukan persalinan ibu hamil risiko tinggi oleh puskesmas ke RSMH adalah penanggung biaya.
Untuk meningkatkan rujukkan ibu hamil risiko tinggi oleh puskesmas ke RSMH maka perlu ditingkatkan pemerataan dana Jaringan Pengaman Sosial Bidang Kesehatan ( 3PSBK ), penyuluhan kesehatan pada ibu-ibu hamil tentang faktor risiko dan risiko tinggi pada kehamilan, persalinan dan nifas yang dapat mengancam jiwa ibu dan bayi yang dikandungnya. Memberikan informasi seiengkap-lengkapnya tentang jalur rujukan.

Analize The Factors that Have Been Correlated With Reference Utilization Labor to High Risk Pregnant Mother by Public Health Centre to General Hospital Dr. Mohammad Hoesin Palembang In 2001 In 1995 (SKRT), the number of the death of women (AKI) in Indonesia was high, that is 373 per 100.000 life birth become 334 per 100.000 Life birth (SDKI, 1997) (Cholil, 1999). Generally, the death could be avoided if pregnant complication and high risk condition could be detected earlier, and accurate care could be given at the critical period - the time of giving birth - therefore, the place need to prepare and infra partum care could he anticipate the mother's death and their infants.
This research was done to the mother with high risk pregnant in 36 Public Health Centers in Palembang, to find out the factors concerning to the medical recommendation given to the women with high risk pregnant by Public Health Center To General Hospital Dr. Mohammad Hoesin Palembang by using cross sectional design. In this research wasn't done sampling but taken from total population to the women with high-risk pregnancy trimester III in January - December 2001.
The data was collected with interview by using questionnaire to 112 (56 %) respondent who came to RSMH and 88 (44 %) respondent was not go to RSMH Palembang.
From 14 variables studied, there were 6 variables, which were proved statistically significant. These variables were: pregnant women, how many times pregnancy, knowledge, cost, the distance and the condition of previous pregnancy. From these six variables, cost variable was the most dominant reason for having the recommendation to have medical care to the general hospital.
To increase the use of medical care recommendation to the general hospital especially for women with high risk pregnancy, it is necessary to spread the social fund for medical care; to give a guide on medical care to pregnant women about the high risk factors on pregnancy and bearing that may cause the death for both the mother and her infant; and to give clear and complete information for getting medical care to the general hospital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T11505
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aspan Effendi
"Puskesmas merupakan satuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, serta dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat. Untuk melaksanakan kegialannya, pembiayan puskesmas selama ini sebagian besar bersumber dari pemerintah pusat, sedangkan sebagian lagi dibiayai oleh pemerintah daerah.
Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu semakin tinggi, sementara alokalasi biaya operasional puskesmas yang diberikan oleh pemerintah semakin menurun. Untuk itu, pihak departemen kesehatan menetapkan konsep swadana sebagai satu jalan keluarnya.
Puskesmas swadana diberikan kewenangan mengelola scluruh dana penerimaan fungsional puskesmas untuk digunakan bagi pembiayaan operasional puskesmas sehari-hari. Selain itu, konsep swadana merupakan penjabaran dari tujuan otonomi daerah dalam meningkatakan mutu pelayanan secara efektif dan efisien.
Pada saat ini,. Puskesmas Putri Ayu memiliki kunjungan pasien yang tinggi, lokasi yang strategis dan sumber daya manusia yang cukup berkualitas. Kondisi yang cukup kondusif ini menjadikannya layak dikembangkan menjadi puskesmas swadana sekaligus menjadi contoh puskesmas swadana di Kota Jambi. Dalam upaya pengembangan ini diperlukan sualu perencanaan strategi yang disesuaikan dengan visi dan misi Dinas Kesehatan Kota Jambi dalam mencapai Jambi sehat 2008. Untuk dapat menyusun perencanaan strategi dilakukan penelitian operasional dengan analisis kualitatif melalui wawancara mendalam terhadap sejumlah pihak penentu kebijakan kesehatan. Sejumlah pihak tersebut adalah Walikota, DPRD, Kepala Dinas Kesehatan Kota, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan unsur pelaksana Puskesmas Putri Ayu.
Consensus Decision Making Group (CDMG) yang beranggotakan para pelaksana inti Puskesmas Putri Ayu menetapkan beberapa strategi terbaik dengan menggunakan SWOT matrik dan QSPM sebagaimana yang ditelili dalam penelitian ini. Hasil penelitian pemilihan alternatif strategi berdasarkan hasil IE memperlihatkan bahwa posisi Puskesmas Putri Ayu berada pada kuadran II. Hal itu menunjukan bahwa posisinya berada dalam grow and build sesuai dengan rategi intensif dan integrative yang dianjurkan. Strategi intensif yang dimaksud adalah market penetration, market development dan product development, sedangkan strategi integratif mencakup backward integration, and forward integration dan horizontal integration.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa Puskesmas Putri Ayu memiliki peluang yang besar dengan dukungan internal dan eksternal yang kuat, walaupun masih menghadapi pesaing yang cukup kompetitif. Dengan demikian, berbagai upaya masih diperlukan untuk meningkatkan mutu pelayanannya. Sebagai saran dan tindak lanjut, strategi yng telah dipilih hendaknya dioperasikan dengan optimal dengan dukungan berbagai pihak.
Daftar bacaan: 40 (1982-2002)
Strategy Planning Of Developing Putri Ayu Public Health Service In Jambi Municipality Into Self Financing Public Health Service In 2002 Public health center (PHC) is functional organizational unit, which conducts health services in comprehensive, integrated and well-distributed way, also both accepted and accessible to the society. So far, it is mostly financed by Central Government to perform its activity. Province Authority pays only little amount.
The society requirement to the qualified health service gets higher and higher, meanwhile PHC operational finance allotment given by the government decreases. Therefore, Health Department establishes self-financing concept as one of solutions.
Self-financing PHC manages its functional revenues to cover its daily operational finance. In addition, the concept is enforced from district authority purpose in order to improve the service quality effectively and efficiently.
Now that Putri Ayu PHC has high patient visit, strategic location and adequate human power, if is worth being developed into self-financing PHC, even self-financing PHC model in Jambi Municipality.
As for its development, it is important to set strategy planning matched the vision and mission of Jamb Municipality Health Office in order to reach Healthy Jamb 2008. In this respect, there should be an operational research by using qualitative analysis through dept interview to the certain health decision-making officers. The officers are Mayor, District parliament, Head of Municipality Health Office, Head of Provincial Health office, operating officers of Putri Ayu PHC.
Consensus Decision Making Group (CDMG) whose membership are chief operating officers of Putri Ayu PHC decides some best strategic based on SWOT matrices and QSPM as revealed in this research. The research result of deciding alternative strategy based on IE result show that Putri Ayu PHC position is at quadrant II. It shows that its position is on growing and building phase fulfilling the recommended intensive and integrative strategies. The intensive strategy covers market penetration, market development and product development, while integrated strategy consists of backward integration, forward integration and horizontal integration.
The research concludes that Putri Ayu PHC has great chance with internal and external support, meanwhile it is facet with competitive rivals. Therefore, it needs developing efforts in order to improve its service quality. As for advice and follow up, officers should implement the chosen strategies with others' supports.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T1653
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library